Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 1 Study Perencanaan Struktur Gedung Lantai Tinggi (Kantor PT. Halim Sakti Jl. HR Muhammad Surabaya) dengan Special Moment Resisting Frame ABSTRAK Pada tahun 2003 telah terbit dua peraturan terbaru yaitu SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung dan SNI 03- 1762-2002 tentang Tata Cara Perencanan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Dua peraturan ini berbeda dengan peraturan sebelumnya terutama dalam mendesain gedung dalam wilayah zone gempa tinggi. Perubahan peraturan ini dimaksud untuk meingikuti perkembangan ilmu dan tehnologi yang berkembang pesat dimana setelah kejadian gempa Northridge California tahun 1994 dan gempa Hyogoken – Nambu Kobe tahun 1995.Kedua peraturan ini mengambil ketentuan dan persyaratan dari UBC 1997 untuk pedoman ketahan gempa dan ACI 318 tahun 1999 dan ACI 318 – 1002 untuk pendetailan elemen struktur. Dengan memakai kedua peraturan tersebut perilaku struktur akibat gempa besar yang diperkirakan berulang dalam krun waktu 500 tahun dapat memberikan kenyamanan terhadap penghuni gedung. Sesuai dengan judul skripsi ini penyusun bertujuan untuk lebih mengetahui tentang peraturan baru penulis mencoba mengetahui lebih dalam dengan mencoba merancang kembali gedung PT Halim Sakti Jl HR Muhamad Surabaya menggunakan peraturan baru tersebut dengan tujuan agar bisa menerapkan kedua peraturan . ”Special Moment resisting frame (SMRF)” atau disebut juga ”Sistem Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)” yang di dalam peraturan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung terbaru SNI 03-2847-2002, adalah salah satu sistem perhitungan struktur yang digunakan untuk merencanakan gedung bertingkat pada daerah zone gempa tinggi. Dan dalam perancangan bangunan gedung ini akan menggunakan sistem tersebut diatas. Untuk memenuhi tujuan judul diatas, maka diasumsikan bahwa gedung tersebut didirikan pada zone gempa 5 diatas tanah lunak, sedangkan letak existing bangunan tersebut menurut peraturan gempa yang terbaru yaitu SNI 03-1726-2002, daerah Surabaya masuk dalam zone gempa 4 ( resiko gempa menengah). Perancangan bangunan gedung ini dengan sistem ”Special Moment Resisting Frame” menggunakan peraturan SNI 03-2847-2002 untuk perhitungan struktur beton dan SNI 03-1762-2002 untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa. Kata kunci : SMRF, SNI 03-2847-2002, SNI 03-1726-2002, analisa static ekuivalen 3 dimensi sengan program bantu SAP 2000 PENDAHULUAN Salah satu kriteria dalam merencanakan struktur bangunan bertingkat banyak atau Multi Storey Building adalah kekuatan dan perilaku yang baik pada struktur akibat beberapa tahapan pembebanan. Salah satu tahapan pembebanan yang kritis adalah pembebanan gempa. Akibat gempa bumi yang terjadi, struktur akan berespon
56
Embed
Study Perencanaan Struktur Gedung Lantai Tinggi (Kantor PT. Halim Sakti Jl. HR Muhammad Surabaya) dengan Special Moment Resisting Frame
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 1
Study Perencanaan Struktur Gedung Lantai Tinggi (Kantor PT. Halim Sakti Jl. HR Muhammad Surabaya) dengan Special Moment Resisting Frame
ABSTRAKPada tahun 2003 telah terbit dua peraturan terbaru yaitu SNI 03-2847-2002
tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung dan SNI 03-1762-2002 tentang Tata Cara Perencanan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Dua peraturan ini berbeda dengan peraturan sebelumnya terutama dalam mendesain gedung dalam wilayah zone gempa tinggi. Perubahan peraturan ini dimaksud untuk meingikuti perkembangan ilmu dan tehnologi yang berkembang pesat dimana setelah kejadian gempa Northridge California tahun 1994 dan gempa Hyogoken – Nambu Kobe tahun 1995.Kedua peraturan ini mengambil ketentuan dan persyaratan dari UBC 1997 untuk pedoman ketahan gempa dan ACI 318 tahun 1999 dan ACI 318 – 1002 untuk pendetailan elemen struktur. Dengan memakai kedua peraturan tersebut perilaku struktur akibat gempa besar yang diperkirakan berulang dalam krun waktu 500 tahun dapat memberikan kenyamanan terhadap penghuni gedung.
Sesuai dengan judul skripsi ini penyusun bertujuan untuk lebih mengetahui tentang peraturan baru penulis mencoba mengetahui lebih dalam dengan mencoba merancang kembali gedung PT Halim Sakti Jl HR Muhamad Surabaya menggunakan peraturan baru tersebut dengan tujuan agar bisa menerapkan kedua peraturan .
