Top Banner
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh : Nama : Michael Heryanto NIM : 13.70.0004 Kelompok : D1 ` PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
36

Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jan 04, 2016

Download

Documents

laporan untuk mengetahui proses pembuatan surimi sebagai salah satu alternatif produk "perantara" dalam industri pengolahan pangan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :

Nama : Michael Heryanto

NIM : 13.70.0004

Kelompok : D1

`

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

I. PRESENTASE PLAGIASI VIPER

1

Page 3: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr

1. MATERI DAN METODE

1.1. Alat dan Bahan

Daging ikan, garam, gula pasir, polifosfat, es batu, pisau, kain saring, penggiling daging,

dan freezer.

1.2. Metode

2

Pencucian ikan

Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut(Fillet daging ikan)

Page 4: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali

Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)

Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali

Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%

(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)

Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer

Page 5: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Thawing

Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma

Uji hardness menggunakan texture analyzer

Page 6: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC

Hasil press digambar di milimeter blok

Penghitungan WHC :

Page 7: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Berikut merupakan hasil pengamatan pada praktikum mengenai proses pembuatan surimi

pada yang digunakan beragam jenis konsentrasi glukosa, penambahan garam, serta

penggunaan polifosfat yang diduga akan mempengaruhi dari nilai hardness (gf), WHC, dan

hasil analisa sensori terhadap produk surimi, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Polifosfat Terhadap Nilai Hardness (gf), WHC,

dan Hasil Analisa Sensori Produk Surimi

Kel Perlakuan Hardness (gf)

WHC (mg H2O)

SensorisTekstur Aroma

D1 Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,1%

108,240 188832,630 + ++

D2 Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%

121,520 216793,250 + +++

D3 Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%

188,050 130435,970 ++ +++

D4 Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%

103,440 271751,050 ++ ++

D5 Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%

91,873 273975,320 +++ ++

Keterangan :Kekenyalan Aroma+ = tidak kenyal + = tidak amis++ = kenyal ++ = amis+++ = sangat kenyal +++ = sangat amis

Pada Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa nilai hardness (gf) dan WHC (mg H2O) yang

diperoleh memberikan hasil dengan pola fluktuatif, sehingga pada data tidak dapat

disimpulkan mengenai pengaruh penambahan sukrosa dan polifosfat terhadap karateristik

produk surimi yang diproduksi. Kemudian mengenai pengujian secara sensoris terhadap

tekstur memberikan hasil bahwa seiring dengan peningkatan konsentrasi sukrosa dan

polifosfat akan meningkatkan kekenyalan dalam tekstur produk surimi, sedangkan untuk

parameter aroma menunjukan pola dimana semakin tinggi kadar sukrosa dan polifosfat

yang diberikan akan memberikan produk surimi yang semakin tidak amis.

6

Page 8: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Surimi adalah suatu produk olahan hasil perikanan setengah jadi (intermediate product)

yang berasal dari bahan daging ikan. Prinsip pembuatannya terdiri atas daging ikan (low

fat) yang telah mengalami pencucian, penggilingan, penambahan bahan krioprotektan dan

bahan pengikat, penambahan bahan tambahan pangan (BTP), pengemasan, dan pembekuan

(Sanchez A.M.M et al, 2009). Dengan kata lain surimi merupakan suatu protein

myofibrillar yang terkonsentrat yang didapatkan dari daging ikan yang telah mengalami

pencucian dengan menggunakan air dingin (J.J Stine et al, 2012). Hingga saat ini produk

surimi merupakan produk yang meningkat secara popular berkat keunikannya dalam hal

karateristik tekstur, mudah dilakukan penyimpanan, dan memiliki nilai gizi yang tinggi.

Surimi dengan kualitas yang baik didapat dari proses produksi dengan penggunaan bahan

baku yang segar (protein belum terdenaturasi) (Djazuli, N et al, 2009), dan penghilangan

komponen bau, darah, pigmen, dan lemak secara optimum dalam proses pencucian

(Peranginangin et al, 1999). Semua jenis ikan pada umumnya mampu digunakan sebagai

bahan baku dalam memproduksi surimi. Akan tetapi tidak semua jenis ikan memiliki

karateristik pembentukan gel yang baik. Karateristik gel dipengaruhi oleh kandungan

protein yang terkandung yang pada akhirnya akan berpengaruh elastisitas tekstur. Dimana

diketahui bahwa kriteria mutu utama pada produk surimi merupakan kelenturan

(spinginess) (BPPMHP, 1987). Semakin tinggi kandungan protein miofibril dalam daging

juga tidak hanya berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan gel, akan tetapi juga

dalam kemampuan penyerapan air yang baik (WHC) yang dimiliki. Dalam pencapaian

karateristik optimum bagi produk surimi seperti warna, rasa, aroma, kekenyalan, elastisitas,

dan penerimaan konsumen dicapai melalui beberapa faktor, seperti suhu lingkungan selama

proses pengolahan, pH, tingkat kesegaran dan jenis dari ikan yang digunakan, dan

kehadiran dari senyawa krioprotektan dalam produk surimi (Wiliam R.C.V et al, 2012).

