ii | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
Hak Cipta © pada Penulis dan dilindungi Undang-Undang Penerbitan Hak Penerbitan pada UNNES PRESS Dicetak oleh UNNES PRESS Jl. Kelud Raya No.2 Semarang 50232 Telp./Fax. (024) 8415032 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin dari penerbit
TERAMPIL
RETORIKA BERBICARA Oleh : Tommi Yuniawan
Desain Cover : Harjono Setting : Hadi Waluyo
410 TOM
T
Terampil Retorika Berbicara/Tommi Yuniawan; -Cet. 1.; – Semarang: Unnes Press, 2012; viii + 120 hal. 23,5 cm. 1. Bahasa Indonesia; I. Yuniawan, Tommi; II. Judul ISBN 978 602 8467 66 7
Terampil Retorika Berbicara | iii
Tommi Yuniawan
P R A K A T A
Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis mendapat kekuatan dan kemampuan untuk
menyelesaikan Buku yang berjudul Terampil Retorika
Berbicara. Keterampilan berbicara adalah keterampilan
mengomunikasikan ide, gagasan, pikiran, dan perasaan secara
runtut, sistematis, serta logis yang dilakukan pembicara kepada
seseorang atau sekelompok orang melalui sarana lisan yang
bermakna. Tentunya, hal ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat
menunjang keefektifan dalam berbicara, yakni faktor
kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
Seni dalam mengomunikasikan ide, gagasan, pikiran,
serta perasaan kepada orang lain lazim disebut dengan retorika
berbicara. Dalam buku ini disajikan: retorika sebagai
keterampilan berbicara, hakikat retorika, sejarah retorika,
retorika berpidato, retorika berwawancara, retorika
bernegosiasi, retorika berdebat, serta kiat terampil retorika
berbicara.
Sukses dalam berkomunikasi dengan orang lain di
berbagai kesempatan memerlukan retorika berbicara yang
dilalui dengan proses yang kompleks dan seni tersendiri.
Tentunya, dalam proses tersebut Anda perlu memahami
konsep dasar keterampilan berbicara dan latih tubi yang efektif.
Buku ini hadir sebagai sebuah ikhtiar untuk membantu Anda
dalam melejitkan retorika berbicara.
iv | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
Kemudian, ibarat gading yang tak retak, penulis
menyadari pula perlunya kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca. Akhirnya, penulis berharap semoga buku ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, baik di masa kini
maupun di masa yang akan datang.
Semarang, 17 Juni 2012
Salam Takzim,
Penulis
Terampil Retorika Berbicara | v
Tommi Yuniawan
DEDIKASI
Buku ini didedikasikan untuk Istri, Ike Rustika Andriani,
putra-putri kembar kami, Praditya Yurika Fairuz (Aditya) dan
Diyasmintya Yurika Fairuz (Yasmin) yang senantiasa menjadi
penyemangat tatkala mengarungi hidup dalam suka dan duka.
Orang tua penulis (Bapak/Ibu Sudiarto dan Bapak/Ibu
Rustono). Teman, sahabat, kolega, serta Bapak/Ibu Guru
penulis yang telah membekali dan mencurahkan ilmunya. Tak
lupa pula untuk Unnes, tempat penulis mengabdi, serta bumi
pertiwi Indonesia.
Tak ada yang lebih membuat bahagia dan bermakna bila
buku ini dapat bermanfaat dan menginspirasi bagi para
pembaca.
Terampil Retorika Berbicara | vii
Tommi Yuniawan
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
PRAKATA iii
DEDIKASI v
DAFTAR ISI vii
BAB I
Prolog: Retorika sebagai Keterampilan Berbicara 1
BAB II
Hakikat Retorika 21
BAB III
Sejarah Retorika 31
BAB IV
Retorika Berpidato 45
BAB V
Retorika Berwawancara 59
BAB VI
Retorika Bernegosiasi 81
BAB VII
Retorika Berdebat 93
BAB VIII
Epilog: Kiat Sukses
Terampil Retorika Berbicara 109
Daftar Pustaka 115
Daftar Riwayat Hidup 119
2 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
A. PENGANTAR
Alat komunikasi yang paling ampuh adalah bahasa.
