PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN BAB I . Pendahuluan I. Hakikat Penyuluhan Banyak pihak menilai bahwa penyuluhan pertanian mempunyai andil yang sangat besar dalam keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia. Bimbingan masal atau yang dikenal bimas dengan metode latihan dan kunjungannya telah berhasil mendifusikan suatu inovasi sehingga transfer pengetahuan dan teknologi dapat terjadi secara berkelanjutan dan faktanya adalah Indonesia mencapai swasembada beras untuk pertama kalinya pada tahun 1984. Penyuluhan pada dasarnya adalah pendidikan non formal dimana target/sasarannya yaitu para petani/peternak harus mengalami perubahan perilaku, dari mulai aspek yang bersifat pengetahuan, perasaan dan akhirnya aspek prilaku. Tentang hal ini diakui bahwa, penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku melalui pendidikan akan memakan waktu lebih lama, tetapi perubahan perilaku yang terjadi akan berlangsung lebih kekal. Sebaliknya, meskipun perubahan perilaku melalui pemaksaan dapat lebih cepat dan mudah dilakukan, tetapi perubahan perilaku tersebut akan segera hilang, manakala faktor 1
79
Embed
stipgrahakaryamuarabulian.ac.id · Web viewSebagai agen penyebaran informasi, penyuluh tidak boleh hanya menunggu aliran informasi dari sumber-sumber informasi (peneliti, pusat informasi,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
BAB I . Pendahuluan
I. Hakikat Penyuluhan
Banyak pihak menilai bahwa penyuluhan pertanian mempunyai andil yang
sangat besar dalam keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia. Bimbingan
masal atau yang dikenal bimas dengan metode latihan dan kunjungannya telah
berhasil mendifusikan suatu inovasi sehingga transfer pengetahuan dan teknologi
dapat terjadi secara berkelanjutan dan faktanya adalah Indonesia mencapai
swasembada beras untuk pertama kalinya pada tahun 1984.
Penyuluhan pada dasarnya adalah pendidikan non formal dimana
target/sasarannya yaitu para petani/peternak harus mengalami perubahan perilaku,
dari mulai aspek yang bersifat pengetahuan, perasaan dan akhirnya aspek prilaku.
Tentang hal ini diakui bahwa, penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku
melalui pendidikan akan memakan waktu lebih lama, tetapi perubahan perilaku yang
terjadi akan berlangsung lebih kekal. Sebaliknya, meskipun perubahan perilaku
melalui pemaksaan dapat lebih cepat dan mudah dilakukan, tetapi perubahan
perilaku tersebut akan segera hilang, manakala faktor pemaksanya sudah
dihentikan. Oleh karena itu penyuluhan merupakan investasi untuk masa depan.
Hasil dari penyuluhan tidak dapat diketahui dalam waktu yang singkat terlebih lagi
jika tujuan utama suatu program penyuluhan adalah terjadinya adopsi suatu inovasi
yang ditawarkan atau terjadinya perubahan perilaku sasaran, tentu akan
membutuhkan waktu yang relatif lama.
Kegiatan penyuluhan banyak melibatkan pertimbangan nilai. Tidak jarang
penyuluh dihadapkan pada keharusan memberi informasi tidak saja demi
kepentingan petani sendiri tetapi juga untuk kepentingan masyarakatnya secara
1
keseluruhan. Dengan demikian, dari penyuluh diinginkan kemampuannya untuk
dapat mendorong petani belajar sekaligus melakukan perubahan perilaku sasaran
tanpa mengabaikan falsafah, etika dan prinsip penyuluhan. Hal ini penting dilakukan
demi tercapainya tujuan penyuluhan itu sendiri.
II. Peranan Penyuluhan Dalam Pembangunan
Kaitan antara kemiskinan dan petani terlihat cukup erat. Di negeri ini suasana
hidup miskin memang masih terlihat melekat kuat dalam citra diri petani. Petani
bukan saja terjerat oleh kemiskinan yang bersifat alamiah, namun jika dilihat dari
penguasaan terhadap sumber daya yang ada, mereka pun tetap terjebak dalam
kondisi kemiskinan struktural.
