Top Banner
STRES DAN KESELAMATAN KERJA PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI (Dosen: Laila Meiliyandrie I Wardani, PhD) Disusun Oleh: Ellenoor Tasya 46113310009 Lubna Fadhilah 46113310019 Fakultas Psikologi 1
35

Stres dan Keselamatan Kerja

May 15, 2015

Download

Education

Lunahasyim

Kelompok 14 Psikologi Industri dan Organisasi
- Ellenoor Tasya
- Lubna Fadhilah
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Kampus D
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Stres dan Keselamatan Kerja

STRES DAN KESELAMATAN KERJA

PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

(Dosen: Laila Meiliyandrie I Wardani, PhD)

Disusun Oleh:Ellenoor Tasya 46113310009Lubna Fadhilah 46113310019

Fakultas Psikologi

UNIVERSITAS MERCU BUANA

BEKASI

2014

1

Page 2: Stres dan Keselamatan Kerja

Stres dan Keselamatan Kerja

A. Pengantar

Perusahaan sebagai sistem memperoleh berbagai bahan baku yang

diperlukan, yang diolah oleh tenaga kerja dengan menggunakan mesin dan

peralatan lainnya, sehingga dapat menghasilkan barang atau jasa sebagai

produknya.

Selama pengolahan bahan bakunya, tenaga kerja bekerja.interaksi

antar tenaga kerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya

menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan kinerjanya, tenaga kerja

mendapatkan imbalannya, intrinsik dan/atau ekstrinsik, yang berdampak

pada motivasi dan kepuasan kerjanya. Sebagai hasil atau akibat lain dari

proses bekerja, tenaga kerja dapat mengalami stress, yang dapat

berkembang menjadikan tenaga kerja sakit (fisik dan mental), sehingga

tidak dapat bekerja lagi secara optimal.

Manusia merupakan anggota lebih dari satu kelompok sosial.

Dalam melakukan kegiatan di setiap kelompok, manusia dapat mengalami

stress. Stress yang dialami sebagai hasil kegiatannya di setiap kelompok

saling menunjang, saling menguatkan.

Dalam makalah ini akan kami jelaskan dulu pengertian dari stress,

kemudian faktor yang dapat menimbulkan stress yang berkaitan dengan

kepuasan kerja, dan manajemen dari stress.

B. Pengertian

“Stres adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat

pembangkit stress. Yang dapat dilihat adalah akibat dari pembangkit

stress.” Menurut Dr. Hans Selye, guru besar emeritus (purnawirawan) dari

Universitas Montreal dan “penemu” stres. Sebagai seorang ahli faal, ia

terutama tertarik pada bagaimana cara stress mempengaruhi badan. Ia

mengamatai serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme

2

Page 3: Stres dan Keselamatan Kerja

yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan (general

adaptation syndrome) yang terdiri dari tiga tahap. Yaitu :

1. Tahap alarm (tanda bahaya) → organisme berorientasi terhadap

tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya

sebagai ancaman. → Tahap ini tidak dapat tahan lama.

2. Tahap resistence (perlawanan) → organisme memobilisasi sumber-

sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan

berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai

habis.

3. Tahap exhaustion → organisme kehabisan tenaga.

Jika diterapkan pada orang, maka sindrom adaptasi umum dari

selye dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:

Jika seseorang untuk pertama kali mengalami situasi penuh stress, maka

mekanisme pertahanan dalam badan diaktifkan: kelenjar-kelenjar

mengeluarkan/melepaskan adrenalin, cortisone dan hormon-hormon lain

dalam jumlah yang besar, dan perubahan-perubahan yang terkoordinasi

berlangsung pada sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika parparan

terhadap pembangkit stress bersinambungan dan badan mampu

menyesuaikan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah

yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stress

(tahap resistence). Tetapi jika paparan terhadap stress berlanjut, maka

mekanisme pertahanan badan secara perlahan-lahan menurun sampai

terjadi ketidaksesuaian, dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi

sebagaimana mestinya. Proses pemunduran ini dapat mengarah ke

penyakit dari hampir semua bagian dari badan (tahap exhaustion).

Menurut Selye jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan, atau

salah, maka reaksi badan itu sendiri dapat menimbulkan penyakit, hal ini

dinamakan diseases of adaptation (penyakit dari adaptasi), karena

penyakit-penyakittersebut lebih disebabkan oleh reaksi adaptif yang kacau

dari badan kita daripada oleh hasil yang merusak langsung dari penimbul

stress.