Maka dari itu untuk mendapatkan produk surimi dengan kualitas yang baik sebaiknya

digunakan bahan baku ikan segar dengan kandungan protein yang tinggi, rendah lemak,

7

Page 9: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

daging yang putih, tidak berbau lumpur, dan tidak terlalu amis. Kandungan lemak yang

tinggi akan menghalangi terbentuknya gel, sehingga nilai elastisitas dan kekompakan

surimi tidak maksimal (Ade, 2005). Pada awalnya penggunaan jenis ikan yang digunakan

berasal dari jenis ikan laut yang memiliki kandungan lemak yang rendah, kemampuan

gelatinasi yang baik, dengan memberikan tampilan fisik akhir yang berwarna putih, seperti

penggunaan ikan makarel, snaper, maupun berjenis white croaker (Benjakul et al, 2004).

Akan tetapi pada praktikum kali ini digunakan bahan berupa ikan bawal yang berasal dari

air tawar yang pada umumnya belum umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan

produk surimi. Melihat dari karateristik kandungan lemak yang rendah pada ikan bawal

dalam proses pembuatan surimi merupakan langkah yang tepat untuk menghasilkan

karateristik produk yang optimum. Adapun faktor lainnya dalam menghasilkan mutu

produk surimi yang baik berasal dari cara penyiangan, ukuran dari partikel, kualitas air dan

cara pencucian ikan, peralatan yang digunakan dan jenis ikan yang dimanfaatkan sebagai

bahan baku pembuatan surimi (Sanchez A.M.M et al, 2009).

Percobaan diawali dengan pencucian daging fillet ikan yang telah dipisahkan dengan

bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulit dengan menggunakan air yang bersuhu

rendah (Sanchez A.M.M et al, 2009). Proses pencucian bertujuan untuk melarutkan

komponen yang tidak diinginkan seperti bau, darah, pigmen, lendir, protein sarkoplasmik,

dan senyawa larut dalam air lainnya yang mampu mengganggu dalam pembentukan stuktur

ikatan intermolecular pada struktur tiga dimensi dimana adanya kondisi ini mampu

menurunkan kualitas dari pembentukan gel dan karateristik sensori yang tidak baik (J.J

Stine et al, 2012). Menurut Govindan TK (1985) proses pencucian dan penggilingan

daging ikan merupakan titik krusial dalam penentuan kualitas produk surimi yang

dihasilkan. Menurut Olfa (2009) perlakuan leaching melalui pencucian akan berpengaruh

nyata terhadap penurunan kandungan protein sarkoplasmik yang bersifat larut dalam air.

Perlakuan pengulangan pencucian sebanyak dua kali dalam percobaan yang dilakukan

mengindikasikan menurut (J.J Stine et al, 2012) bahwa dalam pencucian yang dilakukan

berulang merupakan tindakan yang efektif dalam menurunkan enzim yang berasosiasi

dengan degradasi dari protein jaringan ikat dan akan memaksimalkan kualitas sensori

Page 10: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

(warna dan aroma) dari produk surimi dengan kandungan aktomiosin yang semakin

terkonsentrat.

Proses pencucian dengan penggunaan suhu air diatas 15oC terhadap daging yang telah

dilakukan perlakuan penyiangan merupakan faktor krusial terhadap karateristik kekuatan

gel produk surimi (Sanchez A.M.M et al, 2009). Adapun protein otot secara umum dibagi

menjadi tiga kelompok yaitu sarkoplasmik (larut dalam air), miofibrillar (larut dalam

garam), dan stromal (larut dalam perlakuan alkali dan basa) (Sanchez A.M.M et al, 2009).

Selama proses pencucian berlangsung protein yang dituju untuk dihilangkan selama proses

pencucian adalah sarkoplasmik yang terdiri atas mioglobin, sitokrom, dan berbagai jenis

enzim yang mampu menurunkan kualitas dari surimi selama penyimpanan (J.J Stine et al,