Dengan bahasa manusia sebagai makhluk sosial dapat
berinteraksi satu dengan yang lain secara efektif. Penggunaan
bahasa dapat menyatakan perasaan, pendapat, bahkan dapat
berpikir dan bernalar. Oleh sebab itu, supaya komunikasi dapat
berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan salah paham,
perlu terampil berbahasa secara lisan dan tertulis. Suatu
komunikasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila
pesan yang disampaikan pembicara dan penulis dapat
dipahami dengan baik oleh penyimak atau pembaca sesuai
dengan maksud pembicara atau penulis.
Tarigan dkk (1997:34) memberi pengertian berbicara
adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa
lisan. Berarti dalam berbicara sangat membutuhkan bahasa
secara lisan dalam menyampaikan pesan atau maksud. Selain
itu, Nurgiantoro (1994:276) memberi batasan, berbicara adalah
aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam
kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan,
berarti kemampuan berbicara seseorang sangat dipengaruhi
oleh keterampilan menyimaknya. Seseorang dapat berbicara
setelah ia mendengar bunyi-bunyi bahasa. Artinya kemampuan
berbicara diartikan sebagai kemampuan mengekspresikan
urutan gagasan secara lancar.
Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-
bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran,
gagasan, atau perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem
tanda-tanda yang dapat didengar dan dapat dipahami.
Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang
Terampil Retorika Berbicara | 3
Tommi Yuniawan
memanfatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik,
dan sosiolinguistik, sehingga dapat dianggap sebagai alat
manusia yang paling menggambarkan bagi kontrol sosial.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan
berbahasa di samping tiga keterampilan berbahasa yang
lainnya, yaitu membaca, menulis, dan menyimak. Berbicara
merupakan keterampilan menyampaikan pesan secara lisan.
Tarigan (1981:3) mengartikan bahwa berbicara sebagai
suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada
kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan
menyimak, dan pada masa tersebut berbicara atau berujar
dipelajari. Berbicara tentu saja erat hubungannya dengan
perkembangan kosakata yang diperoleh oleh sang anak melalui
kegiatan menyimak dan membaca.
Keterampilan berbicara pada hakikatnya adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi, atau kata-
kata untuk mengekspresikan, mengatakan, serta menyam-
paikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan 1981:15).
Dengan kata lain, berbicara tidak hanya mengucapkan bunyi-
bunyi bahasa melalui media lisan, tetapi juga membutuhkan
sebuah kemampuan, keterampilan khusus. Keterampilan ini
digunakan untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan
perasaan pembicara pada pendengar. Semakin terampil
seseorang dalam berbicara, semakin mudahlah ia menyam-
paikan pikiran, gagasan, dan perasaannya kepada orang lain
serta semakin jelas jalan pikirannya. Karena sesungguhnya
bahasa seseorang itu mencerminkan pikirannya (Ramelan
1978:22, Tarigan 1981:1).
4 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
Melengkapi pendapat di atas, Ahmadi (1990:18)
mengemukakan pendapatnya mengenai hakikat berbicara.
Menurutnya, keterampilan berbicara pada hakikatnya
merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan,
dan keinginan kepada orang lain.
Kemudian, Hendrikus (1991) dalam Larasati (2004:34)
berpendapat bahwa berbicara adalah kegiatan mengucapkan
kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, agar tujuan
yang diharapkan dapat tercapai, pembicara harus dapat
mengomunikasikan ide atau gagasan dengan baik. Gagasan
tersebut disampaikan secara runtut, sistematis, dan logis.
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi.
Agar dapat menyampaikan pikiran-pikiran secara efektif, maka
seyogyanya sang pembicara memahami makna segala sesuatu
yang ingin dikomunikasikan. Dia harus mampu mengevaluasi
efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya dan dia
harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi
pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Pada dasarnya berbicara memiliki tiga maksud umum,
yaitu: (1) memberi tahu, melaporkan (to inform); (2) menjamu,
menghibur (to entertain); dan (3) membujuk, mengajak (to
persuade).