3

Page 4: Stres dan Keselamatan Kerja

Syndrome adaptasi umum ini dapat beroperasi pada tingkat yang

berbeda-bedia, dari subsystem sampai ke keseluruhan organism.

Pandangan Selye ini mendapat kritik dari sejumlah peneliti lain.

Stress menurut mereka tidak dapat dipandang hanya sebagai suatu

jawaban. Stress harus dilihat sebagai fungsi dari individu yang

menafsirkan situasi. Reaksi orang tidak sama terhadap situasi stress yang

sama.

Penelitian sekarang tentang stress didasarkan pada asumsi bahwa

stress, yang disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku,

psikologikal dan somatic, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan

antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan

lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk

menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif.

Pada umumnya kita merasakan bahwa stress merupakan suatu

kondisi yang negatif, tetapi ternyata stress juga diperlukan untuk

menghasilkan prestasi yang tinggi. Seperti pada suatu penelitian yang

membuktikan bahwa semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, makin

tinggi tingkat stresnya dan makin tinggi juga produktivitas dan

efiesiensinya. Stres dalam jumlah tertentu dapat mengarah ke gagasan-

gagasan yang inovatif dan keluaran yang konstruktif.

Unjuk Kerja

Rendah

Rendah Stres Tinggi

Gambar B.1. Hubungan antara Stress dan Unjuk-Kerja Pekerjaan.

Stres yang meningkat sampai unjuk-kerja mencapai titik

optimalnya merupakan stress yang baik, yang menyenangkan, eustress.

4

Page 5: Stres dan Keselamatan Kerja

Dekat, sebelum mencapai titik optimalnya, situasinya dialami sebagai

tantangan yang merangsang. Melewati titik optimal stres menjadi distress.

Peristiwanya atau situasinya dialami sebagai ancaman yang mencemaskan.

Tanda-tanda distress-nya adalah sebagai berikut:

1. Tanda-tanda suasana hati (mood):

- Menjadi overexcited

- Cemas

- Merasa tidak pasti

- Sulit tidur pada malam hari (somnabulisme)

- Menjadi mudah bingung dan lupa

- Menjadi sangat tidak-enak (uncomfortable) dan gelisah (ill at ease)

- Menjadi gugup (nervous)

2. Tanda-tanda otot kerangka (musculoskeletal)

- Jari-jari dan tangan gemetar

- Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat

- Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)

- Kepala mulai sakit

- Merasa otot menjadi tegang atau kaku

- Gagap saat berbicara

- Leher menjadi kaku

3. Tanda-tanda organ-organ dalam badan (visceral)

- Perut terganggu

- Merasa jantung berdebar

- Banyak berkeringat

- Tangan berkeringat

- Merasa kepala ringan atau akan pingsan

- Mengalami kedinginan (cold chills)

- Wajah menjadi ‘panas’

- Mulut menjadi kering

- Mendengar bunyi bordering dalam kuping

- Mengalami ‘rasa akan tenggelam’ dalam perut (sinking feeling)

5

Page 6: Stres dan Keselamatan Kerja

C. Faktor Stres

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan dan Stress Kerja

Lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yang dapat

menimbulkan stres kerja (White, 1983), yaitu:

1. Sikap terhadap pekerjaan

Jika individu menganggap bahwa pekerjaannya adalah sesuatu

yang “kurang bermakna dan mempunyai nilai” bagi dirinya,

maka dia akan mengalami perasaan tidak puas. Perasaan

ketidakpuasan tersebut jika terus-mernerus menguasai

pikirannya, maka dia akan mengalami kegelisahan dan tidak

dapat konsentrasi dalam bekerja, tertekan, dan stres.

2. Keadaan lingkungan kerja

Keadaan lingkungan kerja yang kurang kondusif, dapat

membuat individu kurang bersemangat bahkan individu dapat

mengalami perasaan jenuh dan bosan. Hal tersebut dapat

menimbulkan rasa tidak puas yang akhirnya dapat membuat

individu murung, mudah marah, dan cepat lelah, tertekan dan

stres.

3. Sikap terhadap organisasi tempat kerja

Sikap individu yang menganggap bahwa dirinya bukan bagian

dalam organisasi dapat membuat dirinya merasa tidak puas

karena merasa ditolak, disisihkan, dan kurang dianggap

menjadi bagian dari organisasi. Situasi semacam ini membuat

individu dapat mengalami perasaan tertekan, pusing, gelisah,

dan stres.

