BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang PenelitianSalah satu
tuntutan Reformasi 98 adalah Otonomi Daerah. Lahirnya tuntutan ini
bisa dimaknai sebagai strategi atau solusi atas maraknya isu
disintegrasi daerah. Ada banyak sebab lahirnya tuntutan itu. Salah
satunya karena cara-cara penyelesaian problem kebangsaan oleh
pemerintah yang militeristik. Padahal militeristik adalah ciri
fasisme[footnoteRef:2]. Selain itu, otonomi daerah ini adalah
bentuk kompromi dari pertikaian panjang antara dua konsep bentuk
negara dengan akar historis dan filosofis sangat berbeda. Kedua
konsep itu adalah bentuk negara federal dan bentuk Negara kesatuan
yang masing-masing diadopsi dan dipertahankan oleh Muhammad Hatta
dan Soekarno. [2: Menurut Mansour Faqih, pemerintah dan bangsa ini
dalam menyelesaikan konflik atas sumber-sumber alam menggunakan
cara-cara yang mengkombinasi teror dan represi, penjinakan ideologi
serta hegemoni. Lebih lengkap lihat di, Kata Pengantar Mansour
Faqih dalam Hugh Purcell, Fasisme, Resist Book, Yogyakarta, 2004
hal. xiii dan xiv. Alih bahasa Faisol Feza dkk.]
Reformasi telah membawa suasana baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Prestasi reformasi (Chrisnandi, 2008)[footnoteRef:3]
ditandai dengan rezim lama diturunkan dan digantikan rezim baru.
Politik otoritarianisme digantikan politik demokrasi. Sentralisme
dikubur dengan desentralisasi. Konstitusi lama (UUD 1945)
diamandemen sebanyak empat kali. Multipartai menyediakan ruang bagi
setiap orang untuk berkumpul dan mendirikan partai politik.
Dibentuk lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam
memperjuangkan kepentingan masyarakat daerah. [3: Chrisnandi
menulis, terlepas dari prestasi itu, keprihatinan tengah merundung
perjalanan reformasi. Bayangkan, sewindu reformasi belum juga
tampak Indonesia menepi dari keterpurukan. Lebih lengkap lihat,
Yuddy Chrisnandi, Beyond Parlemen: Dari Politik Kmapus Hingga
Suksesi Kepemimpinan Nasional, Penerbit Indo Hill Co, Jakarta,
2008, Cetakan 2, hal 31 dan 32. ]
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia[footnoteRef:4]. Melalui asas desentralisasi, otonomi
daerah hadir untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk
mengelola sendiri urusan pemerintahan dalam upaya meningkatkan
kemandirian daerah. [4: Lebih lengkap lihat UU RI Nomor 12 Tahun
2008 Pasal 1 Ayat 7.]
Desentralisasi merupakan sebuah proses di mana pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk
menjalankan segala urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan
yang berkaitan dengan urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan,
Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan
Agama[footnoteRef:5]. Karena itu adalah urusan pemerintahan yang
hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat. [5: Idem Pasal 10 Ayat
3.]
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Urusan itu meliputi:
(a) perencanaan dan pengendalian pembangunan, (b) perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, (c) penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, (d) penyediaan sarana
dan prasarana umum, (e) penanganan bidang kesehatan, (f)
penyelenggaraan pendidikan, (g) penanggulangan masalah sosial, (h)
pelayanan bidang ketenagakerjaan, (i) fasilitas pengembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah, (j) pengendalian lingkungan
hidup, (k) pelayanan pertanahan, (l) pelayanan kependudukan, dan
catatan sipl, (m) pelayanan administrasi umum pemerintahan, (n)
pelayanan administrasi penanaman modal, (o) penyelenggaraan
pelayanan dasar lainnya, (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan
oleh peraturan perundang-undangan[footnoteRef:6]. [6: Lebih lengkap
lihat UU No 12 Tahun 2008 Pasal 14. Lihat juga PP No 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.]
Selanjutnya, dalam urusan keuangan, diatur dalam UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan
Pemerintah Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan
Pemerintah Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai
konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dengan Pemerintah
Daerah. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintah Daerah
didasarkan atas penyerahan tugas kepada Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Otonomi Daerah
telah lama menjadi wacana publik Indonesia[footnoteRef:7]. Meski
demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah ini belum berjalan
sebagaimana tujuan awalnya. Terdapat banyak ketimpangan dalam upaya
pengimplementasian konsep otonomi daerah. Beragam realitas empirik
dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Menurut Keban (Fakrulloh dkk,
2004)[footnoteRef:8], ada beberapa hal yang dapat mengganggu
kinerja pencapaian tujuan otonomi daerah yaitu (1) adanya kesalahan
strategis dalam perwujudan otonomi daerah, (2) perbedaan persepsi
dan pemahaman tentang konsep otonomi daerah, (3) perbedaan
paradigma otonomi daerah yang dianut oleh para elit politik, (4)
paradigma birokrasi masih kuat. [7: Landasan hukumnya adalah UUD
1945 Pasal 18, UU No 1 Tahun 1945, UU No 22 Tahun 1948, UUDS 1950
Pasal 131-133, UU No 44 Tahun 1950, UU No 1 Tahun 1957, UU No 6
Tahun 1959, UU No 5 Tahun 1960, UU No 18 Tahun 1965, Ketetapan No
XXI/MPRS/1966, Ketetapan No V/MPR/1973, UU No 5 Tahun 1974, dan UU
No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004, dan UU RI No 12 Tahun 2008.]
[8: Fakrulloh, Z.A., Eko, S., dan Saragi, T. P. Kebijakan
Desentralisasi di Persimpangan Jalan, Jakarta: CV. Cipruy. 2004,
hal 22-25. ]
Sebagai salah satu daerah otonom pasca pemekaran dari Kabupaten
Poso[footnoteRef:9] tahun 2000, kabupaten Morowali tidak jauh dari
realitas empirik tersebut. Pembangunan infrastruktur jalan dan
fasilitas pelayanan umum lainnya belum begitu memadai. Berdasarkan
data Dinas Kimpraswil Kabupaten Morowali dalam Angka 2001,
menunjukkan bahwa ada 55% jalan negara, provinsi, dan kabupaten
yang mengalami kerusakan. Hanya 18% jalan dalam kondisi baik. Atas
dasar itu, pada Tahun Anggaran 2003 Kabupaten Morowali mendapatkan
DAK non reboisasi sebesar Rp 1,6 M untuk perbaikan jalan. [9:
Pembentukan Kabupaten Morowali berdasarkan pada UU No 51 Tahun 1999
tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan
Kabupaten Banggai Kepulauan.]
Selain itu, salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian
daerah kabupaten/kota khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah dewasa
ini adalah berkisar pada upaya peningkatan PAD. Problema ini muncul
karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan
birokrat di daerah yang menganggap bahwa parameter utama yang
menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah
terletak pada besarnya PAD[footnoteRef:10]. Kecenderungan berpikir
ini tidak lahir begitu saja tanpa landasan rasional dan empiris
mengingat masih banyak daerah otonom yang masih mengandalkan dana
perimbangan sebagai sumber utama keuangan daerah dalam pembiayaan
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Artinya, daerah-daerah
itu belum mampu menjalankan desentralisasi. [10: Lihat di artikel,
Ochan, 2009, Implementasi Peraturan Daerah Kota Palu yang
Berorientasi Bagi Kepentingan Masyarakat Dalam Menunjang Otonomi
Daerah. http://www. 017-implementasi-peraturan-daerah-kota.html
(5/8/2011)]
Merujuk pada hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan
Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada,
Syarifuddin Tayeb menyatakan bahwa dari 292 Daerah Kabupaten yang
diteliti menunjukkan rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah
terhadap pembiayaan daerah. Berikut rinciannya: 122 Daerah
Kabupaten berkisar antara 0,53 % - 10 % 86 Daerah Kabupaten
berkisar antara 10 % - 20 % 43 Daerah Kabupaten berkisar antara
20,1 % - 30 % 17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1 % - 50 % 2
Daerah Kabupaten berkisar di atas 50 %Rendahnya konstribusi
pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah, karena daerah
hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang
mampu memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk
membiayai kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80%
didrop dari pusat[footnoteRef:11]. [11: Syarifuddin Thayeb, Hasil
Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri UGM,
Yogyakarta, 2001, hlm.5.]
Mengingat banyaknya sumber-sumber PAD[footnoteRef:12] yang bisa
dioptimalkan, daerah otonom tidak perlu mengandalkan dana
perimbangan dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah. Apalagi dalam konteks Kabupaten Morowali yang memiliki
banyak kekayaan sumber daya alam. Pengelolaan kekayaan alam itu
berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wajib pajak dan
retribusi daerah. [12: Pendapatan Asli Daerah (PAD) digolongkan
menjadi 4 bagian yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan yang
Sah. Lihat, UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Baca
juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (perubahan dari Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006) Pasal 26.]
Kabupaten dengan visi Morowali Menuju Kabupaten Agribisnis 2012"
ini menyimpan kekayaan alam di sektor perkebunan, pertanian,
peternakan, kelautan, pertambangan, dan pariwisata yang melimpah
yang bisa dikelola untuk menambah sumber-sumber PAD dalam rangka
meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai secara mandiri urusan
rumah tangga daerah. Sektor-sektor potensial ini jika dikelola
secara maksimal akan membantu mempercepat pertumbuhan perekonomian
masyarakat yang pada gilirannya akan menambah jumlah objek PAD.
Misalnya, di sektor pertambangan dan perkebunan yang cukup
mendominasi di Kabupaten Morowali, para pengusaha pertambangan dan
perkebunan untuk melaksanakan usahanya pasti mengurus Surat Izin
Usaha dan dokumen-dokumen lain yang dikenakan pajak maupun
retribusi. Sebagai gambaran, pada tahun 2010 sektor pertambangan
nikel memberikan kontribusi ke PAD sebesar Rp 4 M[footnoteRef:13].
[13: Lihat Harian ANTARA News, Koran Lokal Palu, Pertambangan Nikel
Sumbang PAD Morowali Rp5 Miliar , Jumat, 21 Januari 2011.]
Sektor pertanian adalah tumpuan 76 persen penduduk. Pada tahun
2001 nilai kegiatan ekonomi pertanian Rp 527 miliar, sekitar 37
persen berasal dari perkebunan[footnoteRef:14]. Sektor perikanan,
di antara 10 kecamatan hanya Kecamatan Mori Atas dan Lembo yang
tidak memiliki garis pantai, sehingga ada 80 persen wilayah
Morowali yang berpotensi untuk perikanan[footnoteRef:15]. [14:
Lihat, Harian KOMPAS, Selasa, 01 Juli 2003. Selengkapnya ada di
http://www.kompas.com/kompas cetak/0307/01/daerah/401669.htm
diunduh tanggal 5 Agustus 2011.] [15: Ochan Sangadji, (27/11/2008),
dalam artikel Morowali, Kabupaten Terkaya di Sulteng. Sumber data
artikel ini dilengkapi dengan data dari BPS dan Dinas Pertambangan
Kabupaten Morowali. Selengkapnya baca di
http://www.ochansangadji.co.nr diunduh tanggal 7 Oktober 2011.
]
Di sektor pertambangan, terdapat Nikel dan marmer. Nikel dengan
luas arealnya mencapai lebih kurang 149.700 hektar dengan cadangan
terduga 8 juta WMT. Di sektor Minyak dan gas, terdapat Lapangan
minyak Tiaka Blok Trili dengan fasilitas penunjang terletak sekitar
17 mil dari garis pantai. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa cadangan
minyak di lapangan Tiaka (Original oil in Place OOIP) sebesar
106,56 MMBO (Million barrel oil/juta barrel minyak). Total
kapasitas produksi per hari mencapai sekitar 6.500 barrel (BOPD)
yang diperoleh dari enam sumur produksi atau rata-rata produksi
setiap sumur sebesar sekitar 1.100 BOPD. Gas bumi, dari hasil
pemboran sumur produksi, dihasilkan juga gas ikutan sebanyak
sekitar 3,5 TCF (Ton cubic feet) dengan air terproduksi sekitar
3.000 BOPD[footnoteRef:16]. Menurut data dari BPS Kabupaten
Morowali tercatat lebih dari 100 Pemegang Izin Usaha Pertambangan
di wilayah ini. [16: Ochan Sangadji, Ibid.]
Melihat potensi kekayaan SDA Kabupaten Morowali sebagaimana
diuraikan di atas, DPPKAD sebagai salah satu SKPD, berpeluang besar
untuk mengoptimalkan manajemen keuangan daerah hasil penerimaan
dari sumber-sumber PAD. Dalam hal ini, dituntut efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan peran DPPKAD dalam manajemen keuangan daerah
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kecerdasan pengelolaan
penerimaan keuangan dibutuhkan untuk memastikan semua pos anggaran
pembelanjaan daerah dalam setiap tahun anggaran mendapat bagian
secara proporsional. Selain itu, juga untuk menekan defisit APBD
dalam setiap tahun anggaran. Persoalannya kemudian, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Morowali dalam tiga
tahun anggaran terakhir mengalami defisit. Tahun 2006 defisit APBD
Morowali mencapai lebih Rp 75 miliar, tahun 2007 lebih Rp 63 miliar
dan tahun anggaran 2008 mencapai lebih 63 miliar[footnoteRef:17].
[17: Ochan Sangadji, Idem hlm. 3]
Di sisi lain, realisasi penerimaan PAD Kabupaten Morowali selama
tiga Tahun berturut-turut yakni pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp
8,80 M, 2008 sebesar Rp 14,53 M, 2009 sebesar Rp 13,82
M[footnoteRef:18]. Angka ini menunjukkan peningkatan PAD.
Pertanyaannya, apakah rasio perbandingan antara kekayaan alam
dengan PAD Kabupaten Morowali dalam tiga tahun terakhir itu,
seimbang? Artinya, dengan melihat potensi kekayaan SDA, bukankah
pemerintah daerah dalam hal ini DPPKAD dapat membuat target
pencapaian PAD yang lebih besar? [18: Data ini diperoleh dari
DPPKAD Kabupaten Morowali.]
Selain itu, Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten
Morowali pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 434,48 M, pada tahun
2008 sebesar Rp 373,308 M dan pada tahun 2009 sebesar Rp 368,918
M[footnoteRef:19]. Dibandingkan dengan Kabupaten/Kota se-Sulawesi
Tengah, DAU Kabupaten Morowali tahun 2008 berada di urutan
tertinggi ke dua setelah Kabupaten Banggai. Pada tahun 2009 berada
pada urutan tertinggi ke tiga setelah Kabupaten
Banggai[footnoteRef:20]. Padahal DAU hanya diperuntukkan bagi
daerah dengan PAD kecil sebagai upaya pemerataan kemampuan keuangan
antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Artinya, Kabupaten ini masih sangat
tergantung pada dana dari Pemerintah Pusat dalam membiayai
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. [19: DPPKAD dan
Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008
Tanggal 24 Desember 2008 tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2009. Lihat juga di
http://www.ngada.org (27/09/2011)] [20: Ibid., hlm 1]
Terkait dengan itu, ada beberapa hal yang relevan untuk
dipertanyakan. Misalnya apakah secara aktual aparat DPPKAD
Kabupaten Morowali dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana Peraturan Daerah? Dalam
hal strategi, apakah Pemerintah Daerah telah mengubah strategi
mengenai teknis operasional lapangan terutama sistem pendataan
ulang dalam rangka menjaring semaksimal mungkin obyek pajak maupun
subyek pajak sebagai dasar perhitungan dan pengenaan pajak? Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, apakah Pemerintah Kabupaten
Morowali melalui DPPKAD telah melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi terhadap seluruh sumber penerimaan daerah, telah
mengidentifikasi secara optimal sumber-sumber PAD yag baru?Atas
dasar ini, penulis melakukan penelitian tentang bagaimana peran
salah satu SKPD yang banyak bergelut dalam pengelolaan keuangan
daerah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Morowali, Sulawesi
Tengah dengan judul Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah
(Studi Tentang Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten
Morowali Tahun 2008-2011.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan judul penelitian ini, rumusan
masalahnya sebagai berikut:1.2.1. Bagaimana Peran DPPKAD dalam
Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011? 1.2.2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan
PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Untuk mengetahui Peran DPPKAD
dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun
2008-2011.1.3.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun
2008-2011.
1.4. Manfaat Penelitian1.4.1. Secara Teoritisa. Sebagai bahan
studi ilmiah untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan
Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam
kurun waktu 2008-2011.b. Sebagai bahan studi perbandingan bagi
peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan Peran DPPKAD dalam
Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD
Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011 beserta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.c. Sebagai bahan studi pustaka
di almamater peneliti yakni di Program Studi Ilmu Pemerintahan
Jurusan Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Universitas Hasanuddin.1.4.2. Manfaat Praktisa. Sebagai bahan
kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk mengevaluasi
kinerjanya selama kurun waktu 2008-2011.b. Sebagai bahan kajian
praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk merumuskan desain
strategi dalam upaya pengelolaan PAD Kabupaten Morowali ke
depannya.
1.5. Metode Penelitian1.5.1. Lokasi PenelitianLokasi penelitian
dipusatkan di Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi
Tengah.1.5.2. Dasar dan Jenis Penelitiana. Dasar penelitian
deskriptif. Peneliti akan melihat langsung realitas-realitas di
lapangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Realitas-realitas
itu akan dipilah berdasarkan kebutuhan penelitian lalu dikumpulkan
untuk kemudian dianalisis.b. Jenis penelitian deskriptif kualitatif
yakni suatu metode yang menggambarkan atau melukiskan kenyataan
serta keadaan objek yang diteliti secara sistematis, faktual dan
akurat untuk kemudian dianalisis secara mendalam.1.5.3. Teknik
Pengumpulan DataData digolongkan menjadi dua bagian yaitu data
sekunder dan data primer. Penggolongan ini dilakukan demi menjaga
keakuratan dan relevansi serta kekayaan data yang diperoleh di
lapangan sehubungan dengan objek penelitian ini. Data primer adalah
data yang bersumber dari studi lapang berupa wawancara mendalam dan
observasi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data
yang faktual dan akurat mengenai objek penelitian. Sedangkan data
sekunder adalah data yang bersumber dari kepustakaan berupa
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian. Adapun
data dari studi lapang diperoleh dengan menggunakan teknik-teknik
sebagai berikut :1.5.3.1. Wawancara Teknik pengumpulan data ini
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai objek penelitian
dengan cara tanya jawab secara mendalam dan terbuka dengan bertatap
muka langsung dengan informan/responden. Bentuk data yang diperoleh
terdiri dari kutipan langsung yang merupakan pengalaman langsung
dan pengetahuan informan/responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara dilakukan dengan
beberapa informan/responden terpilih yang menguasai informasi
mengenai objek penelitan.1.5.3.2. ObservasiTeknik ini berupa
pengamatan langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh
keterangan berupa informasi, data dan fakta akurat yang berhubungan
dengan objek penelitian. Teknik ini juga digunakan untuk mengetahui
relevansi antara keterangan informan/responden dan data dengan
kenyataan yang ada dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
objek penelitian dan tetap mengontrol keabsahannya. Data yang
didapat melalui observasi langsung terdiri dari keterangan kegiatan
berupa perilaku, tindakan, dan keseluruhan kemungkinan interaksi
interpersonal dan proses penataan yang merupakan kecenderungan dan
pengalaman manusia yang dapat diamati. 1.5.3.3. Studi
kepustakaanTeknik ini digunakan untuk memperoleh data-data
pendukung (data sekunder) dari berbagai literatur baik berupa buku,
makalah, majalah, hasil penelitian yang relevan, koran dan
dokumen-dokumen tertulis lain sebagai referensi yang berkaitan
dengan objek penelitian.