Dalam pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpul-
kan, berbicara adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan berupa
peran melalui bahasa lisan yang dilakukan manusia dalam
Terampil Retorika Berbicara | 5
Tommi Yuniawan
kehidupan berbahasa yang didahului oleh aktivitas mendengar-
kan.
Secara umum retorika adalah ilmu berbicara. Pan-
dangan para tokoh mengenai retorika sebagai berikut:
Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas
eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain, bukanlah
sekadar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif),
bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan
berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti
berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan
istilah retorika. Retorika adalah seni berkomunikasi secara
lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang
secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika
seringkali disamakan dengan istilah pidato. Agar lebih jelas
maka dalam ulasan berikut ini akan didalami secara bersama
beberapa pemahaman dasar tentang retorika.
Selanjutnya, konsep dasar berbicara sebagai sarana
berkomunikasi mencakupi sembilan hal, yaitu: (1) berbicara
adalah proses berkomunikasi; (2) berbicara dan menyimak
merupakan dua kegiatan yang resiprokal; (3) berbicara
merupakan ekspresi yang kreatif; (4) berbicara adalah tingkah
laku; (5) berbicara merupakan tingkah laku yang dapat
dipelajari; (6) berbicara distimulasi oleh pengalaman; (7)
berbicara merupakan alat untuk memperluas cakrawala; (8)
berbicara merupakan pancaran kepribadian; dan (9) berbicara
merupakan kemampuan linguistik dan lingkungan (Yuniawan
2002:2).
Pertama, berbicara adalah proses komunikasi. Hal ini
mengandung pengertian bahwa bahasa digunakan sebagai alat
6 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
komunikasi dengan lingkungannya. Apabila dikaitkan dengan
fungsi bahasa, berbicara digunakan sebagai sarana untuk
memperoleh pengetahuan, mengadaptasi, mempelajari, dan
mengontrol lingkungannya. Berbicara merupakan salah satu
alat komunikasi terpenting bagi manusia untuk menyatakan diri
sebagai anggota masyarakat.
Kedua, berbicara dan menyimak merupakan dua
kegiatan resiprokal. Berbicara dan menyimak adalah dua
kegiatan yang berbeda, tetapi berkaitan erat dan tak
terpisahkan. Ibarat mata uang yang satu sisi ditempati kegiatan
berbicara, dan sisi lain ditempati kegiatan menyimak. Kegiatan
menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara. Sebaliknya,
kegiatan berbicara baru berarti apabila diikuti kegiatan
menyimak.
Ketiga, berbicara merupakan ekspresi yang kreatif.
Melalui berbicara kreatif manusia tidak sekadar menyatakan
ide, tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya. Dia tidak
hanya menggunakan pesona ucapan kata dalam menyatakan
apa yang hendak dikatakannya tetapi dia menyatakan secara
murni, fasih, ceria, dan spontan. Perkembangan persepsi dan
kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi
menstimulasi yang bersangkutan untuk mencapai taraf
kreativitas tertinggi dan ekspresi intelektual.
Keempat, berbicara merupakan tingkah laku. Melalui
berbicara, pembicara sebenarnya menggambarkan dirinya.
Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian pembicara.
Dalam kepribadian itulah terselip tingkah laku pembicara.
Selain itu tingkah laku pembicara merupakan dinamika
Terampil Retorika Berbicara | 7
Tommi Yuniawan
pembicara kepada kejadian di sekelilingnya, kepada pen-
dengarnya, atau kepada objek tertentu.
Kelima, berbicara merupakan tingkah laku yang dapat
dipelajari. Keterampilan berbicara merupakan keterangan yang
mekanistis. Makin banyak berlatih, makin dikuasai keterangan
itu. Tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa
melalui proses latihan.
Keenam, berbicara distimulasi oleh pengalaman.
Apabila dalam diri pembicara terisi pengalaman dan
pengetahuan yang kaya, dengan mudah ia menguraikan
pengetahuan dan pengalaman itu. Sebaliknya, apabila
pembicara miskin pengetahuan dan pengalaman, yang
bersangkutan akan mengalami kesukaran dalam berbicara.
