STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Ulfa Qurniawati NIM. M0406063 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN Oleh: Ulfa Qurniawati NIM M0406063
54
Embed
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) Skripsi/Studi... · Karyotipe diperoleh dari sel mitosis pada ujung akar yang tetap dipertahankan dalam tahap prometafase. Penyiapan preparat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.)
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Ulfa Qurniawati
NIM. M0406063
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
SKRIPSI
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.)
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Oleh:
Ulfa Qurniawati
NIM M0406063
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Tanda Tangan
Pembimbing I : Nita Etikawati, M. Si
NIP 197104261997022001
.............................
Pembimbing II : Solichatun, M. Si.
NIP 197102211997022001
.............................
Surakarta, Juli 2010
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si.
NIP 195003201978032001iii
PENGESAHAN
SKRIPSI
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.)
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Oleh :
Ulfa Qurniawati
NIM M0406063
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
Pada tanggal 22 Juni 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat Surakarta, Juli 2010
Penguji I
Suratman, M. Si.
NIP 198007052002121002
Penguji II
Dra. Marti Harini, M. Si.
NIP 195403231985032001
Penguji III
Solichatun, M. Si.
NIP 197102211997022001
Penguji IV
Nita Etikawati, M. Si
NIP 197104261997022001
Dekan FMIPA
Prof. Drs. Sutarno, M. Sc., Ph. D
NIP 196008091986121001
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si.
NIP 195003201978032001iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah
diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, Juni 2010
Ulfa Qurniawati
NIM M0406063v
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker. )
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Ulfa Qurniawati
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Canna edulis Ker. (ganyong) merupakan herba perennial yang
menghasilkan pati dalam jumlah besar dari rhizomanya. Canna jenis ini dikenal
sebagai edible Canna. Panjang rhizome ganyong dapat tumbuh mencapai 60 cm.
Tepung ganyong adalah tepung yang putih dengan kandungan serat rendah,
rasanya lebih enak dan mengandung beberapa nutrisi yang bisa dimanfaatkan
dalam produksi makanan. Di Indonesia terdapat dua kultivar ganyong, yang
pertama adalah kultivar merah yang juga dikenal sebagai edulis dark dan kultivar
putih. Kedua kultivar menunjukkan variasi dalam spesies Canna edulis Ker. Pada
kenyataannya, kultivar putih adalah jenis yang telah digunakan secara luas sebagai
sumber pati komersial. Perbaikan kualitas dan kuantitas suatu tanaman dapat
dilakukan melalui usaha pemuliaan tanaman. Informasi sitogenetik merupakan
salah satu faktor penting dalam usaha pemuliaan tanaman.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis, jumlah kromosom dan perbedaan karyotipe antar masing-
masing kultivar Canna edulis Ker. Pengamatan yang dilakukan adalah pada
morfologi kromosom yang meliputi jumlah, panjang absolut(PA), centromeric
index (Ci), haploid chromosome lenght (HCL), asimetry index (Asl%) dan
perbandingan lengan (L/S) kemudian disusun dalam suatu rumus karyotipe.
Karyotipe diperoleh dari sel mitosis pada ujung akar yang tetap dipertahankan
dalam tahap prometafase. Penyiapan preparat ujung akar dibuat semi permanen
berdasarkan metode squash acetoorcein. Sel prometafase diamati menggunakan
mikroskop cahaya Olympus CH-M045 dan difoto menggunakan kamera digital
Nikon Coolpix L20.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum pembelahan mitosis
pada Canna edulis Ker. adalah pukul 05.45-06.30. Kedua kultivar Canna edulis
Ker. memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu, 2n=18 dengan rumus karyotipe
yang berbeda. Rumus karyotipe pada kultivar merah 2n= 12m+4sm+1st+1t pada
kultivar putih 2n= 10m+ 8sm. Kromosom pada Canna edulis Ker. kultivar merah
dan kultivar putih didominasi oleh kromosom metasentris. Kromosom pada
Canna edulis Ker kultivar putih memiliki panjang absolut (PA) yang lebih besar
daripada kromosom pada kultivar merah.
Kata kunci: Canna edulis Ker., karyotipe, kromosomvi
KARYOTYPE STUDY OF Canna edulis Ker.
FOR PLANTS BREEDING
Ulfa Qurniawati
Biology Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT Canna edulis Ker. (Ganyong) is a perennial herba that produce large
amount of starch from their rhizomes. This type of Canna had been known as
edible canna. Rhizome of ganyong can be grow up to 60 cm long. Ganyong starch
is shiny starch with low fiber, had better taste and contain some nutrition that
applicable to food production. In Indonesia there are two cultivar of ganyong, one
is red or well known as edulis dark and the other ones white cultivar. Both cultivar
showed genetic variation in Canna edulis Ker. spesies. In fact, white cultivar was
widely used as source of commercial starch. Improvement quality and quantities
of plants can be done through breeding program. Cytogenetic information is an
essential factor in breeding program.
The aims of this study were found optimum time for mitosis division,
chromosome number and differences karyotype from each cultivar of Canna
edulis Ker. Observation were recorded on chromosome morphology, there is
number, absolute lenght (PA), centromeric index (Ci), haploid chromosome
lenght (HCL), asimetry index (Asl%) and arm ratio (L/S) then made in a
karyotype formula. Karyotypes were prepared from mitosis cell of root tips that
arrested in prometaphase phase. Slide preparation of root tips was made up semi
permanent according to acetoorcein squash methode. Prometaphase cells were
observed using light microscope and then photographed using digital camera.
The result showed that optimum time for mitosis division of Canna edulis
Ker. have been done at 05.00-06.30 am. Both kultivar had same number of
chromosome, 2n= 18, with difference in karyotype formula. Karyotype formula in
dark purple cultivar was 2n= 12m+4sm+1st+1t and white cultivar was 2n= 10m+
8sm. Both cultivar had metacentric chromosomes as dominan chromosomal
shape. Chromosome in white cultivar of Canna edulis Ker. have absolute lenght greater than chromosome in dark purple cultivar.
Kebutuhan bahan pangan terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini
berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk. Bahan pokok seperti
tepung terigu juga terus mengalami peningkatan. Di Indonesia kebutuhan tepung
terigu mencapai 15.968 ton per bulan. Data dari Badan Pusat Statistik
menyebutkan bahwa impor tepung terigu selama Januari 2010 sebanyak 60.029
ton. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 275,9% dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Sebagian besar gandum yang menjadi bahan baku dalam pembuatan terigu adalah hasil impor (Sudrajat, 2005; Zuhri, 2010).
Ganyong (Canna edulis Ker.) merupakan salah satu sumber pangan
alternatif sebagai pengganti tepung terigu. Vimala dan Nambisan (2005)
menyebutkan bahwa tepung yang dibuat dari umbi ganyong memiliki tekstur yang
lebih lembut, warna lebih putih dan memiliki serat yang lebih tinggi. Pati ganyong
mengandung 80% karbohidrat, tingginya kadar karbohidrat ini dapat dijadikan
bahan untuk pembuatan sirup glukosa melalui proses hidrolisis asam. Selain bisa
digunakan sebagai alternatif bahan pangan pati ganyong juga bisa diolah menjadi
bioetanol melalui hidrolisis asam dan fermentasi telah dilakukan oleh Sukandar
dan Putri (2008). Hal ini ditegaskan pula oleh Pramono (2009) bahwa umbi
ganyong yang selama ini diketahui hanya sebagai makanan selingan atau tepung
terigu ternyata juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti
minyak tanah dan bensin.2
Ganyong mudah dibudidayakan dan mampu tumbuh baik meskipun dalam
kondisi liar. Salah satu dasar upaya dalam budidaya ganyong adalah melalui usaha
pemuliaan tanaman. Usaha pemuliaan tanaman bisa dilakukan melalui metode
konvensional dan modern. Salah satu usaha pemuliaan tanaman adalah dengan
memanfaatkan informasi sitogenetik. Ketersediaan informasi awal mengenai
jumlah, bentuk dan tingkat ploidi sangatlah penting (Yulianty, 2006; Pramono,
2009).
Karyotipe pada ganyong perlu diketahui karena informasi tentang karyotipe
ganyong belum tersedia. Studi karyotipe merupakan salah satu usaha dalam
konservasi genetik plasma nutfah. Selain untuk upaya konservasi, studi karyotipe
pada ganyong akan sangat berguna sebagai dasar pemuliaan tanaman karena nilai
penting yang dimiliki oleh tanaman tersebut. B. Perumusan Masalah
1. Kapan waktu optimum pembelahan mitosis ganyong?
2. Berapa jumlah set kromosom ganyong?
3. Bagaimana karyotipe pada ganyong kultivar merah dan ganyong kultivar
putih?
C. Tujuan Penelitian
1. Menentukan waktu optimum pembelahan mitosis ganyong.
2. Mengetahui jumlah set kromosom ganyong.
3. Mengetahui karyotipe pada ganyong kultivar merah dan ganyong kultivar
putih.3
D. Manfaat Penelitian
Informasi awal mengenai karyotipe ganyong dapat dimanfaatkan dalam
upaya persilangan antar spesies ganyong untuk tujuan pemuliaan tanaman.
Melalui usaha pemuliaan tanaman, potensi ganyong sebagai sumber bahan
pangan alternatif bisa dioptimalkan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Canna edulis Ker.
1.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales Famili : Cannaceae
Genus : Canna
Spesies : Canna edulis Ker.
(Steenis, 1987; Delin dan Kress, 2000).
Gambar 1. Ganyong (Canna edulis Ker.)
(Gepts, 2009; Rettig, 2009).5
1.2 Nama Daerah
Canna edulis Ker. (Gambar 1) memiliki banyak nama daerah. Di
Indonesia Canna edulis Ker. dikenal sebagai bunga tasbih atau ganyong (Jawa)
dan ubi pikul (Sumatera). Sedangkan di Malaysia Canna edulis Ker dikenal
sebagai daun tasbeh, ganjong dan pisang sebiak. Ganyong di Filiphina dikenal
sebagai tikas-tikas, kukuwintasan (tagalog) dan balunsaing (bisaya) serta adalut
dan butsarana untuk Negara Burma (Flanch dan Rumawas, 1996; Tjitrosoepomo,
2004).
1.3 Daerah Asal dan Penyebaran
Canna edulis Ker. merupakan tanaman asli yang berasal dari Amerika
Selatan yang berfungsi sebagai sumber pati komersial. Tanaman ini juga telah
dibudidayakan tidak hanya di Amerika, tapi juga di beberapa daerah tropis
termasuk Asia Tenggara. Sementara ini, sekurangnya ada dua provinsi sebagai
sentral ganyong, yakni Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo dan Purworejo) dan Jawa
Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang dan
Karawang) (Flanch dan Rumawas, 1996; Sudrajat, 2005; Susanto dan
Suhardiyanto, 2004).
1.4 Deskripsi Ganyong
Cannaceae merupakan salah satu famili yang hanya memiliki satu genus yaitu genus Canna yang terdiri dari 50 spesies. Contohnya adalah C. edulis
(ganyong), rimpangnya dapat dimakan dan sebagai penghasil tepung yang dikenal
sebagai “arrowroot Queensland”. Contoh spesies lain adalah C. indica yang
merupakan tanaman hias (Tjitrosoepomo, 2004).6
Ganyong merupakan herba perennial, tumbuh tegak, memiliki rhizoma
atau rimpang dan tingginya bisa mencapai 3,5 meter. Rhizoma berdaging, agak
silindris dengan diameter 10 cm dan panjangnya mencapai 60 cm. Ukuran
rhizoma ganyong yang besar seperti umbi, merupakan alasan yang menyebabkan
rhizoma ganyong umum disebut sebagai umbi ganyong. Ganyong memiliki daun
yang lebar dengan ujung meruncing, panjang antara 60 cm, lebar 15-27 cm yang
tersusun spiral. Ganyong memiliki karangan bunga terminal, tunggal dan kadang
bercabang, mudah layu, bersifat biseksual.
Secara umum genus Canna dikelompok ke dalam dua kelompok yaitu
ornamental group dan edible group. Bunga pada jenis ornamental berukuran lebih
besar, lebih indah dan lebih bervariasi dalam warna daripada jenis edible.
Meskipun kedua kultivar Canna memiliki kandungan pati dalam rhizoma, jenis
edible memiliki rhizoma dengan kandungan pati tinggi. Serta lebih berkualitas
dalam rasa, sedikit serat dan sedikit kandungan tanin jika dibandingkan dengan
jenis ornamental. Selain itu jenis edible memiliki ukuran daun yang lebih besar
(Arbizu, 1994 dalam Vimala dan Nambisan, 2005).
Di Indonesia dikenal dua kultivar ganyong, yaitu ganyong merah dan
ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepah
yang berwarna merah atau ungu. Jika warna batang, daun dan pelepahnya hijau
dan sisik rimpangnya kecoklatan maka disebut ganyong putih. Ganyong merah
memiliki batang lebih besar, agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan. Biji yang dihasilkan biasanya sulit berkecambah, rimpang basah lebih besar tapi kadar
patinya rendah. Rimpang biasanya dimakan segar (direbus). Ganyong putih lebih 7
kecil dan pendek, kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan. Rimpang basah
ganyong putih lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi sehingga umumnya digunakan
sebagai sumber pati. Daerah yang telah membudidayakan ganyong secara intensif
adalah daerah pegunungan Andes (Amerika Selatan). Di daerah ini dikenal dua
kultivar ganyong yaitu verdes dan morados. Verdes mempunyai rimpang
berwarna putih dengan daun hijau terang, sedangkan rimpang morados tertutup
sisik yang berwarna ungu (Flanch dan Rumawas, 1996; Direktorat Budidaya
Kacang-kacangan & Umbi-umbian, 2009).
1.5 Habitat dan Ekologi
Edible Canna (Canna edulis Ker., Cannaceae) telah didomestikasi di
Peruvian Andes. Canna edulis merupakan suatu kelompok kecil tanaman yang
tersebar luas dari daerah dingin hingga daerah tropis di seluruh dunia tanpa
adanya intensive selection atau breeding. Rhizoma C. edulis berisi sekitar 20%
pati dan telah dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan sebagai sumber pati
komersial. Secara umum C. edulis merupakan tanaman liar yang tumbuh di tepi
semak belukar pada tanah yang lembab. Dari penelitian sebelumnya diketahui
bahwa edible canna merupakan tanaman yang efisien dalam penggunaan medium
fotosintesis dan toleran terhadap naungan. Pertumbuhan normal tanaman tersebut
terjadi pada suhu di atas 9ºC meskipun tanaman ini juga mampu bertahan hidup
pada penurunan suhu sampai 0ºC. Cahaya menyebabkan daun layu dan
memadatkan pati pada rhizoma (Imai dkk., 1993).8
1. 5 Kandungan Gizi Ganyong
Direktorat Gizi Depkes RI menyebutkan kandungan gizi rimpang ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal; protein 1,00 g; lemak
vitamin B1 0,10 mg; vitamin C 10,00 mg; air 75,00 g (Sugarman, 2003).
Telah dilakukan ekstraksi pati dari tiga kultivar edible canna dengan
peralatan chemical composition dan physicochemical. Dalam studi ini diketahui
bahwa kandungan protein dalam pati canna bervariasi antara 0,069%-0,078%,
lemak antara 0.014%-0.019% dan abu antara 0.25%-0.33%. Pati Canna
mengandung pospor 371-399 ppm, disertai kalsium 113-154 ppm dan potassium
35-61 ppm. Kandungan amilosa absolut antara 19-25%. Selain itu hasil
pengamatan dengan mikroskop elektron scanning (SEM) menunjukkan semua
granula pati pada ketiga kultivar berbentuk oval dengan permukaan yang halus
dan berukuran 10-100 µm (Thitipraphunkul, 2006).
1.6 Manfaat Ganyong
Ganyong merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain:
rimpang mudanya untuk sayuran, rimpang tuanya dapat diperas patinya untuk
dibuat tepung, sedangkan daun dan tangkainya dapat digunakan untuk pakan
ternak (Rukmana, 2000 dalam Sukandar dan Purti, 2008).
Pati ganyong di Vietnam banyak digunakan sebagai bahan baku mie, di
Afrika biji ganyong digunakan sebagai instrumen perkusi, di Kamboja bubur dari
rimpang ganyong digunakan untuk menyembuhkan penyakit kulit. Di Jawa
serbukan dari biji ganyong bisa digunakan untuk meringankan sakit kepala dan 9
ekstrak dari hasil tumbukan rimpangnya digunakan sebagai obat disentri.
Serbukan dari rimpang segar digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia dan
Cina untuk mengobati penyakit kulit. Di Hongkong air rebusan dari rimpang segar
ganyong, digunakan untuk pengobatan penyakit hepatitis akut (Flanch dan Rumawas, 1996).
Pati ganyong mengandung 80% karbohidrat, tingginya kadar karbohidrat
ini dapat dijadikan bahan untuk pembuatan sirup glukosa melalui proses hidrolisis
asam. Selain bisa digunakan sebagai alternatif bahan pangan pati ganyong (Canna
edulis Ker.) juga bisa diolah menjadi bioetanol melalui hidrolisis asam dan
fermentasi. Kandungan pati ganyong bisa digunakan untuk pembuatan ”soon” mie
putih. Pada masa mendatang ganyong sangat potensial untuk digunakan sebagai
bahan makanan alternatif akibat kandungan nutrisi yang dikandungnya (Susanto
dan Suhardiyanto, 2004; Sukandar dan Putri 2008).
Selain mengandung nilai nutrisi yang tinggi, Canna juga bisa digunakan
sebagai agen fitoremidiasi untuk pengolahan lindi yang dihasilkan dari proses
composting. Pengolahan lindi bertujuan untuk mencegah terjadinya eutrofikasi
pada badan air, karena lindi mengandung konsentrasi nitrogen yang cukup tinggi.
Rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada beban N total 100 mg/L adalah 1,2
sampai 1,45 cm (Tangahu dan Warmadewanthi, 2008).
2. Kromosom
Kromosom merupakan suatu kumpulan dari DNA (Deoxyribosa Nucleid
Acid) yang berikatan dengan protein. Setengah dari berat molekular kromosom
eukaryotik adalah protein. Pada eukaryotik, kromosom berada di dalam organella 10
bermembran yang disebut nukleus. Bentuk kromosom pada eukaryotik berubah
dari fase ke fase selama proses pembelahan sel. Pada fase Interfase, kromosom
berada dalam bentuk tipis, saling berikatan antara satu dengan yang lainnya dan
jika diamati dengan perbesaran lemah akan nampak seperti suatu massa kompak
amorf yang mampu menyerap zat warna. Struktur ini disebut sebagai kromatin
yang dijumpai pada saat sel tidak melakukan aktifitas pembelahan dan tidak tampak saat diamati di bawah mikroskop. Saat sel melakukan aktifitas
pembelahan, kromosom akan tampak sebagai suatu struktur yang kompak, dapat
dibedakan antara satu dengan yang lain dan berbentuk seperti pita. Dalam struktur
tersebut kromosom akan tampak saat diamati di bawah mikroskop (Watson dkk.,
2008; Genetics Education Center, 2009; Genetics Home Reference, 2010).
Secara umum berdasarkan kemampuan menyerap warna, kromosom
dibagi dalam dua bagian, yaitu heterochromatin dan euchromatin.
Heterochromatin merupakan bagian yang mengandung gen dalam jumlah
terbatas, struktur kompak dan memiliki kemampuan tinggi dalam mengikat zat
warna. Sedangkan euchromatin merupakan bagian yang mengandung gen dalam
jumlah besar, struktur kurang kompak dan kurang mengikat zat warna (Watson
dkk., 2008).
Secara lebih terperinci kromosom memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
a. Kromonema merupakan bagian di dalam kromosom yang berbentuk pita spiral
yang oleh Vejdovsky (1912) diberi nama kromonema (jamak: kromonemata).
Kromonema disebut pula sebagai sub unit kromatid. Berdasarkan strukturnya
kromonema dibedakan menjadi dua tipe, yaitu paranemic coils (struktur fibril11
yang mudah dipisahkan antara satu dengan yang lainnya) dan plectonemic
coils (struktur fibril yang sulit dipisahkan antara satu dengan yang lainnya).
b. Kromomer merupakan penebalan kromonema yang berada di beberapa tempat
di dalam kromosom. Beberapa ahli sel menganggap kromomer ini sebagai
bahan nukleoprotein yang mengendap.
c. Sentromer merupakan constriction point yang memisahkan kromosom
menjadi dua bagian atau dua lengan. Letak sentromer pada masing-masing
kromosom menentukan bentuk kromosom. Di daerah inilah benang-benang spindel akan melakukan perlekatan. Di dalam sentromer terdapat granula kecil
yang dinamakan sferul. Ada sentromer yang mempunyai diameter 3 µm dan
sferulnya 0,2 µm. Kromonema berhubungan dengan sferul dari sentromer.
Kromosom dari kebanyakan organisme hanya mempunyai sebuah sentromer
saja, maka disebut monosentris. Kromosom tanpa sentromer disebut asentris.
Kromosom dengan dua sentromer disebut disentris, sedang yang mempunyai
banyak sentromer disebut kromosom polisentris.
d. Telomer merupakan bagian dari ujung-ujung kromosom yang menghalang-
halangi bersambungnya kromosom satu dengan yang lainnya.
e. Nucleolar Organizing Regions (NORs). Nukleolus merupakan suatu struktur
yang dibentuk oleh lokus gen spesifik yang disebut sebagai Nucleolar
Organizing Regions (NORs) dan terdiri dari protein dan asam nukleat.
f. Lekukan ke dua (Second constriction) merupakan bagian yang menyempit
pada kromosom selain daerah sentromer. Adanya penyempitan ini 12
mengakibatkan terbentuknya satelit. Beberapa second constriction berasosiasi
dengan NORs.
g. Satelit merupakan bagian tambahan pada ujung kromosom (Gambar 2). Di
daerah ini tersusun dari basa nitrogen yang mengalami pengulangan. Tidak
setiap kromosom memiliki satelit. Kromosom yang memiliki satelit
dinamakan satelit kromosom. Teknologi microsatelit telah digunakan dalam
pengujian polimorfisme DNA untuk pemetaan genetik, penanda untuk
pemuliaan tanaman dan eksplorasi hubungan kekerabatan (Powell dkk., 1996
dalam Prasetiyono dkk., 2002; Suryo, 1997; Watson dkk., 2008; Genetics
Education Center, 2009).
Gambar 2. Bagian-Bagian Kromosom: 1). Satelit 2). Lengan 3). Sentromer 4).Konstriksi sekunder 5). Telomer 6.) Kromatid (Singh, 2009).
Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Panjang
kromosom berkisar antara 0,2-50 µm, diameternya antara 0,2-20 µm. Pada
umumnya makhluk hidup dengan jumlah kromosom sedikit memiliki kromosom
dengan ukuran lebih besar daripada makhluk hidup dengan jumlah kromosom
lebih banyak. Kromosom yang terdapat di dalam sebuah sel tidak pernah sama
1
2
3
4
5
613
ukurannya. Pada umumnya tumbuhan mempunyai kromosom lebih besar daripada
hewan (Suryo, 1997; Watson dkk., 2008; Singh, 2009; Genetics Education Center,
2009).
Levan dkk. (1964) membagi kromosom menjadi tiga kelompok
berdasarkan posisi relatif sentromer (Gambar 3). Bentuk metasentris memiliki
indeks sentromer 50-37,5; submetasentris (sm) memiliki indeks sentromer 37,5-25
dan subtelosentris memiliki indeks sentromer 25-12,5.
1 2
Gambar 3. Bentuk-bentuk kromosom: 1). Akrosentris 2). Telosentris
3). Submetasentris 4). Metasentris. A. Sentromer.
(Genetics Education Center, 2009).
Jumlah kromosom somatik dan ciri karyologi pada 22 takson dari genus
Canna telah diteliti. Jumlah kromosom yang telah dilaporkan untuk C. bangii, C. indica var. sanctae-rosae dan C. tulianensis adalah 2n = 18 (diploid). C. edulis
Ker. juga mempunyai jumlah kromosom 2n=18 (Sato, 1960 dalam Tanaka dkk.,
2009). Karakteristik karyotipe pada genus Canna ditandai dengan sebagian besar
kromosom metafase dan beberapa kromosom submetafase (Tanaka dkk., 2009).
3. Mitosis
Secara umum pada sel eukaryotik, satu siklus pembelahan sel berlangsung
selama 24 jam. Siklus sel (Gambar 4) terdiri dari tahap S phase (fase interfase),
3 414
G1 phase, M phase (fase mitosis) dan G2 phase (Albert dkk., 1994). Mitosis dan
meiosis merupakan bagian dari siklus sel dan hanya mencakup 5-10% dari siklus
sel. Persentase waktu yang besar dalam siklus sel terjadi pada interfase. Interfase
terdiri dari periode G1, S, dan G2. Pada periode G1 selain terjadi pembentukan
senyawa-senyawa untuk replikasi DNA, juga terjadi replikasi organel sitoplasma
sehingga sel tumbuh membesar, dan kemudian sel memasuki periode S yaitu fase
terjadinya proses replikasi DNA. Setelah DNA bereplikasi, sel tumbuh (G2)
mempersiapkan segala keperluan untuk pemisahan kromosom, dan selanjutnya
diikuti oleh proses pembelahan inti (M) serta pembelahan sitoplasma (C).
Selanjutnya sel hasil pembelahan memasuki pertumbuhan sel baru (G1) (King,
2009).
Gambar 4. Siklus Sel Eukaryotik
Siklus sel terdiri dari: fase G0 (sel dalam kondisi istirahat), fase
G1, fase S, fase G2 dan fase Mitosis.
(Genetics Education Center, 2009).
Organisme eukaryotik memiliki dua tipe pembelahan sel yaitu mitosis dan
meiosis. Meiosis merupakan tipe pembelahan sel yang menghasilkan sel baru 15 yang bersifat haploid (n) atau memiliki jumlah kromosom setengah dari jumlah
kromosom induknya. Sedangkan mitosis merupakan pembelahan sel yang
menghasilkan sel baru dengan jumlah kromosom sama dengan jumlah kromosom
induk (2n) (Albert dkk., 1994; Genetics Education Center, 2009).
Mitosis terbagi atas 4 fase yaitu profase, metafase, anafase dan telofase
(Gambar 4).
1. Profase
Kromosom-kromosom pada fase ini menjadi lebih pendek dan kompak
sedangkan membran inti semakin tidak nampak. Pada akhir profase mulai
terbentuk benang-benang gelendong inti pada masing-masing kutub sel yang
letaknya berlawanan.
2. Metafase
Pada fase ini semua kromosom bergerak menempatkan diri di bidang
ekuatorial dari sel yang disebut sebagai metaphase plate. Dinding inti sel
menghilang. Pada akhir metafase, sentomer membelah dan ujung benang
gelendong inti mencapai kromosom tepat berikatan dengan kinetokor. Bregman
(1987) menyatakan bahwa pada fase prometafase merupakan saat yang paling
tepat untuk mempelajari morfologi kromosom karena merupakan fase profase
akhir dan metafase awal. Selama fase ini kromosom terkondensasi namun belum
tertarik menuju metaphase plate.
3. Anafase
Merupakan fase singkat dari keseluruhan proses mitosis. Pada fase ini
sentromer mengalami pembelahan dan sister chromatid mengalami disjoin. 16
Benang-benang spindel menarik masing-masing kromosom menuju kutub yang
berlawanan. Umumnya fase ini ditandai dengan ukuran sel yang lebih besar. 4. Telofase
Pada fase ini fenomena yang terjadi merupakan kebalikan dari fenomena
pada fase profase. Membran inti mulai terbentuk kembali, benang spindel mulai
menghilang dan kromosom kembali dalam bentuk tidak terkondensasi (Genetics
Education Center, 2009; Watson dkk., 2008; Suryo, 1997). Eksperimen mitosis
dapat menggunakan sel meristem dari ujung akar, ujung batang, primordial daun,
petala muda, ovulum muda dan kalus (Darnaedi, 1991; Okada, 1981 dalam
Oktaviana, 2008).
Gambar 5. Pembelahan Mitosis: A. Fase pembelahan mitosis pada eukaryotik.
B. Fase pembelahan mitosis pada C. edulis Ker. 1). Profase
2). Metaphase 3). Anaphase 4). Telophase.
(Emergent Culture, 2009).
1
4
3
2
B A17
4. Karyotipe
Karyotyping merupakan pengaturan kromosom secara standar berdasarkan
panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari suatu organisme. Hasil dari proses
karyotyping ini dinamakan karyotipe (O’Connor, 2008). Karyotipe dibuat
sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus yang
berbeda. Foto tersebut dijiplak pada plastik transparansi, lalu digunting dan diatur
sesuai dengan bentuknya. Jumlah kromosom dan panjang kedua lengannya diukur setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1993 dalam
Anggarwulan dkk., 1999; Suryo, 1997).
Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom dalam satu spesies pada dasarnya
selalu tetap, sehingga dapat dibuat peta karyotipe atau karyogram serta idiogram.
Berdasarkan konstriksi primernya, dikenal kromosom berbentuk metasentris,
submetasentris, akrosentris dan telosentris. Berdasarkan ukuran kromosom dikenal
ukuran absolut dan ukuran relatif sedang berdasarkan jumlahnya dikenal kromosom
aneuploid dan poliploid (Darnaedi, 1991 dalam Anggarwulan dkk., 1999; Suryo,
1995). Karakter setiap kromosom yang diamati adalah bentuk, jumlah, panjang
lengan panjang dan lengan pendek, panjang absolut, indeks sentromer dan