BAB I LAPORAN KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN Nama : An. Armelita Tanggal Lahir : 27 Agustus 2011 Umur : 2 tahun 6 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Asrama Armed XI, Gelangan, Magelang Tengah Agama : Islam Tgl. masuk RS : 16 Maret 2014 pk. 20.10 I.2. SUBJEKTIF ANAMNESIS Keluhan Utama : batuk Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan batuk sejak kemarin malam. Batuk seperti ada dahaknya tetapi sulit keluar. Batuk dirasakan terus menerus. Batuk disertai juga dengan pilek. Setiap batuk pasien juga merasa sesak. saat sesak suara nafas terdengar grok-grok dan ngik- ngik. Saat sesak pasien masih bisa berbicara. Pasien memiliki riwayat sesak sejak kecil. Tapi dalam 1 bulan terakhir baru kali ini mengalami serangan sesak. sesak 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Armelita
Tanggal Lahir : 27 Agustus 2011
Umur : 2 tahun 6 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Asrama Armed XI, Gelangan, Magelang Tengah
Agama : Islam
Tgl. masuk RS : 16 Maret 2014 pk. 20.10
I.2. SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Keluhan Utama : batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan batuk sejak kemarin malam. Batuk seperti
ada dahaknya tetapi sulit keluar. Batuk dirasakan terus menerus. Batuk disertai
juga dengan pilek. Setiap batuk pasien juga merasa sesak. saat sesak suara nafas
terdengar grok-grok dan ngik-ngik. Saat sesak pasien masih bisa berbicara.
Pasien memiliki riwayat sesak sejak kecil. Tapi dalam 1 bulan terakhir baru kali
ini mengalami serangan sesak. sesak nafas sering timbul terutama saat pasien
terpapar udara dingin atau saat pasien flu.
Pasien sudah di nebul 4 kali. 2 kali kemarin (pagi dan sore) dan hari ini 2
kali (pagi dan sore) tapi dahak tidak keluar dan pasien tetap batuk dan sesak.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak kemarin. Mual tidak ada. Muntah
tidak ada. BAB mencret 3 kali kemarin sudah diberi L-bio hari ini sudah tidak
mencret. BAK lancer. Makan dan minum baik.
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sesak sebelumnya (+) terutam saat udara dingin. Riwayat alergi
sebelumnya (-), tidak ada riwayat batuk lama dan demam terus-menerus dan
tidak ada kontak dengan penderita batuk lama, riwayat kejang (-)
Asma merupakan suatu kelainan pada saluran napas yang diakibatkan oleh
proses inflamasi kronis yang melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi
kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari saluran pernafasan yang
menyebabkan episode mengi (wheezing), apneu, sesak nafas dan batuk-batuk
terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas
obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik secara spontan ataupun
dengan terapi.3
Global Institute for Asthma (GINA) mendefinisikan asma adalah
gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan banyak sel yang berperan
seperti, sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Inflamasi kronik tersebut menyebabkan
episode mengi (wheezing) berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,
khususnya pada malam hari atau dini hari.3
Definisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK)
Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2004 menyebutkan
bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik
sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi
lain pada pasien dan/atau keluarganya.5
Definisi asma yang saat ini umumnya disetujui oleh para ahli yaitu asma
adalah penyakit paru dengan karakteristik :
1. Obstruksi saluran napas yang reversible (tetapi tidak lengkap pada beberapa
pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan
2. Inflamasi saluran nafas kronik
3. Peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan
12
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO(3,4,6)
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor genetik
a. Hiperreaktivitas jalan napas
Berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas yang melibatkan sel-sel
inflamasi.
b. Atopi/ alergi bronkus
Adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa
sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada
tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma
c. Jenis kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens
asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali
lipat anak perempuan.
d. Ras/ etnik
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens
asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi
daripada kulit putih.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur)
b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker
dan sebagainya)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
f. Ekspresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma
13
j. Perubahan cuaca
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma: 3,4,7
Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang
berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta
pajanan asap rokok, infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu
binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal
aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara,
alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis,
tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan
gastroesofageal refluks).
C. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) tahun
2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000
anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa dengan usia diatas 18 tahun, 38 per
1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah anak laki-laki yang mengalami asma 1,5
sampai 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan, tetapi setelah pubertas
prevalensi asma pada laki-laki sama dengan perempuan. World Health
Association (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma. Sedangkan berdasarkan laporan National Center for Health Statistics
(NCHS) tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu
populasi.2
Asma adalah penyakit kronik yang umum menyebabkan peningkatan
angka kesakitan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat
nasional Amerika Serikat pada tahun 1998, terdapat 8,65 juta anak-anak
dilaporkan menderita asma dan 3,8 juta anak pernah mengalami episode serangan
asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak di Amerika Serikat dianggap
sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat
(867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1 juta
14
Pada pasien ini kemungkinan fakto pencetusnya adalah faktor lingkungan yang diketahui berupa cuaca dingin. Dan adanya infeksi pada saluran pernafasan.
kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan
164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.7
D. PATOGENESIS3,7,8
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, wheezing (mengi) dan dispnea pada individu dengan
jalan nafas yang hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak
semua orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula
pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama
kehidupan. Beberapa orang dengan gejala asma yang bermula dalam 2 dekade
pertama kehidupan, lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang
diperantarai oleh Immunoglobulin E (IgE) dan memiliki penyakit atopi terkait
lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.
Asma merupakan suatu bentuk reaksi hipersensitivitas tipe 1, alergen
masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE yang
terdiri dari 3 fase, yaitu:
1. Fase Sensitisasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel
mast dan basofil.
2. Fase Aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan
granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase Efektor yaitu waktu terjadinya respons yang kompleks sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil.
15
Pasien adalah anak berjenis kelamin perempuan yang memiliki prevalensi serangan asma lebih rendah daripada anak laki-laki.
Gambar 1. Patofisiologi Asma
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II
pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik berperan
sebagai Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel
dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk
jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran
respiratori.
Pajanan pada dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel
B berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang
dilepas diikat oleh Fce-R pada sel mast dan basofil. Pajanan kedua dengan
alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast,
memacu pelepasan mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan
basofil. Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos,
meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan
anafilaksis.
Teori terbaru mengenai patogenesis asma adalah hubungan antara suatu
proses inflamasi dengan proses remodeling sel epitel yang rusak akibat proses
16
inflamasi. Semakin lama suatu proses inflamasi terjadi, maka semakin besar pula
proses remodeling terjadi. Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian
proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur
saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan
maturasi struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang
berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan
profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta
diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang
penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi
faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi
sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas
mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.
Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada
dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma.
Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.
Gambar 2. Patogenesis Asma (Teori remodelling)
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet
dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama pada proses
17
inflamasi kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma,
memperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat
menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan
hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik,
terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau
yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas
bronkus.Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.
E. PATOFISIOLOGI ASMA4,7,8
E.1 Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos
bronkial yang diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi
seperti histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan
oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf aferen lokal dan
asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari
otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas.
Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret
yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran
nafas adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
18
mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan
hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat
mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya
compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot
diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga
kerjanya menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja
otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas.
Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
E.2. Hiperaktivitas saluran respiratori
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun
dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi
sekunder serta berpengaruh terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai
tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot
polos tersebut.
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada
pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan
penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik
asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic
19
Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi.
Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki
pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan
metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.
E.3 Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian
elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan
pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur
filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi
hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui
hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas
mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai
pada tahap akhir, yang merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan
saluran nafas yang menetap atau persisten. Kekakuan dari daya kontraksi, yang
timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas, kemudian menyebabkan
timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan
protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk
berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin.
Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung
ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.
E.4 Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan
karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran
nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab
20
ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak
mengalami perbaikan dengan bronkodilator(9).
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan
dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja
tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal dari
mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi
yang mengalami lisis(9).
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel
Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena
adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik.
Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang diprovokasi oleh
mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase,
kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease(9).
F. DIAGNOSIS3,4,7
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan
gejala batuk dan/ atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam
atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat
asma dan/ atau atopi pada pasien atau keluarga.
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi
lebih definitive. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal
paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow
meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan
histamine, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau
dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna
untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya.
21
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator.
3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
F.1 Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan
gejala batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan
batuk dijumpai sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala
yang timbul bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala
yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya
tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit
mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis
dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.
F.2 Pemeriksaan Fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya.
Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai
adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam
batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing
terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut
nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi,
seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi
kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir, udem dinding
bronkus dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas
mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi
basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak
22
Pada pasien didapatkan hasil anamnesis berupa gejaa batuk progresif serta adanya sesak nafas dan sudah mengganggu aktivitasnya sehingga masuk ke RS, serta terdapat mengi saat sesak.
dengan komponen ekspiratori yang lebih menonjol seperti fase ekspirasi lebih
panjang dibandingkan fse inspirasi dan dapat ditemukan suara nafas wheezing.
F.3 Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada
AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2
(hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru
bila kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya
penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai normal.
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat
membantu penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eosinofil total
umum dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan
pemeriksaan uji provokasi dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi
positif, maka diagnosis asma secara definitive dapat ditegakkan.
Pada pemerikasaan radiologi dapat menunjukan gambaran hiperaerasi,
diameter aneto-posterior bertambah, costae mendatar, sela antar costae yang
melebar dan diafragma tertekan ke bawah.
F.4 Klasifikasi Derajat Penyakit Asma
23
Pada pasien ini, dari pemeriksaan fisik didapatkan tampak sesak, retraksi ICS, ronkhi, wheezing saat ekspirasi dan ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu nafas.
F.5 Derajat Serangan Asma
24
Pada pasien ini, dari gejala dan tanda merupakan asma derajat sedang episode jarang.
F.5 ALUR DIAGNOSIS ASMA
25
Batuk dan/mengi
Tidak
Berhasil
26
Riwayat Penyakit
Pemeriksaan fisik
Tidak jelas asma:
Timbul pada masa neonates Gagal tumbuh Infeksi kronik Muntah/tersedak Kelainan fokal paru Kelainan system kardiovaskular
Jika ada fasilitas, periksa dengan peak flow meter atau spirometer
Pertimbangkan pemeriksaan:
Rontgen thorax dan sinus Uji fungsi paru Uji respons terhadap