Top Banner
STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama Mahasiswa: Wimba Candrikaningrum Dokter Pembimbing: Dr.H.R.Setyadi,Sp.A NIM : 030.07.273 Tanda tangan : I. IDENTITAS Data Pasien Ayah Ibu Nama An. M Tn.M Ny.W Umur 5 tahun 35 tahun 29 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Alamat Jl. Nakula, Tegal Timur Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMP Pekerjaan - Karyawan Ibu rumah tangga Penghasilan - 1.500.000 - Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Asuransi Jamkesmas No. RM 648782 II. ANAMNESIS 1
39

Status Pasien Tb Paru

Aug 14, 2015

Download

Documents

mklh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Status Pasien Tb Paru

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama Mahasiswa: Wimba Candrikaningrum Dokter Pembimbing: Dr.H.R.Setyadi,Sp.A

NIM : 030.07.273 Tanda tangan :

I. IDENTITAS

Data Pasien Ayah IbuNama An. M Tn.M Ny.WUmur 5 tahun 35 tahun 29 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki PerempuanAlamat Jl. Nakula, Tegal TimurAgama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa JawaPendidikan - SMA SMPPekerjaan - Karyawan Ibu rumah tangga

Penghasilan - 1.500.000 -Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi JamkesmasNo. RM 648782

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal

16 Mei 2013, pukul 10.00 WIB di ruang Melati.

A. Keluhan Utama : Demam

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Kronologis:

Pasien diantar ke poliklinik anak RSUD Kardinah pada tanggal 6 maret 2013

dengan terdapat benjolan di bagian leher, di bawah telinga kiri. Benjolan dirasa

tidak nyeri. Benjolan tersebut timbul sudah kurang lebih selama 2 minggu

sebelum ke poli. Pada saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya demam. Lalu

pasien melukan pemeriksaan darah dan rontgen. Namun pasien belum membawa

1

Page 2: Status Pasien Tb Paru

hasil pemeriksaan ke poli lagi. Dari pemeriksaan rontgen didapatkan kesan primer

komplek TB.

Pasien mengeluh batuk-batuk sejak 1 minggu sebelum ke poli. Batuk

dirasakan terdapat dahaknya, namun sulit untuk dikeluarkan. Pasien juga

mengeluh adanya pilek. Namun pasien tidak terasa sesak.

9 hari setelah dari poli, pasien mengeluh demam. Demam dirasakan naik

turun. Ibu pasien memberi sanmol apabila demam. Namun setelah 2 jam

pemberian obat, demam yang sudah turun kembali naik lagi. Batuk dan pilek

masih dirasakan oleh pasien. Dan benjolan dileher dirasa masih ada tapi tidak

terlalu besar seperti pada awalnya.

Keesokan harinya ibu membawa anaknya ke IGD karena keluhan demamnya.

Ibu juga tidak lupa membawa hasil lab dan rongten yang sudah diperiksa saat

waktu datang ke poli. Lalu dari IGD diputuskan untuk dirawat.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien mengakui bahwa pasien serumah dengan nenek pasien yang

mengalami batuk lama namun tidak menjalani sebuah pengobatan.

III. RIWAYAT PASIEN

Pasien adalah anak pertama dan ibu sedang mengandung anak kedua.

A. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Kehamilan

Perawatan Antenatal : Rutin periksa ke bidan

Penyakit Kehamilan : Tidak ada

Kelahiran

Tempat kelahiran : rumah bidan

Penolong persalinan : Bidan

Cara persalinan : spontan pervaginam

Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan)

Keadaan bayi

2

Page 3: Status Pasien Tb Paru

Berat badan lahir : 2900 gram

Panjang badan lahir : 45 cm

Lingkar kepala : ibu tidak tahu

Langsung menangis : ya

Nilai APGAR : ibu tidak tahu

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesan : riwayat kelahiran dan kehamilan baik

B. Riwayat Tumbuh Kembang

Berat badan sekarang 13 kg. Tinggi badan 98 cm.