1.5.4. Penentuan InformanDalam desain penelitian deskriptif
kualitatif, jenis informan/responden ada dua yaitu informan kunci
(key informan) dan informan sekunder (secondary informan). Informan
kunci adalah mereka yang dianggap menguasai objek penelitian.
Sedangkan informan sekunder dibutuhkan untuk melengkapi
informasi/data tentang objek penelitian guna memperkaya analisis,
tetapi tidak mesti ada. Dalam struktur organisasi DPPKAD Kabupaten
Morowali, terdapat enam (6) bidang yang bekerja sesuai dengan
kewenangannya masing-masing berdasarkan Peraturan Bupati Morowali
Nomor 14 Tahun 2008. Keenam bidang yang dimaksud yakni Bidang
Pendapatan, Bidang Anggaran, Bidang Akuntansi, Bidang
Perbendaharaan dan Bidang Aset. Masing-masing bidang tersebut
membawahi tiga (3) seksi. Berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara pada kegiatan pra penelitian, penulis menemukan fakta
bahwa tidak semua bidang dalam DPPKAD memiliki kewenangan dalam
pengelolaan PAD, masing-masing bidang dalam menjalankan perannya
dibatasi dengan tugas pokok dan fungsinya. Bahkan hanya satu bidang
yang memiliki peran langsung dalam pengelolaan PAD yakni Bidang
Pendapatan[footnoteRef:21]. Sedangkan bidang lain seperti Bidang
Anggaran, dan Bidang Akuntasi tidak mempunyai peran
langsung[footnoteRef:22] dalam pengelolaan PAD. Namun demikian,
untuk memperkaya analisis, penulis tetap melakukan wawancara dengan
beberapa informan yang kapabel pada masing-masing bidang tersebut,
termasuk para Kepala Seksi. Selain itu, penulis juga melakukan
wawancara mendalam dengan Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kepala
Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program dan Kepala UPTD Kecamatan
atau Camat dalam lingkup DPPKAD. Adapun informan/responden yang
dimaksud yaitu: [21: Lihat tupoksi masing-masing bidang dalam
Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008.] [22: Maksud penulis
dalam penggunaan prasa peran langsung adalah peran yang bersentuhan
langsung dalam pengelolaan PAD yakni perencanaan dan pelaksanaan
pemungutan (realisasi) yang hanya dilakukan oleh Bidang Pendapatan.
Sedangkan maksud dari peran tidak langsung adalah peran yang tidak
berhubungan langsung dengan pengelolaan PAD yakni pada saat
dilakukan rekonsiliasi yang melibatkan bidang lain seperti Bidang
Akuntansi dan Bidang Anggaran. Rekonsiliasi dilakukan dalam setiap
tahun anggaran yang juga melibatkan UPTD Kecamatan dalam lingkup
DPPKAD.]
1. Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos)2. Sekretaris DPPKAD
(Drs Yusman Mahbub)3. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program (Sappa
Sao, M.Si)4. Kepala Bidang Pendapatan (Jufri M. Taiyeb, SE)5.
Kepala Bidang Anggaran (Alamsyah, MEC.DEV)6. Kepala Bidang
Akuntansi (Alwi Gawi, SE)7. Kepala Seksi Pajak/Retribusi Daerah
(Yohanes P. Labunga)8. Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan (Yaumi
T. Baduddun, SE)9. Kepala Seksi Pengkajian Anggaran (Charles M.
Toha)10. 2 orang Staf Bidang Pendapatan (Nani Sari, SE dan M.
Ramli)[footnoteRef:23] [23: Penulis memilih dua orang informan ini
dengan pertimbangan kedua orang staf dalam Bidang Pendapatan
tersebut adalah peserta magang di Kantor DPPKAD dan Kantor
Pelayanan Perpajakan Kabupaten Poso pada tahun 2011 sebagai salah
satu upaya DPPKAD Kabupaten Morowali dalam meningkatkan kualitas
aparaturnya dalam pengelolaan PAD. ]
11. Kepala UPTD Kecamatan Lembo (Deitje Dewanto, SE)12.
Sekretaris Camat Witaponda (Muh Ridwan, S.Ag, M.Si)13. Camat
Bahodopi (Syamsu Abdullah)Pasca pemekaran pada tahun 2011,
Kabupaten Morowali terdiri dari 18 kecamatan. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kecamatan memiliki UPTD yang
membantu DPPKAD dalam pemungutan PAD. Petugas-petugas UPTD inilah
sebagai ujung tombak DPPKAD dalam pemungutan PAD karena mereka yang
turun langsung ke lapangan. Dari 18 kecamatan, empat kecamatan di
antaranya belum memiliki UPTD pasca pemekaran. Dan karena
keterbatasan waktu, dana dan tenaga, penulis memilih tiga UPTD
kecamatan sebagai informan dengan pertimbangan berdasarkan capaian
realisasi penerimaan PAD dari sektor yang memiliki kontribusi besar
dalam PAD pada tahun anggaran 2011 dan pertimbangan jarak tempuh
antara Ibu Kota Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan. Selain karena
masalah waktu, tenaga dan biaya, kesulitan-kesulitan yang penulis
temui selama proses pengumpulan data menjadi salah satu
pertimbangan penulis dalam memilih informan/responden.
Kesulitan-kesulitan yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam
pengumpulan data yang dimaksud di antaranya adalah keterbatasan
informan/responden dalam memberikan data yang dibutuhkan karena
adanya ketakutan pembahasan akan membias karena persoalan keuangan
masih dianggap sebagai persoalan yang sensitif meski penulis sudah
memberikan pemahaman bahwa penelitian ini hanya untuk tujuan kajian
akademik, tidak ada hubungannya dengan persoalan audit sebagaimana
yang dilakukan BPK (Badan Pemberantasan Korupsi).Penulis memulai
penelitian pada bulan Desember 2011. Bertepatan dengan waktu
evaluasi pengelolaan APBD tahun anggaran 2011 dan penyusunan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten
Morowali tahun 2012. Dalam perumusan, pembahasan dan penetapan yang
dilakukan dalam Rapat Paripurna di DPRD melibatkan seluruh SKPD
pengelola/pengguna keuangan daerah, tidak terkecuali DPPKAD sebagai
koordinator pengelola PAD. Hal ini menjadi salah satu kesulitan
bagi penulis dalam pengumpulan data. Padatnya agenda kegiatan yang
yang dilakukan di internal DPPKAD dan agenda rapat di DPRD membuat
penulis kesulitan melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas,
Kepala Bidang dan Kepala Seksi dalam lingkup DPPKAD. Untuk
mengatasi hal itu, penulis mencuri waktu istrahat informan pada
malam hari di rumah masing-masing. 1.6. Definisi Operasional1.6.1.
Peran DPPKADPeran yang dimaksud dalam penelitian ini ialah peran
DPPKAD dalam penggelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011
berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. Peran itu digambarkan dalam
empat indikator pengelolaan PAD, yaitu: Perencanaan Target
Pelaksanaan Pemungutan Pengawasan atas Penatausahaan Pelaporan dan
Evaluasi Realisasi1.6.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)Penelitian ini
dibatasi pada sektor tertentu yang besar konstribusinya dalam
penerimaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu
2008-2011[footnoteRef:24]. [24: Lihat Tabel 4.3.-4.6. tentang
Target dan Realisasi PAD Kab Morowali tahun 2008-2011.]
1.6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan PAD
Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor pendukung dan
faktor-faktor penghambat dalam pengelolaan PAD Kabupaten Morowali
Tahun 2008-2011.
1.7. Analisis DataPenelitian ini dilakukan secara
berkesinambungan. Artinya, tahap pengumpulan data, pengolahan data
dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses
penelitian. Jadi pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data
terkumpul tetapi juga dilakukan ketika proses pengumpulan data
sedang berlangsung.Bentuk analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
menguraikan dalam bentuk kata dan kalimat, dan selanjutnya membuat
kesimpulan.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini berisi deskripsi singkat tentang landasan teori yang
digunakan sesuai dengan fokus penelitian, kerangka konsep dan skema
kerangka konsep sesuai dengan desain penelitian, serta hasil-hasil
penelitian terdahulu yang berhubungan erat dengan objek penelitian.
Posisi teori dalam desain deskriptif kualitatif sangat penting
mengingat teori dalam desain ini adalah acuan dalam menganalisis
hasil-hasil penelitian. Teorisasi penelitian ini adalah deduktif.
Konsekuensinya, peneliti dituntun oleh teori saat mengumpulkan data
dan ketika melakukan analisis. Pengaruh teori dalam pembahasan
hasil penelitian sangat membantu peneliti dalam melakukan analisis.
Namun tidak berarti data-data hasil penelitian tidak objektif
karena telah dicemari oleh teori. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan Bungin (2007:31) bahwa: ketika sebuah masalah
penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoban membahas masalah
penelitian tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya. Model
deduktif dalam format deskriptif kualitatif akan sangat membantu
peneliti tidak saja saat menemukan masalah, tetapi juga untuk
membangun hipotesis, menyusun kerangka metodologis, menganalisis
data maupun pembahasan hasil penelitian, bahwa teori ini akan
dibahas untuk dikritik atau disempurnakan[footnoteRef:25] [25:
Burhan Bungin, 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada
Putra Group, Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Hlm 31]
Oleh karena itu, penulis menggunakan dua teori utama untuk
mengungkap gejala atas fenomena objek penelitian, yaitu teori peran
(role theory) dan teori manajemen.
