BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan dunia usaha yang dirasakan dewasa ini menjadikan adanya persaingan antar perusahaan disegala bidang industri, khususnya untuk industri sejenis. Semakin ketatnya persaingan tersebut secara tidak langsung memaksa perusahaan untuk dapat mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik dan tepat guna. Selain dituntut untuk mengelola sumber daya tersebut, dibutuhkan pula keputusan yang efektif dan efisien sehingga kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Perusahaan memiliki beberapa aspek yang perlu dikelola, diantaranya aspek modal, aspek hukum dan bisnis, aspek sosial, dan aspek pasar. Aspek modal ialah salah satu aspek yang perlu dicermati dalam pengelolaannya, karena modal merupakan hal yang penting dalam kelancaran kegiatan perusahaan. Modal yang dimiliki perusahaan harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usaha perusahaan. Pengelolaan modal yang baik dengan pengalokasian dana yang tepat akan mendatangkan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan dunia usaha yang dirasakan dewasa ini menjadikan
adanya persaingan antar perusahaan disegala bidang industri, khususnya untuk
industri sejenis. Semakin ketatnya persaingan tersebut secara tidak langsung
memaksa perusahaan untuk dapat mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan
baik dan tepat guna. Selain dituntut untuk mengelola sumber daya tersebut,
dibutuhkan pula keputusan yang efektif dan efisien sehingga kegiatan perusahaan
dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal.
Perusahaan memiliki beberapa aspek yang perlu dikelola, diantaranya aspek
modal, aspek hukum dan bisnis, aspek sosial, dan aspek pasar. Aspek modal ialah
salah satu aspek yang perlu dicermati dalam pengelolaannya, karena modal
merupakan hal yang penting dalam kelancaran kegiatan perusahaan. Modal yang
dimiliki perusahaan harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usaha
perusahaan. Pengelolaan modal yang baik dengan pengalokasian dana yang tepat
akan mendatangkan keuntungan yang besar serta dapat memacu perkembangan usaha
yang pesat pula.
Apabila suatu perusahaan tidak mampu mengelola modal yang dimilikinya
dengan baik, maka perusahaan itu akan mengalami kelebihan dana atau inefisiensi
dalam penggunaan sumberdaya atau disebut dana menganggur (idle money). Adanya
dana yang menganggur ini dapat dikatakan sebagai kerugian bagi perusahaan, karena
dana tersebut tidak dipergunakan untuk menghasilkan return bagi perusahaan. Namun
apabila suatu perusahaan tidak memiliki modal yang cukup maka perusahaan tersebut
akan mengalami penurunan kegiatan operasi. Selain dari itu perusahaan yang tidak
memiliki modal yang cukup juga akan mengalami masalah dalam hal likuiditas
1
Likuiditas merupakan kemampuan seseorang atau perusahaan untuk
memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya.
Menurut Bambang Riyanto (2001;25), likuiditas terkait dengan masalah kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.
Ukuran likuiditas yang menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan ditunjukkan
dengan rasio likuiditas. Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak
memiliki current ratio sebesar 100%. Rasio Likuiditas digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menjamin kewajiban-kewajiban lancarnya. Rasio ini
antara lain Cash Ratio, Quick Ratio, Current ratio. Perusahaan tidak memiliki standar
minimum yang ditetapkan untuk rasio likuiditas, karena masing-masing perusahaan
memiliki standar yang berbeda-beda.
Kim et al. (1998 ; 349) mengemukakan empat faktor yang dapat menentukan
tingkat likuiditas, yaitu cost of external financing, yang biasa dihadapi oleh
perusahaan kecil, yang kedua ialah cash flow uncertainty, dimana perusahaan yang
memiliki tingkat ketidakpastian arus kas yang tinggi akan cenderung untuk
menginvestasikan dananya kedalam bentuk aktiva likuid dalam jumlah yang besar.
Faktor yang ketiga ialah current and future investment opportunities atau besarnya
kesempatan perusahaan dalam melakukan investasi saat ini dan dimasa mendatang.
Faktor yang keempat ialah transactions demand for liquidity, yang berkaitan dengan
dana yang diperlukan perusahaan untuk melakukan transaksi.
Tingkat likuiditas yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah akan sangat
mengganggu kegiatan operasional perusahaan sehingga menghambat tingkat
pertumbuhannya. Oleh sebab itu pengelolaan modal secara tepat akan dapat
membantu menyeimbangkan rasio likuiditas perusahaan serta mampu memperlancar
kegiatan operasional perusahaan tersebut.
Jenis usaha yang menarik untuk diteliti ialah industri rokok karena Indonesia
menduduki peringkat ketiga dalam hal pengkonsumsian tembakau di dunia. Hal
tersebut didukung oleh tingginya pengkonsumsi rokok di Indonesia.. Rokok
2
meskipun merupakan suatu hal yang berbahaya, namun pemerintah tidak melakukan
pencekalan terhadap perusahaan rokok. Hal tersebut karena selain meraup cukai yang
cukup besar, juga memberi peluang kerja bagi banyak tenaga kerja, baik di pabrik
industri rokok maupun pertanian tembakau. Hal ini semakin menunjukkan potensi
usaha yang bagus untuk industri rokok. Selain itu juga didapatkan dari sebuah survey
yang dilakukan bahwa pertumbuhan konsumsi rokok di Indonesia ternyata paling
cepat di dunia.