2012). Namun penggunaan suhu pencuci yang tinggi (berada dalam suhu lingkungan) akan

melarutkan protein myofibril dan stromal (protein larut dalam garam) yang berperan dalam

pembentukan jaringan ikat selama proses pencucian berlangsung (Lertwittayanon K et

al, 2013) Hal ini mendukung dalam penentuan langkah percobaan dalam percobaan

pembuatan surimi dengan menekankan penggunaan air es (<4oC) sebagai media pencuci

daging untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas jaringan ikat. Maka dari itu

pencucian yang tepat merupakan salah satu langkah menurut Andini (2006) yang tepat

dalam menghasilkan produk surimi dengan karateristik yang optimum. Selain hal tersebut

pencucian juga berperan dalam peningkatan kualitas warna dan aroma pada produk surimi,

selain dari permasalahan kekuatan gel pada surimi (Wiliam R.C.V et al, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh J.J Stine et al (2012) mengungkapkan bahwa

dalam pencucian dipastikan bahwa terdapat komponen protein yang larut selama proses

pencucian berlangsung dan dapat dimanfaatkan lebih lanjut (proses recovery) dengan

menggunakan bantuan sistem ultrafiltration.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sanchez A.M.M et al (2009) mengungkapkan

metode alternatif pencucian yang mampu memaksimalkan proses pelarutan protein

sarkoplasmik dan tanpa mengganggu pada protein miofibril yang berperan sebagai jaringan

ikat, terdiri atas : (1) air flotation washing (AFW = pemasukan oksigen dalam air yang

Page 11: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

akan memaksimalkan proses kehilangan dari protein sarkoplasmik), (2) alkaline washing

(akan meningkatkan penampakan warna dan tekstur produk surimi dikarenakan peran dari

larutan alkali yang mampu meningkatkan dari kelarutan sarkoplasmik), dan (3) treatment

by ozone (walaupun akan menyebabkan terjadinya perubahan warna secara signifikan pada

produk surimi, akan tetapi mampu memaksimalkan pemisahan surimi dengan protein

sarkoplasmik secara sempurna).

Langkah selanjutnya adalah dengan menggiling daging ikan hingga halus dengan bantuan

chopper. Penggilingan merupakan faktor yang krusial terhadap penentuan kualitas produk

surimi yang dihasilkan (Ducept .F et al, 2012). Hal ini disebabkan dalam proses tersebut

akan terjadi pengecilan struktur daging, dan dihasilkannya panas selama proses

penggilingan berlangsung. Adanya hal tersebut mampu memicu terjadinya reaksi denaturasi

pada protein pada daging (Sanchez A.M.M et al, 2009). Terjadinya peristiwa denaturasi

terhadap protein akan merusak struktur dari jaringan pengikat pada ikan, sehingga

dihasilkannya produk dengan karateristik kekuatan struktur yang lemah. Oleh karena itu

dalam percobaan ini selama proses penggilingan berlangsung ditambahkan es batu untuk

menjaga agar suhu tetap rendah (penggilingan dingin). Hal ini sependapat oleh Lee C.M.

(1994) bahwa dalam proses penggilingan produk surimi sebaiknya dilakukan dalam kondisi

penggilingan dingin untuk mencegah terjadinya denaturasi protein akibat penggilingan.

Akan tetapi terjadinya denaturasi protein akibat pengecilan struktur daging selama proses

penggilingan (proses pengecilan struktur) tetap tidak dapat terhindarkan dan akan

mempengaruhi dari karateristik analisa sensori (warna, aroma, tekstur) pada produk akhir

surimi (Wiliam R.C.V et al, 2012).

Tahapan selanjutnya adalah dengan melakukan pengemasan dan pembekuan terhadap

produk surimi yang bertujuan untuk meminumkan terjadinya reaksi mikrobiologis,

kimiawi, dan fisik sehingga diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dari produk

surimi (Buckle et al, 1981). Akan tetapi diperlukan suatu treatment sebelum proses ini

dilakukan yang mampu mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan,

perubahan konsistensi nilai gizi, cita rasa, keasaman dan kebasaan yang tidak

Page 12: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

terkendalikan, serta penampakan kualitas sensori produk yang menurun selama proses

penyimpanan berlangsung. Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan beku

memungkinkan masih berlangsung reaksi denaturasi pada protein yang berpengaruh

terhadap karateristik produk akhir (Benjakul et al, 2004). Dalam percobaan ini

ditambahkan beragam jenis bahan kripoprotektan yang mampu mempertahankan integrity

product dengan baik (Sanchez A.M.M et al, 2009). Bahan krioprotektan merupakan salah

satu jenis bahan yang memiliki peran dalam menjaga kestabilan protein miofibril selama

proses penyimpanan beku berlangsung (anti denaturasi) (Wiliam R.C.V et al, 2012). Hal ini

sependapat dengan Winarno et al (1980) mengenai jenis-jenis bahan yang ditambahkan

dalam proses pembuatan surimi yang terdiri atas sukrosa, garam, dan polifosfat.

(1) Garam

Fungsi penambahan garam pada proses pengolahan dengan bahan dasar berupa ikan

biasanya bertujuan untuk meningkatkan rasa-aroma dan sebagai bahan pengawet produk

surimi (Lertwittayanon .K et al, 2013). Mekanisme pengawetan terjadi karena

garam memiliki karateristik tekanan osmotik tinggi yang mampu menurunkan kadar air

dalam produk surimi, sehingga hal ini memiliki kaitan sinergis dengan penurunan aktifitas

sel mikroorganisme yang kekurangan air sebagai media untuk bertumbuh (Zaitsev et al,

1969). Akan tetapi penambahan garam dalam jumlah yang kecil (2,5%) mampu

menghasilkan produk surimi dengan kandungan protein miofibrilar yang semakin

terkonsentrat, dimana garam berperan sebagai agen pelarut bagi protein tersebut

(pembentukan gel) (KIFTC, 1992). Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Lertwittayanon K et al (2013) bahwa penambahan garam dalam menghasilkan

karateristik produk yang optimum, akan tetapi menghindari rasa asin yang terbentuk dapat

menggunakan garam pada kadar 2-3%. Dengan pemberian garam pada produk surimi

menandakan bahwa jenis surimi yang akan dihasilkan berjenis ka-en surimi (Lee C.M.,

1994).

(2) Sukrosa

Page 13: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Sukrosa merupakan salah satu dari bahan tambahan yang bersifat krioprotektan (anti

denaturan). Bahan krioprotektan merupakan senyawa yang mampu menghambat proses

denaturasi pada protein terjadi selama penyimpanan dalam suhu beku berlangsung. Prinsip

pencegahan denaturasi oleh krioprotektan dilakukan dengan menginaktifasikan peristiwa

kondensasi dengan langkah pengikatan molekul air melalui ikatan hidrogen (Ducept .F et

al, 2012), sehingga bahan ini mampu meningkatkan kemampuan air sebagai energi

pengikat, mencegah terjadinya pertukaran molekul air dari protein, dan kemampuan

utamanya terhadap penstabilan molekul protein (Zhou et al, 2006). Hal ini didukung oleh

Olfa (2009) dimana penggunaan sukrosa sebesar 8% mampu mencegah terjadinya

denaturasi protein, akan tetapi berpengaruh terhadap rasa dan aroma yang manis, dan warna

yang semakin menggelap. Dengan ini penggunaan konsentrasi sukrosa hingga 5% seperti

yang dilakukan dalam percobaan belum mampu mencegah reaksi denaturasi protein pada

jaringan secara maksimum. Protein yang tetap terjaga baik selama pembekuan berlangsung

akan menghasilkan karateristik produk surimi dengan kekuatan jaringan ikat yang baik

(Wiliam R.C.V et al, 2012). Akan tetapi menurut Peranginangin et al (1999) penambahan

sukrosa sebagai bahan kriopektan mampu meningkatkan kekuatan N-aktomiosin dari 400 g

menjadi 489 g, akan tetapi semuanya kembali dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi

kriopektan yang ditambahkan. Hal ini ditambahkan oleh hasil dari penelitian yang

dilakukan oleh Agustiani et al (2006) yang mengatakan bahwa penambahan garam dan

sukrosa sebesar 4% sudah mampu membentuk kekuatan dan kapasitas pembentukan gel

yang baik, sehingga elastisitas produk tetap terjaga.

(3) Polifosfat

Menurut Olfa (2009) penambahan natrium tripolifosfat (maks 0,5%) bertujuan untuk

meningkatkan kualitas sensori dari produk surimi (elastisitas dan kelembutan),

memperbaiki daya ikat air (WHC meningkat) dengan melindungi molekul protein yang

terkandung di dalamnya. Hal menarik mengenai penambahan polifosfat menurut Lee

(1984) bahwa polifosfat mampu memperpanjang umur simpan dari surimi hingga mencapai

1 tahun. Mekanisme perbaikan kualitas surimi oleh polifosfat diawali dengan terpisahnya

aktomiosin oleh polifosfat yang akan berikatan dengan myosin. Myosin dan polifosfat yang

Page 14: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

berikatan akan bekerja secara sinergis dengan mengikat air, dan menahan vitamin-mineral

(Ducept .F et al, 2012). Selama perlakuan pemasakan diberikan protein myosin akan

membentuk gel, sementara polifosfat akan membantu dalam menahan sistem air dengan

penutupan pori-pori mikroskopis dan kapiler (Haryati, 2001). Alhasil penambahan

polifosfat dalam produk surimi sebelum mengalami penyimpanan beku mampu

memberikan sifat surimi yang lembut dan kenyal (Ducept .F et al, 2012). Polifosfat yang

aman ditambahkan dalam produk surimi berada pada nilai 0,2-0,3% (Peranginangin et al.

1999). Dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan senyawa tripolifosfat mampu

bertujuan untuk meningkatkan efek krioprotektan dari senyawa sukrosa yang ditambahkan

dan memberikan efek buffer pada pH pada daging.

Pada proses selanjutnya surimi mengalami proses pengemasan dengan menggunakan

plastik polietilen. Penggunaan pengemas surimi dengan menggunakan pengemas laminasi

menurut Benjakul et al (2004) bertujuan untuk melindungi produk surimi agar tidak

mengalami peristiwa freeze burning selama proses pembekuan berlangsung, serta untuk

mempermudah dalam hal penyimpanan dan penanganan produk. Dalam hal ini mekanisme

pembekuan dilakukan dengan freezer berskala rumah tangga dengan prinsip pembekuan

lambat. Adapun menurut Winarno (1980) hal ini merupakan salah satu faktor yang mampu

mengakibatkan produk mengalami penurunan kualitas karateristik sensori pada produk

seiring dengan waktu penyimpanan berlangsung. Oleh karena itu pembekuan cepat

merupakan suatu langkah yang tepat dalam menjaga karateristik produk agar selalu optimal

(Ducept .F et al, 2012). Setelah penyimpanan beku berlangsung, produk surimi yang ingin

dianalisa karateristik sensorisnya (WHC, aroma, tekstur, hardness) harus mengalami

perlakuan thawing untuk menghindari terbentuknya drip loss yang berakibat pada

kerusakan tekstur pada produk tersebut (Sanchez A.M.M et al, 2009).

Pada hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa nilai WHC (mg H2O) pada data

pengamatan dapat disimpulkan mengenai pengaruh penambahan sukrosa dan polifosfat

terhadap karateristik produk surimi yang diproduksi. Diketahui bahwa nilai WHC pada

produk surimi sangat ditentukan oleh kemampuan pengikatan protein terhadap molekul air

Page 15: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

yang terdapat di dalam jaringan melalui ikatan hidrogen. Penambahan sukrosa yang

merupakan salah satu bahan krioprotektan digunakan untuk meningkatkan kemampuan

pengikatan air (WHC) yang merupakan hasil dari pencegahan protein agar tidak

terdenaturasi selama penyimpanan beku berlangsung (Sanchez A.M.M et al, 2009).

Ditambah dengan penambahan polifosfat yang mampu menjaga agar produk mampu

melakukan pengikatan air pada produk secara maksimum. Maka dari itu semakin tinggi

konsentrasi sukrosa dan polisfosfat yang ditambahkan akan meningkatkan kemampuan

pengikatan air (Peranginangin et al, 1999). Pada hasil pengamatan menunjukan bahwa pada

kelompok B4 dan B5 (polifosfat 0,5%) memiliki nilai WHC terbesar sebesar 271751,050

dan 273975,320 mg H2O, sedangkan pada kelompok B1 (polifosfat 0,1%) memiliki nilai

WHC yang kecil sebesar 188832,630 dan nilai diikuti oleh kelompok B2 (polifosfat 0,3%)

dengan nilai WHC sebesar 216793,250 mg H2O. Maka dari itu terdapat keganjilan dalam

kelompok B3 dengan konsentrasi yang sama dengan kelompok B2 (polifosfat 0,3%), akan

tetapi memiliki nilai WHC yang lebih kecil dibandingkan kelompok B1 (polifosfat 0,1%)

yaitu sebesar 130435,970 mg H2O. Adapun hal ini disebabkan oleh titik krusial pada

pengukuran WHC yang dilakukan masing-masing kelompok pada saat menggunakan

millimeter blok selama percobaan berlangsung, atau selama pembuatan surimi berlangsung

seperti dalam proses pencucian, ketepatan kadar gula, garam, dan polifosfat yang

ditambahkan. Menurut Zayas (1997) berpendapat bahwa kemampuan pengikatan air yang

dimiliki oleh suatu produk dipengaruhi oleh berbagai jenis faktor seperti jenis ikan yang

digunakan, penambahan sejumlah bahan krioprotektan dengan konsentrasi tertentu, suhu

selama proses pengolahan, dan kondisi penyimpanan.

Berdasarkan teori penambahan sukrosa berperan mencegah terjadinya kerusakan pada

protein pengikat yang berada dalam surimi selama proses penyimpanan. Maka dari itu

semakin tinggi nilai konsentrasi sukrosa akan memiliki kemampuan pertahanan jaringan

ikat yang semakin baik. Oleh karena itu tekstur surimi yang dihasilkan akan semakin

kencang dan kenyal. Penambahan polifosfat akan mendukung dalam terbentuknya produk

surimi yang bertekstur halus dan kenyal, yang disebabkan oleh peran dari myosin yang

memiliki kemampuan pembentukan gel yang baik, serta peran polifosfat yang mendukung

Page 16: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

dalam pengikatan air dalam sel agar tidak terjadi sineresis (meningkatkan nilai

kelembutan). Maka dari itu semakin tinggi konsentrasi polifosfat dan sukrosa yang

ditambahkan akan membuat produk surimi yang dihasilkan memiliki karateristik yang

semakin elastis (pengamatan sensoris). Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan yang

menunjukan bahwa pada kelompok B5 dengan konsentrasi polifosfat dan sukrosa tertinggi

memiliki karateristik sensori produk yang sangat kenyal. Diketahui bahwa semakin elastis

karateristik yang dimiliki oleh suatu produk akan menghasilkan produk dengan nilai

hardness yang semakin kecil. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pengamatan dari

kelompok B5 yang menunjukan bahwa dengan penambahan konsentrasi polifosfat dan

sukrosa akan memberikan nilai hardness terkecil sebesar 91,873 gf. Dengan hal ini dapat

ditarik kesimpulan bahwa parameter analisis yang diuji berupa pengujian hardness dan

WHC memiliki hasil yang berbanding terbalik seiring dengan peningkatan konsentrasi

sukrosa dan polifosfat yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi dari sukrosa dan

polifosfat akan menghasilkan produk dengan karateristik tingkat kekenyalan yang semakin

tinggi (nilai hardness menurun), dan kemampuan pengikatan air yang semakin baik (nilai

WHC meningkat). Akan tetapi menurut Agustina et al (2008) berpendapat bahwa elastisitas

yang dimiliki oleh produk surimi dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti jumlah air

dan banyak pengulangan dalam proses pencucian, kadar garam dan gula (bahan

krioprotektan) yang ditambahan, serta dalam proses pembekuan yang optimal. Sehingga

ketidaktepatan jumlah sukrosa dan polifosfat yang digunakan, serta metode pencucian akan

mengakibatkan terjadinya perbedaan pada kelompok D3 dan D4 yang walaupun memiliki

jumlah takaran polifosfat dan sukrosa dalam jumlah yang sama.

Analisa mengenai karateristik aroma yang dihasilkan merupakan salah satu faktor yang

penting dalam menghasilkan produk yang dapat diterima di kalangan masyarakat (Wiliam

R.C.V et al, 2012). Pada pengujian secara sensoris (aroma) memberikan hasil yang bersifat

fluktuatif dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh konsentrasi polifosfat. Akan tetapi sedikit

dipengaruhi oleh peran dari penambahan sukrosa yang mampu menciptakan flavor khusus

yang mampu menutupi dari bau amis yang menyengat. Aroma pada dasarnya sangat

dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi zat aditif yang digunakan. Namun aroma yang diuji

Page 17: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

pada saat ini sangat dipengaruhi oleh metode pencucian yang dilakukan. Perlakuan

pencucian awal yang tidak optimum akan menghasilkan karateristik produk yang berbau

menyengat dan amis. Hal ini disebabkan karena tertinggalnya senyawa lemak, komponen

darah, pigmen dan lainnya yang mampu teroksidasi selama penyimpanan dan menimbulkan

bau yang tidak sedap (amis) pada produk olahan surimi selama penyimpanan beku (Wiliam

R.C.V et al, 2012). Pengulangan pencucian dan jumlah air yang optimum merupakan salah

satu langkah krusial dalam menghasilkan produk dengan karateristik aroma yang optimum

(Sanchez A.M.M et al, 2009). Ditambah dengan penggunaan panelis dalam uji sensoris

yang telah terlatih merupakan salah satu langkah untuk menghasilkan data hasil

pengamatan yang bersifat kredibel dan dapat dipercaya.

Berdasarkan hasil pengamatan dalam proses produksi pembuatan surimi dengan

menggunakan ikan bawal menghasilkan karateristik produk akhir yang belum optimal. Hal

ini dapat dibuktikan dengan kekuatan gel yang rendah, kualitas akhir dari tampilan warna

yang tidak menarik, dan hasil analisa sensori yang masih menunjukan bahwa produk yang

dihasilkan memiliki aroma amis yang cukup menyengat. Kualitas surimi yang rendah tidak

hanya disebabkan karena proses produksi yang tidak optimum, akan tetapi faktor penting

adalah juga mengenai jenis ikan yang digunakan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

penggunaan ikan bawal bukanlah merupakan suatu langkah yang tepat apabila dijadikan

sebagai bahan tunggal dalam proses pembuatan surimi. Berbagai penelitian telah dilakukan

bahwa untuk mengatasi permasalahan ini, metode kombinasi dengan daging lain yang

memiliki karateristik pembentukan gel dan warna yang baik merupakan suatu langkah yang

tepat dalam menghasilkan peningkatan kualitas pada produk akhir (Lee C.M., 1994).

Page 18: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Surimi adalah suatu produk intermediet yang berasal dari ikan yang merupakan hasil

pencucian, penggilingan, penambahan senyawa kriprotektan, pembekuan, dan

pengemasan yang akan menghasilkan protein miofibril yang semakin terkonsentrat.

Nilai fungsional utama yang dimiliki oleh suatu produk surimi adalah kemampuan

pembentukan gel serta kemampuan penyerapan air yang baik yang akan mempengaruhi

dari kualitas akhir dari suatu produk.

Pencucian dingin merupakan suatu langkah untuk menghindari terjadinya pelarutan

protein myofibril dan stromal (protein larut garam) yang berperan dalam pembentukan

jaringan ikat.

Jumlah air yang digunakan, suhu air, serta jumlah pengulangan merupakan faktor

penting dalam menghasilkan kualitas produk surimi yang optimum.

Pencucian yang dilakukan dengan pengulangan tinggi akan menghasilkan kualitas

produk akhir yang baik akibat dari hilangnya protein sarkoplasmik dan enzim yang

mampu menurunkan kualitas dari surimi selama penyimpanan.

Penggilingan dengan penambahan es batu bertujuan untuk mencegah terjadinya reaksi

denaturasi pada protein penyusun dari jaringan ikat.

Senyawa krioprotektan merupakan jenis bahan yang mampu melindungi produk dari

reaksi denaturasi pada protein dengan memberikan kestabilan pada protein miofibril

yang terkandung.

Penambahan garam bertujuan untuk meningkatkan cita-rasa dan aroma, bahan

pengawet produk surimi, dan mampu meningkatkan nilai WHC suatu produk akibat

pengaruh tekanan osmotik yang diberikan.

Penambahan sukrosa (kriprotektan) bertujuan untuk melindungi produk dari kerusakan

tekstur akibat protein yang terdenaturasi serta kemampuan pengikatan air oleh sukrosa

yang membuat produk menjadi semakin kompak dengan nilai WHC yang optimum.

Penambahan polifosfat bertujuan untuk mendukung efek krioprotektan dari senyawa

sukrosa yang ditambahkan dan memberikan efek buffer pada pH pada daging.

17

Page 19: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

Semakin tinggi kadar polifosfat yang diberikan akan menghasilkan produk dengan

karateristik yang semakin kenyal (nilai hardness menurun) dan kemampuan pengikatan

air yang semakin baik (nilai WHC meningkat).

Perlakuan pencucian awal yang tidak optimum akan menghasilkan karateristik produk

yang berbau menyengat dan amis (hasil analisa pengujian aroma).

Proses pengemasan yang tepat, pemberian perlakuan pembekuan cepat, serta metode

thawing yang benar merupakan suatu langkah yang tepat dalam menghasilkan

karateristik produk surimi yang optimum.

Karateristik dari produk surimi (kekuatan gel/elastisitas serta kemampuan penyerapan

air) sangat ditentukan oleh faktor seperti kandungan protein dan lemak dalam bahan,

keberadaan senyawa krioprotektan, serta kondisi yang optimal saat proses pengolahan.

Jenis ikan merupakan salah satu faktor krusial dalam hal kualitas produk surimi akhir

yang dimiliki dan dapat dilakukan metode kombinasi antara beberapa jenis ikan untuk

menghasilkan kualitas produk akhir yang diharapkan.

Jenis ikan dengan karateristik kandungan lemak yang rendah, protein yang tinggi, dan

tidak berbau amis merupakan suatu bahan yang akan menghasilkan karateristik surimi

yang semakin optimal.

Penggunaan ikan bawal sebagai bahan dasar dalam pembuatan surimi bukanlah suatu

langkah yang tepat dalam menghasilkan produk surimi dengan kualitas yang baik.

Semarang, 27 Oktober 2015 Asisten Dosen :

Michael Heryanto Yusdhika Bayu .S (13.70.0004)

Page 20: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

[BBPMHP] Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 1987. Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.

[KIFTC] Kanagawa International Fisheries Training Centre. 1992. Science of Processing Marine Food Products. Volume II. Japan.

Ade Wiguna N.Y. 2005. Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karateristik Surimi yang Dihasilkan. SKRIPSI. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanan Bogor.

Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. 2006. Modul Diversifikasi Produk Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Andini YS. 2006. Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol(Euthynnus sp.) [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Benjakul, S., Visessanguan, W., Thongkaew, C. and Tanaka, M. 2004. Effect of Frozen Storage on Chemical and Gel-forming Properties of Fish Commonly Used for Surimi Production in Thailand. Food Hydrocolloids 19: 197-207.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wooton. 1981. A Course Manual in Food Science. Watson Ferguson & Co. Brisbane.

Djazuli, N et al. 2009. Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan “By-Catch” Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Institut Pertanian Bogor.

Ducept .F; T.de Broucker; J.M Soulie; G. Trystram; dan G. Cuvelier. 2012. Influence of The Mixing Process on Surimi Seafood Paste Properties and Structure. Journal of Food Engineering. ISSN 557-562.

Govindan TK. 1985. Fish Processing Technology. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co.Pvt.Ltd.

Haryati S. 2001. Pengaruh Lama Penyimpanan Beku Surimi Ikan Jangilus (Istiophorus sp) Terhadap Kemampuan Pembentukan Gel Ikan [skripsi]. Bogor: Program Studi

19

Page 21: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

20

Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

J.J Stine; L. Pedersen; S. Smiley; dan P.J Bechtel. 2012. Recovery and Utilization of Protein Derived From Surimi Wash-Water. Journal of Food Quality ISSN 1745-4557.

Lee C.M. 1994. Surimi Process Technology. Journal Food Technology 38 (11) : 69-80.Niwa E. 1992. Chemistry of surimi gelation. Di dalam. Lanier TC, Lee

CM, Editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc.

Lertwittayanon .K; Soottawat .B; Sajid .M; Angel B.E. 2013. Effect of Different Salts on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Suimi. Journal of Aquatic Research. Vol 5: No 10.

Olfa Mega. 2009. Pengaruh Leaching terhadap Komposisi Nutrisi Bakso Itik Talang Benih. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. ISSN 1978-3000.

Park JW. 2005. Surimi gel preparation and texture analysis for better quality control. Didalam. Sakaguchi M, Editor. 2004. More Efficient Utilization of Fish andFisheries Products. Editor. Proceedings of the International Symposium on theOccasion of the 70th Anniversary of the Japanese Society of Fisheries Scienc; Kyoto, 7-10 October 2001. Amsterdam: Elsevier

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. 2004. Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.

Sanchez A.M.M; C. Navarro; J.A. Perez-Alvarez, and V.Kuri. 2009. Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi. A Review of Food Science and Food Safety. Vol 8.

Wiliam R.C.V; Gustavo G.F; Carlos P. 2012. Comparisons of the Properties Whitemouth Croaker (Micropogoanis furnieri) Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Journal of Food and Nutritions Sciences. ISSN 1480-1483.

Page 22: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

21

Winarno F.G, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Zaitsev, V.; I. Kizevetter; L. Lagunov; T. Makarova; L. Minder & V. Podselalov. 1969. Fish Curing and Processing. MIR Publishers. Moscow.

Zayas JF. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer. Valey.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. 2006. Cryoprotective Effect of Trehalose and Sodium Lactate on Tilapia (Sarotherodon nilotica) Surimi Durimg Frozen Storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.

Page 23: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah=Luasatas−Luas bawah

mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948

Kelompok D1

Luas atas=13

36,5 (89+4 (186 )+2 (197 )+4 (180 )+99 )=24893 mm2

Luas bawah=13

36,5 ( 89+4 (38 )+2 (23 )+4 ( 47 )+99 )=6983,667 mm2

Luas area basah=24893−6983,667=17909,33 mm2

mg H 2O=17909,33−8,00,0948

=188832,63 mg

Kelompok D2

Luas atas=13

40 (124+4 (213 )+2 (227 )+4 (210 )+133 )=32040 mm2

Luas bawah=13

40 (124+4 (67 )+2 (54 )+4 (57 )+133 )=11480 mm2

Luas area basah=32040−11480=20560 mm2

mg H 2O=20560−8,00,0948

=216793,25 mg

Kelompok D3

Luas atas=13

32 ( 105+4 (129 )+2 (148 )+4 (146 )+88 )=16949,33 mm2

Luas bawah=13

32 (105+4 (25 )+2 (14 )+4 (27 )+88 )=4576 mm2

Luas area basah=16949,33−4576=12373,33 mm2

mg H 2O=12373,33−8,00,0948

=130435,97 mg

Kelompok D4

Luas atas=13

45 (121+4 (201 )+2 (211)+4 (204 )+90 )=33795 mm2

22

Page 24: Surimi_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

23

Luas bawah=13

45 (121+4 (34 )+2 (30 )+4 (32 )+90 )=8025 mm2

Luas area basah=33795−8025=25770 mm2

mg H 2O=25770−8,00,0948

=271751,05 mg

Kelompok D5

Luas atas=13

47 ( 95+4 (182 )+2 (201 )+4 (195 )+107 )=33095,04 mm2

Luas bawah=13

47 (95+4 (24 )+2 (20 )+4 (29 )+107 )=7114,18 mm2

Luas area basah=33095,04−7114,18=25980,86 mm2

mg H 2O=25980,86−8,00,0948

=273975,32 mg

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal