TELAAH FITOKIMIA DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK n-HEKSANA DAGING KELELAWAR Abstrak TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Telaah Fitokimia dan Fraksinasi Senyawa Aktif Ekstrak n-Heksana Daging Kelelawar. Dibimbing oleh RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI, PURWANTININGSIH SUGITA, dan WASMEN MANALU Penelitian eksplorasi ini dilakukan berdasarkan adanya dugaan sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa makan daging kelelawar dapat menyembuhkan penyakit asma, alergi, dan meningkatkan stamina. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komponen senyawa aktif pada daging kelelawar dibandingkan dengan daging beberapa ternak konvensional dan ikan, serta bumbu-bumbu masak yang digunakan dalam pengolahan kelelawar. Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yang terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah uji steroid sebagai skrining awal pada beberapa potongan karkas dan hati kelelawar, yang dilaksanakan selama dua bulan. Tahap kedua terdiri atas ekstraksi dan uji fitokimia daging kelelawar, daging babi, ayam, kelinci, dan ikan cakalang, serta bumbu masak, dilanjutkan dengan isolasi, fraksinasi, dan karakterisasi ekstrak n-heksana Pteropus alecto yang dilaksanakan selama enam bulan. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode Sokhlet. Telaah fitokimia daging meliputi identifikasi komponen aktif secara kuantitatif, yaitu uji steroid/ triterpenoid menggunakan pereaksi Lieberman Burchard, uji alkaloid menggunakan pereaksi Dragendrof, pereaksi Meyer, pereaksi Wegner, jumlah total fenolik menggunakan pereaksi AlCl 2 , uji flavonoid menggunakan Mg dan HCl pekat. Fraksinasi senyawa aktif hasil isolasi dilakukan dengan teknik kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (KLT). Karakterisasi senyawa hasil fraksinasi dilakukan melalui penentuan bobot molekul dengan metode liquid chromatography-mass spectroscopy (LC-MS). Struktur kimia senyawa aktif ditentukan menggunakan software masslynx, tools element composition. Hasil skrining awal tahap pertama menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dan hati, kecuali daging Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, dan Thoopterus nigrescens menunjukkan adanya senyawa steroid. Hasil skrining awal tahap kedua menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dari Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, dan Rousettus amplexicaudatus mengandung senyawa steroid dan alkaloid, sedangkan Acerodon celebensis, Thoopterus nigrescens, Pteropus sp, dan Thopterus sp, daging babi, kelinci, dan ikan hanya mengandung senyawa steroid. Hasil skrining awal terhadap bumbu masak menunjukkan adanya senyawa triterpenoid dan flavonoid. Hasil karakterisasi terhadap isolasi ekstrak n-heksana Pteropus alecto menunjukkan persen kelimpahan yang tertinggi adalah senyawa dengan bobot molekul masing-masing 413.2692 (C 26 H 37 0 4 ), 324.2691 (C 23 H 34 N), 276.2 (C 19 H 34 N), dan 319.3 (C 21 H 39 N 2 ). Keempat bobot molekul mempunyai kemiripan dengan senyawa steroid sebanyak lima senyawa, dan lima senyawa lainnya mempunyai kemiripan dengan senyawa alkaloid. Kata kunci : fitokimia, ekstrak n-heksana, senyawa aktif, kelelawar.
26
Embed
TELAAH FITOKIMIA DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF … · TELAAH FITOKIMIA DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK n-HEKSANA DAGING KELELAWAR . Abstrak . TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Telaah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TELAAH FITOKIMIA DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF
EKSTRAK n-HEKSANA DAGING KELELAWAR
Abstrak
TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Telaah Fitokimia dan Fraksinasi Senyawa
Aktif Ekstrak n-Heksana Daging Kelelawar. Dibimbing oleh RARAH RATIH
ADJIE MAHESWARI, PURWANTININGSIH SUGITA, dan WASMEN
MANALU
Penelitian eksplorasi ini dilakukan berdasarkan adanya dugaan sebagian
masyarakat yang menyatakan bahwa makan daging kelelawar dapat
menyembuhkan penyakit asma, alergi, dan meningkatkan stamina. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mempelajari komponen senyawa aktif pada daging
kelelawar dibandingkan dengan daging beberapa ternak konvensional dan ikan,
serta bumbu-bumbu masak yang digunakan dalam pengolahan kelelawar.
Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yang terdiri atas dua tahap. Tahap pertama
adalah uji steroid sebagai skrining awal pada beberapa potongan karkas dan hati
kelelawar, yang dilaksanakan selama dua bulan. Tahap kedua terdiri atas
ekstraksi dan uji fitokimia daging kelelawar, daging babi, ayam, kelinci, dan ikan
cakalang, serta bumbu masak, dilanjutkan dengan isolasi, fraksinasi, dan
karakterisasi ekstrak n-heksana Pteropus alecto yang dilaksanakan selama enam
bulan. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode Sokhlet. Telaah
fitokimia daging meliputi identifikasi komponen aktif secara kuantitatif, yaitu uji
steroid/ triterpenoid menggunakan pereaksi Lieberman Burchard, uji alkaloid
menggunakan pereaksi Dragendrof, pereaksi Meyer, pereaksi Wegner, jumlah
total fenolik menggunakan pereaksi AlCl2, uji flavonoid menggunakan Mg dan
HCl pekat. Fraksinasi senyawa aktif hasil isolasi dilakukan dengan teknik
kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (KLT). Karakterisasi senyawa
hasil fraksinasi dilakukan melalui penentuan bobot molekul dengan metode liquid
chromatography-mass spectroscopy (LC-MS). Struktur kimia senyawa aktif
ditentukan menggunakan software masslynx, tools element composition. Hasil
skrining awal tahap pertama menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dan hati,
kecuali daging Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, dan Thoopterus nigrescens
menunjukkan adanya senyawa steroid. Hasil skrining awal tahap kedua
menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dari Nyctimene cephalotes, Pteropus
alecto, dan Rousettus amplexicaudatus mengandung senyawa steroid dan
alkaloid, sedangkan Acerodon celebensis, Thoopterus nigrescens, Pteropus sp,
dan Thopterus sp, daging babi, kelinci, dan ikan hanya mengandung senyawa
steroid. Hasil skrining awal terhadap bumbu masak menunjukkan adanya senyawa
triterpenoid dan flavonoid. Hasil karakterisasi terhadap isolasi ekstrak n-heksana
Pteropus alecto menunjukkan persen kelimpahan yang tertinggi adalah senyawa
dengan bobot molekul masing-masing 413.2692 (C26H3704), 324.2691 (C23H34N),
276.2 (C19H34N), dan 319.3 (C21H39N2). Keempat bobot molekul mempunyai
kemiripan dengan senyawa steroid sebanyak lima senyawa, dan lima senyawa
lainnya mempunyai kemiripan dengan senyawa alkaloid.
Kata kunci : fitokimia, ekstrak n-heksana, senyawa aktif, kelelawar.
88
Abstract
TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Phytochemical Study and Fractionation of
the Active Compound of n-Hexane Extract on Bushmeat of Fruit Bats. Under
direction of RARAH RATH ADJIE MAHESWARI, PURWANTININGSIH
SUGITA, and WASMEN MANALU
This exploratory research was conducted to study the claim of some
people that eating meat of bat can cure asthma, allergies, and increase stamina.
The objective of this study was to determine the active compounds in meat of
bats as compared to those of conventional livestocks and fish, as well as cooking
spices used in the processing of the bat. The research was carried out for 8 months
which consisted of two stages. The first stage was a steroid test as an initial
screening on a few pieces of carcass and liver bats, carried out for two months.
The second stage consisted of the extraction and phytochemical test from meat of
bats, pork, chicken, rabbit, and tuna, as well as spices, followed by isolation,
fractionation, and characterization of n-Hexane extract of Pteropus alecto, held
for six months. Phytochemical study of meat included identification of active
compouns, namely quantitative test steroid/triterpenoid using Lieberman Burchard
reagent, the alkaloid test using reagents Dragendrof, Meyer reagents, reagent
Bouchardat, the total phenolic using AlCl2 reagent, flavonoids test using Mg and
concentrated HCl. Fractionation of the active compound was done by using
column chromatography and thin layer chromatography. Characterization of the
fractionation was done through the determination of molecular weight by the
method of liquid chromatography-mass spectroscopy (LC-MS). Chemical
structure of the active compounds was determined by using masslynx software,
tools element composition. The results of initial screening indicated that boneless
carcass and liver of Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, and Thoopterus
nigrescens showed a steroid compound. The second stage showed that the
boneless carcass of Nyctimene cephalotes, Pteropus Alecto, and Rousettus
amplexicaudatus showed steroids and alkaloids, while Acerodon celebensis,
Thoopterus nigrescens, Pteropus sp, Thopterus sp, pork, rabbit, and fish
contained only steroid compounds. The results of the initial screening of the
spices showed the existence of triterpenoid compounds, flavonoids, and
alkaloids. The results of the characterization of the isolated extract n-Hexane
Pteropus alecto showed that the highest abundance in percentage were
compounds with molecular weights of each 413.2692 (C26H3704), 324.2691
(C23H34N), 276.2 (C19H34N), and 319.3 (C21H39N2). The four molecular weights
observed that have molecular structure similar to steroid compounds were five
compounds and five compounds others of molecular structures found similar to
alkaloid.
Keywords: phytochemicals, extracts n-Hexane, the active compound, bats.
89
Pendahuluan
Tuntutan sebagian konsumen terhadap bahan pangan dewasa ini semakin
bergeser, yaitu pangan yang diminati adalah pangan yang bersifat fungsional.
Artinya, bukan saja memiliki komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita
rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh
(Wijaya 2002). Suatu bahan pangan dapat dikategorikan menjadi pangan
fungsional jika memiliki syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu merupakan
makanan atau minuman, bukan kapsul, tablet, atau serbuk yang mengandung
senyawa bioaktif tertentu, berasal dari bahan alami, harus merupakan bahan yang
dikonsumsi dari bagian diet sehari-hari, dan memiliki fungsi tertentu setelah
dikonsumsi (Gibson & Williams 2000).
Definisi pangan fungsional menurut Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Republik Indonesia adalah pangan yang secara alamiah maupun telah
melalui proses, mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang
berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis
tertentu, terbukti tidak berbahaya, dan bermanfaat bagi kesehatan (UU No 7 1996,
BPOM RI 2011). Masyarakat di Sulawesi Utara menjadikan kelelawar sebagai
lauk yang dikenal dengan nama paniki. Berdasarkan informasi di media masa dan
wawancara langsung dengan konsumen, dipercayai bahwa daging dan hati
kelelawar dapat menyembuhkan penyakit, seperti asma, alergi, juga dapat
mempertahankan stamina bagi pria atau wanita. Diduga bahwa daging kelelawar
mengandung senyawa aktif ketotifen dan steroid. Berdasarkan bank data, ketotifen
merupakan senyawa pemblokir pelepasan mediator inflamasi (PubChem, Drug
Bank). Steroid merupakan senyawa aktif yang terdapat pada hewan yang
berfungsi sebagai hormon pengatur tumbuh (Yohny et al 2003, Handayani et al.
2008).
Cara pengolahan daging kelelawar yang khas dengan penggunaan
rempah-rempah, seperti jahe, kunyit, cabai, sereh, daun jeruk, bawang merah, dan
bawang putih menjadikan daging kelelawar olahan kaya akan komponen aktif.
Darusman et al. (2007) melaporkan bahwa kandungan senyawa aktif pada kunyit
adalah flavonoid dan triterpenoid, kandungan cabe rawit adalah flavonoid,
90
sedangkan kandungan jahe adalah triterpenoid. Rustam et al. (2007) melaporkan
bahwa ekstrak metanol kunyit mempunyai efek antiinflamasi pada tikus.
Pada saat ini telah banyak dilakukan studi terkait keberadaan senyawa
bioaktif dalam bahan nabati atau tumbuhan, sedangkan eksplorasi satwa, hewan,
dan ternak masih sangat sedikit sekali dipelajari, terlebih yang berkaitan dengan
sumber daya/kekayaan hayati lokal Indonesia. Laporan ilmiah yang
mengungkapkan penggunaan daging kelelawar sebagai bahan pangan yang
bersifat fungsional sampai saat ini belum tersedia. Adanya kepercayaan sebagian
masyarakat akan keistimewaan daging kelelawar untuk menyembuhkan penyakit
asma perlu dibuktikan secara ilmiah. Identifikasi dan karakterisasi senyawa-
senyawa aktif yang terdapat di dalam daging kelelawar sangat berkaitan erat
dengan pengembangan ilmu pengetahuan karena akan mengaplikasikan berbagai
metode ekstraksi hingga pemurnian untuk mendapatkan jenis senyawa aktif yang
bertanggung jawab terhadap pengobatan penyakit asma.
Penelitian yang terkait dengan topik tersebut menarik untuk dilakukan,
salah satunya adalah dengan melakukan telaah fitokimia dan karakterisasi
senyawa aktif ekstrak n-Heksana dari daging kelelawar. Penelitian ini bertujuan
untuk melakukan identifikasi secara kualitatif senyawa-senyawa aktif dan
karakterisasi senyawa-senyawa aktif dalam daging kelelawar melalui penentuan
bobot molekul. Teridentifikasinya senyawa-senyawa aktif akan menjawab
berbagai kepercayaan/pemeo yang beredar di masyarakat dan kesesuaian klaim
daging kelelawar sebagai pangan yang bersifat fungsional. Diharapkan, dengan
diketahuinya beberapa keistimewaan daging kelelawar, pelestarian dan
pemanfaatan hewan ini dapat diseimbangkan. Berdasarkan informasi ini
pemerintah dapat menindaklanjuti dengan program pelestarian kelelawar di
wilayah Sulawesi sebagai plasma nutfah, sekaligus membudidayakannya agar
terhindar dari kepunahan untuk menyejahterakan masyarakat setempat. Penelitian
ini diharapkan menghasilkan suatu temuan baru untuk dapat menjelaskan secara
ilmiah keterkaitan antara konsumsi daging kelelawar dengan pengobatan penyakit
asma. Studi lanjut secara genetik molekuler di antaranya melalui genotyping
terhadap spesies kelelawar, khususnya di Sulawesi dan secara umum di Indonesia,
akan terbuka, didasari dengan pembuktian keberadaan senyawa aktif dari hasil
91
penelitian ini nantinya. Penelitian ini, dengan demikian, akan menyumbangkan
satu penemuan baru dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk senyawa-
senyawa aktif yang terdapat pada produk hewani. Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas, telah dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
jenis senyawa aktif yang terdapat dalam daging kelelawar dan bumbu-bumbu
sebagai bahan pangan. Kepercayaan akan kegunaan konsumsi daging kelelawar
sebagai obat juga mengantarkan penelitian ini untuk mengisolasi dan
mengkarakterisasi senyawa aktif golongan alkaloid dan steroid yang terdapat
dalam daging kelelawar.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi untuk proses
pengeringan daging, Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan, IPB untuk telaah fitokimia dan fraksinasi senyawa aktif, dan
Laboratorium Biotek, Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset
dan Teknologi, Serpong, Tangerang, untuk penentuan bobot molekul dan struktur
molekul. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan tahap pertama, yaitu uji
pendahuluan pada Oktober-Desember 2010. Tahap kedua pada Oktober 2011
sampai April 2012.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian tahap satu sebagai uji
pendahuluan adalah 3 ekor kelelawar P. alecto. Jenis kelelawar tahap kedua
adalah 37 ekor A. celebensis, 20 ekor N. cephalotes, 20 ekor P. alecto, 7 ekor
Pteropus sp, 20 ekor R. amplexicaudatus, 10 ekor T. nigrescens, 5 ekor
Thoopterus sp 1, 6 ekor Thoopterus sp 2 yang diperoleh dari beberapa lokasi di
Sulawesi, 2 kg daging ayam, 2 kg daging babi, dan 2 kg ikan cakalang yang
diperoleh di Pasar Bersehati Manado, 2 kg daging kelinci yang diperoleh dari
peternakan rakyat di Bogor, serta bumbu masak yang digunakan dalam
pengolahan daging kelelawar. Bahan kimia yang digunakan terdiri atas berbagai
jenis pelarut organik teknis dan proanalisis, yaitu n-heksana, dietil eter, etil asetat,