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul :
“Analisa HubunganPerputaran Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas
Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2008 (Study
Survey Pada Industry Rokok)”
1.2 Masalah Penelitian
1.2.1 Identifikasi Masalah
Penilaian merupakan salah satu hal yang perlu kita lakukan sebelum
mengambil suatu keputusan. Bagi perusahaan, penilaian dapat dilakukan dengan
berbagai cara dan metode. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah metode
analisis rasio. Menurut Sugiono (2009;64), analisis rasio ialah :
“Suatu angka yang menunjukkan hubungan antara unsur-unsur dalam
laporan keuangan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis
yang sederhana”
Bagi seorang kreditur yang akan menginvestasikan uangnya pada suatu
perusahaan, lebih menekankan pada penilaian kemampuan perusahaan untuk
membayar hutangnya. Jika di lihat dari kurun waktu yang bersifat jangka pendek,
maka aktiva lancar yang dimiliki perusahaan merupakan penentu dalam pelunasan
hutang jangka pendek perusahaan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan rasio
3
likuiditas yang mana bertujuan untuk menguji kecukupan dana atau solvabilitas
perusahaan. Apabila working capital dikelola secara tepat guna, maka perusahaan
tersebut akan memiliki tingat likuiditas yang baik pula.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis
hubungan net working capital turnover terhadap tingkat likuiditas perusahaan pada
industri rokok. Data yang akan diujikan dalam penelitian ini ialah data perusahaan
yang bergerak dibidang industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2004-2008. Industri rokok dipilih dalam penelitian ini dengan pertimbangan
bahwa industri rokok di Indonesia meningkat cukup pesat dengan pertumbuhan
tercepat didunia.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Mengingat pentingnya peranan working capital bagi suatu perusahaan, maka
penelitian ini lebih memfokuskan pada hubungan yang akan ditimbulkan oleh net
working capital turnover terhadap tingkat likuiditas perusahaan. Dengan keterbatasan
waktu dan kemampuan yang dimiliki penulis maka penelitian ini dibatasi hanya
untuk meneliti :
1. Perusahaan yang bergerak pada industri rokok
2. Perusahaan yang go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia
3. Periode penelitian yang akan digunakan untuk 5 tahun mulai 2004-2008
setiap semester.
1.2.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
penulis dapat merumuskan latar belakang masalah yang akan dijadikan bahan
pembahasan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan net working capital turnover terhadap current ratio?
2. Apakah ada hubungan net working capital turnover terhadap quick ratio?
4
3. Apakah ada hubungan net working capital turnover terhadap cash ratio?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis berkeinginan untuk
memperoleh data dan informasi dari hasil penelitian yang dilakukan guna mencapai
tujuan dilakukannya penelitian ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui hubungan net working capital turnover terhadap current
ratio
2. Untuk mengetahui hubungan net working capital turnover terhadap quick
ratio
3. Untuk mengetahui hubungan net working capital turnover terhadap cash ratio
1.4 Kontribusi Atau Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dalam menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan ekonomi akuntasi khususnya mengenai
pengaruh net working capital turnover terhadap tingkat likuiditas.
2. Bagi Perusahaan
Adanya penelitian ini diharapkan mampu membantu perusahaan dalam
menilai posisi working capital dan melihat perubahannya. Selain itu juga
diharapkan agar membantu perusahaan dalam memberikan gambaran
mengenai masalah likuiditas.
3. Bagi Pihak Lainnya
Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya khususnya mengenai net working capital turnover dan
tingkat likuiditas.
5
1.5 Sistematika Pembahasan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, masalah penelitian,
tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II : LANDASAN PEMIKIRAN TEORITIS
Pada bab ini dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian,
memaparkan penelitian yang telah dilakukan, kerangka pemikiran yang
dibentuk, penelitian terdahulu, serta hipotesis yang akan diajukan sebagai
dasar utama penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan djelaskan mengenai objek yang akan diteliti,
bagaimana metode yang digunakan dalam pengumpulan data, serta metode
yang akan digunakan dalam menganalisis data yang akan diteliti.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai analisis yang dilakukan berdasarkan
data-data yang telah dikumpulkan dan pembahasan hasil penelitian, serta
pengujian dan analisis hipotesis.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil
penelitian yang didapat. Selain itu juga berisi saran-saran yang mungkin
dibutuhkan dalam penelitian selanjutnya.
6
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN TEORiTIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Working Capital
Working capital merupakan perwujudan dari aktiva lancar dan utang lancar
dari suatu perusahaan. Working capital sangat erat kaitannya dengan aktivitas
perusahaan yang umumnya dikelola oleh seorang manajer keuangan.
Meskipun terdengar sangat sederhana namun memiliki peranan yang sangat
penting bagi perusahaan. Pengelolaan working capital harus dilakukan dengan
teliti dan disediakan dalam jumlah yang cukup agar dapat menutupi kerugian
dan mengatasi keadaan krisis tanpa membahayakan keadaan keuangan
perusahaan dan tidak berpeluang pada keadaan yang buruk, misalnya
penurunan tingkat likuiditas yang apabila semakin berlarut akan berujung
pada kebangkrutan.
Sebelum kita melakukan pengelolaan working capital dengan cermat,
sebaiknya dicermati terlebih dahulu pengertian dan pemahaman mengenai working
capital itu sendiri.
2.1.1.1 Pengertian Working Capital
Pengertian working capital menurut Sugiono (2009;11) ialah sebagai berikut :
“Modal Kerja merupakan manajemen aktiva lancar dan kewajiban lancar
yang memiliki beberapa arti penting bagi perusahaan, yakni :
1. Menunjukkan besarnya investasi yang dilakukan perusahaan dalam aktiva
lancar dan klaim atas perusahaan oleh adanya utang dagang dan utang
lancar.
7
2. Investasi dalam aktiva yang bersifat likuid, piutang, dan persediaan bersifat
sangat sensitif terhadap tingkat produktivitas dan penjualan.
Pengertian working capital menurut Handono Mardiyanto (2009;98) ialah :
“Modal kerja dibedakan menjadi dua macam, yakni Modal
Kerja Kotor (Gross Working Capital dan Modal Kerja Bersih (Net
Working Capital). Dimana Gross Working Capital merupakan aktiva
lancar dan Net Working Capital merupakan selisih antara aktiva
lancar dengan hutang lancar.
Pengertian modal kerja menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:228) ialah :
Modal kerja adalah aktiva lancar dikurangi dengan utang lancar.
Modal kerja juga dapat dianggap sebagai dana yang tersedia untuk
diinvestasikan dalam aktiva tidak lancar atau untuk membayar utang
tidak lancar”.
Pengertian working capital menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty
(2002:107) ialah :
Modal kerja dipengertiankan sebagai selisih antara toal altiva lancar
dan utang lancar, maka jumlah modal kerja akan naik atau turun
hanya karena transaksi-transaksi yang mempengaruhi baik rekening
lancar maupun rekening tidak lancar sekaligus.
Pengertian working capital menurut Amin Widjaja Tunggal (1995:90) ialah
:
Modal kerja adalah selisih lebih antara aktiva lancar dan utang
lancar atau modal kerja adalah aktiva lancar.
Pengertian working capital menurut Munawir (2002:114)
dinyatakan dalam tiga konsep yakni :
8
1. Konsep Kuantitatif
Konsep ini menitikberatkan pada kuantum yang diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan perusahaan dan membiayai operasinya
yang bersifat rutin atau menunjukkan jumlah dana (fund) yang
tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini
menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar
(gross working capital).
2. Konsep Kualitatif
Konsep ini menitikberatkan pada kualitas modal kerja, dalam
konsep ini modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap
hutang jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva
lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari
para pemilik perusahaan.
3. Konsep Fungsional
Konsep ini menitikberatkan pada fungsi dari dana yang dimiliki
dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok
perusahaan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh suatu
perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba
sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana
digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income),
ada sebagian dana yang digunakan untuk memperoleh atau
menghasilkan dana dimasa yang akan datang. Misalnya
bangunan, mesin-mesin, pabrik, alat-alat kantor, dan aktiva tetap
lainnya.
2.1.1.2 Fungsi dan Manfaat Working Capital
9
Suatu perusahaan sangat membutuhkan kecukupan working capital agar
perusahaannya dapat beroprerasi secara lebih dinamis. Working capital memiliki
beberapa fungsi dan manfaat apabila dapat tercukupi ketersediaannya.
Fungsi working capital menurut Amin Widjaja Tunggal (1995:91) adalah :
1. Modal kerja itu menapung kemungkinan akibat buruk yang ditimbulkan
karena penurunan nilai aktiva lancar seperti penurunan nilai piutang yang
diragukan dan tidak dapat ditagih atau penurunan nilai persediaan .
2. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar
semua utang lancarnya tepat pada waktunya dan untuk memanfaatkan
potongan tunai, dengan menggunakan potongan tunai maka jumlah yang
dibayarkan untuk pembelian barang menjadi berkurang.
3. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk memelihara
“credit standing” perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank
dan para kreditor akan kelayakan perusahaan untuk memelihara kredit.
Selain itu, memungkinkan perusahaan untuk menghadapi situasi darurat
seperti pemogokan dan banjir.
4. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit pada para
pembeli. Terkadang perusahaan harus memberikan kepada para
pembelinya syarat kredit yang lebih lunak dalam usaha membantu para
pembeli yang baik untuk membiayai operasinya.
5. Memungkinkan perusahaan uintuk menyesuaikan persediaan pada suatu
jumlah yang mencukupi untuk melayani kebutuhan para pembeli dengan
lancar.
6. Memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menyelenggarakan
perusahaan dengan lebih efisien dengan jalan menghindarkan kelambatan
dalam memperoleh bahan, jasa, dan alat-alat yang disebabkan karena
kesulitan kredit.
7. Modal kerja yang mencukupi, memungkinkan pula perusahaan untuk
menghadapi masa resesi dan depresi dengan baik.
10
Ketersediaan working capital sangat dibutuhkan oleh perusahaan apalagi
working capital yang bersifat likuid agar dapat dipergunakan dengan segera untuk
menjalankan kegiatan operasionalnya. Working capital yang tersedia layaknya harus
mampu menopang kegiatan perusahaan sehari-hari agar memperoleh keuntungan
bagi perusahaan. Working capital selain memberikan keuntungan berupa laba yang
diterima setiap periode, juga memiliki beberapa keuntungan lainnya, yakni :
1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari
aktiva lancar.
2. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membayar semua kewajiban-
kewajiban tepat pada waktunya.
3. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan semakin besar dan
memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau
kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.
4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk
melayani para konsumennya.
5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih
menguntunkan kepada para pelanggannya.
6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien
karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang
dibutuhkan.
2.1.1.3 Jenis-jenis Working Capital
Menurut Bambang Riyanto (2001;61) yang dikutip dari W.B. Taylor, jenis
working capital digolongkan kedalam :
1. Modal kerja permanen yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada
perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal
kerja yang secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal
kerja permanen ini dapat dibedakan kedalam :
11
a. Modal kerja primer yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus
ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.
b. Modal kerja normal yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk
menyelenggarakan luas produksi yang normal. Pengertian “normal”
disini ialah dalam artian yang dinamis.
2. Modal kerja variabel yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai
dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara lain :
a. Modal kerja musiman yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah disebabkan karena fluktuasi musim.
b. Modal kerja silis yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
disebabkan karena fluktuasi konjungtur.
c. Modal kerja darurat yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah
karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya
(misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan
ekonomi yang mendadak)
2.1.1.4 Sumber dan Penggunaan Working Capital
Sumber-sumber working capital menurut Munawir (2002;120) adalah sebagai
berikut :
1. Hasil operasi perusahaan yaitu jumlah laba bersih yang nampak dalam
laporan laba-rugi ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini
menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan.