4. Manfaat dan jumlah gaji yang diperoleh

Jika individu merasa bahwa dirinya tidak memperoleh manfaat

dalam pekerjaan yang dikerjakan dan ditambah dengan jumlah

gaji yang diperoleh dirasakan kurang memadai, maka ia akan

merasa tidak bisa rileks, sulit berkonsentrasi, kehilangan

semangat, dan tertekan atau stres.

6

Page 7: Stres dan Keselamatan Kerja

5. Sikap terhadap penyelia atau kepenyeliaan

Faktor lain yang turut memberi pengaruh terhadap kepuasa

kerja dan stres kerja ialah nilai pekerjaan yang bersifat intrinsik

dan ekstrinsik. Nilai tersebut merupakan suatu bentuk yang

mempunyai hubungan dengan sesuatu aktivitas atau objek.

Nilai pekerjaan yang bersifat intrinsik (Wallace et al, 1971)

yang terdiri atas tiga subskala, yaitu:

Kebanggaan dalam pekerjaan

Jika individu mengalami perasaan bangga terhadap

pekerjaannya, maka dia akan merasa puas dan stresnya

cenderung rendah. Tetapi, jika individu merasa kecewa

dan tidak mempunyai nilai lebih bagi dirinya, maka dia

merasa tidak puas. Perasaan ketidakpuasan ini bisa

membuatnya kurang dapat berkonsentrasi dalam

bekerja, murung, gelisah, tertekan bahkan stres.

Keterlibatan kerja

Apabila individu menganggap bahwa dirinya menjadi

bagian dalam anggota kelompok kerjanya, maka

keterlibatan kerjanya menjadi optimal, sehingga dia

merasa puas dan bangga karena menjadi bagian dalam

kelompok kerjanya. Tetapi, sebaliknya jika dia

menganggap dirinya bukan merupakan dalam anggota

kelopok kerjanya, maka dia menganggap kurang

mempunyai kepentingan untuk dapat melakukan

keterlibatan kerja. Situasi semacam ini, membuat dia

merasa tidak puas. Perasaan ketidakpuasan ini dapat

menganggu cara kerjanya, seperti sering membuat

kesalahan, ceroboh, tidak mudah konsentrasi, tertekan,

dan stres.

7

Page 8: Stres dan Keselamatan Kerja

Prioritas kegiatan

Seandainya individu dalam bekerja mempunyai

prioritas kegiatan, maka dia dapat memfokuskan

kegiatannya berdasarkan kebutuhan dan

kepentingannya untuk mencapai tujuan lebih jelas.

Sehingga dia merasa puas dan menjadi senang dan

bangga. Sebaliknya, jika individu dalam bekerja tidak

mempunyai prioritas tentang apa yang seharusnya

dilakukan sebagai sesuatu yang paling penting, maka

kegiatannya menjadi tidak terarah bahkan mengalami

kegagalan. Hal tersebut dapat memicu individu

mengalami ketidakpuasan dalam bekerja akhirnya

merasa kecewa, tertekan, stres.

Nilai pekerjaan ekstrinsik juga merupakan imbalan (reward)

yang diperoleh oleh individu atas dasar keterlibatannya dalam

suatu pekerjaan. Artinya sebagai pelaku atau bertindak untuk

melaksanakan tugas tersebut amat tergantung dari imbalan

yang akan diterimanya (Wallace et al, 1971). Imbalan ini

termasuk penghasilan tambahan dan asuransi kerja serta

hubungan baik yang terbentuk dalam hubungan antar-rekan

kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan stres kerja

terdiri atas dua subskala, yaitu:

Status sosial dalam bekerja

Pada waktu individu bekerja di suatu organisasi, dia

tentu akan mencoba untuk menentukan tujuan yang

hendak dicapainya. Jika dia bekerja untuk

meningkatkan status sosialnya, maka dia akan berusaha

untuk meraihnya. Namun, jika dalam mencapai

tujuannya tersebut dia merasa banyak rintangan dan

dirinya merasa gagal, maka dia akan kecewa dan tidak

8

Page 9: Stres dan Keselamatan Kerja

puas sehingga dia dapat mengalami perasaan putus asa,

sulit konsentrasi, tertekan, dan stres.

Sikap terhadap penghasilan

Dalam setiap organisasi mempunyai peraturan kerja

masing-masing termasuk bagaimana organisasi

mengatur penghasilan setiap pegawai. Namun, setiap

invidu mempunyai sikap yang berbeda terhadap

penghasilan yang mereka terima. Adakalanya individu

bersikap menerima apa adanya tetapi ada juga yang

suka protes karena dirinya menganggap diperlukan

kurang adil atau tidak sesuai dengan hasil kerja yang

sudah diberikan olehnya kepada organisasi, sehingga

dia merasa tidak puas. Situasi ini dapat membuat

individu merasa kecewa, tidak bisa konsentrasi, dan

tertekan bahkan stres.

Para peneliti di sini telah berupaya untuk mencoba semua

faktor stres, yang ada di rumah sakit sektor publik dan

berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja perawat

perempuan. Pemberantasan stres ini akan mengakibatkan

peningkatan kepuasan kerja. Perawat wanita telah melaporkan

bahwa beban kerja yang berlebihan (97,1%), tidak sehat dan

berbahaya lingkungan kerja (94,3%), sumber daya yang

memadai (87,3%), cs orang menderita (85,1%), bertentangan

permintaan (67,3%), kurangnya rasa hormat profesional

(85,7%), kurangnya kesempatan promosi (87,3%), gaji yang

tidak memadai dan manfaat (90,8%), masalah dalam negeri

(47,9%) dan masalah perkawinan (46,7%) merupakan faktor

kuat yang menyebabkan mereka stres kerja dan mengakibatkan

penurunan kepuasan kerja (Jehangir, Kareem, Khan, Jan, &

Soherwardi, 2011).

9

Page 10: Stres dan Keselamatan Kerja

2. Faktor Pemicu Terjadinya Stres di Tempat Kerja.

Ada tiga kelompok utama pemicu stres (biasa disebut stressor) di

tempat kerja, yaitu:

Kelompok pertama adalah faktor pribadi, seperti: keluarga,

ekonomi rumahtangga, dan karakteristik kepribadian. Adanya

persoalan pada kehidupan pernikahan, perceraian serta anak-anak yang

tidak disiplin dan sulit diatur; penghasilan yang kurang mencukupi

pemenuhan kebutuhan rumahtangga dan gaya hidup; serta kepribadian

yang tertutup, mudah tersinggung, perfeksionis, sangat berorientasi

pada waktu dan hasil, merupakan beberapa contoh faktor pribadi yang

dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.

Kelompok kedua adalah faktor organisasi, seperti: pekerjaan,

peran, dan dinamika hubungan atau interaksi antar karyawan.

Pekerjaan yang bersifat rutin, monoton, membutuhkan kecepatan

dalam pengerjaan, dengan ruang atau lokasi kerja yang bising dan

panas; tuntutan peran yang tidak jelas atau bertentangan dengan sistem

nilai yang dianut; serta hubungan kerja antar rekan yang tidak cocok,

apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik mental maupun fisik,

merupakan beberapa contoh faktor organisasi yang dapat menjadi

pemicu terjadinya stres di tempat kerja. Selain itu juga budaya

perusahaan yang sangat menekankan individualisme dan persaingan,

struktur organisasi dengan kontrol dan komando yang ketat, kurangnya

penguasaan terhadap teknologi yang digunakan, serta perubahan-

perubahan yang terjadi secara cepat di dalam perusahaan.

Sedangkan kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, seperti:

ekonomi, politik, dan teknologi. Ketidakpastian kondisi politik, krisis

ekonomi negara yang berkepanjangan, serta perkembangan teknologi

yang mengancam kelangsungan kerja merupakan beberapa contoh

faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di

tempat kerja.

10

Page 11: Stres dan Keselamatan Kerja

Dalam hal dukungan sosial yang berhubungan dengan pekerjaan ,

dukungan emosional yang diberikan oleh rekan kerja seseorang

diperiksa dalam penelitian ini. Jenis dukungan ditandai dengan

memiliki rekan kerja yang mendengarkan dan berempati dengan

tuntutan pekerjaan seseorang dan yang menunjukkan kepedulian dan

memberikan dukungan dan dorongan kepada individu (Thomas dan

Ganster, 1995) . 'Selain itu, dukungan organisasi adalah jenis kedua

dukungan yang berhubungan dengan pekerjaan yang diusulkan dalam

tulisan ini. Beberapa peneliti telah meneliti peran faktor organisasi

dalam mengurangi efek negatif dari stres karyawan (Stamper dan

Johlke, 2003). Dukungan organisasi mengacu pada sejauh mana

budaya workfamily organisasi mempekerjakan mendukung karyawan

yang mengambil keuntungan dari manfaat keluarga mereka tawarkan.