Akhir-akhir ini sering terdengar bahwa Pemerintah sedang ramai membahas
rencana Undang Undang Sistem Penyuluhan Pertanian. Sistem penyuluhan
pertanian memang penting untuk untuk dikemas dalam suatu Undang Undang.
Pertama, karena penyuluhan pertanian adalah proses sebuah pemberdayaan dan
pemartabatan petani, dimana di dalamnya terkandung nilai-nilai kehidupan yang
sarat dengan pesan moral. Kedua, karena penyuluhan pertanian yang selama ini
kita lakukan, memang terbukti mampu menghantarkan petani, bahkan bangsa
Indonesia secara keseluruhan menjadi lebih terhormat.
Mengingat bahwa penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan non formal dan
bahwa pendidikan merupakan proses yang diharapkan membawa kepada
perubahan perilaku yang diinginkan, karenanya diperlukan beragam cara untuk
menciptakan situasi belajar yang baik. Cara-cara menciptakan situasi belajar
tersebut secara populer disebut dengan metode penyuluhan. Metode-metode
penyuluhan ini merupakan pendekatan dasar untuk melakukan pendekatan,
2
mendorong dan mempengaruhi anggota masyarakat petani untuk belajar (Leagans
1960; Dahama dan Bhatnagar 1980).
Pemberdayaan masyarakat sebenarnya sangat erat hubungannya dengan
empowerwnent. Pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah
penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem
yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat
yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu, bukan sebagai
objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan
masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum.
Pada masa pembangunan seperti sekarang ini, pandangan, perhatian dan
pemeliharaan terhadap para petani di pedesaan sudah semestinya diperhatikan.
Kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih
rendah. Mereka buta akan pendidikan, teknologi, sehingga produksi yang mereka
lakukan kurang maksimal. Petani di desa sangat menginginkan perubahan. Para
petani di desa tidak dapat melakukan perubahan karena terbentur pada keadaan
mereka sendiri, mereka kurang menguasai ilmu-ilmu yang dapat memajukan hasil
tani mereka. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan Entang Sastraatmadja,
(1993: 6), bahwa melalui kegiatan penyuluhan pertanian maka diharapkan dapat
dihilangkan terjadinya kelaparan dan kemiskinan di Indonesia.
Pada masa pembangunan seperti sekarang ini, pemerintah sangat
memperhatikan pendidikan bagi mereka. Pendidikan yang cocok bagi mereka
adalah pendidikan non formal yang praktis, mudah diterapkan dalam usaha-usaha
produksi produk pertanian. Untuk menumbuhkan kemandirian dan kepercayaan
masyarakat akan kemampuan mereka yang selama ini kurang berdaya diperlukan
3
adanya seorang pekerja masyarakat. Seorang pekerja masyarakat ini bisa disebut
juga sebagai penyuluh.
Peranan penyuluhan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu: 1) menyadarkan
masyarakat atas peluang yang ada untuk merencanakan hingga menikmati hasil
pembangunan, 2) memberikan kemampuan masyarakat untuk menentukan program
pembangunan, 3) memberi kemampuan masyarakat dalam mengontrol masa
depannya sendiri, dan 4) memberi kemampuan dalam menguasai lingkungan
sosialnya.
Menurut Tonny (2003), peran seorang pekerja pengembangan masyarakat
dapat dikategorikan ke dalam empat peran, yaitu : (1) peran fasilitator (Facilitative
Roles), (2) peran pendidik (Educational Roles), (3) peran utusan atau wakil
(Representasional Roles), (4) peran teknikal (Technical Roles). Peranan fasilitator
yang dilakukan oleh pekerja pengembangan masyarakat antara lain sebagai orang
yang mampu membantu masyarakat agar masyarakat mau berpartisipasi dalam
kegiatan bertani, orang yang mampu mendengar dan memahami aspirasi
masyarakat, mampu memberikan dukungan, mampu memberikan fasilitas kepada
masyarakat.