”Special Moment resisting frame (SMRF)” atau disebut juga ”Sistem Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)” yang di dalam peraturan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung terbaru SNI 03-2847-2002, adalah salah satu sistem perhitungan struktur yang digunakan untuk merencanakan gedung bertingkat pada daerah zone gempa tinggi. Dan dalam perancangan bangunan gedung ini akan menggunakan sistem tersebut diatas.
Untuk memenuhi tujuan judul diatas, maka diasumsikan bahwa gedung tersebut didirikan pada zone gempa 5 diatas tanah lunak, sedangkan letak existing bangunan tersebut menurut peraturan gempa yang terbaru yaitu SNI 03-1726-2002, daerah Surabaya masuk dalam zone gempa 4 ( resiko gempa menengah).
Perancangan bangunan gedung ini dengan sistem ”Special Moment Resisting Frame” menggunakan peraturan SNI 03-2847-2002 untuk perhitungan struktur beton dan SNI 03-1762-2002 untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa.
Kata kunci : SMRF, SNI 03-2847-2002, SNI 03-1726-2002, analisa static ekuivalen 3 dimensi sengan program bantu SAP 2000
PENDAHULUAN
Salah satu kriteria dalam merencanakan struktur bangunan bertingkat banyak atau
Multi Storey Building adalah kekuatan dan perilaku yang baik pada struktur akibat
beberapa tahapan pembebanan. Salah satu tahapan pembebanan yang kritis adalah
pembebanan gempa. Akibat gempa bumi yang terjadi, struktur akan berespon
2 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
terhadap gaya yang bekerja padanya sesuai dengan tingkat kekakuan struktur
tersebut hingga mencapai keruntuhannya.
Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, struktur diharapkan dapat berespon
dengan baik terhadap beban gempa yang bekerja pada struktur tersebut sehingga
dapat menjamin bangunan tersebut tidak rusak karena gempa-gempa kecil dan
gempa sedang serta tidak runtuh akibat gempa yang besar.
Pada tahun 2003 telah muncul peraturan baru yaitu SNI 03-2847-2002 tentang Tata
cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung. Peraturan ini berbeda
dengan peraturan yang lama terutama tentang desain beton bertulang tahan gempa.
Pada peraturan ini dikenalkan beberapa sistem perencanaan bangunan gedung
tahan gempa.
Salah satu sistem struktur yang dipakai dalam perencanaan bangunan tahan gempa
adalah Special Moment Resisting Frame dimana dalam peraturan baru SNI 03-
2847-2002 dikenal dengan nama Sistem Rangka Pemikul momen khusus.
Di dalam perencanaan struktur dengan Special Moment Resisting Frame,
komponen – komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya – gaya yang
bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial.
Di lapangan menunjukkan bahwa struktur yang direncanakan dengan baik terhadap beban gempa sesuai dengan peraturan yang ada dapat menahan beban gempa yang cukup besar. Hal ini disebabkan, pertama oleh karena struktur tersebut direncanakan dan didetail dengan baik sehingga dapat berdeformasi dengan baik. Kedua, berkurangnya respon struktur akibat berkurangnya kekakuan dan ketiga adalah akibat interaksi yang baik antara tanah dan struktur bangunan.
1.2 Permasalahan
Pada penulisan laporan teknik ini permasalahan yang akan diketengahkan dalam
perencanaan gedung Kantor PT Halim Sakti JL. HR Muhammad adalah “Bagaimanakah
merencanakan gedung bertingkat tersebut sesuai dengan konsep Special Moment
Resisting Frame” dan melakukan modifikasi letak bangunan pada wilayah gempa yang
berbeda.
1
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 3
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program studi di jurusan teknik sipil, fakultas teknik sipil Universitas
Narotama.
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir yang berjudul “Perencanaan Struktur
Gedung Kantor PT Halim Sakti Jl HR Muhammad Surabaya Dengan Special Moment
Resisting Frame” ini adalah :
1. Untuk lebih mengetahui dan mengenal tentang salah satu system struktur
bangunan tahan gempa yaitu “Special Moment Resisting Frame”. Pada
peraturan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton SNI03-2847-2002, dimana
system tersebut diatas dikenal sebagai Sistem “Rangka Pemikul Momen
Khusus”
2. Merancang sistem bangunan tahan gempa dengan struktur Building Frame
System dengan “Special Moment Resisting Frame” atau “Rangka Pemikul
Momen Khusus” yang menggunakan peraturan gempa terbaru SNI03-1726-
2002.
3. Menerapkan software SAP 2000 dalam hubungannya untuk menganalisa
struktur.
Menerapkan SNI03-2847-2002, sebagai peraturan yang digunakan dalam perancangan dan pendetailan semua elemen struktur , terutama ketentuan-ketentuan yang ada didalamnya.
TEORI PENUNJANG2.1. Konsep Desain Perencanaan
Sistem Struktur ”Special Moment Resisting Frame” adalah Sistem rangka ruang,
dimana komponen – komponen struktur dan join – joinnya menahan gaya-gaya yang
bekerja melalui aksi lentur, geser, dan aksial. ”Special Moment Resisting Frame”
haruslah dipakai di wilayah gempa kuat (wilayah gempa 5 dan 6) dan harus memenuhi
persyaratan desain pada SNI03-2847-2002 pasal 23.2 sampai dengan 23.7 disamping
pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku.
4 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, struktur diharapkan dapat berespon
dengan baik terhadap beban gempa yang bekerja pada struktur tersebut sehingga dapat
menjamin bangunan tersebut tidak rusak karena gempa-gempa kecil dan gempa sedang
serta tidak runtuh akibat gempa yang besar. Karena itu dalam Sistem ”Special Moment
Resisting Frame” untuk menjamin hal tersebut diatas maka struktur haruslah memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
1. Daktilitas Struktur
Daktilitas struktur gedung pada peraturan lama SNI T – 15
dinyatakan dalam faktor jenis struktur K, SNI 1726 sekarang memakai 2
parameter daktilitas struktur yaitu faktor daktilitas simpangan μ dan
faktor reduksi gempa R. μ menyatakan ratio simpangan diambang
keruntuhan δm dan simpangan pada terjadinya pelelehan pertama. R
adalah ratio beban gempa rencana dan beban gempa nominal. R ini
merupakan indikator kemampuan daktilitas struktur gedung.
Untuk struktur Spesial moment Resisiting Frame R ditentukan
sebesar 8,5 dengan μ sebesar 5,3 yang berarti bahwa kinerja struktur
gedung pada taraf daktail penuh.
2. Kinerja Struktur gedung.
a. Kinerja Batas Layan
Kinerja Batas Layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan
antar tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk
membatasinya terjadi pelelahan antar tingkat ini harus dihitung dari
simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal
yang telah dibagi Faktor Skala.
Untuk memenuhi kinerja batas layan struktur gedung maka simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak melampaui
ixhR
03,0 (SNI 03-1726-2002 Ps. 8.1.2)
S ixhR
03,0 baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping
untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan
b. Kinerja Batas Ultimit
Kinerja batas ultimit ditentukan oleh simpangan dan simpangan
antar-tingkat maksimum struktur akibat pengaruh gempa rencana dalam
9
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 5
kondisi struktur di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi
kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa dan untuk mencegah benturan berbahaya antar
gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela
pemisah (sela delatasi).
Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal dikalikan suatu faktor pengali .Untuk gedung beraturan didapatkan :
= 0.7 R
R = 8.5M = S
M tidak boleh melibihi daripada 0.02 kali tinggi antar tingkat ( SNI 03-1726-2002 pasal 8.2.2 )
M ih02.0M 300002.0 xM 60 mm
3. Pemakaian Probabel Kekuatan Momen Max, Mpr
Untuk menaksir gaya geser rencana Ve yang berkerja dimuka
hubungan balok kolom ( HBK ) baik di ujung – ujung balok ( SNI 03-2847-
2002 pasal23.3.4.(1) ) maupun dikolom ( SNI03-2847-2002 pasal 23.4.5.(1)
) harus dicapai dengan menggunakan Mpr di muka HBK dengan asumsi
terjadi tegangan tarik tulangan memanjang sedikitnya 1,25 fy dengan = 1.
Khusus untuk kolom ( yang kena beban axial > Ag.fc’/10 ), Mpr adalah nilai
momen balans dari diagram interaksi yang dipakai.
4. Pedoman Perhitungan Kuat Lentur Kolom.
Sesuai filosofi “Capacity Design”, maka SNI 03-2847-2002 pasal
23.4.(2) mensyaratkan Me Mg,. Me adalah kuat lentur nominal
kolom yang merangka pada hubungan balok kolom. Dan Mg adalah kuat
lentur nominal balok yang merangka pada HBK (termasuk konstribusi
tulangan di lebar efektif balok T ). Me dicari dari gaya axial terfaktor yang
berbentuk hoop seperti diatur SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.4. harus
6 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
dipasang dalam HBK , kecuali bila HBK tersebut dikekang oleh komponen
struktur sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.5.2.(2).
Di HBK yang keempat mukanya terdapat balok-balok dengan lebar
setidak-tidaknya selebar 3/4 lebar kolom, harus dipasang tulangan
transversal setidaknya separuh yang disyaratkan oleh SNI 03-2847-2002
pasal 23.4.4.(1) dan S < 0,25 h atau 150 mm. Namun pada kolom tengah ini
memiliki lebar balok yang merangka pada HBK ( hubungan balok kolom )
b = 400 mm < ¾ h kolom = ¾ x 600 = 450 mm.