Sebuah organisasi yang mendukung nilai-nilai integrasi pekerjaan dan

kehidupan keluarga karyawan (Thompson, Beauvais dan Lyness ,

1999) dan tidak menghukum karyawan yang menggunakan manfaat

kerja - keluarga atau mencurahkan waktu untuk keluarga (Bailyn ,

1997; Clark, 2001). Sumber dukungan ini diharapkan akan relevan

dengan pengacara karena berkaitan dengan norma-norma waktu dan

tekanan yang berhubungan dengan praktek hukum (Wallace, 2005).

D. Manajemen Stres

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi

tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Memanajemeni stres berarti

berusaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari

individu dan menapung akibat fisiologi dari stres.

Memanajemeni stres bertujuan untuk mencegah berkembangnya

stres jangka pendek atau stres yang kronis. Reaksi yang dikenal selama ini

dalam menghadap stres ialah ‘flight or fight’ yang secara fisik maupun

psikis dari situasi yang penuh stres atau melawan stres.

11

Page 12: Stres dan Keselamatan Kerja

Pandangan interaktif mengatakan bahwa stres ditentukan oleh

faktor-faktor di lingkungan dan faktor-faktor dari individunya. Dalam

memanajemeni stres dapat diusahakan untuk:

1. Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak merupakan

pembangkit stres

2. Mengubah faktor-faktor dalam individu agar:

a) Ambang stres meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang

dihadapi sebagai penuh stres

b) Toleransi terhadap stres meningkat, dapat lebih lama bertahan

dalam situasi yang penuh stres, tidak cepat menunjukkan akibat

yang merusak dari stres pada tubuh sehingga dapat

mempertahankan kesehatannya.

Teknik-teknik yang dapat digunakan ialah:

1. Kerekayasaan organisasi

Teknik ini berusaha untuk mengubah lingkungan kerja agar tidak dapat

dirasakan sebagai lingkungan yang penuh stres. Yang perlu diubah

ialah faktor-faktor yang dapat menjadi pembangkit stres yang dibahas

sebagai faktor-faktor dari kategori; faktor-faktor intrinsik pekerjaan,

faktor-faktor peran dalam organisasi, faktor-faktor pengambangan

karier, dan faktor-faktor struktur dan iklim organisasi.

Dapat dilakukan strategii yang diajukan oleh Everly & Guidano, yaitu

sasaran berdasarkan kerja dan manajemen waktu, yang khusu berlaku

untuk para manajer menengah keatas. Sasaran berdasarkan kerja (SbK)

ini merupakan salah satu teknik yang termasuk dalam jenis manajemen

berdasarkan sasaran yang terdiri dari 4 langkah yaitu:

i. Menetapkan sasaran realistik bagi satuan kerjanya, yang dapat

dicapai dalam waktu yang dimiliki

ii. Merancang perangkat perencanaan, tindakan atau metode untuk

dapat mencapai sasaran

iii. Menciptakan strategi untuk dapat mengukur keberhasilan

mencapai sasaran pada akhir suatu periode tertentu

12

Page 13: Stres dan Keselamatan Kerja

iv. Pada akhir waktu yang sudah ditentukan mengukur

keberhasilanmencapai sasarannya.

Manajemen waktu (MW) memiliki tiga tahap, yaitu:

i. Analisis waktu

ii. Strategi untuk mngorganisasi

iii. Strategi untuk follow up

SbK dan MW khususnya dapat dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan

yang dirasakan memilliki beban berlebihan.

2. Kerekayasaan kepribadian

Strategi yang digunakan dalam kerekayasaan kepribadian ialah

upaya untuk menimbulkan perubahan-perubahan dalam kepribadian

individu agar dapat dicegah timbulnya stres dan agar ambang stres

dapat ditingkatkan. Perubahan-perubahan yang dituju oleh perubahan

dalam hal pengetahuan, kecakapan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang

mempengaruhi persepsi dan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.

Team building dan teknik-teknik pengembangan organisasi yang

laindapat mencegah atau mengatasi stres yang timbul karena adanya

konflik peran, ketaksaan peran, hubungan interpersonal yang tidak

baik, serta struktur dan iklim organisasi.

Strategi berikutnya adalah pemberian penyuluhan jabatan jabatan

kepada tenaga kerja. Melalui penyuluhan jabatan dapat diketahui

kelemahan dan kekuatan tenaga kerja dan kesesuaiannya untuk

berbagai macam pekerjaan, sehingga direncanakan pengembangan

kariernya dalam perusahaan.

3. Teknik penenangan pikiran

Tujuan teknik-teknik penenangan pikiran ialah untuk mengurangi

kegiatan pikiran, yaitu proses berpikir dalam bentuk merencana,

mengingat, berkhayal, menalar yang secara bersinambung kita lakukan

dalam keadaan bangun, dalam sadar. Teknik-teknik penenangan

pikiran meliputi:

13

Page 14: Stres dan Keselamatan Kerja

a. Meditasi

Meditasi dapat dianggap sebagai teknik, dapat pula dianggap

sbagai suatu keadaan pikiran (mind), keadaan mental. Berbagai

teknik, seperti yoga, berdoa, relaksasi progresif, dapat menuju ke

tercapainya keadaan mental tersebut. Penelitian menunjukan bahwa

selama meditasi aktivitas dari kebanyakan sistem fisik berkurang.

Meditasi menyebabkan adanya relaksasi fisik. Pada saat yang sama

mediator mengendalikan emosi, perasaan dan ingatan. Pikiran

menjadi tenang, badan berada dalam keseimbangan.

b. Pelatihan relaksasi autogenic

Relaksasi autogenik adalah relaksasi yang ditimbulkan sendiri.

Teknik ini berpusat pada gambaran-gambaran berperasaan tertentu

yang dihayati bersama dengan terjadinya peristiwa akan

menimbulkan pula penghayatan dari gambaran perasaan yang

sama. Pelatihan relaaksasi autogenetik berusaha mengkaitkan

penghayatan yang menenangkan dengan peristiwa menegangkan,

sehingga badan kita terkondisi untuk memberikan penghayatan

yanng tetap menenangkan meskipun menghadapi peristiwa yang

sebelumnya menimbulkan ketegangan.

c. Pelatihan relaksasi neuromuscuklar

Pelatihan neuromuscular adalah satu program yang terdiri darri

latihan-latihan sistematis yang melatih otot dan komponen-

komponen sistem saraf yang mengendalikan aktivitas otot. Karena

otot merupakan bagian yang begitu besar dari badan kita, maka

pengurangan ketegangan pada otot berarti pengurangan ketegangan

yang nyata dari seluruh badan kita.

Individu diajari untuk secara sadar mampu merilekskan otot sesuai

dengan kemauannya setiap saat. Untuk itu perlu mula-mula

dikembangkan kesadaran perasaan pikiran tentang bagaimana

14

Page 15: Stres dan Keselamatan Kerja

rasanya kalau rileks dan bagaimana perbedaanya dengan kalau

merasa tegang.

4. Teknik penenangan melalui aktifitas fisik

Tujuan utama penggunaan teknik penenangan melalui aktifitas

fisik ialah untuk menghamburkan atau menggunakan sampai habis

hasil-hasil stres yang diproduksi oleh ketakutan dan ancaman, atau

yang mengubah sistem hormon dan saraf kita ke dalam sikap

mempertahankan. Manfaat yang kedua dari aktifitas ini adalah ia

menurunkan reaktivitas kita terhadapr stres di masa mendatang dengan

cara mengkondisikan relaksasi. Sumbangan kerja diungkapkan dalam

rasa sehat, tenang, dan ringan yang timbul sesudah latihan-latihan

fisik.

Aktifitas fisik bisa juga dilakukan sebelum stres timbul. Aktifitas

fisik memiliki sifat preventif (penghindaran). Selama melakukan

aktifitas fisik seluruh sistem badan dirangsang untuk beraksi, bergerak.

Setelah kegiatan, sistem-sistemnya memantul dengan cara makin

melambat dengan demikian makin mendorong ke relaksasi dan

ketenangan. Kurang lebih 90menit setelah latihan fisik yang baik,

timbul rasa dari relaksasi yang mendalam. Keaadaan ini membuat

orang lebih sulit untuk merasa jengkel.

15

Page 16: Stres dan Keselamatan Kerja

E. Kesimpulan

Stres merupakan suatu abstraksi yang mana orang tidak dapat

melihat penyebabnya tetapi dapat melihat akibatnya. Stress tidak selalu

sesuatu yang negative, apabila ditinjau melalui porsinya stress yang berada

sebelum titik optimal sampai titik optimal adalah stress yang baik, dan

menyenangkan, lebih dari itu barulah stress yang negatif.

Stres berkaitan dengan kepuasan kerja, maka dari itu selain

membahas mengenai faktor stress yang dapat timbul di tempat kerja, perlu

juga mengetahui faktor stress yang berkaitan dengan kepuasan kerja.

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi

tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Memanajemeni stres berarti

berusaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari

individu dan menapung akibat fisiologi dari stres. Memanajemeni stres

bertujuan untuk mencegah berkembangnya stres jangka pendek atau stres

yang kronis.

16

Page 17: Stres dan Keselamatan Kerja

F. Ringkasan

Peta Ingatan

17

1. Mood2. Muskuloskeletal3. Organ-organ dalam

badan

Hubungan stress dengan prestasi

Dr. Hans SelyeSindrom Adaptasi Umum

Tanda-tanda distress

1. Tahap Alarm2. Tahap Resistence3. Tahap Exhaustion

2. Pengertian

1. Pengantar

Stres dan Keselamatan Kerja

Manajemen Stres

3. Kerekayasaan Organisasi4. Kerekayasaan Kepribadian5. Teknik penenangan pikiran

a. Meditasib. Relaksasi Autogenikc. Relaksasi Neuromuscular

6. Teknik penenangan melalui aktivitas fisik

Faktor Stres

1. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan stress kerja

2. Faktor pemicu terjadinya stress di tempat kerja

Page 18: Stres dan Keselamatan Kerja

G. Jurnal

1. Jurnal I

Abstrak (Ringkasan)

In this paper, the Job Demand-Control (JDC) model is used to predict

depression and work-to-family conflict for married lawyers working

full-time. The objectives of this paper are: (1) to determine whether the

JDC model applies to work-to-family conflict; (2) to incorporate

domain-specific job demand and job control variables; and (3) to

examine a wider array of different forms of social support. First, the

JDC model also helps explain work-to-family conflict. Second,

domain-specificity does not appear key to documenting the buffering

effect for job control. Third, spouse's support of one's career has the

strongest main effect on both depression and work-to-family conflict,

whereas coworker support functions as a moderator

of lawyers' job demands and has both buffering and amplifying effects.

This paper closes by discussing the possible conditions under which

members of support systems may transfer or exacerbate stress effects

rather than alleviate them. [PUBLICATION ABSTRACT]

Headnote

In this paper, the Job Demand-Control (JDC) model is used to predict

depression and work-to-family conflictfor married lawyers working

full-time. The objectives of this paper are: (1) to determine whether the

JDC model applies to work-to-family conflict; (2) to incorporate

domain-specific job demand and job control variables; and (3) to

examine a wider array of different forms of social support. First, the

JDC model also helps explain work-to-family conflict. Second,

domain-specificity does not appear key to documenting the

buffering effectsfor job control. Third, spouse's support of one's career

has the strongest main effect on both depression and work-to-family

conflict, whereas coworker support functions as a

18

Page 19: Stres dan Keselamatan Kerja

moderator of lawyers' job demands and has both buffering and

amplifying effects. This paper closes by discussing the possible

conditions under which members of support systems may transfer or

exacerbate stress effects rather than alleviate them.

Social Support

As mentioned above, social support may be received from different

sources (e.g., coworkers, family, friends). Four different

forms of support are examined in this paper: two are work-based and

two are spousebased.

In terms of work-related social support, emotional support provided by

one's coworkers is examined in this study. This type of support is

characterized by having coworkers who listen to and empathize with

the demands of one's job and who show concern and offer support and

encouragement to the individual (Thomas and Ganster, 1995).' In

addition, organizational support is a second type of work-related

support which is proposed in this paper. Few researchers have

examined the role of organizational factors in alleviating the

negative effects of employee stress (Stamper and Johlke, 2003).

Organizational support refers to the extent to which the workfamily

culture of the employing organization supports employees who take

advantage of thefamily benefits they offer. A supportive organization

values the integration of employees' work and familylives (Thompson,

Beauvais and Lyness, 1999) and does not penalize employees who use

work-family benefits or devote time to family (Bailyn, 1997; Clark,

2001). This source of support is expected to be relevant to lawyers

because it relates to the time norms and pressures associated with

practicing law.

Research on work-family dynamics has also demonstrated the

importance of support from one's spouse and how this contributes to an

individual's well-being (Frone, Russell and Cooper, 1992;

Parasuraman, Greenhaus and Granrose, 1992). An emotionally

19

Page 20: Stres dan Keselamatan Kerja

supportive spouse listens to and empathizes with the stresses of their

partner's job and offers support, encouragement and concern to their

spouse (Thomas and Ganster, 1995). A second type of spouse support

is spousal career support, which focuses on the extent to which the

spouse respects and encourages the respondent's career. It is argued to

be important for individuals in highly demanding professional jobs to

have a spouse who supports their career, both in terms of the stress it

incurs and the rewards it offers. Career support has been found to be

important in reducing depression and work-to-family conflict for

samples of working women (e.g., Suchet and Barling, 1986; Beatty,

1996). This type ofsupport has not been examined widely in

the stress literature and will be examined for both men and women

practicing law.

2. Jurnal II

Abstrak (Ringkasan)

Job stress is increasingly becoming an epidemic in the work

environment. Female Nursing staff is constantly encountering trouble,

crisis and conflict in the work environment prevailing in the public

sector hospitals that require them to cope with. The central theme of

this research study is focused on digging out the fundamental causes

of job stress of female nurses. Further, how job stress affects

their job performance and job satisfaction. The study generated

quantitative data which will open doors for further research in this

area. This research study adopts quantitative approach using

questionnaire methods. Several procedures were applied to carry out

rigorous quantitative analysis. Organizations can help reduce the

overall effects of job stress by developing and implementing

prevention and intervention methods to help employees manage and

cope with job stress. To reduce job stress of female nurses, this study

suggests several measures along with employee's assistance programe

20

Page 21: Stres dan Keselamatan Kerja

(EAP). This programme is focused on the employee's total mental and

physical condition. It was found that public sector hospitals are

factories to manufacture stress. Female nurses experience

more stress than male counterpart in the public sector hospitals. The

findings of this paper revealed that job stress has negative co relation

with job performance and job satisfaction. [PUBLICATION

ABSTRACT]

Headnote

Job stress is one of the popular phrases we see and hear with increasing

frequency. Unfortunately, though it is used so often, and in so many

different contexts that it is difficult to pin down an agreed meaning.

Hans selye, the pioneer of study on stress initiated focusing on this

vital issue of great concern. Stress has been a topic of interest to the

researchers since the Second World War (Newton 1995). Only

recently, job stress has received increased significance among

researchers, especially in the social sciences. Organizations are finally

waking up to the fact that a lot of human potentials are being drained

away due to job stress. Most of the employees say they are under

extreme stress at work environment.

Job stress is one big problem in this global world. Most of the

employees often or very often feel stress due to work. The human

resource managers in some organizations have mentioned stress to be

great impediment in the effective performance of employees.

Job stress has become an increasingly common negative outcome of

today's dynamic life. Masses experiencestress due to overload,

overwork, job insecurity and increasing pace of life. (American

Psychological Association, 1997). In recent times, many research

studies have measured and determined the effects of job stress on

health and well being of nurses in the hospital settings and

elsewhere. Job stress detracts nurses from qualitative working lives,

enhances psychiatric morbidity and contributes towards physical

21

Page 22: Stres dan Keselamatan Kerja

illness, such as musculoskeletal problems and depression. (ILO, 2001).

International council of nurses (ICN) has reported that if we want to

develop an optimum environment for the production of stress, a lot of

stressors, we would include, would be obviously recognized by female

nurses as events in the hospital settings which they confront on routine

basis. The stressors are long hours, unpleasant noises, sights, undue

quiet, sudden shift from intense to mundane tasks, time pressure, no

second chance, and enclosed environment etc. (NIOSH, 2001).

JOB STRESS AND JOB SATISFACTION:

The researchers here have strived to workout all those factors/stressors,

which exist in the public sector hospitals and have negative effect

on job satisfaction of the female nurses. Eradication of these stressors

will result in the enhancment of job satisfaction. Female nurses have

reported that the excessive workload (97.1%), unhealthy and

dangerous work enviroment (94.3%), insufficient resources (87.3%),

people cs suffering (85.1%), conflicting demand (67.3%), lack of

professional respect (85.7%), lack of promotion chances (87.3%),

inadequate pay and benefits (90.8%), domestic problems (47.9%) and

marital problems (46.7%) are the potent factors which cause them job

stress and result in the decline of job satisfaction.

22

Page 23: Stres dan Keselamatan Kerja

Daftar Pustaka

1. Jehangir, M., Kareem, N., Khan, A., Jan, M. T., & Soherwardi, S., PhD.

(2011). EFFECTS OF JOB STRESS ON JOB PERFORMANCE & JOB

SATISFACTION. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in

Business, 3(7), 453-465. 

2. Munandar, A. S. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

3. Wallace, J. E. (2005). Job stress, depression and work-to-family conflict:

A test of the strain and buffer hypotheses.Relations Industrielles, 60(3),

510-537.

4. Wijono, Sutarto. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu

Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenada Media

Group.

23