Seorang penyuluh juga harus mampu dalam memberikan pendidikan kepada
masyarakat tani. Memberikan proses belajar yang terus menerus agar
menumbuhkan kesadara. Penyuluh juga memberikan informasi, dan memberikan
pelatihan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Funfsi lain adalah untuk
mengembangkan masyarakat, penyuluhan berperan sebagai utusan atau wakil yang
berkaitan dengan interaksi pekerja pengembangan masyarakat melalui penggunaan
media, hubungan masyarakat, jaringan antara pekerja pengembangan masyarakat
dan pekerja yang relevan, dan berbagi pengalaman dan pengetahuan baik secara
4
formal maupun informal antara pekerja pengembangan masyarakat dan antara
masyarakat.
Fungsi penyuluhan lainnya adalah menjembatani kesenjangan antara praktek
yang biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan dan teknologi yang
selalu berkembang menjadi kebutuhan para petani tersebut. Fungsi penyuluhan
dapat dianggap sebagai penyampai dan penyesuaian program nasional dan regional
agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh petani, sehingga program-program
masyarakat petani yang disusun dengan itikad baik akan berhasil dan mendapat
partisipasi masyarakat.
Fungsi penyuluhan yang terakhir adalah fungsi pemberian pendidikan dan
bimbingan yang berkelanjutan, yang artinya penyuluhan tidak akan berhenti begitu
saja ketika mengetahui bahwa petani di tempat mereka berikan pendidikan, ternyata
telah dapat melakukan perubahan. Namun, penyuluh tetap membantu mereka ke
arah yang lebih baik lagi.
5
BAB II. Terminologi Pengertian penyuluhan pertanian
A. Pengertian Penyuluhan
Terminologi penyuluhan (extension), pertama kali dikenal pada pertengahan
abad 19 oleh universitas Oxford dan Cambridge pada sekitar tahun 1850 (Swanson,
1997). Dalam perjalanananya, van den Ban (1985) mencatat beberapa istilah
seperti di Belanda disebut voorlichting yang berarti obor yang berfungsi untuk
menerangi, di Jerman lebih dikenal sebagai “advisory work=laporan kerja”
(beratung), vulgarization (Perancis), dan capacitacion (Spanyol). Roling=peranan
(1988) mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah melakukan protes terhadap
kegiatan penyuluhan yang lebih bersifat top-down. Karena itu, dia kemudian
menawarkan beragam istilah pengganti extension seperti: animation, mobilization,
conscientisation. Di Malaysia, digunakan istilah perkembangan sebagai terjemahan
dari extension, dan di Indonesia menggunakan istilah penyuluhan sebagai
terjemahan dari voorlichting (Adjid, 2001).
Diskusi tentang penggunaan istilah “penyuluhan” di Indonesia akhir-akhir ini
semakin semarak. Pemicunya adalah, karena penggunaan istilah penyuluhan dirasa
semakin kurang diminati atau kurang dihargai oleh masyarakat. Hal ini, disebabkan
karena penggunaan istilah penyuluhan yang kurang tepat, terutama oleh banyak
kalangan yang sebenarnya “tidak memahami” esensi makna yang terkandung dalam
istilah penyuluhan itu sendiri. Di lain pihak, seiring dengan perbaikan tingkat
pendidikan masyarakat dan kemajuan teknologi informasi, peran penyuluhan
semakin menurun dibanding sebelum dasawarsa delapan-puluhan.
Rahmat Pambudi, pada awal 1996 mulai melontarkan pentingnya istilah
pengganti penyuluhan, dan untuk iitu dia menawarkan penggunaan istilah transfer
teknologi sebagaimana yang digunakan oleh Lionberger dan Gwin (1982). Pada
6
tahun 1998, Mardikanto menawarkan penggunaan istilah edfikasi, yang merupakan
akronim dari fungsi-fungsi penyuluhan yang meliputi: edukasi, diseminasi inovasi,
fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi. Meskipun tidak ada
keinginan untuk mengganti istilah penyuluhan, Margono Slamet pada kesempatan
seminar penyuluhan pembangunan (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak
pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada dasawarsa1990-an.
Terkait dengan hal tersebut, dalam perjalanannya, kegiatan penyuluhan
diartikan dengan berbagai pemahaman, seperti:
1) Penyebarluasan (informasi)
2) Penerangan/penjelasan
3) Pendidikan non-formal (luar-sekolah)
4) Perubahan perilaku
5) Rekayasa sosial
6) Pemasaran inovasi (teknis dan sosial)
7) Perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu, dan
kelembagaan, dll)
8) Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
9) Penguatan komunitas (community strengthening)
1. Penyuluhan Sebagai Proses Penyebarluasan Informasi
Sebagai terjemahan dari kata “extension”, penyuluhan dapat diartikan sebagai
proses penyebarluasan. Dalam hal ini, penyuluhan merupakan peyebarluasan
informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dihasilkan oleh
7
perguruan tinggi ke dalam praktek atau kegiatan praktis. Implikasi dari pengertian ini
adalah:
1) Sebagai agen penyebaran informasi, penyuluh tidak boleh hanya menunggu
aliran informasi dari sumber-sumber informasi (peneliti, pusat informasi,
institusi pemerintah, dll) melainkan harus secara aktif berburu informasi yang
bermanfaat dan atau dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi kliennya.
Dalam hubungan ini, penyuluh harus mengoptimalkan pemanfaatan segala
sumberdaya yang dimiliki serta segala media/ saluran informasi yang dapat
digunakan (media-masa, internet, dll) agar tidak ketinggalan dan tetap
dipercaya sebagai sumber informasi “baru” oleh kliennya.
2) Penyuluh harus aktif untuk menyaring informasi yang diberikan atau yang
diperoleh kliennya dari sumber-sumber yang lain, baik yang menyangkut
kebijakan, produk, metoda, nilai-nilai perilaku, dll. Hal ini penting, karena di
samping dari penyuluh, masyarakat seringkali juga memperoleh
informasi/inovasi dari sumber-sumber lain (aparat pemerintah, produsen/
pelaku bisnis, media masa, LSM) yang tidak selalu “benar” dan bermanfaat/
menguntungkan masyarakat/kliennya. Sebab, dari pengalaman menunjukkan,
bahwa informasi yang datang dari “luar” seringkali lebih berorientasi kepada
“kepentingan luar” dibanding keberpihakannya kepada kepentingan
masyarakat yang menjadi kliennya.
3) Penyuluh perlu lebih memperhatikan informasi dari “dalam” baik yang berupa
“kearifan tradisional” maupun “endegenuous technology”. Hal ini penting,
karena informasi yang berasal dari dalam, di samping telah teruji oleh waktu,
seringkali juga lebih sesuai dengan kondisi setempat, baik ditinjau dari kondisi
8
fisik, teknis, ekonomis, sosial/budaya, maupun kesesuainnya dengan
kebutuhan pengembangan komunitas setempat.
4) Pentingnya informasi yang menyangkut hak-hak politik masyarakat, di
samping inovasi teknologi, kebijakan, manajemen, dll. Hal ini penting, karena
yang untuk pelaksanaan kegiatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
seringkali sangat tergantung kepada kemauan dan keputusan politik. Sebagai
contoh, program intensifikasi padi, jagung dan kedelai terbukti tidak banyak
memberikan perbaikan kesejahteraan petani. Demikian juga yang terjadi
kaitannya dengan kebijakan impor beras, gula, daging, dll.
2. Penyuluhan Sebagai Proses Penerangan/Pemberian Penjelasan
Penyuluhan yang berasal dari kata dasar “suluh” atau obor, sekaligus sebagai
terjemahan dari kata “voorlichting” dapat diartikan sebagai kegiatan penerangan
atau memberikan terang bagi yang dalam kegelapan. Sehingga, penyuluhan juga
sering diartikan sebagai kegiatan penerangan. Sebagai proses penerangan,
kegiatan penyuluhan tidak saja terbatas pada memberikan penerangan, tetapi juga
menjelaskan mengenai segala informasi yang ingin disampaikan kepada kelompok-
kelompok sasaran yang akan menerima manfaat penyuluhan (beneficiaries),
sehingga mereka benar-benar memahaminya seperti yang dimaksudkan oleh
penyuluh atau juru-penerangnya. Terkait dengan istilah penerangan, penyuluhan
yang dilakukan oleh penyuluh tidak boleh hanya bersifat “searah” melainkan harus
diupayakan berlangsungnya komunikasi “timbal-balik” yang memusat (convergence)
sehingga penyuluh juga dapat memahami aspirasi masyarakat, manakala mereka
menolak atau belum siap menerima informasi yang diberikan . hal ini dapat ditempuh
melalui media diskusi antara pihak dinas terkait, penyuluh dan petani sasaran.
9
Hal ini penting, agar penyuluhan yang dilakukan haruslah tidak bersifat
“pemaksaan kehendak” (indoktrinasi, agitasi, dll) melainkan tetap menjamin
hubungan yang harmonis antara penyuluh dan masyarakatnya secara berkelanjutan.
3. Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Perilaku
Dalam perkembangannya, pengertian tentang penyuluhan tidak sekadar
diartikan sebagai kegiatan penerangan yang bersifat searah (one way) dan pasif.
Tetapi, penyuluhan adalah proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh
dan yang disuluh agar terbangun proses perubahan “perilaku” (behaviour) yang
merupakan perwujudan dari: pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seseorang yang
dapat diamati oleh orang/pihak lain, baik secara langsung (berupa: ucapan,
tindakan, bahasa tubuh, dll) maupun tidak langsung (melalui kinerja dan atau hasil
kerjanya). Dengan kata lain, kegiatan penyuluhan tidak berhenti pada “penyebar-
luasan informasi/inovasi”, dan “memberikan penerangan”, tetapi merupakan proses
yang dilakukan secara terus-menerus, sekuat tenaga dan pikiran, memakan waktu
dan melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh
penerima manfaat penyuluhan (beneficiaries) yang menjadi “klien” penyuluhan”.
Sebagai contoh: Pada penyuluhan penggunaan pupuk terhadap tanaman
tertentu, kegiatan penyuluhan tidak boleh hanya berhenti pada pemberian
penerangan atau penjelasan penggunaan pupuk kepada petani, tetapi diharapkan
harus dilakukan secara terus-menerus sampai petani tersebut mau menggunakan,
bahkan secara mandiri mau berswadaya untuk membeli atau memproduksi sendiri
pupuk tersebut. Implikasi dari pengertian perubahan perilaku ini adalah:
1) Harus diingat bahwa, perubahan perilaku yang diharapkan tidak hanya
terbatas pada masyarakat/klien yang menjadi “sasaran utama” penyuluhan,
tetapi penyuluhan harus mampu mengubah perilaku semua stakeholders
10
pembangunan, terutama aparat pemerintah selaku pengambil keputusan,
(bisa aparat desa, aparat kecamatan atau pihak dinas terkait), pakar
teknologi, peneliti, pelaku bisnis, aktiivis LSM, tokoh masyarakat dan
stakeholders pembangunan yang lainnya.
2) Perubahan perilaku yang terjadi, tidak terbatas atau berhenti setelah
Adopsi, dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan
sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa:
pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada diri
seseorang setelah menerima "inovasi" yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat
sasarannya.
Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekadar "tahu", tetapi sampai benar-benar
dapat melaksanakan atau menerap-kannya dengan benar serta menghayatinya dalam
kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan
sikap, pengetahuan, dan atau ketrampilannya.
Pengertian adopsi sering rancu dengan "adaptasi" yang berarti penyesuaian. Di dalam
proses adopsi, dapat juga berlangsung proses penyesuaian, tetapi adaptasi itu sendiri lebih
merupakan proses yang berlangsung secara alami untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisi lingkungan. Sedang adopsi, benar-benar merupakan proses penerimaan sesuatu
yang "baru" (inovasi), yaitu menerima sesuatu yang "baru" yang ditawarkan dan diupayakan
oleh pihak lain (penyuluh).Proses adopsi inovasi merupakan proses kejiwaan/mental
yang terjadi pada diri petani pada saat menghadapi suatu inovasi, dimana terjadi
proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui atau didengar sampai
diterapkannya ide baru tersebut. Pada proses adopsi akan terjadi perubahan-
perubahan dalam perilaku sasaran umumnya akan menentukan suatu jarak waktu
tertentu. Cepat lambatnya proses adopsi akan bergantung dari sifat dinamika
sasaran.
Rogers dan Shoemaker (1971) adopsi adalah proses mental, dalam
mengambil
45
keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut
tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut. Sedangkan Feder dkk (1981)
adopsi didefenisikan sebagai proses mental seseorang dari mendengar, mengetahui
inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Di lain pihak Samsudin (1994) menyatakan
bahwa adopsi adalah suatu proses dimulai dan keluarnya ide-ide dari suatu pihak,
disampaikan kepada pihak kedua, sampai ide tersebut diterima oleh masyarakat
sebagai pihak kedua. Selanjutnya menurut Mardikanto (1993) adopsi dalam
penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang
berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah
menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh kepada sasarannya. Penerimaan
disini mengandung arti tidak sekedar “tahu” tetapi dengan benar-benar dapat
dilaksanakan atau diterapkan dengan benar serta menghayatinya. Penerimaan
inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung
oleh orang lain sebagai cerminan dari ada nya perubahan sikap, pengetahuan, dan
keterampilannya. Sehubungan dengan itu Rogers dan Shoemaker 1971 (dalam
Deptan 2001) mengemukakan lima tahap proses adopsi yaitu: (1) Awareness (tahu
dan sadar), pertama kali mendapat suatu ide dan praktek baru, (2) Interest (minat),
mencari rintisan informasi, (3) Evaluation (evaluasi), menilai manfaat inovasi yaitu
penilaian tentang untung ruginya sesuatu inovasi bila ia melaksanakannya
(dapatkah saya mengerjakannya), (4) Trial (mencoba), mencoba menerapkan
ivovasi pada skala kecil, (5) Adoption (adopsi), menerapkan inovasi pada skala
besar pada usahataninya.
Lima tahap adopsi ini bukan merupakan pola kaku yang pasti diikuti oleh
petani, tetapi sekedar menunjukkan adanya lima urutan yang sering ditemukan oleh
peneliti maupun petani. Peneliti menunjukkan perlunya waktu yang lama antara saat
46
pertama kali petani mendengar suatu inovasi dengan saat melakukan adopsi.
Pengklasifikasian kelompok pengadopsi. Ciri-ciri yang membedakan setiap
kelompok mengadopsi diringkas sebagai berikut:
1. Pembaharu (innovator)
a) Lahan usaha tani luas, pendapatan tinggi
b) Status sosial tinggi
c) Aktif di masyarakat
d) Banyak berhubungan dengan orang secara formal dan informal
e) Mencari informasi langsung ke lembaga penelitian dan penyuluh
pertanian
f) Tidak disebut sebagai sumber informasi oleh petani lainnya
2. Pengadopsi Awal (Early Adopter)
a) Usia lebih muda
b) Pendidikan lebih tinggi
c) Lebih aktif berpartisipasi di masyarakat
d) Lebih banyak berhubungan dengan penyuluh pertanian
e) Lebih banyak menggunakan surat kabar, majalah dan buletin
3. Mayoritas Awal (Early Majority)
a) Sedikit di atas rata-rata dalam umur, pendidikan dan pengalaman
petani
b) Sedikit lebih tinggi dalam status sosial
c) Lebih banyak menggunakan surat, majalah dan buletin
d) Lebih sering menghadiri pertemuan pertanian
e) Lebih awal dan lebih banyak mengadopsi dari pada mayoritas lambat.
4. Mayoritas Lambat (Late Majority)
47
a) Pendidikan kurang
b) Lebih tua
c) Kurang aktif berpartisipasi di masyarakat
d) Kurang berhubungan dengan penyuluhan pertanian
e) Kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah, buletin.
5. Kelompok Lamban (Laggard)
a) Pendidikan kurang
b) Lebih tua
c) Kurang aktif berpatisipasi di masyarakat
d) Kurang berhubungan dengan penyuluhan
e) Kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah, buletin.
Dalam tahap tahu media massa seperti radio, televisi, surat kabar dan bulletin
paling banyak digunakan. Peringkat berikutnya adalah teman dan tetangga,
terutama petani sejawat, menyusul penyuluh pertanian dan pedagang. Dalam tahap
minat memerlukan informasi yang rinci mengenai inovasi. Media masa atau petani
lain merupakan sumber informasi yang paling banyak disebut, selanjutnya penyuluh
pertanian dan pedagang. Dalam tahap evaluasi petani harus menilai manfaat inovasi
maupun kecocokannya dengan keadaan setempat.
Patani sejawat yang berpengalaman merupakan sumber informasi peringkat
pertama. Selanjutnya penyuluh pertanian, pedagang dan media massa. Dalam
tahap mencoba petani memerlukan informasi mengenai penggunaan inovasi. Teman
dan tetangga merupakan sumber informasi peringkat pertama, selanjutnya penyuluh
pertanian, pedagang dan media massa.
Dalam tahap adopsi pengalaman pribadi dan petani sejawat merupakan factor
yang paling penting dalam penggunaan inovasi yang berkesinambungan. Penyuluh
48
pertanian dan media massa dianggap penting manakala memperkuat keputusan
yang diambil atau memberikan informasi yang memperlancar keberhasilan.
II. Inovasi
Inovasi adalah segala sesuatu ide, cara-cara ataupun obyek yang
dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru. Havelock 1973 (dalam
Nasution, 1990) menyatakan bahwa inovasi merupakan segala perubahan yang
dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminy
Seseorang menganggap baru, tetapi belum tentu ide yang sama itu baru bagi orang
lain. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah suatu ide, perilaku,
produk, informasi, dan pratek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima,
dan digunakan/diterapkan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu
lokalitas tertentu, yang mendorong terjadi perubahan-perubahan disegala aspek
kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap
individu/warga masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Samsudin (1994) inovasi adalah sesuatu yang baru yang disampaikan
kepada masyarakat lebih baik dan lebih menguntungkan dari hal-hal sebelumnya.
Selain itu Depari (1995) menyatakan bahwa inovasi adalah gagasan, tindakan, atau
barang yang dianggap baru oleh seseorang .
Sifat-sifat Inovasi
Dilihat dari sifat inovasinya, dapat dibedakan dalam sifat intrinsik (yang
melekat pada inovasinya sendiri) maupun sifat ekstrinsik (yang dipengaruhi oleh
keadaan lingkungannya (Mardikanto, 1988).
Sifat-sifat intrinsik inovasi itu mencakup:
a. Informasi ilmiah yang melekat/dilekatkan pada inovasi-nya,
49
b. Nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan (teknis, ekonomis, sosial budaya, dan
politis) yang melekat pada inovasinya,
c. Tingkat kerumitan (kompleksitas) inovasi,
d. Mudah/tidaknya dikomunikasikan (kekomunikatifan) ino-vasi,
e. Mudah/tidaknya inovasi tersebut dicobakan (trialability),
f. Mudah/tidaknyaa inovasi tersebut diamati (observability).
