TERAPAI CAIRAN 1Diagnosis Dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah
Dengue
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat
ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi
DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan
tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD,
khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada
tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini,
dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007). Sampai saat ini,
belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam
terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan
pengganti.6 Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan
penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat
ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi
DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan
tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD,
khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan
pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan
jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit
ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007). Berbagai
faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran
kasus DBD, antara lain:1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi, 2.
Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, 3. Tidak
efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan4. Peningkatan sarana transportasi.Upaya pengendalian terhadap
faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor nyamuk) harus
terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada
penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian
akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang
spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi
suportif, yakni pemberian cairan pengganti. Dengan memahami
patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara
efektif dan efisien.DefinisiDemam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta
memenuhi kriteria WHO untuk DBD.7 DBD adalah salah satu manifestasi
simptomatik dari infeksi virus dengue.
Gambar 1. Spektrum klinis infeksi virus DengueManifestasi
simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut (gambar
1):1. Demam tidak terdiferensiasi2. Demam dengue (dengan atau tanpa
perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau
lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital,
mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau
uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue
positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita
demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.3. DBD (dengan
atau tanpa renjatan)
PatogenesisDua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan
patogenesis infeksi dengue adalah hipotesis infeksi sekunder
(secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement.
Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunderMenurut hipotesis infeksi
sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977 (gambar 2), sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon
antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi
dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya
mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga
serosa.
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus
lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan
dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai
tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
DiagnosisBerdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan
bila semua hal ini terpenuhi:1. Demam atau riwayat demam akut,
antara 2-7 hari biasanya bifasik.2. Terdapat minimal 1 manifestasi
perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau
purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.3.
Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai
umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,
hipoproteinemia, hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997),
yaitu:Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasiperdarahan adalah uji torniquet.Derajat 2: Seperti
derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran
lain.Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab,
tampak gelisah.Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan
tekanan darah tidak terukur.Keempat derajat tersebut ditunjukkan
pada gambar 3.
Gambar 3. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO,
1997)Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium meliputi kadar
hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya
dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi
dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan
terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan
hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan
lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji
diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi
atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang
dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun,
metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang
lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh
karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode
diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui
pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction
(RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif
dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi
pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami
kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.
Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan
serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue.Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari.
Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14,
sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu
antigennonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di
permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat
perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1
dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan
metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak
hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue
atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.
Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan
100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan
pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan
lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya
efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan
perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
USG.
PenatalaksanaanPada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif
dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti
kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian
terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.Proses kebocoran
plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara
hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses
kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang
interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut
secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap
kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi
pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.Terapi
nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan
gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat ataubumbu yang
mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat
diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis
untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko
terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama
penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada
protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai
berikut:1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar 4).2.
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar
5).3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
(gambar 6).4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa5.
Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 7).
Gambar 4. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang
rawat
===================================================================
Gambar 6. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit
>20%===================================================================
Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada
dewasa===================================================================Ada
dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan
khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama
adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan
yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya
baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun
koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai
cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang
ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain
memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif
mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan
memiliki efek alergi yang minimal.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman
dan efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan
penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas
hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan
yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara
bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efekpenambahan volume vaskular
hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh
kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3,
sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml
yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke
dalam ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya
terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain
mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai
komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas
dari kemungkinan reaksi anafilaktik.Dibandingkan cairan kristaloid,
cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah
volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih
lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan
koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik
terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan
dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan
biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti
memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh:
hetastarch). Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada
sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter
stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan
hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain
yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada
penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah
selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya
kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut
masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan
diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti
cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan
pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang
lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi
seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam.
Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik
yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian,
pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah
hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal
yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan
lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas
hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik
tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau
tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah
hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi
hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan
7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara
adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan
terjadinya perdarahan internal.
KesimpulanDemam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah
kesehatan di Indonesia. Dengan mengikuti kriteria WHO 1997,
diagnosis klinis dapat segera ditentukan. Di samping modalitas
diagnosis standar untuk menilai infeksi virus Dengue, antigen
nonstructural protein 1 (NS1) Dengue, sedang dikembangkan dan
memberikan prospek yang baik untuk diagnosis yang lebih dini.Terapi
cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan
cairan akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting
yang perlu diperhatikan adalah: jenis cairan, jumlah serta
kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris
untuk menilai respon kecukupan cairan.
TERAPAI CAIRAN 2
Demam BerdarahA. Demam Berdarah Dengue :Adalah penyakit infeksi
akut yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes
Aigypti.
Diagnosa (Kriteria WHO) :Klinis :
1. Panas 2 7 hari
2. Tanda-tanda perdarahan, paling tidak tes RL yang positif.
3. Adanya pembesaran hepar
4. Gangguan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan
darah, nadi meningkat dan lemah serta akral dingin.
Laboratorium :1. Terjadi hemokonsentrasi (PCV meningkat > 20
%)2. Thrombocytopenia (Thrombocyte diberikan 10 20 ml/kg BB/ 1
jam.
2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10
ml/kg BB (1 x atau 2 x).
3. Jika renjatan berlangsung terus (HCT tinggi) diberikan
larutan koloidal (Dextran atau Plasma) sejumlah 10 20 ml/kg BB/ 1
jam.
2. Tranfusi darahDiberikan pada :
Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau renjatan yang
berkelanjutan.
Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan
melena.
Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang
dikeluarkan.Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan
menurun
Antipiretika : yang diberikan sebaiknya Parasetamol (mencegah
timbulnya Efek samping pedarahan dan asidosis)
Obat penenang : diberikan pada kasus yang sangat gelisah. Dapat
diberikan Valium 0,3 0,5 mg/kgBB/kali (bila tidak terjadi gangguan
system pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali. Bila penderita
kejang dapat diberikan kombinasi Valium (0,3 mg/kgBB) i.v. dan
diikuti Dilantin (2 mg/kgBB/jam 3 kali sehari).
4. Oksigen
5. Koreksi asidosis Nabic dapat diberikan 1 2 mEq/kgBB,
diberikan dengan kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat
dihitung dengan rumus : Kebutuhan Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3-
atau 0,3 x BB x Base defisit
6. Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi
7. Kortikosteroid Penggunaannya masih controversial pada
pengobatan DSS Bisa diberikan dengan dosis :
Hidrokortison 6 8 mg/kgBB/ 6 8 jam i.v.
Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.
Dexamethazon 1 2 mg/kgBB sebagai dosis awal, kemudian 1
mg/kgBB/hari i.v.
8. Dopamine.
Referensi
1. Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan.
Prosedur Tetap Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya. 1997.
2. Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa
dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
1994.
3. Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue.
Surabaya. 1998.
TERAPI 3DHF (Dengue Haemoragic Fever)1. Pengertian DHF (Dengue
Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina).
(Christantie Effendy, 1995). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty betina
(Seoparman , 1990).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa
oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan
terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik.
(Sir,Patrick manson,2001).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty
(Seoparman, 1996).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO,
1986):
1) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji
tourniquet, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2) Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau
tempat lain.
3) Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut,
hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4) Dejara IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah
tak dapat diukur.
2. Anatomi FisiologiStruktur nyamuk terdiri atas ; kepala,
toraks yang setiap segmenya dilengkapi dengan sepasang kaki yang
beruas-ruas dan abdomen. Daerah kepala terdiri atas mata, antena
berbentuk poliform yang terdiri atas 15 segmen. Antena nyamuk
betina disebut pilose dengan bulu-bulu yang lebih sedikit sedangkan
yang jantan memiliki banyak bulu disebut plumose. Seperti halnya
dengan serangga lain nyamuk memiliki sepasang mata majemuk oseli
(mata tunggal). Di bagian dorsal toraks terdapat bentuk bercak yang
keras berupa dua garis sejajar pada bagian tengah dan dua garis
lengkung di bagian tepi. Vena sayap meliputi seluruh bagian sayap
sampai ke ujung berukuran 2,5 3,0 mm. Di bagian abdomen nyamuk
betina berukuran kecil terdapat dua caudal cerci yang berukuran
kecil, sedangkan pada nyamuk jantan terdapat organ seksual yang
disebut hypopygium.
Nyamuk ini bersifat antropofilik ( senang sekali pada manusia),
biasanya nyamuk betina menggit di dalam rumah, kadang-kadang di
luar rumah di tempat yang agak gelap. Pada malam hari nyamuk
beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung seperti
pakaian, kelambu, pada dinding dan tempat yang dekat dengan tempat
peridukannya. Nyamuk A.aegypti memilliki kebiasaan menggigit
berulang-ulang (multiple biters) yakni menggit beberapa orang
secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat
berpengaruh terhadap peranannya sebagai vektor penyebab penyakit
DBD ke beberapa orang dalam sekali waktu. Nyamuk jantan juga
tertarik terhadap manusia pada saat melakukan perkawinan, tetapi
tidak menggigit.
Dalam perkembangan hidupnya nyamuk ini mengalami metamorfosis
sempurna (holometabola) yaitu dari telur menetas menjadi larva
(jentik), kemudian menjadi pupa dan selanjutnya menjadi nyamuk
dewasa. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi
nyamuk dewasa berlangsung sekurang-kurangnya selama 9 hari. Nyamuk
dewasa baik jantan maupun betina membutuhkan glukosa sebagai bahan
makanan yang dapat diperoleh dari cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk
betina membutuhkan protein-protein dari darah untuk pematangan sel
telur setelah perkawinan. yamuk betina dewasa mulai menghisap darah
setelah berumur 3 hari, setelah itu sanggup bertelur sebanyak 100
butir. Nyamuk betina mampu bertahan hidup 2 minggu lebih di alam,
sedangkan nyamuk jantan setelah proses kawin dalam waktu 1 minggu
akan mati. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 20 meter, kemampuan
normalnya adalah 40 meter.
3. EtiologiPenyebab utama : virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama :
Aedes aegypti.
Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
1. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan
sehari hari.
2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
3. Penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk
karena.
1. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan
karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m.
2. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang
(multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian
dalam waktu singkat, (Noer, 1999).
4. Patofisiologi
klik gambar diatas untuk melihat dalam ukuran besar
5. Tanda dan GejalaGambaran klinis DHF seringkali mirip dengan
beberapa penyakit lain seperti :
1) Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu
di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri
sendi dan otot.
2) Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi
relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
3) Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium
lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah
tepi menunjukkan pansitopenia.
4) Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat
menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
Meningkatnya suhu tubuh
Nyeri pada otot seluruh tubuh
Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita,
retroorbita
Suara serak
Batuk
Epistaksis
Disuria
Nafsu makan menurun
Muntah
Ptekie
Ekimosis
Perdarahan gusi
Muntah darah
Hematuria masif
Melena
6. Komplikasi a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji
turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan
spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari
lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan
manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita
gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan
ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak
terukur dan nadi tak teraba. 7. Pemeriksaan DiagnostikPatokan WHO
(1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun
secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti
anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
1. Uji tourniquet positif
2. Petekia, purpura, ekimosi
3. Epistaksis, perdarahan gusi
4. Hematemesis, melena.
3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan
hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya
mempunyai prognosis buruk.
5) Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
LaboratoriumTerjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan
hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit
sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa
konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya
trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk
klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau
ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya
leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat
peningkatan suhu pertama kali.
8. Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan penderita dengan DHF
adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh
manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan
merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl
Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi,
pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap
jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan
asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
1. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi
sekunder.
2. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang
memburuk.
3. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
PencegahanPrinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai
berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit
terdapatnya kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan
penderita viremia sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran
yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga
sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah
dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
(abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan
malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan
temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang
nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang
digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter
air.
2. Tanpa insektisida
Caranya adalah:
1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10
hari).
2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang
9. Pengkajian KeperawatanData obyektif yang sering ditemukan
menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas atau demam.
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).Adalah data yang diperoleh berdasarkan
pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering
dijumpai pada penderita DHF antara lain:
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai : 1) Ig G dengue
positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia,
aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
10. Diagnosa Keperawatan1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan proses penyakit (viremia).
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri,
terapi tirah baring.
6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuh
7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia
11. Rencana Asuhan Keperawatan1. Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan proses penyakit (viremia)Tujuan dan kriteria
hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan suhu tubuh
pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil:
Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman.
Suhu 36,80C-37,50C
Tekanan darah 120/80 mmHg
Respirasi 16-24 x/mnt
Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
1. Kaji saat timbulnya demam.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap
3 jam
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)
4. Berikan kompres hangat
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang
tebal
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai
program dokter
Rasional:
1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien
3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
6. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu
tinggi
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakitTujuan dan
kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien
dapat berkurang dan menghilang dengan kriteria hasil:
Pasien mengatakan nyerinya hilang
Nyeri berada pada skala 0-3
Tekanan darah 120/80 mmHg
Suhu 36,80C-37,50C
Respirasi 16-24 x/mnt
Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan
kenyamanan
3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
5. Ajarkan pasien teknik relaksasi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional:
1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan/resolusi komplikasi
2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk
menanggulangi nyeri.
4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih
pasien relaksasi.
5. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
6. Memberikan penurunan nyeri.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksiaTujuan dan kriteria
hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dapat teratasi dengan kriteria:
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
Menunjukkan tingkat energi biasanya
Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
1. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien.
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang
sesuai dengan program diit.
5. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan
makan sesuai indikasi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual.
Rasional:
1. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.
2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik
3. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi
dan utilisasinya)
4. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
5. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi
kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
6. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga
kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasmaTujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan kebutuhan
cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:
TD 120/80 mmHg
RR 16-24 x/mnt
Nadi 60-100 x/mnt
Turgor kulit baik
Haluaran urin tepat secara individu
Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda
vital.
2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya
4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan
6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
7. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K)
Rasional:
1. hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan
takikardi
2. pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan
asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi
3. demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan
dehidrasi.
4. merupakan indicator dari dehidrasi
5. memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
program pengobatan.
6. mempertahankan volume sirkulasi.
7. kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga
kekurangan cairan dan elektrolit.
8. pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi
menimbulkan kelebihan beban cairan
9. mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan
cairan
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri,
terapi tirah baringTujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan pasien
dapat mencapai kemampuan aktivitas yang optimal, dengan kriteria
hasil:
Pergerakan pasien bertambah luas
Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan
(duduk, berdiri, berjalan)
Rasa nyeri berkurang
Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan
Intervensi:
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki
pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas
bawah sesui kemampuan
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian
analgesik)
Rasional:
1. mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan
3. melatih otot otot kaki sehingga berfungsi dengan baik
4. Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi
5. Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.
6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuhTujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi
syok hipovolemik dengan kriteria hasil:
TD 120/80 mmHg
RR 16-24 x/mnt
Nadi 60-100 x/mnt
Turgor kulit baik
Haluaran urin tepat secara individu
Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
1. Monitor keadaan umum pasien
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
3. Monitor tanda perdarahan
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
5. Berikan transfusi sesuai program dokter
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional:
1. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada
saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan
dapat segera ditangani.
2. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik
3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien
tidak sampai syok hipovolemik
4. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut
5. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang
hilang
6. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera
mungkin
7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopeniaTujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi
perdarahan dengan kriteria hasil:
Tekanan darah 120/80 mmHg
Trombosit 150.000-400.000
Intervensi:
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala
klinis
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda
perdarahan lebih lanjut
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya
Rasional:
1. Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh
darah.
2. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
perdarahan
3. Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin
4. Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang
diberikan
DAFTAR PUSTAKASunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada
Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ;
Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga,
FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan
dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.