Ketujuh, berbicara merupakan alat untuk memperluas
cakrawala. Berbicara dapat pula digunakan untuk menambah
pengetahuan dan memperluas cakrawala. Melalui kegiatan
berbicara, seseorang akan mencari, mengamati, dan
memahami lingkungannya. Melalui pengamatan, kesadaran,
dan keterlibatan dengan lingkungan seseorang akan belajar
memahami lingkungan dan dirinya sendiri
Kedelapan, berbicara merupakan pancaran kepriba-
dian. Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan
berbagai cara. Misalnya melalui gerak-geriknya, tingkah
lakunya, kebiasaannya, kesukaannya, dan cara bicaranya.
Pada hakikatnya, berbicara melukiskan apa yang ada dihati,
pikiran, perasaan, keinginan, dan idenya. Dengan demikian,
berbicara sering dikatakan sebagai indeks kepribadian
seseorang.
8 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
Kesembilan, berbicara merupakan linguistik dan
lingkungan. Manusia adalah produk dari lingkungannya.
Apabila dalam lingkungan hidupnya ia sering berbicara dan
lingkungan itu selalu menyediakan kesempatan untuk belajar
dan berlatih berbicara, dapat diharapkan ia terampil berbicara.
Hal ini berarti orang tersebut mempunyai kemampuan linguistik
yang memadai.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa hakikat keterampilan berbicara adalah suatu proses
kegiatan mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun
serta dikembangkan sesuai kebutuhan pendengar atau
penyimak.
B. PENGERTIAN KETERAMPILAN BERBICARA
Mulgrave dalam Tarigan (1981:15) memberikan
pendapat tentang pengertian berbicara, yaitu suatu alat untuk
mengkomunikasikan gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang
pendengar atau penyimak. Bahasa yang digunakan untuk
mengomunikasikan berupa bunyi yang dikeluarkan oleh alat
ucap manusia yang bermakna dan bersifat arbitrer serta
konvensional untuk saling berhubungan (berkomunkasi).
Bahasa yang dipakai dapat menunjukkan sopan santun, tata
krama, dan budi pekerti seseorang. Agar dapat menunjukkan
karateristik tersebut, seseorang dalam berbahasa harus
menerapkan kaidah kesusilaan. Dengan melihat keterampilan
berbicara seseorang, kita dapat menduga tentang pribadinya
atau karateristiknya, perasaannya, tingkat pendidikannya,
kamampuan, dan daerah asalnya.
Terampil Retorika Berbicara | 9
Tommi Yuniawan
Salah satu aspek keterampilan berbahasa adalah
berbicara. Berbicara merupakan keterampilan menyampaikan
pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa
lisan sebagai bahasa media penyampaian erat sekali. Pesan
yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi
dalam bentuk bunyi bahasa (Tarigan, dkk. 1997:34)
Pengertian yang sama dikemukakan oleh Budinuryanto
dalam Hidayah (2002:10) yang mengartikan bahwa berbicara
merupakan satu komponen menyampaikan pesan dan amanat
secara lisan. Pembicaraan melakukan enkode dan memilih
kode bahasa untuk menyampaikan pesan dan amanat. Pesan
dan amanat ini akan diterima oleh pendengar yang akan
melakukan dekode atas kode-kode yang dikirim dan
memberikan interpretasi. Proses ini berlaku secara timbal balik
antara pembicara dan pendengar yang akan selalu berganti
pesan dari peran pendengar menjadi peran pembicara.
Lado dalam Yuniawan (2002:6) menerangkan bahwa
kemampuan berbicara diartikan sebagai kemampuan
mengekspresikan situasi kehidupannya sendiri atau
kemampuan bercerita, mengekspresikan urutan gagasan
secara lancar. Kemudian, Tarigan dalam Yuniawan (2002:6)
juga menambahkan bahwa berbicara itu lebih dari sekadar
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kata-kata. Keterampilan
berbicara erat hubungannya pula dengan proses berpikir yang
mendasari bahasa. Makin terampil seseorang berbicara
semakin cerah dan jelas pula pikirannya. Artinya, kenyataan
pikiran ditampakkan dalam berbicara.
Selanjutnya, menurut Kridalaksana (2002:30) berbicara
adalah perbuatan menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi.
10 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
Dalam pengertian ini, tersirat adanya peran penting bahasa
sebagai sarana komunikasi. Bahasa tersebut diungkapkan
dengan cara melakukan kegiatan mengeluarkan bunyi-bunyi
yang teratur dan mengandung makna yang dilakukan secara
lisan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengertian keterampilan berbicara adalah keterampilan
berkomunikasi, yakni keterampilan mengomunikasikan ide-ide,
gagasan, pikiran, dan perasaan secara runtut, sistematis, dan
logis yang dilakukan pembicara kepada seseorang atau
sekelompok orang melalui sarana lisan berupa bunyi-bunyi
artikulasi yang mengandung makna.
C. TUJUAN DAN JENIS BERBICARA
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan pernah
lepas dalam hubungannya dengan manusia lain. Dalam
hubungannya dengan orang lain itulah komunikasi dilakukan.
Dalam berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa sebagai
sarana, yang dihasilkan melalui ajaran lisan yang runtut dan
logis. Wujud komunikasi tersebut diinterpretasikan dalam suatu
aktivitas yang disebut berbicara.
Dalam aktivitas berbicara, pembicara memiliki tujan-
tujuan tertentu yang ingin dicapai, seperti memberi informasi,
memengaruhi, mengajak, dan sebagainya.
Menurut Tarigan (1988:15), Arsjad dan Mukti (1988:24),
tujuan utama dari aktivitas berbicara adalah untuk
berkomunikasi. Komunikasi yang dimaksud yaitu komunikasi
secara lisan. Agar alur komunikasi berjalan dengan lancar,
Terampil Retorika Berbicara | 11
Tommi Yuniawan
tentunya dibutuhkan kerja sama antara pihak pembicara dan
pendengar. Kerja sama ini terjalin jika masing-masing
memahami posisinya yaitu pembicara dapat menempatkan diri
sebagai pembicara yang baik, dan pendengarpun dapat
menjadi pendengar yang baik. Selain itu, untuk menjadi
pembicara yang baik hendaknya bahan harus disiapkan
dengan baik. Hal ini akan memberikan kesan bahwa ia
menguasai pembicaraan, sehingga akan menimbulkan wibawa
dan rasa percaya pendengar dengan pembicara. Selain itu,
pesan harus disampaikan dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini
pembicara harus dapat berbicara dengan ucapan dan informasi
yang jelas dan tepat, sehingga pendengar tidak salah tangkap.
Menurut Tarigan dalam Yuniawan (2002:7), tujuan
berbicara dapat digolongkan menjadi lima hal, yaitu untuk
menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, dan
menggerakkan.
Dalam berbicara yang bertujuan untuk menghibur,
pembicara senantiasa menggunakan gaya bahasa yang bisa
membuat pendengar menjadi terhibur terhadap apa yang
disampaikan. Untuk dapat berbicara yang sifatnya menghibur,
tidaklah mudah karena biasanya hal ini didukung oleh bakat
dari pembicara itu sendiri.
Selanjutnya, berbicara yang bertujuan untuk
menginformasikan. Dalam berbicara yang bertujuan untuk
menginformasikan, pembicara dituntut untuk dapat memberikan
uraian yang bersifat memberi informasi tentang suatu hal.
Dengan demikian, tujuan akhir dari berbicara ini yaitu agar
pendengar dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh
pembicara.
12 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
Tujuan berbicara selanjutnya untuk menstimulasi. Untuk
dapat menstimulasi pendengar, pembicara dituntut untuk dapat
menguraikan alur pembicaraan yang mengandung rangsangan-
rangsangan baru atau semangat baru, sehingga secara tidak
langsung pendengar menyetujui dan dengan kesadarannya
mau mengikuti apa yang disampaikan pembicara.
Selain itu, tujuan berbicara yang keempat yaitu untuk
meyakinkan. Dalam berbicara yang berorientasi pada upaya
meyakinkan pendengar ini, pembicara dituntut untuk mem-
punyai kemampuan retorika yang bagus dan bukti- bukti yang
kuat, yang memungkinkan pembicaraannya logis dan rasional,
sehingga dapat diterima pendengar. Jika pendengar sudah
yakin dengan informasi yang disampaikan, pembicara telah
dianggap berhasil dalam berbicara.
Tujuan berbicara yang terakhir yaitu untuk
menggerakkan. Berbicara yang bertujuan untuk menggerakkan
ini tidak jauh beda dengan tujuan berbicara untuk menstimulasi.
Dalam hal ini, pembicara dituntut untuk dapat menumbuhkan
rangsangan-rangsangan dan semangat baru, sehingga
tergerak untuk melakukan apa yang disampaikan oleh
pembicara (Larasati 2004:21).
Selanjutnya, seorang pembicara perlu juga mengetahui
jenis-jenis berbicara. Menurut Tarigan, dkk. dalam Depdiknas
(2004:65), pada dasarnya ada lima landas tumpul yang dapat
digunakan dalam pengklasifikasian berbicara, yaitu situasi,
tujuan, jumlah pendengar, peristiwa khusus, dan metode
penyampaian.
Pertama, jenis berbicara berdasarkan situasi pembi-
caraan. Jenis berbicara ini terdiri atas berbicara informal dan
Terampil Retorika Berbicara | 13
Tommi Yuniawan
berbicara formal. Berbicara informal meliputi: (1) bertukar
pengalaman; (2) percakapan; (3) penyampaian berita; (4)
pengumuman; (5) bertelepon; dan (6) memberi petunjuk.
Adapun berbicara formal meliputi: (1) ceramah; (2)
perencanaan dan penilaian; (3) wawancara; (4) debat; (5)
diskusi; dan (6) bercerita (dalam situasi formal). Pembagian
semacam ini bersifat luwes, artinya situasi pembicaraan akan
menentukan keformalan dan keinformalan berbicara. Misalnya,
penyampaian berita dapat juga bersituasi formal jika berita itu
berkaitan dengan suasana dan situasi formal, bukan
penyampaian berita antarteman.
Kedua, jenis berbicara berdasarkan tujuan pembica-
raan. Jenis berbicara berdasarkan tujuan pembicaraan ini
dibagi menjadi lima jenis, yaitu: (1) berbicara menghibur; (2)
berbicara menginformasikan; (3) berbicara menstimulasi; (4)
berbicara meyakinkan; dan (5) berbicara menggerakkan.
Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai. Di sini,
pembicara berusaha membuat pendengarnya senang dan
gembira.
Berbicara untuk menginformasikan, banyak dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, guru dapat
meminta siswa untuk menginformasikan dengan berbagai cara.
Setiap siswa dapat diminta untuk menginformasikan hal yang
berlainan. Berbicara untuk menstimulasi jauh lebih kompleks
daripada berbicara menghibur dan menginformasikan. Di sini
pembicara harus pandai memengaruhi pendengarnya,
sehingga akhirnya pendengar akan tergerak untuk menger-
jakan hal-hal yang dikehendaki pembicara. Pembicara biasanya
secara sosial berstatus lebih tinggi daripada pendengarnya.
14 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
Pembicara biasanya berusaha membangkitkan semangat
pendengarnya, sehingga ia bekerja lebih tekun atau belajar
lebih baik.
Dalam berbicara untuk meyakinkan, pembicara
bertujuan untuk meyakinkan pendengar lewat pembicaraan
yang meyakinkan, sikap pendengar akan diubah, misalnya dari
menolak menjadi menerima. Dalam hal ini, pembicara biasanya
menyertakan bukti, fakta, contoh, dan ilustrasi yang tepat.
Selanjutnya, berbicara untuk menggerakkan bertujuan untuk
menggerakkan pendengar atau khalayak agar mereka berbuat
dan bertindak seperti yang dikehendaki pembicara.
Ketiga, jenis berbicara berdasarkan jumlah pendengar.
Berdasarkan jumlah pendengar, jenis berbicara dapat
dibedakan atas jenis berbicara antarpribadi, berbicara dalam
kelompok kecil, dan berbicara dalam kelompok besar.
Berbicara antarpribadi terjadi apabila pembicara berbicara
dengan satu pendengar. Suasana pembicaraan yang melatari
bergantung pada hubungan dua pribadi yang terlibat dengan isi
pembicaraan. Berbicara dalam kelompok kecil terjadi apabila
ada sekelompok kecil (misalnya 3-5 orang) dalam pembicaraan
itu. Berbicara dalam kelompok kecil ini sangat bagus untuk
pembelajaran bahasa atau untuk siswa yang malu berbicara
karena kelompok kecil akan memungkinkan siswa yang malu
berbicara menjadi mau berbicara. Jenis terakhir yaitu berbicara
dalam kelompok besar. Berbicara dalam kelompok besar terjadi
apabila pembicara berhadapan dengan pendengar dalam
jumlah yang besar.
Keempat, jenis berbicara berdasarkan peristiwa khusus
yang melatari pembicaraan. Berdasarkan peristiwa yang
Terampil Retorika Berbicara | 15
Tommi Yuniawan
melatari, berbicara (khususnya pidato) dapat diklasifikasikan
menjadi enam macam, yakni: (1) presentasi; (2) penyambutan;
(3) perpisahan; (4) jamuan; (5) perkenalan; dan (6) nominasi.
Kelima, jenis berbicara berdasarkan metode
penyampaian. Menurut Keraf, Dipodjojo, dan Tarigan dalam
Depdiknas (2004:78), berdasarkan metode penyampaiannya
ada empat jenis berbicara, yakni: (1) metode mendadak
(impromptu); (2) metode tanpa persiapan (ekstemporan); (3)
metode membaca naskah; dan (4) metode menghafal.
D. FAKTOR EFEKTIVITAS BERBICARA
Agar alur pembicaraan berlangsung secara efektif,
pembicara hendaknya memerhatikan segala hal yang
menunjang pembicaraan. Efektivitas berbicara akan tercapai
apabila memenuhi sedikitnya lima komponen berikut ini. (1)
adanya kesamaan kepentingan antara pembicara dan
penyimak; (2) adanya sikap saling mendukung dari kedua belah
pihak; (3) adanya sikap positif, artinya pikiran atau ide yang
diutarakan dapat diterima sebagai sesuatu yang mendatangkan
manfaat bagi keduanya; (4) adanya sikap keterbukaan yang
ditampilkan oleh kedua belah pihak; dan (5) adanya usaha dari
masing-masing pihak untuk menempatkan diri dengan sebaik-
baiknya (adanya unsur empati) pada mitra berbicaranya
(Depdiknas 2004:78).
Selanjutnya, ada dua faktor yang dapat menunjang
keefektifan pembicaraan, yakni faktor kebahasaan dan faktor
nonkebahasaan (Arsjad, Mukti 1988:17). Faktor kebahasaan
meliputi: (1) ketepatan ucapan; (2) penempatan tekanan, nada,
16 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
sendi, dan durasi yang sesuai; (3) pilihan kata (diksi); dan (4)
ketepatan sasaran pembicaraan. Faktor nonkebahasaan
meliputi: (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku; (2)
pandangan harus diarahkan pada lawan berbicara; (3)
kesediaan menghargai pendapat orang lain; (4) gerak-gerik dan
mimik yang tepat; (5) kenyaringan suara; (6) kelancaran; (7)
penalaran atau relevansi; dan (8) penguasaan topik.
Faktor kebahasaan yang pertama yaitu ketepatan
ucapan. Seorang pembicara harus membiasakan diri
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan
bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian
pendengar. Tentu saja pola ucapan dan artikulasi yang
digunakan tidak selalu sama, masing-masing orang
mempunyai gaya tersendiri, dan gaya bahasa yang kita pakai
berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan,
dan sasaran. Akan tetapi, jika perbedaan atau perubahan itu
terlalu mencolok sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka
keefektifan komunikasi akan terganggu.
Kedua yaitu penempatan tekanan, nada, sendi, dan
durasi yang sesuai. Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan
durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan
kadang-kadang merupakan faktor-faktor penentu. Walaupun
masalah-masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan
penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya,
jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan
menimbulkan kejemuan, dan keefektifan berbicara tentu
berkurang.
Terampil Retorika Berbicara | 17
Tommi Yuniawan
Selanjutnya, faktor kebahasaan yang ketiga yaitu
pilihan kata (diksi). Dalam berbicara, pilihan kata yang
digunakan hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas
maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi
sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih
paham jika kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang
sudah dikenal oleh pendengar. Kata-kata yang belum dikenal
memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan
menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya
dipilih kata-kata yang konkret, sehingga mudah dipahami
pendengar.
Faktor kebahasaan yang terakhir yaitu ketepatan
sasaran pembicaraan. Ketepatan sasaran pembicaraan dalam
hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang
menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar
menangkap pembicaraannya. Susunan penutur kalimat ini
sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian.
Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif,
kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu
menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau
menimbulkan akibat.
Selain faktor kebahasaan, faktor nonkebahasaan juga
sangat memengaruhi keefektifan berbicara. Faktor
nonkebahasaan yang pertama yaitu sikap yang wajar, tenang,
dan tidak kaku. Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku
akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik.
Padahal, kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin
adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap
yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat
18 | Terampil Retorika Berbicara
Tommi Yuniawan
menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Sikap ini banyak
ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi ini.
Penguasaan materi yang baik, setidaknya akan menghilangkan
kegugupan. Namun, bagaimanapun sikap ini memerlukan
latihan. Jika sudah terbiasa, lama-kelamaan rasa gugup akan
hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar.
Kedua yaitu pandangan harus diarahkan pada lawan
bicara. Agar pendengar benar-benar terlibat dalam kegiatan
berbicara, pandangan pembicara sangat membantu.
Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah, akan
menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan. Banyak
pembicara kita saksikan berbicara tidak memerhatikan
pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.
Akibatnya perhatian pendengar berkurang.
Kemudian, faktor kebahasaan yang ketiga yaitu
kesediaan menghargai pendapat orang lain. Dalam
menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara
hendaknya memiliki sikap terbuka, artinya dapat menerima
pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, dan bersedia
mengubah pendapatnya kalau memang keliru. Namun, tidak
berarti pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain
dan mengubah pendapatnya, tetapi ia harus mampu
mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain
dengan argumentasi yang kuat dan benar-benar diyakini
kebenarannya.
Faktor nonkebahasaan selanjutnya yaitu gerak-gerik
dan mimik yang tepat. Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat
pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal penting selain
mendapat tekanan biasanya juga dibantu dengan gerak tangan
Terampil Retorika Berbicara | 19
Tommi Yuniawan
atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya
komunikasi menjadi tidak kaku. Akan tetapi, gerak-gerik yang
berlebihan akan mengganggu keefektifan berbicara. Mungkin
perhatian pendengar akan terarah pada gerak-gerik dan mimik
yang berlebihan ini, sehingga pesan kurang dipahami.
Faktor nonkebahasaan yang kelima yaitu kenyaringan
suara. Tingkat kenyaringan suara tentu saja disesuaikan
dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Tetapi
perlu diperhatikan jangan sampai berteriak. Kita mengatur
kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh semua
pendengar dengan jelas, dengan mengingat juga gangguan
dari luar.
Kemudian, faktor nonkebahasaan yang keenam yaitu
kelancaran. Seorang pembicara yang lancar berbicara akan
memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya.
Seringkali kita dengar pembicara berbicara putus-putus,
bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan
bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan
pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan
sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat
berbicara akan menyulitkan pendengar menangkap poko
pembicaraan.
Selanjutnya, faktor nonkebahasaan yang ketujuh yaitu
relevansi atau penalaran. Gagasan demi gagasan haruslah
berhubungan dengan logis, dan proses berpikir untuk sampai
pada suatu simpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan
bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat
harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.