Sedang sifat-sifat ekstrinsik inovasi meliputi:
a) Kesesuaian (compatibility) inovas dengan lingkungan setempat (baik
lingkungan fisik, sosial budaya, politik, dan kemampuan ekonomis
masyarakatnya).
b) Tingkat keunggulan relatif dari inovasi yang ditawarkan, atau keunggulan lain
yang dimiliki oleh inovasi dibanding dengan teknologi yang sudah ada yang
akan diperbaharui/ digaantikannya; baik keunggulan teknis (kecocokan
dengan keadaan alam setempat, tingkat produktivitas-nya), ekonomis
(besarnya beaya atau keuntungannya), manfaat non ekonomi, maupun
dampak sosial budaya dan politis yang ditimbulkannya.
Sehubungan dengan ragam sifat inovasi yang dikemu-kakan di atas, Roy
(1981) dari hasil penelitiannya berhasil memberikan urutan jenjang kepentingan dari
masing-masing sifat inovasi yang perlu diperhatikan di dalam kegiatan penyuluhan.
Adopsi Inovasi Dan Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi Ada beberapa hasil
penelitian yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
inovasi. Suparlan (1986) menyatakan bahwa adopsi inovasi dipengaruhi oleh (a)
tidak bertentangan dengan pola kebudayaan yang telah ada, (b) struktur sosial
masyarakat dan pranata sosial, dan (c) persepsi masyarakat terhadap inovasi.
Menurut Deptan (2001), bahwa kecepatan proses adopsi dipengaruhi oleh klasifikasi
50
pengadopsi, ciri-ciri pribadi, sosial, budaya dan lingkungan serta sumber informasi.
Dilain pihak Liongberger dan Gwin (1982) mengelompokkan faktor yang
mempengaruhi adopsi teknologi antara lain, variable internal (personal), variabel
eksternal (situasional) dan variabel kelembagaan (pendukung).
Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan Pertanian
Yang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah, perembesan adopsi
inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu yang lain dalam sistem
sosial masyarakat sasaran yang sama. Berlangsungnya proses difusi inovasi
sebenarnya tidak berbeda dengan proses adopsi inovasi. Bedanya adalah, jika
dalam proses adopsi pembawa inovasinya berasal dari "luar" sistem sosial
masyarakat sasaran, sedang dalam proses difusi, sumber informasi berasal dari
dalam sistem sosial masyarakat sasaran itu sendiri.
51
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, Dudung Abdul. 2001. Membangun Pertanian Modern. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.
________________. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani.Jakarta.
Campbell, A. Dunstan and St. Clair Barker . 1997. Selecting Appropriate Content And Methods In Programme Delivery. Food and Agriculture Organization. Rome.
Hornby, A. S. dan Parnwell. 1972. Learner’s Dictionary. Indira. Jakarta.
Kartasapoetra, A. G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Lionberger, H. F. 1961. Adoption of New Ideas and Practices. The Iowa State University Press. Iowa.
Lionberger dan Paul Gwin. 1982. Communication strategies. Illinois . the interstate printers and publisher.
Margono, Slamet. 1978. Kumpulan Bacaan Penyuluhan Pertanian. IPB. Bogor.
Mardikanto, Totok dan Sri Sutarni. 1993. Petunjuk Penyuluhan Pertanian. UsahaNasional. Surabaya.
Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Martanegara, Achmad B.D. 1993. Hubungan Antara Keefektifan Metode Penyuluhan Dan Karakteristik Serta Sikap Peternak Terhadap Cara Pemberian Pakan Pada Sapi Perah. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Unpad. Bandung.
Mosher. A.T. 1978. An Introduction To Agricultural Extension. New York Agricultural Development Council. New York.
Rogers. 1971. Communication of Inovation. The Free Press. New York.
Rosida, Dwi Agustiyah. 1991. Analisis Tingkat Adopsi Teknologi Sapta Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Di Kabupaten Bogor. Tesis . Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI press. Jakarta
Sumitro, Maskun. 1992. Penyuluhan Pembangunan Masyarakat Di negara Sedang Berkembang : Dalam Penyuluhan Pembangunan Di Indonesia :
52
Menyongsong Abad XXI. PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.
Wiriatmadja. 1977. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. C.V. Yasaguna. Jakarta. 1990. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. C.V. Yasaguna. Jakarta. Van Den Ban, A. W dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Jakarta.