Maka sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.5.2.(1) tulangan transversal
dalam HBK dapat digunakan tulangan yang terpasang pada ujung kolom
sebesar Ash.
Sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.5.(3) pada tiap Hubungan Balok
Kolom perlu diperiksa kuat geser nominal yang harus lebih besar dari gaya
geser yang mungkin terjadi.
2.2.Asumsi Perencanaan
Dalam memodifikasi perancangan gedung Kantor PT Halim Sakti JL HR Muhammad, ini dipakai sistem struktur Special Moment Resisting Frame. Asumsi –asumsi perencanaan yang digunakan adalah :
a. Perancangan struktur hanya meliputi struktur atas dan bawah.
b. Pondasi ( stuktur bawah ) diasumsikan dalam kondisi perletakan terjepit
sempurna dan terletak pada tanah lunak.
c. Struktur diasumsikan terletak dalam zone gempa kuat (zona 5).
d. Elemen struktur dari beton bertulang dengan mutu beton dan tulangan
direncanakan sesuai dengan batas – batas dalam SNI03-2847-2002.
2.3. Peraturan Yang Digunakan
Pedoman peraturan yang digunakan dalam modifikasi perancangan struktur dengan Special Moment Resisting Frame ini ini adalah sebagai berikut :
a. SNI03-2847-2002, digunakan sebagai pedoman perhitungan Struktur dan
pendetailan semua elemen struktur.
b. SNI03-1726-2002 , digunakan sebagai pedoman untuk perancangan gempa
yang bekerja dalam suatu struktur.
c. PPIUG 1983, digunakan sebagai pedoman pembebanan struktur.
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 7
d. PBI 1971, dipakai untuk mencari gaya-gaya dalam pada plat lantai atau atap.
2.4. Pembebanan
Jenis pembebanan yang diperhitungkan dalam perencanaan gedung ini adalah
beban vertikal dan beban horisontal. Pada tahap analisa gaya-gaya dalam pada struktur
utama dilakukan pembebanan dengan beberapa kombinasi pembebanan sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam SNI03-2847-2002.
2.4.1. Beban Vertikal
2.4.1.1. Beban Mati (PPIUG ’83 pasal 2)
Beban mati mencakup semua bagian dari struktur gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesain, mesin-mesin serta peralatan
tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung itu. Beban mati ini dihitung
berdasarkan tabel 2.1 PPIUG ’83.
2.4.1.2 Beban Hidup (PPIUG ’83 pasal 3)
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian dan
penggunaan gedung tersebut serta kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang
berasal dari barang-barang yang dapat dipindahkan, mesin-mesin serta peralatan yang
tidak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gedung dan dapat diganti
selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut. Khususnya pada atap yang dikategorikan beban
hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun
akibat tekanan jatuh butiran air.
2.4.2.Beban Horisontal
2.4.2.1 Beban Angin (PPIUG ’83 pasal 4)
Mencakup semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam perencanaan ini beban horisontal
akibat tekanan angin diabaikan, karena pengaruhnya relatif kecil dibandingkan dengan
beban horisontal akibat gempa.
8 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
2.4.2.2 Beban Gempa (SNI 03 – 1726 - 2002)
Mencakup semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang meniru pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dengan
menganalisa gedung secara 3 dimensi menggunakan metode Respons Spektrum
Analisis, dimana gedung dikenakan spektrum percepatan respon gempa rencana yang
dihitung menurut diagram respon spektrum gempa rencana wilayah gempa 4.
2.4.3.Kombinasi Pembebanan
Sesuai dengan ketentuan yang telah tercantum pada SNI03-2847-2002, digunakan sebagai pedoman perhitungan Struktur dan pendetailan semua elemen struktur. , agar struktur dan komponen dari struktur memenuhi syarat dan ketentuan yang laik pakai terhadap bermacam-macam kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi pada bangunan ini, maka harus dipenuhi ketentuan dari faktor pembebanan sebagai berikut (SNI 03-2847-2002 pasal 11.1.2) :
U = 1,4 D
U = 1,2 D + 1,6 L
U = 1,2 D + 1,0 + 1,0 E
U = 0,9 D + 1,0 E
U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W
U = 0,9 D + 1,6 W
METODOLOGI PENELITIANMetodologi pembahasan
Untuk analisa struktur pada gedung ini ada beberapa cara yang digunakan, antara lain
:
Pengumpulan data berupa gambar-gambar konstruksi, atau pembebanan, data tanah,
dan data mengenai peraturan yang digunakan
Pada perhitungan gaya-gaya dalam pelat lantai dan pelat atap yang berbentuk
persegi digunakan koefesien momen dari PBI-71 pasal 13.3 dan tabel 13.3.2.
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 9
Untuk mendapatkan gaya-gaya dalam dari balok anak digunakan bantuan paket
program SAP 2000, sedang penulangannya berdasarkan SNI03-2847-2002.
Struktur tangga dihitung sebagai pelat dengan perletakan sendi dan rol sehingga
struktur ini tidak berpengaruh kekakuannya terhadap struktur utama, sedang
penulangannya berdasarkan SNI03-2847-2002.
Struktur utama dimodelkan sebagai struktur open frame 3 dimensi (Space frame),
karena kekakuan dalam arah bidang dari kebanyakan lantai beton cukup tinggi,
perhitungan gaya-gaya dalam digunakan program SAP 2000 3 dimensi.
Hasil perhitungan dituangkan dalam bentuk gambar kerja rencana
HASIL DAN PEMBAHASANStruktur sekunder yang merupakan bagian dari keseluruhan struktur akan memberikan pengaruh terhadap struktur utama sebagai beban. Dalam perencanaan desain gempa, struktur sekunder merupakan komponen struktur yang tidak diproporsikan untuk menerima beban lateral akibat gempa, sehingga dalam perhitungannya struktur sekunder dapat direncanakan dan dianalisa secara terpisah dari struktur utama yang merupakan penahan gaya lateral gempa.
Dengan kata lain keberadaan struktur sekunder diharapkan tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap perilaku struktur secara keseluruhan. Struktur sekunder yang akan dibahas didalam bab ini meliputi pelat dan tangga dan balok anak.
4.2 Perencanaan Pelat
4.2.1 Umum
Pelat ini direncanakan untuk menerima beban mati (DL) yang merupakan berat sendiri pelat dan unsur – unsur diatasnya, dan beban hidup (LL) yang diatur dalam Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia berdasarkan fungsi gedung.Pelat yang akan direncanakan berikut ini adalah pelat lantai mulai dari lantai 2 sampai 10 dan pelat atap.
10 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
A B
C
F
D E
Gambar 4.1. Denah Plat Lantai 1 – 10
A B
C
F
D E
`Gambar 4.2. Denah Plat Atap
4.2.2 Pemodelan dan Analisa Momen Pelat
Pada pemodelan, pelat dianggap terjepit elastis pada sisinya.
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 11
Momen-momen yang terjadi pada pelat dapat dihitung dengan menggunakan Tabel
13.3.2. Peraturan Beton Indonesia 1971.
4.2.3 Data Perencanaan Mutu beton fc’ = 30 Mpa
Mutu baja fy = 240 Mpa
Tebal pelat yang direncanakan = 12 cm
Diameter tulangan direncanakan :
Tulangan arah x menggunakan D-10
Tulangan arah y menggunakan D-10
Tulangan susut dan tulangan pembagi D-8
Decking atap ( 40 mm )
Decking lantai ( 20 mm )
1 = 0,85
= 0,8
4.2.4 Pembebanan pelat.Pembebanan pelat terdiri dari 2 yaitu beban mati dan beban hidup. Kombinasi
pembebanan yang ditinjau sesuai dengan SNI03-2847-2002a. Beban dari Pelat Atap
Beban mati:
- Berat sendiri pelat = 0,12 x 2400 = 288 kg/m2
- Plafond + pengantung = 18 kg/m2
- Instalasi pipa dan AC = 40 kg/m2
- Finishing atap = 0,02 x 14 = 28 kg/m2 +
Beban mati total (D) = 374 kg/m2
Beban hidup :
- Beban hidup perkantoran = 100 kg/m2
- Beban akibat air hujan = 20 kg/m2 +
Beban hidup total (L) = 120 kg/m2
Beban Ultimate qu = 1,2 D + 1,6 L
= 1,2 x 374 + 1,6 x 120 = 640,8 kg/m28
b. Beban dari Pelat Lantai 2 – 5 & 7 - 9
Beban mati ( D ) :
- Berat sendiri pelat = 0,12 x 2400 = 288 kg/m2
31
12 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
- Plafond + pengantung = 18 kg/m2
- Instalasi pipa dan AC = 40 kg/m2
- Spesi = 0,03 x 2100 = 63 kg/m2
- Tegel = 2 x 24 = 48 kg/m2 +
Beban mati total (D) = 457 kg/m2
Beban hidup ( L ) :
- Beban hidup perkantoran = 250 kg/m2 +
Beban hidup total (L) = 250 kg/m2
Beban Ultimate qu = 1,2 D + 1,6 L= 1,2 x 457 + 1,6 x 250 = 948,4 kg/m2
c. Beban dari Pelat Lantai untuk ruang serbaguna ( lantai 6 )
Beban mati ( D ) :
- Berat sendiri pelat = 0,12 x 2400 = 288 kg/m2
- Plafond + pengantung = 18 kg/m2
- Instalasi pipa dan AC = 40 kg/m2
- Spesi = 0,03 x 2100 = 63 kg/m2
- Tegel = 2 x 24 = 48 kg/m2 +
Beban mati total (D) = 457 kg/m2
Beban hidup ( L ) :
- Beban hidup = 400 kg/m2 +
Beban hidup total (L) = 400 kg/m2
Beban Ultimate qu = 1,2 D + 1,6 L= 1,2 x 457 + 1,6 x 400 = 1188,40 kg/m2
4.2.5 Pemodelan Dan Analisa Momen Pada PelatPada permodelan pelat dalam tugas akhir ini , pelat dianggap terjepit elastis pada keempat
sisinya. Hal ini disebabkan pada tepi-tepi pelat terjadi perputaran sudut. Pertimbangan lain asumsi ini adalah bila pelat dianggap jepit penuh maka momen-momen yang terjadi sebagian besar akan diterima oleh tumpuan sehingga momen lapangan lebih kecil. Padahal sebenarnya tepi pelat dapat berputar.
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 13
Untuk penentuan besarnya momen-momen yang terjadi akibat beban merata dianalisa dengan menggunakan tabel 13.3.1 PBI 1971.
Langkah –langkah mencari momen dengan tabel 13.3.1 : Dihitung beban – beban yang bekerja pada pelat ( qu kg/m2 )
4.2.6 Penulangan PelatLangkah – langkah dalam perhitungan penulangan lentur adalah sebagai berikut :1. Diberi data mengenai mutu beton (fc’), mutu baja (fy), decking serta diameter tulangan yang
akan dipakai.
2. Hitung momen yang bekerja pada pelat dengan menggunakan Tabel 13.3.2.
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 17
Kontrol jarak tulangan pelat ;
Kontrol spasi tulangan plat sebagaimana pada peraturan SNI03-2847-2002 pasal
12.5(4) disebutkan :
Jarak tulangan 3 x tebal plat
200 mm 3 x tebal plat = 3x120 = 360 mm ………Oke !
B. Kebutuhan Tulangan Arah Y
Perhitungan Penulangan
Muly = Muty = 2372,138 N m
dx = 120 - 20 – 10 – (0.5 x 10) = 88 mm
2d x b x
MuRn
0.38388 x 1000 x 8,0
1000 x 2371,1382Rn
9.41230 x 0,85
240m
fy
mxnR x 2-1-1 x
m
1perlu
0,0016240
9.4120.383 x 2-1-1 x
9.412
1
xperlu
min alternatif = 4/3 analisa
= 4/3 x 0,0016 = 0,00214
Perhitungan Kebutuhan tulangan
karena perlu < min
min alternatif > min , maka dipakai min alternatif
As = min alternatif x b x d
= 0,00214 x 1000 x 85
18 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
= 188,62 mm2
Jadi dipasang tulangan 8 – 200 (Aspakai = 251,2 mm²)
Kontrol jarak tulangan pelat ;
Kontrol jarak tulangan plat sebagaimana pada peraturan SNI 03-2847-2002 pasal
12.5(4) disebutkan :
Jarak Tulangan 3x tebal plat
250 mm 3 x tebal plat = 3x120 = 360 mm ………Oke !
Gambar. Sket Penulangan Plat Lantai
Untuk perhitungan penulangan pelat yang lain dilampirkan dalam tabel 4.1 berikut ini :
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 19
20 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
4.3. Perencanaan Tangga
4.3.1 Umum Pada Perencanan ini jenis tangga hanya yang ada hanya terdiri 1 type (dapat dilihat pada
gambar). Untuk perhitungan tangga dimodelkan dimana ujung perletakan pada pelat dianggap sebagai sendi dan perletakan bordes dianggap rol dengan anggapan tangga merupakan unsur sekunder yang tidak mempengaruhi kekuatan struktur secara keseluruhan.
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 21
Gambar. Denah Tangga
4.3.2 Perencanaan Dimensi Tangga- tinggi tingkat (elevasi antar lantai 1-lantai 2 s/d 9) = 280 cm
- tinggi bordes = 210 cm
- panjang injakan ( I ) = 29.6 cm
- tinggi Injakan ( T ) = 14 cm
- Jumlah tanjakan (nT) nT = 14
210= 15 buah
- Jumlah injakan (nI) nI= nT – 1 = 15 -1 = 14 buah
22 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
- Panjang horisontal tangga = 29.6 x 14 = 414
- Panjang miring tangga = 22 150240 = 283,02 cm
- Sudut kemiringan tangga = arc tan 240
150= 32o
Gambar. Permodelan Struktur Tangga
- Tebal plat direncanakan = 15 cm
- Tebal plat bordes = 15 cm
- Luas 1 anak tangga = ½ x 29.6 x14 = 207,2 cm2
- Panjang miring anak tangga = a = 22 146.29 = 32.74 cm
- Tebal rata –rata anak tangga ( h )
h = 74.32
6.29145.0 xx= 6.33
- Tebal plat rata-rata ( t ) t = 15 + 6.33 = 21.33 cm
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 23
t rata-rata 16,67
30 cm
a = 34,32
15 cm
h cm
Gambar Penampang Tangga
4.3.3 Pembebanan Pada Tanggaa. Pelat Tangga
Beban Mati :pelat tangga : 0,2133 x1.10 x 2400 = 588,19 kg/mtegel (t=2 cm) : 0,02 x1.10 x 2200 = 48.40 kg/mspesi (t=3 cm) : 0,03 x 1.10 x 2100 = 69.30 kg/msandaran : 0,08 x 1.00 x 2400 = 192.00 kg/m +
DL = 897,89 kg/m
Beban Hidup : LL = 300 x 1.10 = 330 kg/m
b. Pelat BordesBeban mati :
pelat bordes : 0,15 x 1.10 x 2400 = 396.00 kg/mtegel (t=2 cm) : 0,02 x 1.10 x 2200 = 48.40 kg/mspesi (t=3 cm) : 0,02 x 1.10 x 2100 = 69.30 kg/m
DL = 513.70 kg/m
Beban Hidup : LL = 300 x 1,10 = 330 kg/mGambar Pembebanan tangga :
24 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
Gbr. Pembebanan Tangga Untuk Beban Mati ( DL )
Gbr. Pembebanan Tangga Untuk Beban Hidup ( LL )4.3.4. Penulangan Tangga Data- data perencanaan sebagai berikut :
Tebal pelat tangga = 150 mm
Tebal pelat bordes = 150 mm
Penutup beton = 20 mm
Tulangan pokok = D16
Tulangan pembagi = 10
dy Tangga = 150 – 20 – ( 0,5 x 16 ) = 122 mm
dy Bordes = 150 – 20 – ( 0,5 x16 ) = 122 mm
= 0,8
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 25
Kemudian disubstitusikan persamaan (2) ke (1) diperoleh
Mn =. Mn = sA . yf (d - dbf
f
c
y ).85,0
.(2 '
)....................................(3)
Dengan membagi persamaan (3) dengan bd2 didapatkan koefisien lawan yang
dinyatakan dengan Rn dan menuliskan
m = '85,0 fcx
fy
kemudian
Rn = 2bxd
Mn= )..
2
11(. mf y ..........................................................(4)
Dengan memecahkan pangkat dua pada persamaan (4) maka didapatkan kebutuhan
tulangan tarik
34 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
perlu=
fy
xRnxmx
m
211
1………. Desain Beton Bertulang; Edisi 4
ChuKiaWang, Charles G.Salmon, hal 55
Penulangan pada tumpuan
Mu =134.207.600 N-mm
Mn = 8,0
0134.207.60= 167.759.500 N.mm
Rn = 2xbxd
Mu
=
2bxd
Mn
Rn = 2bxd
Mn=
25,440350
0167.759.50
x= 2,47
perlu=
fy
xRnxmx
m
211
1………. Desain Beton Bertulang; Edisi 4
ChuKiaWang, Charles G.Salmon, hal 55
perlu =
390
29,1547,2211
29,15
1 xxx = 0,00667
min =fy
4,1=
390
4,1= 0,00359
perlu > min , maka pakai = 0,00667
Tulangan perlu
sA perlu x b x d = 0,00667 x 350 x 440,5= 1028,35 mm2
Sehingga tulangan terpasang untuk menahan momen negatif:
sA = 4 D19 ( sA pakai = 1133,54 mm2 )
Kemampuan penampang terhadap momen negatif yang bekerja :
bf
fAa
c
ys
'85,0
.
3503085,0
39054,1133
a = 49,53 mm
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 35
Mn = sA . yf (d -2
a)
Mn = 0,8 x 1133,54 x 390 (440,5 - 2
53,49)
Mn = 147.030.702,6 N.mm > Mu = 134.207.600 N-mm ......OK
(kemampuan penampang > beban momen yang dipikul)
Perhitungan Lentur Balok Induk daerah Lapangan
Pada balok di daerah lapangan momen yang terjadi akibat kombinasi
pembebanan yang ada didaerah lapangan merupakan momen yang menyebabkan bagian
atas balok sebagai daerah tekan. Kondisi ini mendasari penulangan lapangan dilakukan
dengan memasukkan peranan kuat tekan beton pada pelat lantai. Sehingga perencanaan
penulangan menggunakan asumsi penampang beton sebagai balok-T. Mu di daerah
lapangan = 141.436.400 N.mm
Periksa apakah tinggi a lebih besar dari tebal pelat :
Penentuan lebar efektif (be) : be = bw + 0.5 x Lx
= 35 + (0.5 x 300)
= 185 cm
be = 8 t
= 96 cm (menentukan)
be = Lb/4
= 560/4 = 140 cm
Diambil 96 cm = 960 mm (menentukan)
A
wb
S
fyA +sT =
h
b
Xt a C
d
e
Gambar 6.5. Analisa Penampang T palsu
h
bw
be
t
003,0c
ys
'.85,0 cf
36 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
C = 0,85 x 'cf x be x a
T = As . fy
Mn = C.(d -2
a)
ec
ys
bf
fAa
'85,0
.
Momen Nominal yang bekerja :
Mn =
Mu=
8,0
0141.436.40= 176.795.500mm
Cek apakah balok T asli atau palsu ?
a diambil lebih kecil daripada tebal plat a = 110 mm
C = 0,85 x 'cf x be x a
C = 0,85 x 30 x 960 x 110 = 2.692.800 N
Mn = C.(d -2
a)
Mn = 2.692.800 x (440,5 -2
110) = 1.038.074.400 N.m >141.436.400 N.mm
Oleh karena Mn yang diperlukan melampaui momen nominal yang bekerja maka harga
a masih dibawah t (tebal plat). Maka balok merupakan balok T palsu dan dihitung
sebagai balok persegi dimana b = be
Rn = 2xbxd
Mu
=
2bxd
Mn
Mn =
Mu=
8,0
0141.436.40 = 176.795.500N-mm
Rn = 2bxd
Mn=
25,440960
0176.795.50
x= 0,949
perlu=
fy
xRnxmx
m
211
1………. Desain Beton Bertulang; Edisi 4
ChuKiaWang,
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 37
Charles G.Salmon, hal 55
perlu =
390
29,15949,0211
29,15
1 xxx = 0,0353
min =fy
4,1=
390
4,1= 0,00359
perlu > max , maka pakai max = 0,0252
sA max x b x d = 0,0252 x 960 x 440,5= 10.656,57 mm2
pada perhitungan balok T jika memakai max sesuai ketentuan diatas akan
menghasilkan luas tulangan yang sangat besar. Dengan tujuan menghemat tulangan
maka dipakai alternatif yang diberikan SNI 03-2847-2002 Ps. 12.5.1). Pasal tersebut
menyebutkan bahwa untuk komponen struktur lentur dimana berdasarkan analisis
diperlukan tulanagn tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang dari :
Asmin =fy
cf
4
x bw x d dan tidak boleh kecil dari
Asmin =fy4
4,1bwd
Asmin =3904
30
xx350x440,5 = 541,31 mm
sA = 3 D19 ( sA pakai = 850,16 mm2 )
Dipakai sA = 6 D19 ( sA pakai = 850,16 mm2 )
Kemampuan penampang terhadap momen negatif yang bekerja :
bf
fAa
c
ys
'85,0
.
3503085,0
39016,850
a = 37,15 mm
Mn = sA . yf (d -2
a)
Mn = 0,8 x 1133,54 x 390 (440,5 - 2
15,37)
Mn = 111.915.572,5 N.mm < Mu = 141.436.400 N-mm (kemampuan penampang <beban momen yang dipikul)Di coba memakai min = 0,00359
sA min x b x d = 0,00359 x 960 x 440,5= 1518,14 mm2
38 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14
Dipakai As = 6 D19 ( As pakai = 1700,31 )
Kemampuan penampang terhadap momen negatif yang bekerja :
bf
fAa
c
ys
'85,0
.
3503085,0
39031,1700
a = 74,3 mm
Mn = sA . yf (d -2
a)
Mn = 0,8 x 1700,31,54 x 390 (440,5 - 2
3,74)
Mn = 213.975.585.852 N.mm > Mu = 141.436.400 N-mm ......OK
(kemampuan penampang > beban momen yang dipikul)
Tulangan ini diperlukan untuk daerah tarik saja yaitu pada bagian bawah
balok, tetapi SNI 03-2847-2002 Ps. 23.3.2.(1). mensyaratkan minimal dipasang 2 tulangan menerus baik untuk bagian atas maupun bawah balok. Maka tulangan pada bagian atas balok pada daerah lapangan dipasang 2 D 16.
Penulangan Balok
Lapangan tumpuan
4.4.2.2. Perhitungan Tulangan Geser Balok Anak A’ lantai 2-5 & 7-10
Dari Out Put Sap 2000 didapatkan Vutumpuan = 128.041 N
Vulapangan = 57.848 N
Vu pada tumpuan dapat diambil sejarak d dari muka tumpuan yaitu sebesar 440,5 mm
(SNI 03-2847-2002 pasal 13.1.3.(1))
Sehingga Vutumpuan = 128.041 N
Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 39