Dengan adanya keuntungan atau laba dari perusahaan, dan apabila laba
tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan, maka laba tersebut akan
menambah modal perusahaan yang bersangkutan.
2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga. Dengan adanya penjualan
surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal
kerja yaiu bentuk surat berharga berubah menjadi uang kas. Keuntungan yang
12
diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber untuk
bertambahnya modal kerja.
3. Penjualan aktiva tidak lancar. Modal kerja dapat bertambah dari hasil
penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar
lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini
menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja
sebesar hasil penjualan tersebut.
4. Penjualan saham atau obligasi. Untuk menambah dana atau modal kerja yang
dibutuhkan perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau
meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya,
disamping itu perusahaan dapat pula mengeluarkan obligasi atau bentuk
hutang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya.
Menurut Bambang Riyanto (2001;353) sumber-sumber working capital ialah
sebagai berikut :
1. Berkurangnya aktiva tetap
2. Bertambahnya utang jangka panjang
3. Bertambahnya modal
4. Adanya keuntungan dari operasinya perusahaan
Amin Widjaja Tunggal (1995;104) mengemukakan sumber-sumber working
capital yang normal ialah sebagai berikut :
1. Operasi rutin perusahaan
2. Laba yang diperoleh dari penjualan surat-surat berharga dan penanaman
sementara lainnya
3. Penjualan aktiva tetap, penanaman jangka panjang/aktiva tidak lancar dan
lain-lain
4. Pengembalian pajak dan keuntungan luar biasa lain
5. Penerimaan yang diperoleh dari penjualan obligasi dan saham dan penyetoran
dana oleh para pemilik perusahaan
13
6. Pinjaman jangka pendek dan jangka panjang dari bank, dan pihak lain
7. Pinjaman yang dijamin dengan hipotek : atas aktiva tetap atau aktiva lancar
8. Penjualan piutang dengan cara penjualan biasa atau dengan cara “factoring”
(penjualan dengan cara penjualan faktur, pemberian kredit, diserahkan pada
lembaga keuangan)
9. Kredit perdagangan
Berdasarkan uraian mengenai sumber-sumber working capital, Munawir
(2002;123) menyimpulkan bahwa working capital akan bertambah apabila :
1. Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya
pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan.
2. Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan
bertambahnya aktiva lancar karena adanya penjualan aktiva tetap maupun
melalui proses depresiasi.
3. Ada penambahan utang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi, hipotek
atau hutang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya
aktiva lancar.
Bambang Riyanto (2001;353) mengemukakan penggunaan working capital
ialah sebagai berikut :
1. Bertambahnya aktiva tetap
2. Berkurangnya utang jangka panjang
3. Berkurangnya modal
4. Pembayaran cash dividend
5. Adanya kerugian dalam operasi perusahaan
Penggunaan-penggunaan aktiva lancar yang dapat mengakibatkan penurunan
working capital perusahaan menurut Munawir (2002;125) adalah sebagai berikut :
14
1. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan, meliputi
pembayaran upah, gaji, pembelian bahan atau barang dagangan, supplies
kantor dan pembayaran biaya-biaya lainnya.
2. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya penjualan
surat berharga atau effek, maupun kegiatan yang insidentil lainnya.
3. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-tujuan
tertentu dalam jangka panjang.
4. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang
atau aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva
lancar atau timbulnya utang lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja.
5. Pembayaran utang jangka panjang yang meliputi utang hipotik, utang obligasi
maupun bentuk utang jangka panjang lainnya.
6. Pengambilan uang atau barang dagangan dalam perseroan oleh pemilik
perusahaan untuk kepentingan pribadinya (prive) atau adanya pengambilan
bagian keuntungan oleh pemilik dalam perusahaan perseorangan dan
persekutuan atau adanya pembayaran dividen dalam perseroan terbatas.
Penggunaan working capital yang terpenting ialah sebagai berikut :
1. Pengunaan working capital yang menyebabkan pengurangan aktiva lancar;
a. Pembayaran biaya rutin dan utang termasuk utang berupa deviden.
b. Pengambilan laba dalam perusahaan perorangan dan persekutuan oleh
pemilik perusahaan.
c. Kerugian operasi atau kerugian luar biasa yang memerlukan
penggunaan.
d. Pembayaran kembali utang jangka panjang atau bagian dari modal
saham.
e. Pembentukan dana untuk tujuan seperti : untuk pembayaran dana
pensiun karyawan, untuk pelunasan pinjaman obligasi, untuk
mengganti aktiva tidak lancar yang pada waktunya harus diganti.
2. Transaksi yang menyebabkan perubahan dalam bentuk aktiva lancar ;
15
a. Pembelian surat-surat berharga dengan uang.
b. Pembelian barang dagangan dengan uang.
c. Penukaran piutang yang satu kedalam bentuk yang lain.
Munawir (2002;129) juga mengemukakan bahwa penggunaan aktiva lancar
tidak hanya dapat mengurangi working capital. Ada suatu keadaan dimana
penggunaan aktiva lancar yang sama sekali tidak mempengaruhi jumlah dari aktiva
lancar maupun working capital, tetapi hanya merubah bentuknya saja sehingga tidak
ada yang berkurang, misalya :
1. Pembelian efek (marketable securities) secara tunai.
2. Pembelian barang dagangan atau bahan-bahan lainnya secara tunai.
3. Perubahan suatu bentuk piutang ke bentuk piutang lain, misalnya dari piutang
dagang (account receivable) menjadi piutang wesel (notes receivable).
2.1.1.5 Kebutuhan Working Capital
Menurut Amin Widjaja Tunggal (1995;102) mengemukakan working capital
menjadi dua bagian, yaitu :
1. Suatu kebutuhan dasar yang merupakan jumlah yang relatif permanen; jumlah
ini sama dengan jumlah minimum aktiva lancar yang diperlukan untuk
menyelenggarakan perusahaan selama tahun yang bersakutan
2. Suatu kebutuhan nominal, yaitu jumlah aktiva lancar (kas, piutang,
persediaan) yang variabel jumlahnya berubah menurun jumlah aktivitas
musim dan kebutuhan perusahaan yang bersifat darurat dan luar biasa.
2.1.1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Working Capital
Working Capital merupakan salah satu pencerminan atas kegiatan
perusahaan, karena modal menunjukkan besarnya investasi yang dilakukan
oleh perusahaan serta klaim atas utang dagang maupun utang lancar.
16
Penentuan besar kecilnya working capital bagi suatu perusahaan bukanlah hal
yang dapat dianggap mudah, perlu adanya perhatian yang lebih cermat untuk
menentukannya. Oleh karena itu perlu dicermati faktor-faktor apa yang dapat
mempengaruhi besar kecilnya working capital.
Menurut Munawir (2002;117) working capital dapat dipengaruhi oleh :
1. Sifat atau tipe perusahaan
2. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang
akan dijual serta harga persatuan dari barang tersebut
3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan
4. Syarat penjualan
5. Tingkat perputaran persediaan
6. Musiman
7. Volume penjualan
8. Tingkat perputaran piutang
9. Jumlah rata-rata pengeluaran uang setiap harinya.
Menurut Sugiono (2009;13) faktor-faktor yang menentukan besar kecilnya
working capital ialah :
1. Sifat dan jenis perusahaan. Pada umumnya modal kerja untuk suatu
perusahaan jasa relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan
dagang atau manufaktur.
2. Proses produksi. Jika proses produksi untuk suatu industri cukup rumit dan
memakan waktu yang lama, tentu saja proses produksi itu akan memerlukan
modal kerja yang cukup besar pula.
3. Sistem penjualan. Jika suatu perusahaan yang sebagian penjualannya
dilakukan dengan system kredit, tentu saja modal kerja akan banyak terserap
terutama untuk membiayai piutang dagangnya.
4. Sistem persediaan. Sistem persediaan ini sangat mempengaruhi modal kerja
yang tertanam dalam perusahaan. Hal itu dapat dilihat dari jenis barangnya
17
apakah mudah rusak atau tahan lama. selain itu, bagi perusahaan yang
membutuhkan bahan baku, perlu dipertimbangkan apakah harganya sangat
fluktuatif terhadap pasar komoditi serta apakah bahan baku tersebut dapat
diperoleh secara lokal atau impor.
5. Sikap dari pengambil keputusan (Manajemen Perusahaan). Sikap ini sangat
penting untuk menentukan tingkat modal kerja yang dibutuhkan oleh
perusahaan.
2.1.1.7 Working Capital Turnover
Working capital yang dimiliki perusahaan selalu dalam keadaan berputar
selama perusahaan tersebut masih beroperasi. Periode working capital
turnover dimulai dari kas yang diinvestasikan dalam komponen-komponen
working capital sampai saat kembali lagi menjadi kas. Semakin panjang
periode working capital turnover berarti akan semakin rendah tingkat working
capital turnover tersebut. Panjang atau pendeknya periode working capital
turnover tergantung dari masing-masing komponen working capital itu sendiri
dan jenis investasi yang dilakukan.
Working capital turnover menunjukkan adanya hubungan antara working
capital dengan penjualan dan juga menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat
diperoleh perusahaan (dalam rupiah) untuk tiap rupiah working capital. Working
capital turnover yang dapat disebabkan oleh rendahnya perputaran persediaan,
piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar.
2.1.1.8 Strategi Working Capital
Setiap perusahaan memiliki kebijakan dalam pembelajaan working capital.
Kebijakan pembelanjaan tersebut diluangkan dalam suatu strategi yang akan
dijalankan perusahaan. Pola/sifat dari pembelanjaan working capital menurut
Sugiono (2009:13) :
18
1. Pembelanjaan Moderat
Suatu cara pembelanjaan yang menyelaraskan waktu dan lamanya
asset yang ada dalam perusahaan dengan dana yang digunakan untuk
membelanjai asset tersebut. Jadi, peningkatan dalam modal kerja permanen
akan membelanjai juga oleh modal yang permanen, baik dalam bentuk modal
sendiri (equity financing), pinjaman jangka panjang, maupun sumber-sumber
dana lain yang bersifat permanen.
2. Pembelanjaan Agresif
Bahwa asset permanen (aktiva tetap) perusahaan didanai oleh modal
permanen dan sebagian dari modal kerja permanen dibelanjai dengan
menggunakan pinjaman jangka pendek. Jenis pembelanjaan seperti ini adalah
pembelanjaan yang beresiko tinggi karena cenderung untuk “gali lubang tutup
lubang”.
3. Pembelanjaan Konservatif
Pembelanjaan yang memperhatikan pola modal kerja permanen yang
membelanjai sebagian dari kebutuhan modal kerja variable. Sifat
pembelanjaan ini bertolak belakang dengan pembelanjaan agresif dan
cenderung memiliki sifat hati-hati.
2.1.2 Likuiditas
2.1.2.1 Pengertian Likuiditas
Likuiditas merupakan salah satu aspek keuangan yang penting untuk
dianalisis. Hal tersebut dikarenakan likuiditas merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu perusahaan yang dilihat dari seberapa
besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya.
Pengertian likuiditas menurut Mardiyanto (2009;54) ialah :
19
“Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban
(utang) jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian utang
jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan”.
Menurut Bambang Riyanto (2001;25) pengertian likuiditas dinyatakan
sebagai berikut :
“Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus
dipenuhi”.
Definisi dari likuiditas yang dinyatakan oleh Munawir (2002;31) ialah
sebagai berikut :
“Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih”.
Suatu perusahaan dapat dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut
mampu melunasi kewajiban finansial jangka pendek maupun kewajiban jangka
panjangnya yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan. Begitu pula sebaliknya,
jika suatu perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban finansialnya tersebut
digolongkan kedalam perusahaan yang ilikuid.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai likuiditas maka penulis
menyimpulkan bahwa likuiditas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk
melunasi kewajiban finansial jangka pendek maupun jangka panjang yang jatuh
tempo pada tahun bersangkutan yang harus segera dipenuhi.
2.1.2.2 Faktor-faktor Yang Menentukan Likuiditas
Kim et al. (1998: 349) mengelompokkan faktor-faktor yang diperkirakan
dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan
sebagai berikut:
20
1. Cost of External Financing
Faktor cost of external financing ini berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan
perusahaan jika perusahaan menggunakan pendanaan dari luar perusahaan. Kim
et al. (1998: 349) menggunakan proxy ukuran perusahaan (firm size) dan
kesempatan bertumbuh (growth opportunities) untuk mengukur faktor cost of
external financing tersebut.
Barclay dan Smith (1996, dalam Kim et al., 1998) mengemukakan argumen
bahwa, cost of external financing yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan
besar relatif lebih rendah dibanding perusahaan-perusahaan kecil, hal ini
disebabkan perusahaan besar lebih mampu mencapai economic of scale terutama
jika dikaitkan dengan biaya tetap pada saat melakukan emisi saham.
Berdasarkan literatur tentang asymmetric information, pada perusahaan yang
menghadapi kondisi asymmetric information yang rumit antara insider dan
outsider investors, maka perusahaan tersebut cenderung menghadapi cost of
external financing yang besar. Myers dan Majluf (1984, dalam Kim et al., 1998:
347), pada perusahaan-perusahaan yang nilainya sebagian besar ditentukan oleh
growth opportunities akan menghadapi asymmetric information yang besar.
2. Cash Flow Uncertainty
Cash flow uncertainty atau ketidapastian arus kas dapat menentukan
keputusan manajer dalam menentukan tingkat likuditas perusahaan. Perusahaan-
perusahaan dengan tingkat ketidakpastian arus kas yang tinggi akan cenderung
melakukan investasi dalam aktiva likuid dengan jumlah yang besar.
3. Current and future investment opportunities
Current and future investment opportunities adalah kesempatan investasi
yang dihadapi perusahaan, baik saat ini maupun saat mendatang. Current and
future investment opportunities ini dapat mempengaruhi manajemen dalam
memutuskan kebijakan likuiditasnya. Berkaitan dengan current and future
investment opportunities ini manajemen akan mempertimbangkan, apakah lebih
baik melakukan investasi dalam bentuk aktiva tetap atau melakukan investasi
dalam aktiva likuid.
21
4. Transactions Demand for Liquidity
Transactions Demand for Liquidity ini berkaitan dengan dana atau kas yang
diperlukan perusahaan untuk tujuan transaksi. Faktor transactions demand for
liquidity ini juga merupakan faktor yang dipertimbangkan manajemen dalam
menentukan likuiditas perusahaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas :
1. Besarnya investasi pada harga tetap dibandingkan dengan seluruh dana jangka
panjang.
Pemakaian dana untuk pembelian harta tetap adalah salah satu sebab
utama dari keadaan tidak likuid. Apabila makin banyak dana perusahaan yang
dipergunakan untuk harta tetap, maka sisanya untuk membiayai keuntungan
jangka pendek tinggal sedikit, oleh karena itu rasio likuiditas menurun.
Kemerosotan tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah dana jangka
panjang untuk menutup kebutuhan harta tetap yang meningkat.
2. Volume kegiatan perusahaan.
Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan
dana untuk membiayai harta lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut
dipenuhi dengan meningkatkan hutang-hutang. Tetapi jika hal-hal lain tetap,
investasi jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal kerja
sangat diperlukan agar rasio dapat dipertahankan.
3. Pengendalian harta lancar
Apabila pengendalian kurang baik terhadap besarnya investasi dalam
persediaan dan piutang menyebabkan adanya investasi yang melebihi
daripada yang seharusnya, maka rasio akan turun dengan tajam, kecuali
apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang. Kesimpulannya ialah
bahwa perbaikan dalam pengendalian investasi semacam itu akan dapat
memperbaiki rasio likuiditas.
22
Posisi likuiditas dapat diperbaiki dengan cara sebagai berikut :
1. Menambah lebih banyak dana jangka panjang, baik dari pemegang saham
ataupun dengan pinjaman
2. Mengembalikan posisi investasi dengan menjual beberapa harta tetap
3. Mengatur harta lancar secara efisien
2.1.2.3 Cara Meningkatkan Likuiditas
Menurut Bambang Riyanto (2001;28) apabila kita mengukur tingkat
likuiditas dengan menggunakan “current ratio” sebagai alat ukurnya, maka tingkat
likuiditas atau current ratio suatu perusahaan dapat ditingkatkan dengan jalan sebagai
berikut :
1. Dengan utang lancar (current liabilities) tertentu, diusahakan untuk
menambah aktiva lancar (current asset).
2. Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah utang
lancar.
3. Dengan mengurangi jumlah utang lancar bersama-sama dengan mengurangi
aktiva lancar. Hal ini dapat berlaku jika current ratio itu lebih dari satu.
2.1.2.4 Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas terdiri
dari beberapa rasio yakni, current ratio, quick ratio, cash ratio, dan cash flow liquidity
ratio.
Sofyan Syafri Harahap (2001;301) mengemukakan bahwa :
“Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat
23
dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos
aktiva lancar dan utang lancar”.
Bambang Riyanto (2001;331) mengemukakan bahwa :
“Rasio likuiditas adalah rasio yang dimaksudkan untuk mengukur
likuiditas perusahaan”.
Berdasarkan uraian mengenai rasio likuiditas, maka penulis
menyimpulkan bahwa rasio likuiditas merupakan penggambaran dari kemampuan
perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek dan panjang yang
jatuh tempo pada tahun bersangkutan dengan tujuan untuk mengukur tingkat
likuiditas suatu perusahaan.
2.1.2.4.1 Current Ratio
Current Ratio merupakan rasio yang digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa jauh aktiva lancar perusahaan digunakan untuk melunasi utang
(kewajiban) lancar yang akan jatuh tempo atau yang akan segera dibayar. Current
ratio ini juga dapat digunakan untuk mengukur solvensitas jangka pendek. Menurut
Sugiono (2009;68) current ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Current Ratio =Total Aktiva Lancar
Total Kewajiban Lancar
Jika suatu perusahaan memiliki current ratio sebesar 1,47x maka setiap
Rp.1,00 kewajiban lancar perusahaan dijamin pembayarannya oleh Rp.1,47 aktiva
lancar. Rasio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin safety) kreditor jangka
pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut.
Semakin tinggi rasio ini belum tentu menjamin hutang yang dimiliki perusahaan akan
dapat terbayar pada saat jatuh tempo karena pembagian proporsi atau distribusi dari
24
aktiva lancar yang tidak menguntungkan. Contohnya, jumlah persediaan yang relatif
tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat
perputaran persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin
sulit untuk ditagih. Terlalu tingginya current ratio menunjukkan kelebihan uang kas
atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau
tingkat likuiditas yang rendah dari pada aktiva lancar dan sebaliknya.
2.1.2.4.2 Quick Ratio
Quick ratio ini merupakan perbandingan antara aktiva lancar dikurangi
persediaan dengan hutang lancar. Menurut Handono Mardiyanto (2009;69) quick
ratio dapat diukur dengan rumus :
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-
kewajiban yang segera harus dibayar dengan aktiva lancar yang lebih likuid (quick
asset). Rasio ini lebih tajam dibandingkan dengan current ratio, karena dalam rasio
ini hanya membandingkan aktiva yang mudah dicairkan dengan hutang lancar.
Apabila current ratio tinggi namun memiliki quick ratio yang rendah berarti terdapat
investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini dikenal dengan rasio 1
banding 1, yakni perusahaan diharapkan untuk mempunyai cukup aktiva lancar diluar
persediaan, untuk membayar semua hutang perusahaan dalam hutang lancar.
2.1.2.4.3 Cash Ratio
Menurut Handono Mardiyanto (2009;56) cash ratio dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
25
Quick Ratio =Total Aktiva Lancar - Persediaan
Utang Lancar
Cash Ratio =Kas + Surat Berharga Jangka Pendek
x 100%Utang Lancar
Cash ratio digunakan untuk mengukur likuiditas dari aktiva lancar yang pasti
dapat dicairkan menjadi kas. Apabila persediaan diperkirakan lama terjual dan
piutang lama tertagih, kita sebaiknya menggunakan cash ratio sebagai pengukur
likuiditas. Cash ratio ini memberikan jaminan yang jauh lebih baik kepada kreditur,
oleh karena itu rasio ini hanya yang berasal dari aktiva lancar yang pasti dapat
dicairkan. Meskipun rasio ini mampu memberikan jaminan yang lebih baik kepada
kreditur namun rasio ini tidak memiliki suatu ketentuan yang harus dipertahankan
oleh perusahaan. Hal tersebut dikarenakan cash ratio juga tergantung dari jenis usaha
yang dijalankan oleh masing-masing perusahaan.
2.2 Kerangka Pemikiran
26
Current Ratio
Quick Ratio
Cash Ratio
Net Working Capital Turnover Ratio
Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa variabel untuk dilakukan
pengujian yang digolongkan kedalam :
1. Variabel Independen
Variabel independen merupakan suatu variabel bebas yang mempengaruhi
variabel lainnya yang tidak bebas. Berkaitan dengan penelitian ini, variabel
independennya ialah perputaran modal kerja.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang tidak bebas atau dipengaruhi
oleh variabel lain. Dalam penelitian ini, variabel dependennya ialah tingkat
likuiditas perusahaan.
Variabel Terukur Indikator Skala Sumber Data Instrumen
Variabel Independen
Working Capital
Turnover
Penjualan Rasio Sekunder Laporan Keuangan
Working Capital Rasio Sekunder Laporan Keuangan
Variabel Dependen
Tingkat LikuiditasAktiva Lancar Rasio Sekunder Laporan Keuangan
Hutang Lancar Rasio Sekunder Laporan Keuangan
2.3 Penelitian Terdahulu
1 Papaioannou et al. (1992)
Penelitian yang dilakukan oleh Papaioannou et al. (1992) bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor penentu likuiditas perusahaan. Variabel-variabel
yang digunakan sebagai prediktor dari likuiditas adalah:
1. persentase saham yang dimiliki oleh karyawan dan manajer
2. perusahaan
3. penjualan
4. siklus kas
27
5. volatilitas laba operasi
6. pertumbuhan perusahaan (diproxy dengan pertumbuhan penjualan)
7. debt ratio,
8. biaya riset dan pengembangan
9. biaya periklanan, dan rasio Tobin q (perbandingan antara market value of
firm denganreplacement cost and inventories).
Dalam penelitian ini likuiditas diproxy dengan proporsi aktiva
perusahaan yang diinvestasikan dalam bentuk kas dan marketable securities).
Penelitian dilakukan terhadap 225 perusahaan manufaktur di AS yang
termasuk dalam Fortune 500 tahun 1980. Metode analisis data yang
digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan:
a. Siklus kas berpengaruh negatif signifikan, hal ini menunjukkan
jika siklus kas perusahaan semakin besar maka likuiditas
perusahaan cenderung menurun.
b. Debt ratio berpengaruh negatif dan signifikan, hal ini
menunjukkan semakin besar rasio utang perusahaan maka
likuiditas perusahaan cenderung kecil.
c. Biaya riset dan pengembangan berpengaruh positif dan signifikan,
hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya riset dan
pengembangan yang dikeluarkan perusahaan, maka likuiditas
perusahaan juga semakin besar.
d. Biaya periklanan berpengaruh positif dan signifikan, hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar biaya periklanan yang dikeluarkan
perusahaan, maka perusahaan cenderung menggunakan likuiditas yang
tinggi, dan
e. Rasio Tobin q berpengaruh positif dan signifikan, hal ini menunjukkan
bahwa semakn tinggi rasio Tobin q maka likuiditas perusahaan juga
semakin tinggi.
28
2 Akhmad Fanny Farhan (2005)
Penelitian ini dilakukan oleh Akhmad Fanny Farhan (2005) dengan
judul “Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas
Perusahaan”. Dalam penelitian yang dilakukannya, data yang digunakan ialah
perusahaan telekomunikasi yang telah go public atau telah terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia (BEI). Tujuan dari penelitian ini ialah :
1. Untuk mengetahui tingkat perputaran modal kerja perusahaan
telekomunikasi dalam menjalankan usahanya.
2. Untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan telekomunikasi dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
3. Untuk mengetahui pengaruh perputaran modal kerja terhadap tingkat
likuiditas prusahaan telekomunikasi.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Fanny Farhan ialah :
1. Perputaran modal kerja perusahaan yang dilihat dari perhitungan
modal kerja dari tiap perusahaan. Dari hasil perhitungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam menjalankan usahanya perusahaan
menggunakan modal kerja yang bebeda tiap tahunnya dalam
menghasilkan penjualan sehingga tingkat perputaran modal kerja pada
perusahaan selalu mengalami kenaikan dan penurunan. Tingkat
perputaran modal kerja yang rendah menunjukkan adanya modal kerja
yang tidak produktif pada perusahaan.
2. Berdasarkan perhitungan menggunakan rasio likuiditas yang terdiri
dari current ratio, quick ratio, dan cash ratio dapat disimpulkan bahwa
tingkat likuiditas perusahaan mengalami perubahan setiap tahunnya
meskipun perusahaan tetap dapat dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan nilai aktiva lancar perusahaan lebih besar dari pada
utang lancarnya sebesar 100%.
3. Berdasarkan perhitungan pengujian hipotesis menggunakan korelasi
produk moment dapat disimpulkan bahwa hubungan antara perputaran
modal kerja dengan tingkat likuiditas perusahaan sangat rendah. Dari
29
hasil pengujian hipotesis menggunakan Uji t didapatkan thitung untuk
perputaran modal kerja dengan tingkat likuiditas dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara working capital
turnover dengan tingkat likuiditas perusahaan.
2.4 Hipotesis
Pengujian dlakukan dengan pengujian pada parameter (r) sebagai berikut :
Current Ratio
Ho1 : net working capital turnover tidak mempengaruhi tingkat current
ratio perusahaan
Ha1 : net working capital turnover mempengaruhi tingkat current ratio
perusahaan
Quick Ratio
Ho2 : net working capital turnover tidak mempengaruhi tingkat quick
ratio perusahaan
Ha2 : net working capital turnover mempengaruhi tingkat quick ratio
perusahaan
Cash Ratio
Ho3 : net working capital turnover tidak mempengaruhi tingkat cash
ratio perusahaan
Ha3 : net working capital turnover mempengaruhi tingkat cash ratio
perusahaan
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
3.1.1 Data yang Dihimpun
Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder. Data sekunder
yang dipegunakan dalam penelitian ini ialah data yang beasal dari laporan keuangan
perusaaan, yaitu neraca, laporan laba rugi, dan laporan aus kas. Jenis data yang
dipergunakan dalam penelitian ini ialah :
1. Data Kualitatif
Data kualitatif ialah data yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar.
Jenis data kualitatif ini ialah data sekunder yaitu data yang telah mengalami
proses pengolahan oleh sumbernya.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk angka. Data ini
menunjukan nilai terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Sifat data
ini ialah data rentet waktu yaitu data yang merupakan hasil pengamatan dalam
suatu periode tertentu.
Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian pada perusahaan
yang bergerak pada industri rokok yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
atau perusahaan yang telah go public. Dari hasil penelusuran yang dilakukan, terdapat
tiga perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ketiga perusahaan
yang dimaksud ialah :
PT. Bentoel International Inv. Tbk
PT. BAT Indonesia Tbk
PT. HM Sampoerna Tbk
31
Objek penelitian yang akan digunakan ialah Laporan Keuangan dari masing-
masing perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data penelitian ini
merupakan gabungan antara deret waktu (time series) dan satu waktu untuk suatu
fenomena (cross section) selama kurun waktu 5 tahun, yakni mulai dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2008.
3.1.2 Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis ialah dengan menggunakan
data yang bersifat historis dan sekunder. Data yang dikumpulkan ialah data yang
berupa laporan keuangan perusahaan sejenis yaitu perusahaan Rokok yang telah go
public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Teknik pengumpulan data yang
dilakukan ialah :
1. Studi pustaka
Penulis mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan.
2. Download
Data yang digunakan oleh penelitian ini berupa laporan keuangan perusahaan
diperoleh dari website perusahaan yang bersangkutan dan dari website
(www.idx.co.id).
3.2 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan metode deskriptif
dengan pendekatan survey. Metode deskriptif menurut Nazir (1999;63) dalam
Akhmad Fanny Farhan ialah :
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi”. Dengan demikian deskriptif analisis bertujuan
untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang