Tahapan pelaksanaan program TB:
Komponen TB/DOTS, terdiri dari:
Jejaring TB:
Jejaring internal.
1.2Jejaring eksternal.
Penemuan dan pengobatan kasus TB.
Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) TB.
Laboratorium dan logistik TB.
1.1Jejaring Internal.
Alur masuk pasien.
Manajemen pasien rawat inap.
Manajemen pasien rawat jalan.
Alur koordinasi dan komunikasi antar unit pelayanan langsung
(laboratorium, pencatatan dan pelaporan oleh poli TB/DOTS dan ruang
rawat inap, logistik, farmasi).
Penanggungjawab jejaring kerja masing-masing unit yang disahkan
oleh SK.
Gambar 1. Alur koordinasi pasien TB dalam skema rawat jalan.
Tersangka TB atau pasien TB dapat datang ke Poli Umum/UGD atau
langsung ke poli spesialis (Penyakit Dalam, Paru, Obgyn, Anak,
Bedah, Syaraf dan lain-lain). Mengisi form TB.06 (suspek/tersangka
TB).Demi menghindari miskomunikasi, setiap pasien yang diduga TB
oleh poliklinik yang bersangkutan, wajib dilaporkan kepada poli
TB/DOTS (tertulis, format pelaporan menyusul) dan pasien juga
diperiksa oleh poli TB/DOTS untuk perawatan bersama.Tersangka TB
dari poli maupun rawat inap dikirim untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang (Laboratorium Mikrobiologi, PK, PA dan Radiologi)
[pengisian form lab TB untuk pemeriksaan dahak [TB.05].Laboratorium
mengisi form TB.05 bagian bawah dan register laboratorium TB
(TB.04).Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang
bersangkutan. Diagnosis dan klasifikasi dilakukan oleh dokter
poliklinik/rawat inap atau unit DOTS pengirim.
Pasien dirujuk ke poli TB/DOTS:Setuju dirawat di NH: registrasi,
pengisian kartu pengobatan pasien TB (form TB.01), konseling dan
penyuluhan tata cara minum obat (oleh dokter spesialis paru),
durasi pengobatan, pentingnya adherence terhadap terapi, durasi
pengobatan, prognosis terapi, penunjukkan PMO.Setuju dirawat di
Puskesmas/Fasyankes lain: persiapan rujuk diagnosis (pengisian form
rujukan/pindah pasien TB: TB.09) dan menghubungi wasor Dinkes
Surabaya untuk berkoordinasi dengan Fasyankes terdekat dengan
alamat tempat tinggal pasien (Gambar 2).Dalam proses pengobatan,
pasien minta dirujuk terapi ke Puskesmas/Fasyankes lain: pengisian
formulir hasil akhir pengobatan pasien TB pindahan (TB.10) [Gambar
2].Bagi pasien yang memilih diterapi OAT di RS NH namun tidak
datang sesuai jadwal (berobat tidak teratur), maka perlu dilakukan
koordinasi dan pelaporan kepada Wasor Dinas Kesehatan Kota Surabaya
dan Puskesmas yang sesuai dengan alamat pasien untuk proses
pelacakan.
Gambar 2. Alur rujukan pasien TB antar Fasyankes dalam kota
Surabaya.
1.2Jejaring Eksternal.
Merupakan bentuk kerjasama dan koordinasi antara RS NH dan Dinas
Kesehatan kota Surabaya dengan agenda kerja sebagai berikut:
RS NH mengadakan perjanjian kerjasama (memorandum of
understanding/MoU)
dengan Dinkes kota Surabaya terkait pelaksanaan sistem
TB/DOTS.Perjanjian kerjasama dilakukan apabila RS NH sudah
menjalankan program
TB/DOTS dan sudah dievaluasi secara internal.
Isi perjanjian kerjasama adalah meliputi:
Alur koordinasi dan komunikasi RS NH dengan Dinkes kota
Surabaya
terkait pencatatan dan pelaporan, pemeriksaan laboratorium, dan
logistik
OAT.
Penujukan penanggungjawab jejaring eksternal program TB/DOTS
dari RS
NH. Penanggungjawab harus merupakan individu yang memahami
seluruh
mekanisme, alur, dan sistem TB/DOTS serta diutamakan yang
telah
mengikuti pelatihan TB/DOTS.
Gambar 3. Alur koordinasi bertingkat mulai level RS, Dinkes
Kota, Dinkes Provinsi, hingga Kemenkes.
Penemuan dan Pengobatan Kasus TB.
Penemuan kasus TB dilakukan secara pasif dengan promosi
aktif.
Penemuan kasus diawali dengan identifikasi suspek TB, yakni:
Gejala utama: batuk berdahak selama dua minggu atau lebih.
Gejala tambahan:
Gejala respiratorik: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
napas dan rasa nyeri dada.
Gejala sistemik: badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan
turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam
hari walaupun tanpa kegiatan, demam meriang yang berulang lebih
dari sebulan.
Di negara endemis TB seperti di Indonesia, setiap orang yang
datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut di
atas, harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung terlebih dahulu.
Seseorang yang menderita TB ekstraparu mungkin mempunyai keluhan
/ gejala terkait dengan organ yang terkena, misalnya :
Pembesaran pada getah bening yang kadang juga mengeluarkan
nanah.Nyeri dan pembengkakan sendi yang terkena TB.Sakit kepala,
demam, kaku kuduk dan gangguan kesadaran apabila selaput otak atau
otak terkena TB.Petugas kesehatan agar menjaring suspek dengan cara
menanyakan setiap orang dewasa yang datang berobat ke Fasyankes,
termasuk pasien dan anggota keluarga yang menyertainya, apakah
mereka mempunyai keluhan batuk. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh
petugas yang meregistrasi pasien atau perawat yang memberi
pelayanan kepada pasien.
Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa (Gambar 4):Semua suspek TB
harus diperiksa 3 spesimen dahak idealnya dalam waktu 2 hari
berturut-turut, yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Seandainya
kondisi tersebut tidak dapat dipenuhi, maka rentang waktu antara
fiksasi spesimen Sewaktu (S) yang pertama dan yang kedua tidak
lebih dari 7 hari. Bila melebihi rentang waktu tersebut maka
pengambilan spesimen dahak Sewaktu (S) pertama harus diulang
kembali dari awal.
Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditetapkan dengan penemuan
kuman TB (BTA). Pada Program Nasional Pengendalian TB, penemuan BTA
diperoleh melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
yang merupakan cara diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks dapat pula digunakan namun hanya digunakan sebagai sarana
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Dalam upaya penegakan diagnosis TB, sebaiknya tidak hanya
berdasarkan pemeriksaan rontgen thoraks saja. Karena rontgen
thoraks tidak selalu memberikan gambaran proses spesifik TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis.
Diagnosis TB Ekstra paru pada Orang Dewasa:Seseorang dicurigai
menderita TB ekstraparu apabila ditemukan gejala-gejala antara
lain: nyeri dada (TB pleura/pleuritis), pembesaran kelenjar getah
bening superfisial (limfadenitis TB), gibbus (spondilitis TB) dan
lain-lain.
Penetapan diagnosis pasti sering sulit dilakukan , sedangkan
diagnosis kerja dapat ditetapkan berdasarkan gejala klinis TB yang
kuat (presumtif) setelah dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis
penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada cara pengambilan
bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya
uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan
lain-lain.
Seorang pasien TB ekstraparu sangat mungkin secara bersamaan
juga menderita TB Paru, oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan
dahak. Diagnosis TB pada anak:Berdasarkan sistem skoring (Tabel
1).Berdasarkan sarana penunjang diagnostik lainnya (misal: line
probe asssay/ LPA, nucleic acid amplification test
(NAAT)).Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
Apabila di fasilitas kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga
dokter, pelimpahan wewenang terbatas
dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi DOTS
untuk
menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada
Pedoman
Nasional.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala
klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis
tergantung dari umur anak tersebut.
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak BTA (+) atau uji
tuberkulin dengan ditambah 3 gejala klinis lainnya, diobati sebagai
pasien TB Anak.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis
yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2
gejala klinis lain, pada faskes yang tidak tersedia uji tuberkulin,
maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak.
Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat
perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB
anak
Semua bayi dengan reaksi cepat (