TERAPI MODALITAS KEPERAWATAN JIWAMAKALAHdisusun untuk memenuhi
Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Jiwa
Oleh :Antonius Eko (30120110003)Ester Rini Anggiriani
(30120110027)Monica Redemptha (30120110017)Yuliana Natalia
(30120110023)Zulirda August (30120110047)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO
BORROMEUSPADALARANG2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas kasih dan karunia yang telah diberikan, kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah Terapi Modalitas Keperawatan
Jiwa. Pembuatan Makalah ini, dimaksudkan untuk membantu dalam
mencapai tujuan mata ajar Asuhan Keperawatan Jiwa sehingga mampu
meningkatkan wawasan dan pengetahuan.Laporan Makalah ini masih jauh
dari sempurna dan masih perlu dikembangkan lebih lanjut lagi,
mungkin hal ini dikarenakan faktor kemampuan dan lain sebagainya
yang menghambat proses pembuatan, namun untuk memenuhi tugas dosen
Ns.Lesta Livolina.,S.Kep.,M.Kes (AIFO) ini, kami berusaha
semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dari semua pihak,
guna untuk perbaikan dan kesempurnaan isi dari makalah ini. Semoga
makalah ini mampu memberikan manfaat positif dan bermakna dalam
proses pembelajaran. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih bagi
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Bandung, Mei 2013
Penyusun
BAB IPENDAHULUAN
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi
kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat
bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa
pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area
sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku
maladaptive dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor
predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus,
kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki,
dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu.
Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu
tersebut adaptif atau maladaptive. Banyak ahli dalam kesehatan jiwa
memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud
gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan
jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model
social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda
pula dengan model stress adaptasi. Masing-masing model memiliki
pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan
penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi
modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang
bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa
dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
BAB IITINJAUAN TEORITERAPI MODALITAS
A. KONSEP DASAR MEDIS1. Pengertian
Modalitas berasal dari kata modality. Yang berarti modal.
Kekuatan atau potensi. Modalitas dalam konteks keperawatan adalah
segala kekuatan atau potensi yang masih dimiliki klien dan dapat
digunakan untuk berubah. Terapi modalitas menurut perko dan kreigt
( 1988 ) diartikan sebagai suatau metode atau teknik terapi dengan
menggunakan pendekatan secara spesifik yang di dasarkan pada
bangunan teori. Pendekatannya bersifat langsung dan fasilitatif
untuk suatu perubahan bagi klien ( individu ) yaitu dengan
menyediakan suatu sarana yang efektif yang memungkinkan klien
berpindah atau berubah menuju kondisi yang lebih baik ( dalam
korteks psikososial ) hal ini yang perlu diperhatikan. Terapi
modalitas juga merupakan suatu sistem terapi psikis ( psikoterapi )
yang keberhasilannya sangat bergantung pada adanya komunikasi atau
prilaku timbal balik antara terpis dan klien.Ada juga yang
mendefinisikan terpi modalitas adalah suatu proses pemulihan fungsi
individu ( klien ) terhadap kebiasaan kebiasaan fisik. Mental.
Sosial. Ekonomi. Termasuk pekerjaan menuju suatu kemampuan
sebelumnya atau ke tingkat yang memungkinkan klien dapat hidup
wajar di tengah tengah keluarga dan masyarakat.Dapat disimpulkan
bahwa terapi modalitas adalah suatu tehnik terpi dengan menggunakan
pendekatan tertentu/ spesifik sesuai teori dan kiat terpis. Dengan
menjadikan kekuatan klien sebagai modal utama untuk berubah. Perko
dan kreigh membagi terapi modalitas mencakup terapi keluarga.
Kelompok. Analis dan terapi keluarga. Rawslins williams dan beck (
1993 ) membaginya sama dengan johnson dengan terapi pasangan ke
dalam terapi modalitas. Misalnya terapi kognitif dan terapi
prilaku.
2. Pemberian terapia. Dasar Para ahli kesahatan jiwa baik
dokter. Perawat. Psikolog maupun lainnya mendasarkan pemberian
terapi modalitas ini pada asas psikodinamika ( freud. 1911 ) dan
asas psikologsosial ( sullivan. 1962 ). Yaitu sebagai berikut :1)
Ganguan jiwa merusak seluruh kepribadian atau prilaku manusia.
Bagaimanapun parahnya seseorang mengalami ganguan jiwa. Masih sehat
( normatif ). Misalnya ia masih masih mampu mengenali siapa orang
tuannya dan menyebutkan namanya.
2) Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke
arah kondisi yang mengandung reaksin( respon yang baru ).Seseorang
terapis dengan cara yang tepat dapat mengarahkan dan membina
prilaku klien melalui rekayasa situasi yang terapeutik maka klien
dapat di latih untuk memberi respon/reaksi positif kearah prilaku
normatif.
3) Tingkah laku manusia selalu mengindenkan ada atau tidak
adanya faktor yang bersifatnya menimbulkan tekanan sosial pada
individu sehingga reaksi individu tersebut dapat di
prediksikan.
Pada dasarnya setiap tingkah laku manusia terkait dengan dua
hal. Yaitu ; reward ( hasil ) dan punishment.
4) Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam
menunjang dan menghambat prilaku individu dalam kelompok sosial.Hal
tersebut didasarkan atas asumsi bhwa. Pertama manusia adalah ahluk
sosial yang berarti kapan pun dan di mana pun ia tidak akan dapat
hidup sendiri melainkan harus berada dalam komunitas atau kelompok
sosial tertentu.
5) Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik. Mental
emosional dan sosial kearah keutuhan pribadi yang di lakukan secara
ekletik holistik.Klien sebagai manusia yang meliputi
bio-sko-sosio-spiritual tentu harus multi multidisploner dan
multisektoral.b. Mekanisme Ditinjau dari pandangan kesehatan jiwa
masyarakat. Aktifitas terapi modalitas khusunya pada tahap health
promotion. Termasuk pada tahapan pencegahan tersier. Yaitu suatu
proses membantu seseorang untuk dapat kembali ke tahap fungisional
yang paling tinggi yang dapat di capai targetnya adalah adanya
pekerjaan tertentu ( produktif ) dan tercapainya hidup mandiri bagi
rehabilitan.WHO menyebutkan adaa lima prinsip yang berhubungan
dengan rahabilatasi ganguan jiwa :1) Tujuan harus difokuskan bagi
perbaikan kualitas hidup pasien dan keluarga.2) Rehabilitasi yang
diberikan didasarkan pada prinsip kemitraan3) Perbedaan individu
harus di kenali dan dihormati4) Rehabilitasi harus menyesuaikan
dengan perubahan yangdialami pasien.5) Rehebailitasi mancakup semua
aspek yang di butuhkan pasien untuk dapat hidup mandiri di
masyarakat.
Suatu proses pemulihan mempunyai 4 tujuan yaitu :1) Kemampuan
yang telah pulih di tingkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih
tinggi.2) Mencegah ketidak mampuan yang lebih lanjut.3) Melindungi
kemampuan yang ada pada klien4) Membantu klien menggunakan
kemampuannnya.
c. PersiapanDiawali dengan selksi dalam rangaka menentukan klien
mana yang akan diberi terapi modalitas.persiappandapat dilakukan
secara tim maupun individual. Maksudnya apabila terapi modlitas
dapat dilakukan oleh perawat secara mandiri dan individual maka
cukup proses seleksinya tidak dialkukan secara tim atau kelompok
beergantung pada manajemen sistem pelayanan keperawatan.misalnya
pelaksana terpi koqnitifLangkah berikutnya adalah terapi kerja yang
targetnya adalah memulihkan kembali daya konsentrasi. Kemampuan
komunikassi dan lainya pada pasien. Pada tahap ini bersifat
terepeutik memfasilitasi klien sesuai dengan kemampuan serta
kemaunnya.Langkah terkahir adalah latihan kerja dengan tujuan untuk
kembali kemasyarakat. Pada tahap ini perlu melibatkan keluarga
klien dan orang yang ada di daerah pasien tinggal sehingga terapi
dapat berfungsi denganbaik.d. Penyaluran/peneempatanTahap kedua
merupakan usaha atau penempatan klien. Bentuknya dapat merupakan
penuh atau penempatan terbatas. Tahap ini akan lebih berhasil
apabila diawali dengan terapi keluarga lanjutan sehingga keadaan
kelurga nantinya dapat bersifat kondusif. apabila penyaluran atau
penempatan khususnya akan dilakukan kembali kekeluarga. Lebih baik
dilakukan secara bertahap.e. PengawasanTahap terakhir ini aalah
pengawasan. Bentuk pelaksannannya ada dua pertama pengawasan
kedalam dengan tujuan untuk memelihara keseahatan fisik klien.
Kedua ; pengawasan keluar yang ditujukan pada klien yang sudah
dilakukan penempatan penuh atau mereka yang ada di luar rumah
sakit.
3. Jenis-Jenis Terapi ModalitasAda beberapa macam jenis terapi
modalitas, diantarnya adalah sebagai berikut:a. Terapi Aktivitas
Kelompok
Tujuan Adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis
terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan
meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota.Tujuan terapi
aktivitas kelompok dibagi menjadi tiga yaitu:1. Tujuan
UmumMeningkatkan kemampuan uji realitas melalui komunikasi dan
umpan balik dengan atau dari oranglain, melakukan sosialisasi,
meningkatkan kesadaran terhadap hubungan reaksi emosi dengan
tindakan atau perilaku defensif dan menigkatkan motivasi untuk
kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
2. Tujuan khususMeningkatkan identitas diri, menyalurkan emosi
secara konstruktif, meningkatkan keterampilan hubungan
interpersonal atau social.
3. Tujuan rehabilitasiMeningkatkan keterampilan ekspresi diri,
sosial, meningkatkan kepercayaan diri, empati, meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan pemecahan.
Karakteristik PasienBerdasarkan pengamatan dan kajian status
klien maka karakteristik klien yang dilibatkan dalam terapi
aktivitas kelompok ini adalah klien dengan masalah keperawatan
seperti risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan,
perilaku kekerasan, deficit perawatan diri, isolasi sosial: menarik
diri, dan perubahan persepsi sensori. Model Terapi Aktivitas
Kelompok
a. Focal conflict modelDikembangkan berdasarkan konflik yang
tidak disadari dan berfokus pada kelompok individu. Tugas leader
adalah membantu kelompok memahami konflik dan membantu penyelesaian
masalah. Misalnya; adanya perbedaan pendapat antar anggota,
bagaimana masalah ditanggapi anggota dan leader mengarahkan
alternative penyelesaian masalah.
b. Model KomunikasiDikembangkan berdasarkan teori dan prinsip
komunikasi, bahwa tidak efektifnya komunikasi akan membawa kelompok
menjadi tidak puas. Tujuan membantu meningkatkan keterampilan
interpersonal dan sosial anggota kelompok. Tugas leader adalah
memfasilitasi komunikasi yang efektif antar anggota dan mengajarkan
pada kelompok bahwa perlu adanya komunikasi dalam kelompok, anggota
bertanggung jawab terhadap apa yang diucapkan, komunikasi pada
semua jenis: verbal, non verbal, terbuka dan tertutup, serta pesan
yang disampaikan harus dipahami orang lain.
c. Model interpersonalTingkah laku ( pikiran, perasaan, dan
tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal dalam
kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah
laku anggota, merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain.
Terapist bekerja dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari
interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah
laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.
d. Model psikodramaDengan model ini dapat memotivasi anggota
kelompok untuk berakting sesuai dengan peristiwa yang baru terjadi
atau peristiwa yang lalu, sesuai peran yang diperagakan. Anggota
diharapkan dapat memainkan peran sesuia peristiwa yang pernah
dialami.
Fokus Terapi Aktivitas Kelompok
a. Orientasi realitasAdalah pemberikan terapi aktivitas kelompok
yang mengalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu, dan
tempat. Tujuan adalah klien mampu mengidentifikasi stimulus
internal (pikiran, perasaan dan sensasi somatic) dan stimulus
eksternal (iklim, bunyi, dan situasi alam sekitar), klien dapat
membedakan antara lamunan dan kenyataan, pembicaraan klien sesuai
realitas, klien mampu mengenal diri sendiri dan klien mampu
mengenal orang lain, waktu dan tempat. Karakteristik klien:
gangguan orientasi realita (GOR), halusinasi, waham, ilusi dan
depersonalisasi yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain,
klien kooperatif, dapat berkomunikasi verbal dengan baik, dan
kondisi fisik dalam keadaan sehat.
b. SosialisasiMaksudnya adalah memfasilitasi psikoterapist untuk
memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal, memberi tanggapan
terhadap orang lain, mengekspresikan ide dan tukar persepsi dan
menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan. Tujuan
meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
berkomunikasi, saling memperhatikan, memberikan tanggapan terhadap
orang lain, mengekspresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
Karakteristik klien: kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk
mengikuti kegiatan ruangan, sering berada ditempat tidur, menarik
diri, kontak social kurang, harga diri rendah, gelisah, curiga,
takut dan cemas, tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab
seperlunya, jawaban seusai pertanyaan, dan dapat membina trust, mau
berinteraksi dan sehat fisik.
c. Stimulasi persepsiArtinya adalah membantu klien yang
mengalami kemunduran orientasi, stimulasi persepsi dalam upaya
memotivasi proses berpikir dan afektif serta mengurangi perilak
maladaptive. Tujuan meningkatkan kemampuan orientasi realita,
memusatkan perhatian, intelektual, mengemukakan perasaannya.
Karakteristyik klien: gangguan persepsi yang berhunbungan dengan
nilai-nilai, menarik diri dari realita, inisiatif atau ide-ide yang
negatif, kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal,
kooperatif dan mengikuti kegiatan.
d. Stimulasi sensoriMaksudnya adalah menstimulasi sensori pada
klien yang mengalami kemunduran sensoris. Tujuan meningkatjan
kemampuan sensori, memusatkan perhatian, kesegaran jasmani, dan
mengekspresikan perasaan
e. Penyaluran energiMaksudnya adlaah untuk menyalurkan energy
secara konstruktif. Tujuan menyalurkan energy dari destruktif
menjadi konstruktif, mengekspresikan perasaan dan meningkatkan
hubungan interpersonal.
Tahap-tahap dalam terapi aktivitas kelompokMenurut Yalom yang
dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1995, fase-fase dalam terapi
aktivitas kelompok adalah sebagai berikut:1. Pre kelompokDimulai
dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi leader,
anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan,
proses evaluasi pada anggota dan kelompok, menjelaskan
sumber-sumber yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika
memnungkinkan biaya dan keuangan.
2. Fase awalPada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang
terjadi yaitu orientasi, konflik, atau kebersamaan.
a. OrientasiAnggota mulai mengembangakan sistem social
masing-masing, dan leader mulai menunjukan rencana terapi dan
mengambil kontrak dengan anggota.
b. KonflikMerupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota
mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana
peran anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan
terjadi.c. KebersamaanAnggota mulai bekerja sama untuk mengatasi
masalah, anggota mulai menenukan siapa dirinya.
3. Fase kerjaPada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan
positif dan negatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang
telah dibina, bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistis,
mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas
kelompok, serta penyelesaian masalah yang kreatif.
4. Fase terminasiAda dua jenis terminasi (akhir dan sementara).
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak
sukses atau sukses.
Macam-macam Terapi Aktivitas Kelompok:
1. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/ PersepsiKlien
dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respons
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi
adaptif.Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan : baca artikel/ majalah/ buku/ puisi, menonton acara TV
(ini merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive
atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan,
pandangan negative pada orang lain, dan halusinasi. Kemudian
dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi SensoriAktivitas
digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi
reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa
ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh).
Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan
terstimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons.
Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : music, seni,
menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat
dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.
3. Terapi aktivitas kelompok orientasi realitasKlien
diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lin yang ada disekitar klien atau orang yang dekat
dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan
klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang
lalu, dan rencana ke depan. Aktivitas dapat berupa orientasi orag,
waktu, tempat, benda yang ada disekitar, dan semua kondisi
nyata.
4. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)Terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan
sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan social.
Tujuan
Tujuan umum TAKS, yaitu klien dapat meningkatkan hubungan social
dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan khususnya
adalah:1. Klien mampu memperkenalkan diri2. Klien mampu berkenalan
dengan anggota kelompok3. Klien mampu bercakap cakap dengan anggota
kelompok4. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topic
percakapan5. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah
pribadi pada orang lain6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok7. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang
manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan
Aktivitas dan indikasiAktivitas TAKS dilakukan tujuh sesi yang
melatih kemampuan sosialisasi klien. Klien yang mempunyai indikasi
TAKS adalah klien dengan gangguan hubungan social berikut.1. Klien
menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal2.
Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai
dengan stimulus.
Peran Perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok
1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok2. Sebagai
leader dan co leaderSebagai role model, menyusun rencana,
mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan, memotivasi anggota,
mengatur jalannya kegiatan, menjelaskan aturan kegiatan dan
memimpin jalannya kegiatan.3. Sebagai fasilitatorMembantu leader
memfasilitasi anggota untuk berperan aktif dan membantu leader
dalam memotivasi anggota.4. Sebagai observerMengobservasi respons
tiap klien dan mencatat semua proses yang terjadi dan semua
perubahan perilaku5. Mengatasi masalah yang timbul pada saat
pelaksanaan.
b. Terapi OkupasiAdalah suatu ilmu seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan.
Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada
seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk
seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang
lain. Tujuan Terapi Okupasi1. Terapi khusus untuk mengembalikan
fungsi mentala. Menciptakan kondissi tertentu sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang
lain dan masyarakat sekitarnya.b. Membantu melepaskan dorongan
emosi secara wajarc. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan
kondisinyad. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan
diagnosa dan terapi2. Terapi khusu untuk mengembalikan fungsi
fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot, dan koordinasi gerakan3.
Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK,BAB, dan
sebagainya4. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin
dirumah.5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan
meningkatkan kemampuan yang dimiliki.6. Menyediakan berbagai macam
kegiata agar dicoba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan
fisik, keniasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan
potensinya.7. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan
setelah klien kembali di lingkungan masyarakat.
Peranan aktivitas dalam terapiAktivitas dalam okupasi terapi
hanya media, tidak untuk menyembuhkan. Peranan terapi tersebut
sebagai penghubung antara batin klien dengan dunia luar,
berhubungan dengan tujuan pekerjaan dan dapat meningkatkan
kemampuan klien bersosialisasi dalam kelompok terapi.
Indikasi Terapi Okupasia) Klien dengan kelainan tingkah laku
disertai dengan kesulitan bekomunikasib) Ketidakmampuan
menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap rangsangan
tidak wajarc) Klien yang mengalami kemundurand) Klien dengan cacat
tubuh disertai gangguan kepribadiane) Orang yang mudah
mengekspresikan perasaaan melalui aktifitasf) Orang yang belajar
sesuatu dengan praktik langsung daripada membayangkan
Karakteristik Aktivitas Terapia) Mempunyai tujuan jelasb)
Mempunyai arti tertentu bagi klienc) Harus mampu melibatkan klien
walaupun minimald) Dapat mencegah bertambah buruknya kondisie)
Dapat member dorongan hidupf) Dapat dimodifikasig) Disesuaikan
dengan minat
Analisa Aktivitasa) Jenis kegiatanb) Maksud dan tujuanc)
Sarana/alat/aktifitasd) Kerumitan/tk aktifitase) Persiapanf)
Pelaksanaang) Kontra indikasih) Disukai klien atau tidak
disukai
Jenis KegiatanJenis kegiatan dalam terapi okupasi antara lain
olahraga, permainan, kerajinan tangan, seni, rekreasi, diskusi dan
perawatan kebersihan diri
Proses Terapi Okupasi1. Pengumpulan DataMeliputi data tentang
identitas klien, gejala, diagnosis, perilaku dan kepribadian klien.
Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah
2. Analisa data dan identifikasi masalahDari data yang telah
dikaji ditegakkan diagnosa sementara tentang masalah klien maupun
keluarga
3. Penentuan tujuan dan sasaranDari diagnosa yang ditegakkan
dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai
4. Penentuan aktifitasJenis kegiatan yang ditentukan harus
disesuaikan dengan tujuan terapi
5. EvaluasiEvaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab,
kerjasama, emosi, dan tingkah laku selama aktivitas berlangsung.
Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang sesuai dan
akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik misalkan 1
minggu sekali dan setiap melaksanakan kegiatan.
Pelaksanaan TerapiTerapi okupasi dapat dialkukan secara individu
maupun kelompok tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.1.
Metodea) Individual; dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang
belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien yang sedang
menjalani persiapan aktifitasb) Kelompok; klien dengan masalah
sama, klien yang lama, dan yang memiliki tujuan kegiatan yang
sama2. Waktu Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode
individual maupun kelompok dengan frekuensi kegianatan per sesi 2-3
kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian
c. Terapi KognitifTerapi kognitif mengajarkan kepada kita,
metode yang terbukti sangat membantu dalam mengatasi masalah yang
berhubungan dengan suasana hati (mood), depresi, cemas, marah,
panic, cemburu, rasa bersalah, dan rasa malu. Terapi ini akan
membantu kita khususnya yang mempunyai problem dalam berhubungan
dengan orang lain, mengatasi stress dengan lebih baik, meningkatkan
harga diri, mengurangi rasa takut, dan lebih percaya diri.Kognitif
berarti proses pemikiran, dan juga berarti persepsi. Para ahli
terapi kognitif menekankan pentingnya pemeriksaan pemikiran dan
keyakinan yang berkaitan dengan suasana hati, perilaku, pengalaman,
dan juga berkaitan dengan peristiwa dalam hidup. Ide pokok dalam
terapi kognitif adalah persepsi kita terhadap peristiwa atau
pengalaman kita yang sangat berpengaruh terhadap respons emosional,
perilaku, dan psikologis kita terhadap peristiwa. Lima aspek yang
harus kita cermati adalah pikiran (keyakinan, kesenangan, dan
bayangan), suasana hati, perilaku, reaksi fisik, dan lingkungan
(dulu maupun kini).Kelima aspek tersebut saling berkaitan, artinya
setiap aspek dari kehidupan seseorang akan memengaruhi semua aspek
lainnya. Pemikiran akan membantu menentukan suasana hati yang kita
alami dalam situasi tertentuTerminologi dan Pengertian
Terapi kognitif sebenarnya adalah bagian dari terapi modalitas
dalam keperawatan, khususnya keperawatan jiwa. Dikatakan demikian
dengan asumsi bahwa klien masih memiliki potensi, kekuatan atau
kemampuan kognitif, intelektual, daya pikir, dan intelegensi. Teapi
modalitas mendasarkan potensi kognitif klien sebagai kekuatan untuk
berubah, sedangkan perawat/ terapis dan sarana lainnya sebagai
fasilitataor, disebut dengan terapi kognitif.Prinsip terapi ini
adlaah memodifikasi baik isi dan/atau proses pikir klien. Satu hal
terpenting dalam terapi ini adalah klien harus terlebih dahulu
menyadari isi atauproses pikirnya yang perlu diperbaiki dan
memiliki kemauan untuk berubah. Oleh karena terapi kognitif
didasarkan pada potensi kognitif klien sebagai kekuatan untuk
berubah, klien yang tidak atau belum menyadari pikirannya
menyimpang dan tidak atau belum ada kemauan untuk memperbaikinya,
akan sulit diterapi.Tujuan terapi kognitif meliputi:1. Langsung:
Memperbaiki (menghentikan, menggantikan/mengubah) atau proses
pikir.2. Tidak langsung:a. Mengurangi sampai dengan menghilangkan
perilaku yang menyimpangb. Meningkatkan perilaku yang produktifc.
Meningkatkan kepuasan serta penerimaan diri.
Distorsi Kognitif
Para ahli terapi kognitif percaya bahwa respon maladaptif
berasal dari distorsi (penyimpangan) kognitif. Hal tersebut dapat
berupa kesalahan logika, kesalahan mencari alas an, atau pandangan
diri yang tidak sesuai dengan realitas. Berbagai macam distorsi
kognitif di bawah ini tidak saja dimiliki oleh mereka yang
mengalami gangguan jiwa yang tergolong berat (psikosis), tetapi
memilikinya. Sekaligus ini merupakan indikasi dari terapi kognitif
yang dapat diterapkan baik pada level primary prevention, secondary
prevention, bahkan tertiary prevention. Macamnya antara lain:1.
Pikiran semua atau tidak sama sekali : siapa saja yang memiliki isi
pikir Kalau bukan dia lebih baik saya mati, kalau tidak dengan dia,
lebih baik tidak nikah selamanya, dan berbagai ragam teknis pikiran
lainnya adalah bentuk-bentuk nyata dari distorsi kognitif. Ada yang
berpandangan bahwa isi pikir demikian sebagai buah dari proses atau
pola pikir yang perlu diperbaiki yaitu hitam-putih.2.
Overgeneralization: orang jawa menyebutkan dengan pola pikir Gebyah
uyah yang cenderung atau terlalu menyamaratakan semua
laki-laki/wanita adalah adalah buah dari satu atau dua peristiwa
saja yang tidak ingin dialaminya. Tetapi karena peristiwa itu
sedemikian berarti baginya sehingga menjadi traumatic dan
melahirkan pikiran tersebut.3. Filter mental: adalah pola atau
proses kognitif yang distorsi dengan bentuk diri seseorang
menemukan hal kecil negatif, tetapi hal itu cukup untuk menutupi
realitas yang ada sehingga menjadi gelap.4. Diskualifikasi hal
positif: Penolakan, pengingkaran, dan sikap meremehkan, semua hal
positif, semua kebaiakn, kemampuan, khusus berkaitan dengan diri
sendiri, dengan mengatakan itu semua bukan apa-apa5. Loncatan
kesimpulan:a. Kesalahan peramal: mengharapkan sesuatu akan berubah
menjadi buruk dan begitu yakin bahwa ramalan tersebut merupakan
fakta yang pasti. pasti ini akan atau saya begitu yakin bahwab.
Membaca pikiran: dengan sewenang-senang menyimpulkan bahwa
seseorang sedang berbuat negatif terhadap Anda, tetapi Anda tidak
mau berupaya mengklarifikasinya.6. Penalaran emosional: menganggap
bahwa munculnya perasaan yang negatif adalah cermin bagaimana
realitas yang ada saya merasamaka pastilah7. Personalisasi
(menyalahkan diri sendiri): ini bagian dai perilaku bersalah,
karena seseorang menjadikan dirinya sebagai penyebab suatu
peristiwa buruk, padahal kenyataannya tidak demikian atau
semata-mata bukan Anda sayalah penyebabnya.8. Penyataan halus:
secara sembromo mengatakan pada dirinya, Saya harus ada,ah cara
menghukum ataua mencambuk diri sebelum dapat diharapkan melakukan
apapun. Ketika sesuatu telah terjadi (tidak sesuai harapan), anda
menyerang diri dengan mengatak mestinya. Akibatnya muncul perasaan
bersalah. Ketika pernyataan harus untuk orang lain (secara
sembrono), akibatnya anda akan marah, frustasi, jengkel.9.
Pemberian stempel: Bentuknya ekstrem dari overgeneralization, anda
tidak mengevaluasi secara benar kesalahan atau kegagalan san
semacamnya terlebih dahulu, teteapi langsung member label diri
negatif. saya memang seorang sial atau saa memang sungguh
bodoh.
Semua pola atau isi pikiran di atas, psikodinamika masih
bertahan karena yang bersangkutan merasa aman berlindung dibalik
perisai tersebut. Dalam traf tertentu, hal itu akan membawanya pada
apa yang disebut dengan neurotic personality. Kondisi ini adalah
factor predisposisi terjadinya neurotic breakdown.
Strategi Terapi
Kalangan psikolog merekomendasikan jumlah pertemuan untuk terapi
kognitif antara 15-20 kali, dengan durasi 50 menit, dan frekuensi 1
kali per minggu. Untuk kasus-kasus yang parah, misalnya deprei,
frekuensinya ditingkatkan menjadi 2 kali per minggu untuk 4-5
minggu pertama.Langkah terapi kognitif:1. Penangkapan pikiran
(thought catching): hal ini dilakukan dalam rangka mengidentifikasi
distorsi kognitif, baik pola/proses maupun isi pikiran.
Prosesnya:a. Jelaskan terlebih dahulu kepada klien kaitan antara
pikiran perasaan dengan perilaku (khususnya pikiran negatif).b.
Minta klien menjelaskan, khususnya bagaimana kaitan dnegan pikiran/
perasaan dirinya.c. Bantu klien mengenal distorsi kognitifnya.d.
Catat pada lembar yang tersedia (dapt dilakukan klien sendiri attau
perawat)e. Sepakati distorsi kognitif yang akan diintervensif.
Evaluasi keberhasilan.
Beberapa masalh kilien pada tahap ini yang harus dicermati dan
dikelola oleh perawat agar langkah pertama ini berhasil adalah:a.
Mengungkapkan atau berkonsentrasi pada distorsi kognitif, hanya
akan membuat penderitannya makin memburuk. Jika terapis mendapatkan
klien dengan ungkapan denikian, pertama, jelaskan dan yakinkan
bahwa menekan, mengingkari, pikiran atau perasaan yang negatif atau
tidak terselesaikan, adalah bagian dari koping individu yang tidak
efektif (represi). Kedua, perilaku seseorang sesungguhnya didorong
oleh alam bawah sadarnya karena hanya 20% saja alam sadar yang
mengendalikan perilaku seseorang. Represi akan masuk kea lam bawah
sadar. Ketiga, hal demikian menciptakan dalam diri sendiri apa yang
disebut dengan inti neurotic (Singgih Gunarsa, 1998)b. Klien
berkeyakinan tidak memiliki distorsi kognitif apapun. Ini dapat
disampaikan klien baik secara saadar maupun tidak sadar, atau
memang klien tidak mampu me-recall. Jika ini yang ditemui perawat,
maka yang dilakukan adalah nerikan contoh beberapa atau daftar
distorsi kognitif yang biasa dimiliki manusia dan dipakai untuk
menginterpretasi kejadian manusia.c. Distorsi kognitif begitu
banyak dengan cepat keluar sehingga klien tidak mampu
menuliskannya. Jika demikian, bantu klien untuk melatih konsentrasi
terlebih dahulu dengan teknik relaksasi atau distraksi (mis.,
berjalan, membaca bacaan ringan, dsb.)
2. Aplikasi proses keperawatan: langkah pertama, penangkapan
pikiran dalam pendekatan proses keperawatan, sebenarnya inheren
dalan tahap pengkajian dan diagnosis keperawatan. Adanya distorsi
kognitif dapat dirujuk pada perilaku klien , misalnya pada sapek
konsep diri, intelektual (proses dan isi pikir), mekanisme koping,
dan alam perasaan/mood. Beberapa dapat dirumuskan dalam diagnosis
keperawatan yang terkait dengan indikasi terapi kognitif yaitu:a.
Perubahan proses pikkir b. Perubahan persepsi sensoric. Koping
individu tidak efektifd. Ketidakberdayaan-keputusasaane. Harga diri
rendah
3. Uji realitas- menghentikan pikiran (thought stopping).
Langkah kedua setelah mengetahui distorsi kognitif klien dan
disepakati ada asalah satu atau beberapa distorsi, kemudian
dilanjutkan dengan uji realitas atau menghentikan pikiran. Pilihan
uji realitas dilakukan ketika terapis mendapati klien belum
memiliki kepastian 100% untuk menghilangkannya, atau sengaja
memberikan bukti bahwa distorsi kognitif klien adalah sesuatu logis
untuk dihilangkan. Target dari uji realitas ini adalah agar klien
menyadari ditorsi kognitifnya dan mengambil jarak dengannya.
Prosesnya:a. Validasi distorsi kognitif yang tealh disepakatib.
Tanyakan bukti-bukti yang mendukung distorsi kognitifc. Keuntungan
apa yang didapatnyad. Hadirkan dan/atau tanyakan bukti-bukti yang
melemahkan atau kerugian yang didapatkannya (catat pada format yang
tersedia)e. Mintai respon klien, seberapa besar sekarang keyakinan
yang dimilikinya. Catan dan apaila