Perkembangan:

senyum : ibu lupa

miring : ibu lupa

tengkurap : 4 bulan

duduk : 6 bulan

gigi keluar : ibu lupa

merangkak : 10 bulan

berdiri : 11 bulan

Tidak ada gangguan perkembangan dalam mental dan emosi. Interaksi dengan orang

sekitar baik.

Kesan: pertumbuhan tidak sesuai umur dan perkembangan anak sesuai umur

C. Riwayat Makanan

Ibu mengaku memberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 12 bln

Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur tim 3 x sehari.

Usia 11 bulan anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur 1 x sehari

Nafsu makan menurun sejak sakit.

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup baik

3

Page 4: Status Pasien Tb Paru

D. Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

BCG 0 bulan - - - - -

DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

POLIO 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

CAMPAK - - 9 bulan - - -

HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Kesan : Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap

E. Riwayat Keluarga

Corak Reproduksi

No Umur Jenis

Kelamin

Hidup Lahir

Mati

Abotus Mati Keterangan

1 5 tahun ♂ Hidup - - - Sakit

2 Hamil anak

kedua

- - - - - -

Susunan keluarga

Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien

: curiga TB

Kesan: nenek pasien dicurigai penderita TB

F. Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien mengaku mengikuti program KB

G. Riwayat Lingkungan Perumahan

Kepemilikan Rumah : Rumah Pribadi

4

Page 5: Status Pasien Tb Paru

Pasien tinggal bersama kedua orangtua di kawasan yang padat penduduknya. Tempat

tinggal pasien berukuran 6 x 20 m, beratap genteng, lantai disemen dengan 4 kamar tidur

yang berjendela, 1 ruang tamu, ruang makan ruang makan yang jadi satu dengan dapur.

Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela. Kamar mandi ada 1 dan terdapat di dalam

rumah. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Air limbah rumah tangga

disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan dibersihkan 2 kali dalam sebulan

dan aliran air di dalamnya lancar.

Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik

H. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMUR

Diare + Morbili - Hamofilia -

Asma - Parotitis - Jantung -

Radang tenggorokan + DBD - Cacar -

Tuberkulosis - Demam + Difteri -

Kejang - Cacingan - Kecelakaan -

Ginjal - Alergi - Operasi -

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 16 mei 2013, jam 10.30 WIB, di ruang Melati.

Keadaan umum

Kesan umum : tampak sakit sedang

Tingkat kesadaran : compos mentis

Berat badan : 13 kg

Tinggi badan : 98 cm

Status gizi : perhitungan status gizi standar baku antropometri NCHS

- BB/U = 13/19 x 100% = 68,40 % BB kurang

- TB/U = 98/110 x 100% = 89,09 % TB normal

- BB/TB = 13/16,5 x 100% = 78,7% Status Gizi Kurang

Kesimpulan: Berat Badan kurang, Tinggi badan normal, Status Gizi kurang

5

Page 6: Status Pasien Tb Paru

Tanda Vital

Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : 110x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler, equal.

Suhu : 37.7°C diukur pada axilla kanan

Pernafasan :32x/menit

Kepala

Kepala : Mesocephal, ubun-ubun datar, tidak tegang.

Rambut : Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),

mata cowong (-/-), air mata ada.

Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), napas cuping hidung (-)

Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-),

Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-)

: Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-), granulasi (-)

Leher : Simetris, pembesaran KGB (+)

Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris

Pulmo:

Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi

dinding dada(-)

Palpasi : Stem fremitus tidak dilakukan

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-kanan.

Ronkhi (+/+), wheezing (-/-).

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

6

Page 7: Status Pasien Tb Paru

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula sinistra

Perkusi : Sulit dinilai

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :

Inspeksi : datar dan simetris.

Auskultasi : Bising usus 2x/menit.

Palpasi : Supel, hepar & lien tidak teraba membesar, turgor kulit baik.

Perkusi : timpani di ke 4 kuadran abdomen.

Genitalia : OUE hiperemis (-).

Anorektal : Dalam batas normal, hiperemis perianal (-).

Ekstremitas :

Superior Inferior

Akral Dingin -/- -/-

CRT <2” <2”

Oedem -/- -/-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5 maret 2013

Pemeriksaan 5/03/13 Nilai rujukan

Hematologi

Lekosit 8.4 6.0-17.0/ul

Eritrosit 4.4 3.9-5.9/ul

Hemoglobin 11.5 11.5-13.5 g/dL

Hematokrit 34.3 34-40 %

MCV 78.7 76-96 U

7

Page 8: Status Pasien Tb Paru

MCH 26.4 L 27-31 pcg

MCHC 33.5 33.0-37.0 g/dL

Trombosit 303 150-400.103/ul

Laju Endap Darah

LED 1 jam 9 0-15 mm/jam

LED 2 jam 20 0-25 mm/jam

17 maret 2013

Pemeriksaan 17/03/13 Nilai rujukan

Hematologi

Lekosit 4.2 L 6.0-17.0/ul

Eritrosit 4.5 3.9-5.9/ul

Hemoglobin 11.5 11.5-13.5 g/dL

Hematokrit 35.6 34-40 %

MCV 79.8 76-96 U

MCH 25.8 L 27-31 pcg

MCHC 32.3 L 33.0-37.0 g/dL

Trombosit 373 150-400.103/ul

Diff

Netrofil 71.1 H 50-70

Limfosit 24.9 L 25-40

8

Page 9: Status Pasien Tb Paru

Monosit 4.0 2-8

Eosinofil 0 L 2-4

Basofil 0 0-1

Laju Endap Darah

LED 1 jam 12 0-15 mm/jam

LED 2 jam 32 H 0-25 mm/jam

Pemeriksaan Ro thorax 6 maret 2013

Hasil: infiltrat perihiler (+), pembesaran kelenjar getah bening halus (+), COR CTR <0,5

Kesan: primer komplek TB

Sistem skoring

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak

jelas

- Laporan

keluarga,

BTA (-),

tidak

tahu/tidak

jelas

BTA (+)

Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥10 9

Page 10: Status Pasien Tb Paru

mm, atau ≥5

mm pada

keadaan

imunosupresi)

Berat badan/keadaan gizi - BB/TB

<90% atau

BB/U

<80%

Klinis gizi

buruk BB/TB

<70% atau

BB/U < 60%

-

Demam tanpa sebab

yang jelas

- ≥2 minggu - -

Batuk - ≥3 minggu - -

Pembesaran kelenjar

limfe koli, aksila,

inguinal

- ≥1 cm,

jumlah >1,

tidak nyeri

- -

Pembengkakan

tulang/sendi panggul,

lutut, falang

- Ada

pembengka

kan

- -

Foto rontgen toraks Normal/

Tidak jelas

Kesan TB - -

Skor pasien = 6 (ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti

tuberkulosis)

VI. RINGKASAN DATA DASAR

Anamnesis

Pasien diantar ke poliklinik anak RSUD Kardinah pada tanggal 6 maret 2013

dengan terdapat benjolan di bagian leher, di bawah telinga. Benjolan dirasa tidak

nyeri. Benjolan tersebut timbul sudah kurang lebih selama 2 minggu sebelum ke

10

Page 11: Status Pasien Tb Paru

poli. Pada saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya demam. Dari pemeriksaan

rontgen didapatkan kesan primer komplek TB.

Pasien mengeluh batuk-batuk sejak 1 minggu sebelum ke poli. Batuk

dirasakan terdapat dahaknya, namun sulit untuk dikeluarkan. 9 hari setelah dari

poli, pasien mengeluh demam. Demam dirasakan naik turun. Ibu pasien memberi

sanmol apabila demam. Namun setelah 2 jam pemberian obat, demam yang sudah

turun kembali naik lagi. Batuk dan pilek masih dirasakan oleh pasien. Dan

benjolan dileher dirasa masih ada tapi tidak terlalu besar seperti pada awalnya.

Keesokan harinya ibu membawa anaknya ke IGD karena keluhan demamnya.

Lalu dari IGD diputuskan untuk dirawat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar, tampak sakit sedang, dengan

nadi 110x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler, equal; suhu 37.7°C; pernafasan

32x/menit. Dengan berat badan 13 kg dan tinggi badan 98cm, kesan perhitungan

status gizi berdasarkan NCHS, pasien mempunyai BB kurang, TB normal dan

status gizi kurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar getah

bening di leher bagian belakang di bwaha telinga kiri dan pada auskultasi pada

thorax ditemukan ronki di kedua paru. Pada pemeriksaan penunjang thorax di

dapatkan kesan primer komplek TB. Pada sistem skoring didapatkan jumlah 6,

yang kesannya harus ditatalaksana sebagai pasien TB.

VII. DAFTAR PERMASALAHAN

- Batuk

- Pembesaran KGB

- Demam

- Foto thorax: komplek primer TB

- Gizi kurang

VIII. DIAGNOSIS BANDING

- Infeksi paru:

o TB Paru

o Bronkopneumonia

o Bronkitis

- Status Gizi kurang

11

Page 12: Status Pasien Tb Paru

IX. DIAGNOSA KERJA

- Komplek primer TB

- Status gizi kurang

X. PENATALAKSANAAN

- Asering 20 tpm

- Amoxicilin syr 3x1 cth

- PCT 125 mg 3x1

- Ambroxol syr 3x1 cth

- RHZ 75mg/50mg/150mg 2x1

XI. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Pemeriksaan Uji Tuberkulin (Mantoux Test)

2. Pemeriksaan BTA

XII. PROGNOSIS

o Ad Vitam :Dubia ad bonam

o Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

o Ad Sanationam :Dubia ad bonam

12

Page 13: Status Pasien Tb Paru

ANALISA KASUS

Pada anamnesis pasien didapatkan bahwa terdapat benjolan di bagian leher belakang, lalu batuk yang sering selama kurang lebih 3 minggu ini, dan berat badan yang kurang. Serta adanya pengakuan dari orangtuanya bahwa nenek pasien menderita batuk yang sudah cukup lama namun tidak dalam pengobatan, dan kemungkinan hal tersebut merupakan sumber pajanan terhadap pasien.

Gambaran klinis tersebut mengarah pada TB paru, dimana ditemukan batuk, barat badan yang sulit naik, dan timbul benjolan di leher bagian belakang Disamping itu pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya ronki dikedua lapang paru. Dengan berat badan 13 kg dan tinggi badan 98cm, kesan perhitungan status gizi berdasarkan NCHS, pasien mempunyai BB kurang, TB normal dan status gizi kurang. Serta dari pemeriksaan foto rontgen thorax didapatkan kesan primer kompleks TB. Jumlah dari sistem skoring adalah 6 dengan kesan pasien ditangani sebagai pasien TB.

Dikarenakan pada pasien terdapat demam juga, maka sebelumnya bisa didiagnosis banding dengan bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi akut saluran nafas bagian bawah dan jaringan paru oleh mikoorganisme yang biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak. Peradangan dapat tersebar pada semua bagian lobus paru, umumnya bagian yang terkena dimulai dari bronkhiolus sampai alveolus. Pada anak-anak lokasi peradangan tidak bisa dipastikan selalu atau pasti di lobus itu yang penting dilihat adalah apakah pada foto thorax nya ada gambaran hilus yang menebal, apabila ada maka itu bukan “BP” melainkan proses spesifik paru yang lain. Apabila alveolus terkena radang maka akan terisi oleh nanah dan cairan sehingga kemampuan dari alveolus untuk menyerap oksigen akan terganggu. Hal ini dapat menyebabkan gangguan dalam proses respirasi di paru-paru. Penyakit ini dapat mengenai siapapun dan biasanya pada bayi dan anak-anak dengan daya

13

Page 14: Status Pasien Tb Paru

tahan tubuh yang terganggu, misalnya malnutrisi energi protein ( MEP ), penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh infeksi bakteri. Bakteri-bakteri ini menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu dengan Inhalasi melalui jalur trakeobronkial dan Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.

Selain itu bisa juga didiagnosis banding dengan bronkitis, bronkitis suatu peradangan pada cabang tenggorok (saluran udara ke paru-paru). Penyakit bronkitis ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya penyakit bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. Pada penyakit bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak napas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi napas mengi, terutama setelah batuk.

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS PARU

I. DEFINISI

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium

Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar kuman TB menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

II. EPIDEMIOLOGI

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang

kembali muncul dan menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah

TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar

orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan

Amerika Latin.

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di

negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu

penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di

negara maju.

14

Page 15: Status Pasien Tb Paru

III. PREVALEN

Morbiditas dan mortalitas

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak

per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985, dari 1261 kasus

TB anak berusia <15 tahun, 63% di antaranya berusia <5 tahun. Pada survey nasionai di

Inggris dan Wales selama setahun pada tahun 1983, didapatkan bahwa 452 anak berusia <15

tahun menderita TB (MRCT-CDU, 1988). Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama

II (tahun 1983-993) didapatkan 171 kasus TB anak usia <15 tahun. Di negara berkembang,

TB pada anak berusia < 15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara

maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7%.

Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus

baru TB anak, dan 450.000 anak usia <15 tahun meninggal dunia karena TB. Kasus baru

diperkirakan akan meningkat setiap tahun, dari 7,5 juta kasus (143 kasus per 100.000

penduduk) pada tahun 1990, menjadi 8,8 juta kasus (152 kasus per 100.000 penduduk) pada

tahun 1995, menjadi 10,2 juta kasus (163 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 2000, dan

akan mencapai 11,9 juta kasus pada tahun 2005.

Total insidens TB selama 10 tahun, dari tahun 1990-1999, diperkirakan sebanyak

88,2 juta penyandang TB, 8 juta di antaranya berhubungan dengan infeksi HIV. Pada tahun

2000 terdapat 1,8 juta kematian akibat TB, 226.000 di antaranya berhubungan dengan HIV.

Selama tahun 1985-1992, peningkatan TB paling banyak terjadi pada usia 25-44 tahun

(54,5%), diikuti oleh usia 0-4 tahun (36,1%), dan 5-12 tahun (38,1%). Pada tahun 2005,

diperkirakan kasus TB naik 58% dari tahun 1990, 90% di antaranya terjadi di negara

berkembang.

Di Amerika Serikat dan Kanada, peningkatan TB pada anak berusia 0-4 tahun adalah

19%, scdangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Di Asia Tenggara, selama 10 tahun,

diperkirakan bahwa jumlah kasus baru adalah 35,1 juta, 8% di antaranya (2,8 juta) disertai

infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah

kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus).

Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun.

IV. FAKTOR RESIKO

15

Page 16: Status Pasien Tb Paru

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya

penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor

resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit).

1. Resiko infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang

dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang

tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum (panti

asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.

Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien

dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas,

produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan

yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik.

Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya.

Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien

anak. Hal tersebut karena:

a. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas

anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit.

b. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya

terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi

sputum.

c. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah

parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak.

2. Resiko sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah

faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB.

a. Usia

Anak berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi

menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).

Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan

pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB

16

Page 17: Status Pasien Tb Paru

diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu antara

terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya

timbul gejala yang akut.

a. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi

positif) dalam 1 tahun terakhir.

b. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang, pengangguran,

pendidikan yang rendah.

c. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan,

transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi).

d. Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya.

V. PATOGENESIS DAN PERJALANAN ALAMIAH

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya

yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier

mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan

seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis

spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada

individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman

TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).

Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu

kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe

yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di

apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer,

limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer

secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah,

17

Page 18: Status Pasien Tb Paru

infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami

salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis

atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe

regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya

tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di

paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan

pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah

lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru

(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal

infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat

terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan

menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang

menyebabkan atelektasis.

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi

penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen,

kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut

penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai

organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi

baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi

reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.

18

Page 19: Status Pasien Tb Paru

Bagan patogenesis tuberkulosis.

Catatan:

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).

Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang

baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis regional

(3).

19

Page 20: Status Pasien Tb Paru

3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,

terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami

infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.

4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui

proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya)

oleh kuman TB dari luar (eksogen).

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum

atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah

kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi

kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian

perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA

baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml

dahak.

Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun

batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang

diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis

adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.

Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan

radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan

karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan

gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang

mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit

TB.

Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa faktor

yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB dibagi

2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi klinis

antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat

disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai

20

Page 21: Status Pasien Tb Paru

penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten

yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi

spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar

kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal

(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).

Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem

skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan

tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena

berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya.

Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak

jelas

- Laporan

keluarga,

BTA (-),

tidak

tahu/tidak

jelas

BTA (+)

Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥10

mm, atau ≥5

mm pada

keadaan

imunosupresi)

Berat badan/keadaan gizi - BB/TB

<90% atau

BB/U

<80%

Klinis gizi

buruk BB/TB

<70% atau

BB/U < 60%

-

Demam tanpa sebab

yang jelas

- ≥2 minggu - -

Batuk - ≥3 minggu - -

21

Page 22: Status Pasien Tb Paru

Pembesaran kelenjar

limfe koli, aksila,

inguinal

- ≥1 cm,

jumlah >1,

tidak nyeri

- -

Pembengkakan

tulang/sendi panggul,

lutut, falang

- Ada

pembengka

kan

- -

Foto rontgen toraks Normal/

Tidak jelas

Kesan TB - -

Keterangan : anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6, ( skor maksimal 13).

VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Uji Tuberkulin

Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat.

Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada

kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka

akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi

lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.

Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan

beratnya proses penyakit.

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU

atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48—

72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan

hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi

indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat

pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi

sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative.

Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa

menghiraukan penyebabnya.

22

Page 23: Status Pasien Tb Paru

Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10—15 mm dinyatakan

uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin

disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil positif ini sangat

mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun

(imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm.

Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:

1. Infeksi TB alamiah

a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)

b. infeksi TB dan sakit TB

c. TB yang telah sembuh.

2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).

3. Infeksi mikobakterium atipik.

Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:

1. Tidak ada infeksi TB.

2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.

3. Anergi.

2. Radiologis

Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga

dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdetek secara

radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang

lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : pembesaran

kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi dengan

infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma.

23

Page 24: Status Pasien Tb Paru

3. Mikrobiologis

Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis.

pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam: pemeriksaan

mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman M. tubercuosis

VIII. TATALAKSANA TB PADA ANAK

Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:

Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam monoterapi

Pemberian gizi yang kuat

Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.

Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis

(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB

diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa

sakit TB (profilaksis sekunder)).

Paduan Obat Terapi TB Anak

Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu

relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan

pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian

paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh

kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk

membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT

diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada

fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan

diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura

TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan

kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian

kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam jangka

waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan

mencegah terjadinya perlekatan jaringan.

24

Page 25: Status Pasien Tb Paru

Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.

Nama obat Dosis harian

(mg/kgBB/hari)

Dosis

maksimal

(mg/hari)

Efek samping

Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer,

hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,

hepatitis, trombositopenia,

peningkatan enzim hati, cairan

tubuh berwarna oranye kemerahan.

Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hepar, artralgia,

gastrointestinal

Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata

berkurang, buta warna merah hijau,

hipersensitivitas, gastriintestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksisk, nefrotoksik

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lamadengan

jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis

Tepat/Fixed dose Combination.

Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:\

Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid), dan

Z (Pirazinamid) yang digunakan dalam tahan intensif

Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H 9Isoniazid)

yang digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan

komposisi dari tablet KDT tersebut.

25

Page 26: Status Pasien Tb Paru

Tablet berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah

R=75mg, H=50mg, Z=150mg dan komposisi tablet RH adalah R=75mg dan H=50mg.

BERAT BADAN (kg) 2 BULAN TIAP HARI

RHZ (75/50/150)

4 BULAN TIAP HARI

RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

26

Page 27: Status Pasien Tb Paru

DAFTAR PUSTAKA

Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI.

Setyanto Budi,D., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1 . Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Jakarta

WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan

Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia.

Jakarta: Depkes RI.

27