2.1. Landasan Teori2.1.1. Toeri Peran Peran berarti sesuatu yang
menjadi bagian atau memegang pimpinan yang
terutama[footnoteRef:26]. Levinson (Soekamto,
1982)[footnoteRef:27], menulis bahwa peranan adalah suatu konsep
prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam
arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. [26: W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai
Pustaka, 1985), hlm. 735] [27: Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu
Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hlm. 238]
Selanjutnya, Levinson mengemukakan bahwa peranan dapat mencakup
tiga hal yaitu:1. norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing sesorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.2. suatu konsep tentang apa yang dapat
dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.3.
sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat[footnoteRef:28]. [28: Ibid hlm 239. ]
Menurut Robert M. Z. Lawang, peran diartikan sebagai suatu pola
perilaku yang diharapkan dari sesorang yang memiliki status atau
posisi tertentu dalam organisasi[footnoteRef:29]. [29: Lihat
Lawang, Robert M Z. Pengantar Sosiologi, PT. Karunika Universitas
terbuka, Jakarta, 1985 hlm 89.]
Dalam perspektif Sosiologi, Antropologi dan Psikologi Sosial,
peran (role) adalah sebuah bangunan teori tersendiri yang disebut
dengan Role Theory[footnoteRef:30]. Ditinjau dari perspektif
sosiologi, Barbara (Gana, 2009)[footnoteRef:31], peran adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
dan bersifat stabil. [30: Dalam teori ini dijelaskan bahwa
sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang
disusun oleh masyarakat. Skenario itu mengatur apa dan bagaimana
peran setiap orang dalam lingkungannya. Seseorang yang patuh akan
hidup harmoni, tetapi jika seserang menyalahi skenario, maka
hidupnya tidak akan harmoni, ia akan dihujat. Jadi jangan heran
jika terjadi demonstrasi karena pemimpin menyalahi skenario.
Selengkapnya baca di Janah, Lailia Fatkul. 2009. Sumber :
http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html. Dan baca
juga di Syakira, Gana. 2009. Teori Peran, tersedia di
http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html
diunduh tanggal 17 September 2011. Sumber-sumber itu di antaranya
mengambil pemikiran Robert Linton dan Glen Elder. ] [31: Syakira,
Gana. 2009. Teori Peran (Online). Sumber:
http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html
diunduh tanggal 17 September 2011.]
Peran pemerintah daerah terbagi atas peran yang lemah dan peran
yang kuat. Menurut Leach, Stewart dan Walsh (Muluk,
2005)[footnoteRef:32], peran pemerintah daerah yang lemah ditandai
dengan beberapa indikator yakni rentang tanggungjawab fungsi atau
kewenangan yang sempit, cara penyelenggaraan pemerintahan yang
bersifat reaktif, derajat otonomi yang rendah terhadap
fungsi-fungsi yang diemban dan tingginya derajat kontrol eksternal.
Peran pemerintah daerah yang kuat ditandai oleh beberapa indikator
yakni rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang luas, cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat positif, derajat
otonomi yang tinggi atas fungsi-fungsi yang diemban dan derajat
kontrol eksternal yang terbatas. [32: Identiikasi atas beragam
faktor penyebab atas pilihan dominasi instrumen kebijakan,
didasarkan pada kerangka Leach, Stewart, dan Walsh. Pilihan
kerangka ini dapat membantu menyusun model penyelenggaraan
pemerintahan daerah baik yang bersifat ex ante maupun ex post
facto. Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam kerangka ini
yaitu dimensi ekonomi, pemerintahan dan politik yang berkaitan
dengan bentuk demokrasi lokal. Pembagian peran pemerintah daerah
yang lemah dan yang kuat adalah turunan dari dimensi pemerintahan.
Selengkapnya ada di Muluk, K., 2007, Model Peran Pemerintah Daerah,
Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Edisi Pertama, Cetakan
Kedua, hlm 62 dan 63, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang.]
Sehubungan dengan itu, Taufik Manji dalam skripsinya, Analisis
Peran Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok di Kota
Makassar mengungkapkan:peran dan defenisinya memberikan pahaman
bahwa dalam setiap kelompok masyarakat setiap individu dituntut
untuk menjalankan perannya masing-masing. Kesinambungan sistem
sosial tentunya dipengaruhi oleh berjalannya peran-peran dari
individu. Mandegnya sistem peran akan sangat berpengaruh pada
sistem sosial sebuah masyarakat. Ketika salah satu sistem peran
tidak berjalan maka sistem peran yang lain akan dipengaruhi oleh
sistem peran yang tidak berjalan tersebut. Maka tak jarang
menimbulkan persoalan sosial dalam masyarakat[footnoteRef:33]. [33:
Selengkapnya lihat Taufik Manji dalam Analisis Peran Pemerintah
Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok di Kota Makassar , 2010,
Politik Pemerintahan FISIP Universitas Hasanuddin Makassar, hlm
27-28 tentang Definisi Peran.]
2.1.2. Teori ManajemenSecara umum dapat dikatakan bahwa dalam
kegiatan apa pun manajemen sangatlah diperlukan untuk seluruh
sumber daya organisasi demi terwujudnya cita-cita atau misi
organisasi yang bersangkutaan. Demikian halnya dalam pengelolaan
PAD. Manajemen sangat penting untuk memaksimalkan pengelolaan PAD.
Manajemen berasal dari bahasa Inggris yakni manage yang berarti
mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola dan lain sebagainya.
Kegiatan manajerial yang baik adalah pra syarat dalam pengelolaan
PAD yang baik. Manajemen dapat dipahami sebagai suatu proses
pengaturan seluruh sumber daya dalam sebuah organisasi yang di
dalamnya terdaapt kerja sama demi tercapaiannya tujuan yang telah
ditetapkan. Berikut ini beberapa definisi/pengertian manajemen yang
dikemukakan oleh para pakar manajemen.George R. Terry dalam Arif
(1989) menyatakan bahwa: manajemen adalah kegiatan yang
merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol atau mengoperasikan
unsur-unsur dasar manusia, benda-benda, mesin-mesin, metode-metode,
uang dan pasar, memberikan kepemimpinan pada usaha-usaha manusia
untuk mencapai tujuan dari badan usaha[footnoteRef:34]. [34: Ishak
Arif dalam Pokok-Pokok Organisasi Dan Manajemen, Yayasan Pembinaan
Umat NURUL FALAH, Palu, 1989, hlm. 16]
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Sarwoto bahwa :
manajemen sebagai proses menghimpun dan meluncurkan pekerjaan dari
orang-orang yang dikoordinasi secara kelompok untuk memperoleh
tujuan yang diinginkan.[footnoteRef:35] [35: Sarwoto, dalam
Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1998, hlm. 45]
Selanjutnya Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa: manajemen
adalah kemampuan dan ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil
dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang
lain[footnoteRef:36]. Dalam bahasa berbeda M. Manulang memberikan
pengertian bahwa: manajemen adalah sebuah proses yang khas, yang
terdiri dari atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan baik ilmu seni agar dapat
menyelesaiakan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.[footnoteRef:37] [36: Selengkapnya lihat di SP. Siagian,
Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi, Gunung agung,
Jakarta, 1994, hlm. 8] [37: Lihat juga M. Manulang dalam
Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, hlm.
54]
Demikian halnya dengan S. Kimball dan D.S Kimball Jr yang
mengemukakan bahwa: manajemen terdiri dari semua tugas dan fungsi
yang meliputi penyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan
garis-garis besar kebijaksanaan, penyediaan semua peralatan yang
diperlukan dan penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan
pejabat terasnya.[footnoteRef:38] [38: S. Kimball dan D.S Kimball
Jr, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1994, hlm. 43]
Berdasarkan beberapa pengertian/definisi di atas, penulis
menyimpulkan bahwa pada dasarnya para ahli dalam memberikan
definisi/pengertian tidak terlepas dari beberapa hal yang sangat
penting dalam manajemen yaitu:1. adanya wadah dan alat pencapaian
tujuan2. adanya proses/fungsi tertentu termasuk kerjasama dalam
mencapai tujuan3. adanya tujuan bersama yang ingin dicapai.
Pada dasarnya, pembahasan tentang manajemen adalah pembahasan
tentang beberapa fungsi fundamental yang harus dilaksanakan untuk
memperoleh gambaran utuh tentang apa yang mesti dilakukan demi
tercapapianya tujuan bersama. Berikut beberapa pendapat para ahli
mengenai fungsi manajemen.Menurut Luther Gulk dalam Sutopo fungsi
manajemen mencakup POSDCRB yaitu:1. Perencanan (planning)2.
Pengorganisasian (organizing)3. Penyusunan pegawai (staffing)4.
Pemberian bimbingan (directing)5. Pengkoordinasian (coordinating)6.
Pelaporan (reporting)7. Penganggaran (budgeting)[footnoteRef:39]
[39: Selengkapnya di Sutopo,Administrasi Manajemen Dan Organisasi,
Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta 2001, hlm. 24]
Kemudian Harol Kont dalam Sarwoto merumuskan fungsi manajemen
dalam POSC yaitu :1. Perencanaan (planning)2. Pengorganisasian
(organizing)3. Penyusunan Pegawai (staffing)4. Pengawasan
(controlling)[footnoteRef:40] [40: Sarwoto, op.cit, hlm. 24 ]
Selanjutnya George R. Terry dalam Sutopo memberikan gambaran
yang lebih jelas tentang fungsi manajemen yang dikenal dengan POAC
yaitu:1. Perencanaan (planning)2. Pengorganisasian (organizing)3.
Penggerakan (actuating)4. Pengawasan (controlling)[footnoteRef:41]
[41: Sutopo, op.cit, hlm. 24]
Dari beberapa rumusan tersebut oleh para ahli dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnnya rumusan tersebut hanya berkisar pada empat
fungsi sebagaimana yang dirumuskan oleh George R. Terry. Berikut
ini penjelasan ke empat fungsi tersebut.
2.1.2.1. Perencanaan (Planning)Perencanaan adalah fungsi yang
sangat vital yang bukan hanya tugas seorang pemimpin tetapi juga
harus melibatkan setiap orang dalam sebuah organisasi guna
menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara
mencapainya. Sondang P. Siagian, menjelaskan bahwa: perencanaan
(planning) adalah keseluruhan proses perkiraan dan penentuan secara
matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.[footnoteRef:42]
[42: S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta,
1984, hlm. 13]
Selanjutnya, M. Manulang mendefinisikan bahwa: perencanaan
adalah apa yang harus dicapai (penentuan waktu secara kuantitatif)
dan bila hak itu harus dicapai, dimana hal itu harus dicapai,
bagaimana hal itu harus dicapai, siapa yang bertanggung jawab, dan
mengapa harus dicapai.[footnoteRef:43] [43: M. Manulang, op.cit,
hlm. 25]
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan
suatu proses perumusan tentang apa yang akan dilakukan dan dan
bagaimana pelaksanaannya.2.1.2.2. Pengorganisasian (Organizing)S.
P. Siagian mengemukakan bahwa: pengorganisasian adalah keseluruhan
proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung
jawab dan wewenang yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam
rangka pencapaian yang telah ditentukan.[footnoteRef:44] [44: Ibid,
hlm. 116]
Seteleh perencanaan dilakukan, maka fungsi selanjutnya adalah
pengorganisasian. Dari definisi diatas pengorganisasian merupakan
suatu proses pengaturan keseluruhan sumber daya dalam sebuah
organisasi. Pengaturan itu mencakup pembagian tugas, alat-alat,
sumber daya manusia, wewenang dan sebagainya untuk menghindari
kesimpangsiuran dalam pelaksanaan kegiatan. Fungsi ini lebih
cenderung pada pengaturan kegiatan administratif.2.1.2.3.
Penggerakan (Actuating)Menurut George R. Terry dalam Sarwoto yang
dimaksud dengan penggerakan adalah tindakan untuk mengusahakan agar
semua anggota suka berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran agar
sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha
organisasi.[footnoteRef:45] [45: Sarwoto, op.cit, hlm. 30]
Penggerakkan atau pelaksanaan dilakukan setelah fungsi
perencanaan. Agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan perencanaan
maka sangat ditekankan pada bagaimana cara/strategi seorang
pemimpin dalam menggerakkan pegawainya. Hal ini sangat penting
untuk menghindari agar bawahan tidak melaksanakan tugasnya di bawah
tekanan atau paksaan tetapi atas dasar pilihan sadar dengan penuh
tanggungjawab.
2.1.2.4. Pengawasan (Controlling)Tanpa adanya fungsi pengawasan
maka fungsi-fungsi yang lainnya tidak akan berjalan efektif dan
efisien karena pengawasan tidak hanya berlangsung pada saat
pelaksanaan tetapi juga pada saat perencanaan dan pengorganisasian.
Dan pada dasarnya dalam fungsi pengawasan juga terdapat proses
pengevaluasian untuk menjaga agar seluruh kegiatan tidak melenceng
dari tujuan yang ingin dicapai.Pengawasan sangat penting untuk
memastikan bahwa apa telah dilaksanakan sesuai dengan rencana,
penempatan orang-orangnya sudah tepat (the right men in the right
place) dan waktunya sudah sesuai. Jika belum maka akan diadakan
perbaikan agar tujuan dapat tercapai.Rekso Hadiprojo mengemukakan
bahwa perencanaan pada hakekatnya merupakan usaha memberikan
petunjuk pada para pelaksana agar mereka selalu bertindak sesuai
dengan perencanaan[footnoteRef:46] [46: Dikutip dari Rekso
Hadiprojo dalam Dasar-Dasar Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 1993, hlm.
53]
Selanjutnya, menurut Susilo Martoyo, pengawasan adalah suatu
proses untuk menentukan apa yang harus dikerjakan, apa yang sedang
dikerjakan, nilai proses dan hasil pelaksanaan pekerjaan atau
tugas, melakukan koreksi-koreksi atas kesalahan-kesalahan atau
sesuai rencana sebagainya.[footnoteRef:47] [47: Susilo Martoyo
dalam Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan, BPFE,
Yogyakarta, 1988, hlm. 123]
2.2. Kerangka Konsep 2.2.1. Konsep PeranAtas dasar uraian di
atas, peran DPPKAD Kabupaten Morowali di sini ialah segala tindakan
DPPKAD baik dalam bentuk kebijakan strategis, kebijakan teknis
ataupun peran dalam bentuk kerja sama dengan institusi lain/SKPD
pengelola PAD, yang terkait dengan pengelolaan PAD.2.2.2. Konsep
Keuangan DaerahKeuangan daerah dapat diartikan sebagai: semua hak
dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau
Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai
ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mamaseh,
1995)[footnoteRef:48]. [48: Lihat, Halim dalam Akuntansi Sektor
Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, Penerbit Salemba Empat, 2004,
hlm 18-20]
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daeah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut[footnoteRef:49]. [49: Lihat poin 6 Pasal 1 Peraturan
Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Morowali. ]
Semua hak yang dimaksud di sini adalah hak untuk memungut
sumber-sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan/atau hak
untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai peraturan tang ditetapkan.
Sedangkan semua kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban untuk
mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah
dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur,
pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Keuangan daerah memiliki
ruang lingkup yang terdiri atas keuangan daerah yang dikelola
langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Keuangan daerah yang
dikelola langsung terdiri atas Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Kekayaan
daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah.
Manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan
sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut [footnoteRef:50].
Alat untuk melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan
tata usaha daerah. [50: Lihat, Halim dalam Akuntansi Sektor Publik:
Akuntansi Keuangan Daerah, Penerbit Salemba Empat, 2004, hlm
20.]
Menurut Mamaseh (1995), tata usaha keuangan daerah dibagi
menjadi dua golongan, yaitu tata usaha umum dan tata usaha
keuangan. Tata usaha umum menyangkut kegiatan surat-menyurat,
mengagenda, mengekspedisi, meyimpan surat-surat penting atau
mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi lainnya. Sedangkan tata
usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang
keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu
serta prosedur-prosedur tertentu sehigga dapat memberikan informasi
aktual di bidang keuangan.Dalam penelitian ini, manajemen keuangan
daerah dipersempit menjadi pengelolaan pendapatan asli daerah
(PAD). Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah[footnoteRef:51].
[51: Lihat poin 7 (Pasal 1), poin 10, poin 13, poin 14, poin 15,
poin 32m dan poin 61 Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10
Tahun 2009 Tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
Kabupaten Morowali.]
Penting untuk diketahui bahwa Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya
mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan
keuangan daerah. Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara dari
Presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku
kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan
pengelolaan keuangan daerah yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota
bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagaio bagian
dari kekuasaan pemerinah daerah[footnoteRef:52]. [52: Selaku
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah
melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah kepada
Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah,
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang Dareah.
Selengkapnya Lihat di Darise, Nurlan dalam PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH (Pedoman Untuk Eksekutif dan Legislatif, Rangkuman 7 UU, 30
PP dan 15 Permendagri). Penerbit Indeks Jakarta tahun 2009 edisi 2
hlm 30-33.]
Dalam menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah,
Kepala Daerah membentuk Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD). SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah
selaku pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan
pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya, Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (PPKD) adalah kepala satuan kerja pengelola
keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan kepala SKPKD yang
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai
Bendahara Umum Daerah. Bendahara Umum (BU) adalah PPKD yang
bertindak dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Umum Daerah.Setiap
tahun anggaran, ada yang disebut dengan Rencana Kerja dan Anggaran
yang disusun oleh setiap SKPD (RKA-SKPD). RKA-SKPD adalah dokumen
perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan,
rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan
sebagai dasar penyusunan APBD. RKA-SKPD ini kemudian dibahas pada
saat Musrembang lalu dibahas di DPRD untuk kemudian dibuatkan
regulasi dalam bentuk peraturan daerah (perda). Perda inilah yang
kemudian menjadi acuan dalam penuyusunan Domuken Pelaksanaan
Anggaran (DPA). Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (DPA-PPKD) adalah dokumen pelaksanaan anggaran
badan pengelola keuangan daerah selaku Bendahara Umum Daerah.
2.2.3. Konsep Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun
anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember[footnoteRef:53]. APBD adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran
pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. Anggaran
pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
dan Lain-lain Pendapatan. [53: Lihat Pasal 1 poin 17 dan Pasal 70,
dan Pasal 179 UU No 12 Tahun 2008.]
Sebelum menjadi APBD, berbentuk RAPBD. RAPBD dibahas di DPRD
untuk kemudian dibuatkan regulasi dalam bentuk peraturan daerah
tentang APBD[footnoteRef:54]. ABPD ini adalah akumulasi dari
seluruh RKA setiap SKPD dalam satu tahun anggaran pemerintah
daerah. Inilah yang menjadi acuan seluruh instansi pemerintah
daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan sesuai dengan
kewenangan masing-masing instansi/SKPD baik itu dalam hal
pendapatan untuk SKPD pengelola teknis dalam pemungutan PAD, maupun
urusan belanja dan pembiayaan. [54: Lihat Lampiran 13 tentang Perda
ABPD Kabupaten Morowali tahun 2008-2011.]
2.2.4. Konsep Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)Otonomi
daerah perlu diwujudkan dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah.
Untuk mewujudkan otonomi daerah dibutuhkan kecerdasan untuk
mengelola segala potensi yang dimiliki daerah untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Pegelolaan itu mencakup Sumber Daya
Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). SDM berkaitan erat dengan
pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan, informasi dan
keterampilan. Sedangkan SDA mencakup segala kekayaan alam yang
dimiliki suatu daerah. Dalam hubungannya dengan peningkatan PAD,
kehandalan SDM dan kekayaan SDA suatu daerah sangat diperlukan. SDA
yang didukung dengan SDA yang memadai untuk mengelola kekayaan yang
dimiliki daerah akan melahirkan daerah dengan PAD yang baik.
Merujuk pada UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, penerimaan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan
daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan
Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapata. Pembiayaan
bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan
pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
sendiri bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang
Sah[footnoteRef:55]. Artinya, PAD adalah pendapatan tetap
pemerintah daerah dari berbagai sumber yang ditetapkan dalam
peraturan daerah untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Senada dengan itu, Halim (2004:67) menjelaskan bahwa
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Lebih jauh, Yani
(2002:106)[footnoteRef:56] menyatakan bahwa ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam meningkatkan PAD diantaranya: [55: Lebih
lengkapnya buka Pasal 5 Ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 6 Ayat (1)
dan (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangn Keuangan Antara
Pemerinntah Pusat dengan Pemerintah Daerah.] [56: Dikutip dari
Tesis Charles N Toha, 2010, Universitas Tadulako Palu, Analisis
Implementasi Kebijakan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli
Daerah Di Kabupaten Morowali. ]
1. Memberikan peluang kepada masyarakat untuk memberikan usaha
yang dapat meningkatkan pendapatan daerah.2. Adanya dukungan dan
dorongan dari pihak pemerintah untuk mencari dan menggali
sumber-sumber PAD yang ada di daerah.3. Membuka peluang yang
seluas-luasnya untuk melakukan berbbagai hubungan kemitraan dengan
semua pihak baik swasta, investor dan kalangan pengusaha dalam
memperoleh pendapatan.Senada dengan hal itu, Soedjamanto (1999;72)
mengemukakan:PAD merupakan potensi yang sangat kuat didalam
meningkatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang
diperoleh dari berbagai pencarian dan pengalian sumber-sumber dana
daerah yang pengelolaannya dapat dilakukan oleh semua pihak yang
ada di daerah, baik pemerintah, swasta, pengusaha dan
lainnya.Sehubungan dengan itu, kebijakan keuangan daerah dengan
kebijakan keuangan negara perlu disinkronkan karena saling
berhubungan erat. Hubungan tersebut tidak hanya bersifat keuangan,
tetapi juga berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Oleh karena itu diperlukan
perencanaan. Perencanaan PAD perlu dilakukan dengan penuh
perhitungan dan pertimbangan yang matang, cepat dan tepat serta
mempermudah tercapainya tujuan, dengan tetap memperhitungkan
resikonya. Pada dasarnya, setiap pemerintah daerah selalu berupaya
seoptimal mungkin untuk memperbaharui manajemen pengelolaan PAD
mengingat PAD adalah cerminan pendapatan masyarakat suatu daerah.
Selain itu, pemerintah daerah akan dianggap gagal jika hanya
mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Untuk itu
perlu adanya rumusan strategi bagi pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Pemerintah daerah
harus lebih cerdas mengidentifikasi titik-titik yang berpotensi
meningkatkan PAD. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus
berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan
PAD tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina
masyarakat dan unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha,
yang pada gilirannya berperan besar dalam pemasukkan di kas
daerah.2.2.4.1. Pajak DaerahMenurut Sunarto (2005:15), pajak daerah
merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi
maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan
pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk di dalam
APBD.Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000, dari segi kewenangan
pemungutan pajak atas objek pajak di daerah, dibagi atas dua hal
yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi dan pajak
daerah yang dipungut oleh pemerintah Kabupaten atau kota.Pajak
daerah yang dipungut oleh pemerintah Provinsi adalah pajak yang
kewenangan pungutannya terdapat pada pemerintah daerah provinsi.
Pajak provinsi terbagi atas beberapa jenis yaitu, pajak Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor dan pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan.Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah
Kabupaten/kota adalah pajak yang kewenangan pemungutan ada pada
pemerintah daerah kabupaten atau kota. Berdasarkan UU Nomor 34
tahun 2000 tentang Pajak Daerah, jenis pajak kabupaten atau kota
ditetapkan sebanyak tujuh, yaitu pajak Hotel, pajak Restoran, pajak
Hiburan, pajak Reklame, pajak Penerangan Jalan, pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C, dan pajak Parkir[footnoteRef:57]. Namun
dalam penelitian dibatasi hanya pada pajak daerah Kabupaten. [57:
UU No 34 Tahun 2000 ini adalah pengganti UU No 18 Tahun 1997. UU No
34 Tahun 2000 kemudian diganti dengan UU No 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pencantuman UU No 34 Tahun 2000
dalam tulisan ini karena dianggap masih relevan dan tidak
bertentangan dengan UU No 28 Tahun 2009.]
Selain itu, kehadiran Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah membuka peluang
sebesar-besarnya kepada daerah untuk meningkatkan PAD. Ada
pajak-pajak baru yang kewenangan pemungutannya diserahkan kepada
daerah kabupaten sebagai sumber penerimaaan PAD bagi pemerintah
daerah. Pajak-pajak baru yang sebelumnya menjadi kewenangan
pemerintah pusat itu terdiri dari pajak bumi dan bangunan (PBB)
perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB).2.2.4.2. Retribusi DaerahSelain pajak daerah,
penerimaan pemerintah daerah yang diperuntukkan dalam
peyelenggaraan urusan pemerintah daerah berasal dari retribusi
daerah. Namun, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang
berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat
melihat peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali
penerimaan dari retribusi untuk menunjang penerimaan. Menurut
Siahaan (2005:5), retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk
kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh
negara bagi penduduknya secara perorangan. Namun tidak semua jasa
yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya.
Tetapi, hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan
sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi.Berdasarkan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, pungutan daerah dalam bentuk retribusi
digolongkan menjadi tiga, yaitu golongan retribusi jasa umum,
retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.Retribusi
jasa umum terdiri dari 14 jenis retribusi, retribusi jasa usaha 11
jenis dan retribusi perizinan tertentu ada 4 jenis yaitu izin
mendirikan bangunan (IMB), izin tempat penjualan minuman
beralkohol, izin gangguan (HO), izin trayek dan izin usaha
perikanan.Jelas bahwa jenis pajak daerah dibatasi. Sedangkan untuk
retribusi daerah masih dimungkinkan jenis lain apabila ditetapkan
dalam peraturan pemerintah (PP). Khususnya retribusi perizinan
tertentu, berdasarkan pasal 150 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009,
jenis retribusi selain yang ditetapkan itu masih memungkinkan untuk
menetapkan jenis retribusi lain sepanjang memenuhi
kriteria.Kriteria yang dimaksud yaitu perizinan tersebut termasuk
kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi, perizinan tersebut benar-benar
diperlukan guna melindungi kepentingan umum, dan biaya yang menjadi
beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk
menanggulanginya dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup
besar sehingga layak dibiayai dari retribusi, ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.2.2.4.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang DipisahkanPenerimaan pendapatan daerah dari pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan ialah penerimaan pendapatan yang
berasal dari laba BUMD dan hasil kerja sama pemerintah daerah
dengan pihak ketiga. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan jika dirinci menurut objek pendapatan
mencakup[footnoteRef:58]: [58: Lihat, Pasal 26 ayat 3 Permendagri
No 59 Tahun 2007 (Perubahan Permendagri No 13 Tahun 2006) tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah]
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.2.2.4.4. Lain-lain PAD
yang sah Penerimaan pendapatan daerah yang terakhir ialah melalui
pendapatan lain-lain daerah yang sah[footnoteRef:59], yakni
meliputi: [59: Lihat, Pasal 6 ayat 2 UU No 33 Tahun 2004.]
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan Jasa giro
Pendapatan bunga Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh Daerah.
Gambar 2.1.Bagan Indikator Pengelolaan PAD
2.3. Hasil Penelitian yang RelevanPenelitian ini bukanlah yang
pertama. Beberapa peneliti sebelumnya telah mengangkat topik/objek
penelitian yang sama dengan topik/objek penelitian penulis. Dari
hasil kegiatan pra penelitian, penulis menemukan informasi bahwa
ada beberapa orang peneliti sebelumnya yang telah melakukan
penelitian di DPPKAD Kabupaten Morowali dalam jarak waktu yang
relatif berdekatan yaitu tahun 2010 dan 2011 dengan topik/objek
penelitian yang hampir sama sebagaimana yang penulis uraikan di
bawah ini. Hasil-hasil penelitian itu penulis jadikan sebagai
rujukan untuk menambah referensi dan memperkaya analisis. Berikut
ini adalah beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki
keterkaitan erat dengan objek penelitian penulis.Pertama, laporan
Akhir Program D4 Keuangan Daerah, Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Retribusi Pasar dalam Meningkatkan PAD di Kabupaten
Banggai Provinsi Sulawesi Tengah oleh Syamsul Bahri Lanta dari
IPDN. Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis,
diperoleh suatu gambaran umum bahwa pelaksanaan kebijakan
pengelolaan retribusi pasar sebagai salah satu komponen PAD di
Kabupaten Banggai sudah cukup baik. Dari distribusi jawaban
responden/masyarakat terhadap sub variabel (dimensi tujuan
kebijakan) yang dilakukan menunjukkan bahwa dimensi tujuan
kebijakan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Penyebabnya,
masyarakat/pedagang sebagai pihak yang menggunakan jasa pasar belum
mengetahui secara jelas tujuan dari program. Komunikasi antara
pelaksana kebijakan dengan sasaran kebijakan kurang baik. Petugas
pemungut dalam menyampaian informasi ataupun kegiatan sosialisasi
program tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu,
penulis menyarankan agar Pemerintah Daerah harus menyikapi kondisi
ini dengan melakukan sosialisasi program kepada masyarakat tentang
penjelasan tujuan dari program raining of trainers (ToT) yakni
peningkatan keterampilan dan pengetahuan, sehingga dapat
mengoptimalkan penarikan retribusi dengan baik sebagai salah satu
komponen PAD.Kedua, laporan Penelitian Lembaga Pusat Pengkajian
Kebijakan dan Otonomi Daerah, Optimalisasi Pengelolaan
Sumber-Sumber PAD Kabupaten Morowali oleh Drs Darwis, M.Si dkk.
Dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa potensi retribusi pasar
cukup besar sementara realisasi penerimaan retribusi ini masih
kecil. Oleh karena itu, penulis menyarankan bahwa ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan retribusi pasar guna
meningkatkan penerimaan PAD yaitu:a. peningkatan perencanaan,
koordinasi, pengawasan;b. peningkatan kualitas (pengetahuan dan
keterampilan) pengelola retribusi pasar untuk membangun kreativitas
pengelola pasar yang professional di masa yang akan datang;c.
pengelolaan retribusi pasar diserahkan ke aparatur pemerintah
Kecamatan;d. kelengkapan fasilitas pasar seperti air dan penerangan
yang memadai;e. mengoptimalkan potensi-potensi pasar seperti lahan,
petak dan pelataran;f. memperbaiki penataan pasar sehingga nyaman
dan indah.Ketiga, laporan Penelitian PT Esa Pratama Cipta Celebes
Konsultan, Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Morowali oleh Konsultan Manajemen Perencanaan.
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa optimalisasi pengelolaan
retribusi pasar terutama dalam hal pemungutan retribusi pasar
sangat perlu dilakukan mengingat nilai pemasukan dari sektor
retribusi pasar bagi PAD cukup besar. Dari hasil survey lapangan
diperoleh data bahwa sebagian besar pasar tradisonal yang bersifat
swabangun maupun pasar inpres (pasar permanen) yang dibangun oleh
pemerintah belum cukup memadai. Hal ini sangat mempengaruhi
pengelolaan pungutan retribusi. Akibatnya, di beberapa pasar,
pungutan retribusi pasar tidak dilakukan secara rutin, bahkan ada
beberapa pedagang yang tidak dikenakan biaya retribusi tempat
berjualan. Selain itu, di beberapa pasar tradisonal tidak dikenakan
pungutan apa pun.Keempat, hasil penelitian untuk penyusunan Tesis,
Analisis Implementasi Kebijakan Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan
Asli Daerah Di Kabupaten Morowali oleh Charles N Toha dari
Universitas Tadulako Palu tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian
ini, penulis mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar aparat
pemungut retribusi pasar belum maksimal melaksanakan tugasnya
dengan baik. Hal ini disebabkan antara lain masih minimnya
pengetahuan petugas dan tingkat pendidikan rata-rata masih SLTA
bahkan ada yang SLTP, kurangnya dukungan dana operasional serta
tidak adanya pemberian insentif. Kondisi ini mengakibatkan semakin
lemahnya mental aparat pelaksana karena apa yang harus dikerjakan
tidak akan sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Ini berarti
bahwa pelaksanaan kebijakan retribusi pasar dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah belum baik. Sehubungan dengan hal itu,
Charles menyarankan kepada pemerintah bahwa dalam rangka
peningkatan PAD perlu adanya pemberian insentif serta dukungan dana
operasional, sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat
meningkatkan kinerja. Selain itu, menurutnya, dalam proses
pemungutan retribusi daerah, utamanya retribusi pasar yang harus
dilakukan oleh aparat Dinas PPKAD Kabupaten Morowali, adalah:a.
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi
daerah;b. melakukan intensifikasi data melalui pemutakhiran data;c.
frekuensi jam kerja pemungutan ditingkatkan/ditambah;d. setiap
bulan secara periodik mengadakan evaluasi permasalahan dan hambatan
yang terjadi dilapangan, dane. mengubah Perda yang sudah tidak
sesuai dengan kondisi sekarang dan meningkatkan kesejahteraan
aparat pemungut.Keenam, hasil penelitian untuk Skripsi,
Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah Pada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Morowali
oleh Rena Kamaruddin Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako tahun 2011. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel yaitu,
optimalisasi pengelolaan PAD dengan indikatornya yaitu perencanaan
pemerintah setempat, kerjasama yang dilakukan, pelaksanaan dan
pengawasan dari pemerintah daerah. Indikator ini dirumuskan dengan
menggunakan teori manajemen G.R. Terry.Dari hasil penelitian dan
analisis yang dilakukan, Rena menemukan fakta bahwa, dalam
penentuan target PAD diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan
perencanaan penentuan target yang terkait dalam pengelolaan
pendapatan asli daerah sudah sesuai dengan data potensi sumber PAD.
Dari 10 responden 4 orang atau 40% menyatakan sesuai, 3 orang atau
30% menyatakan cukup sesuai dan 3 orang atau 30% menyatakan kurang
sesuai karena aparatur DPPKAD sendiri turun langsung mencari
informasi. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan dalam
perencanaan penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih belum
sesuai. Setelah melakukan pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah
Daerah untuk dimasukkan ke dalam RAPBD dan dibahas oleh DPRD untuk
menjadi APBD masih terdapat perubahan anggaran dari target yang
telah ditentukan. Menurut Rena, hal ini menunjukkan bahwa proses
pengumpulan atau penyampaian informasi/data mengenai potensi
penerimaan PAD masih belum begitu akurat sehingga penentuan
perencanaan target PAD tidak didasarkan pada data yang ril.Dari
indikator kerjasama, Rena mengungkapkan bahwa pelaksanaan hubungan
kerjasama yang dilakukan oleh DPPKAD dengan isntansi pemerintah
yang lain dalam rangka meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten
Morowali adalah baik. Dari 10 responden 6 orang atau 60% menyatakan
baik, 3 orang atau 30% menyatakan cukup baik dan 1 orang atau 10%
menyatakan kurang baik. Bentuk kerjasama yang dilakukan DPPKAD
dengan instansi pemerintah yang lain misalkan penyampaian laporan
data realisasi pendapatan daerah dari SKPD maupun UPTD melalui
rapat evaluasi terhadap realisasi pendapatan yang dilakukan per 3
bulan, yang dilanjutkan dengan monitoring bersama terhadap hasil
evaluasi pendapatan. Selain itu Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah juga melakukan hubungan kerjasama dengan
dinas lain melalui penagihan secara tim terhadap objek-objek yang
berpotensi besar misalkan dalam penagihan pajak terhadap
perusahaan-perusahaan pertambangan yang ada di Kabupaten Morowali.
Sehingga dapat disimpulkan hubungan kerjasama yang dilakukan dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan dinas-dinas
lain sudah baik.Dari indikator Pelaksanaan, Rena menemukan bahwa
prosedur pelaksanaan penerimaan dan penyetoran PAD sudah baik. Dari
10 responden 5 orang atau 50% menyatakan baik. 1 orang atau 10%
menyatakan sangat baik dan 4 orang atau 40% menyatakan cukup
baik.Dari indikator Pengawasan, ditemukan bahwa tingkat pengawasan
dalam pengelolaan PAD pada DPPKAD cukup baik. Dari 10 responden 7
orang atau 70% menyatakan cukup diawasi, 1 orang atau 10%
menyatakan diawasi dan 2 orang atau 20% menyatakan kurang diawasi.
Bentuk pengawasan yang dilakukan seperti rapat evaluasi yang
dilakukan per 3 bulan bersama SKPD dan UPTD serta membahas
kendala-kendala yang didapatkan dilapangan apabila hasil yang
dicapai tidak mencapai target.Bentuk pengawasannya juga dilakukan
melalui penyetoran langsung hasil penerimaan ke rekening PAD
Kabupaten Morowali dan setiap hasil setoran tersebut juga akan
dibahas dalam rapat evaluasi, sehingga dalam bentuk pengawasan
seperti diatas akan dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya
kecurangan sangat kecil. Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan
di lapangan, belum ada transparansi pemanfaatan atas hasil PAD
tersebut walaupun pengawasan pengelolaannya sudah dilakukan
seoptimal mungkin. Dapat dilihat dari hasil pembangunan Kabupaten
Morowali yang masih belum begitu nampak maksimal, baik pembangunan
fisik maupun pembangunan sumber daya manusianya. Selain itu, Rena
juga mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi dalam
optimalisasi pengelolaan PAD yakni aktualisasi data, sumber daya
pengelola dan tingkat kesadaran masyarakat. Data potensi penerimaan
PAD Kabupaten Morowali masih belum akurat, kebanyakan masih
merupakan data yang lama. Akibatnya, dalam perencanaan penentuan
target PAD Kabupaten Morowali masih terdapat perubahan anggaran
dari target yang telah ditentukan.Faktor personil atau sumber daya
pengelola yang masih rendah. Ini nampak dari tingkat pendidikan
aparatur DPPKAD dari jumlah pegawai yang berpendidikan setingkat
SMA 62,5 % atau 130 orang dari pegawai keseluruhan DPPKAD. Oleh
karena itu, DPPKAD telah mengupayakan melakukan pelatihan-pelatihan
kepada semua pegawainya. Dari segi tingkat kesadaran masyarakat
dalam membayar pajak dan retribusi,juga masih sangat rendah. Dapat
terlihat dari 91.839 Wajib Pajak Kabupaten Morowali yang membayar
hanya 81.747 Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan masih kurangnya
sosialisasi yang dilakukan DPPKAD kepada masyarakat.
Landasan Hukum:UUD RI 1945 4. UU No 28/2009UU No 12/2008 5.
Perda Kab. Morowali No 10/2009UU No 33/2004 6. Perbup Morowali No
14/2008
Pengelolaan PAD
Landasan Teori Role TheoryPOACEIndkator Peran DPPKAD dalam
Pengelolaan PAD:Perencanaan Target Pelaksanaan PemungutanPengawasan
PenatausahaanPelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD
Faktor-faktor yang mempengaruhi:pendukungpenghambat
Gambar 2.2.Bagan Kerangka KonsepBAB IIIGAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN3.1. Keadaan GeografisBerdasarkan Undang-Undang Nomor 51
tahun 1999, Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom
yang terbentuk bersama dua kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah
yakni Kabupaten Buol dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Kabupaten ini
sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Poso. Wilayahnya
membentang dari arah tenggara ke barat dan melebar ke bagian timur
serta berada di daratan Pulau Sulawesi dan wilayah lainnya terdiri
dari pulau-pulau kecil. Bagian paling utara terdapat wilayah
Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara, di bagian paling selatan
terdapat wilayah Kecamatan Menui Kepualauan, yang terdiri dari
beberapa pulau besar dan pulau kecil. Sedangkan di bagian timur
adalah perairan Teluk Tolo serta bagian paling barat terdapat
wilayah Kecamatan Moro Atas. Dilihat dari posisi di permukaan bumi,
wilayah Kabuapten Morowali terletak pada pesisir pantai di perairan
Teluk Tomori dan Teluk Tolo, serta kawasan lainnya terletak di
kawasan hutan dan lembah pegunungan. Pada tahun 2004, Kabupaten
Morowali mengalami pemekaran sehingga Kecamatan yang semula
berjumlah 10 menjadi 13 Kecamatan dan pada tahun 2009 bertambah
lagi satu Kecamatan sehingga berjumlah 14
Kecamatan[footnoteRef:60]. Kecamatan Bungku Utara dimekarkan
menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan
Mamosalato. Bungku Barat dimekarkan menjadi tiga kecamatan yaitu
Kecamatan Bungku Barat, Bumi Raya, dan Wita Ponda. Mori Atas
dimekarkan menjadi Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara. Kemudian
tahun 2011 bertambah menjadi 18 Kecamatan dengan tambahan Kecamatan
Bungku Pesisir dengan Ibu Kota Lafeu, Kecamatan Bungku Timur dengan
Ibu Kota Kolono, Kecamatan Petasia Timur dengan Ibu Kota
Bungintimbe, dan Kecamatan Lembo Raya dengan Ibu Kota
Petumbea[footnoteRef:61]. [60: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011,
BPS Kabupaten Morowali.] [61: Data ini penulis peroleh dari diskusi
dengan pegawai BPS. Empat kecamatan tersebut belum diinput dalam
data Morowali Dalam Angka 2011 karena masih menggunakan data 2010.
Sedangkan buku Morowali Dalam Angka 2012 belum diterbitkan karena
datanya belum rampung. ]
3.1.1. Batas dan Luas WilayahSecara administratif, Kabupaten
Morowali memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah
Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tojo Una-Una Sebelah
Selatan berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Selatan Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Banggai dan Perairan Teluk Tolo Sebelah Barat berbatasan dengan
wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kabupaten
Poso, dan Kabupaten Tojo Una-Una. Belahan utara wilayah ini terdiri
dari Kecamatan Mamosalato, Bungku Utara, Petasia, dan Soyo Jaya.
Belahan Selatan terdiri dari Kecamatan Menui Kepulauan, Bungku
Selatan dan Bahodopi. Di belahan barat terdapat Kecamatan Lembo dan
Moro Atas. Sedangkan di belahan timur terdapat Kecamatan Bungku
Tengah, Bungku Barat, Bumi Raya, dan Witaponda.Luas daratan
Kabupaten Morowali kurang lebih 15.490,12 km2 atau sekitar 22,77 %
dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah Kabupaten
Morowali menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan luas
daratan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tengah. Perhatikan tabel
berikut:Tabel 3.1.Perbandingan Luas Daratan Kabupaten Morowali
dengan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Tengah, Tahun 2010
No Kabupaten/KotaLuas (km2)Persentase
1Banggai Kepulauan3.214,464,73
2Banggai9.672, 7014,22
3Morowali 15.490,1222,77
4Poso 8.712,2512,81
5Tojo Una-Una5.721,518,41
6Donggala[footnoteRef:62] [62: Termasuk luas wilayah Kabuapten
Sigi.]
10.471,7115,39
7Parigi Moutong6.231,859,16
8Toil-Toli4.079,776,00
9Buol 4.043,575,94
10Palu 395,060,58
Sulawesi Tengah 68.033,00100,00
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten
MorowaliWilayah Kabupaten Morowali terdiri dari 18 Kecamatan dengan
wilayah daratan yang terluas adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu
2.406,79 km2 atau 15,54 % dari luas daratan Kabupaten Morowali.
Wilayah daratan terkecil adalah Menui Kepulaun dengan luas 223,63
km2 atau 1,44 % dari total luas daratan Kabupaten Morowali.
Perhatikan tabel berikut ini.Tabel 3.2.Luas Wilayah Daratan
Kabupaten Morowali menurut Kecamatan, 2010
No Kecamatan
Luas (km2)Persentase
1Menui Kepulaun 223,631,44
2Bungku Selatan 1.271,198,21
3Bahodopi 1.080,986,98
4Bungku Tengah1.112,807,18
5Bungku Barat758,934,90
6Bumi Raya 504,773,26
7Witaponda 519,703,36
8Lembo 1.332,848,60
9Mori Atas 1.508,819,79
10Mori Utara 1.048,936,77
11Petasia 1.635,2410,56
12Soyo Jaya 605,513,91
13Bungku Utara 2.406,7915,54
14Mamosalato 1.480,009,55
Kabupaten Morowali 15.490,12100,00
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten
Morowali.Hingga akhir tahun 2010, Kabupaten Morowali terdiri dari
240 Desa dengan topografi 169 desa/kelurahan berupa tanah datar dan
71 desa/kelurahan berupa perbukitan. Secara geografis, 132 desa di
antaranya berbatasan dengan pantai, 14 desa terletak di sekitar
daerah aliran sungai/lembah, 29 desa berada di daerah
perbukitan/lereng dan 65 desa lainnya terletak di daerah daratan.
Lihat tabel 3.3.3.1.2. Letak dan Jarak Tempat Kabupaten Morowali
terletak antara 0103112 LS dan 0304648 LS serta antara 12100224 BT
dan 12301536 BT. Pada saat dibentuk, ibukota Kabupaten Morowali
bertempat di Kolonodale. Namun berdasarkan UU No 51 tahun 1999,
ibukota definitif, yakni di Bungku (Bungku Tengah) telah
difungsikan kembali. Bungku berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo
sehingga dapat dicapai melalui laut, darat, atau kombinasi keduanya
sesuai dengan keadaan geografis wilayah lainnya. Jarak antara
Bungku dengan ibukota kecamatan baik melalui darat maupun laut
dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.3.Banyaknya Desa menurut
Kecamatan dan Letak Geografis, 2010
No Kecamatan Pantai Lembah/DASLereng/Punggung BukitDataran
Jumlah
1Menui Kepulaun 19---19
2Bungku Selatan 32-1-33
3Bahodopi 10--212
4Bungku Tengah23-1529
5Bungku Barat9--110
6Bumi Raya 5-3513
7Witaponda 4--59
8Lembo -371424
9Mori Atas -24612
10Mori Utara --268
11Petasia 1342928
12Soyo Jaya 315-9
13Bungku Utara 8-21020
14Mamosalato 642214
Kabupaten Morowali 132142965240
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten
Morowali.Tabel 3.4.Jarak Ibu Kota Kabupaten dengan Ibu Kota
KecamatanNo Ibu Kota Kabupaten Kecamatan/Ibu KotaJarak Melalui
Ditempuh dengan Kedaraan
Darat (Km)Laut (Mil)
1Bungku Menui Kepulaun/Ulunambo-9964LautDarat+Laut
2-Bungku Selatan/Kaleroang -44-LautDarat+Laut
3-Bahodopi/Bahodopi41-
Darat
4-Bungku Tengah/Bungku0-0-Darat Laut
Tabel 3.4. (lanjutan)
5-Bungku Barat/Wosu27-Darat
6-Bumi Raya/Bahonsuai 48-Darat
7-Witaponda/Lantula Jaya61-Darat
8-Limbo/Beteleme149-Darat
9-Mori Atas/Tomata 200-Darat
10-Mori Utara/Mayumba 221-Darat
11-Petasia/Kolonodale 115-Darat
-Soyo Jaya/Lembasumara 11515Darat+Laut
13-Bungku Utara/Baturube11545Darat+Laut
14-Mamosalato/Tanasumpu16145Darat/Laut
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten
Morowali.3.2. Keadaan Demografis3.2.1. Persebaran dan Kepadatan
PendudukDari hasil registrasi penduduk dan juga hasil Sensus
Penduduk (SP2010) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten
Morowali setiap tahunnya selalu bertambah. Jumlah penduduk
Kabupaten Morowali tahun 2004 tercatat 166.477 jiwa, tahun 2005
tercatat 170.200 jiwa, tahun 2006 tercatat 178.328 jiwa, tahun 2007
tercatat 190.012 jiwa, tahun 2008 tercatat 198.998 jiwa, pada akhir
tahun 2009 tercatat 203.864 jiwa, dan pada saat Sensus Penduduk
2010 tercatat sebesar 206.322 jiwa. Ditinjau dari jenis kelaminnya,
pada akhir tahun 2009 jumlah laki-laki lebih besar dari pada
perempuan yaitu 104.074 jiwa dibanding 99.790 jiwa dengan rasio
jenis kelamin 104,29. Pada tahun 2010 jumlah laki-laki 107.006 jiwa
sedangkan perempuan berjumlah 99.316 jiwa dengan rasio jenis
kelamin 107,74. Perhatikan tabel berikut ini.Tabel 3.5.Jumlah
Penduduk menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin,
2007-2010[footnoteRef:63] [63: Sumber: Registrasi Penduduk
2006-2009/Population Registration 2006-2009 Sensus Penduduk
2010/Popuation Census 2010.]
No Kecamatan Laki-laki PerempuanRasio Jenis Kelamin
1Menui Kepulaun 5.9206.14496,35
2Bungku Selatan 8.6778.596100,94
3Bahodopi 3.5083.086113,67
4Bungku Tengah14.24213.532105,25
5Bungku Barat5.3214.772111,50
6Bumi Raya 5.9605.528107,81
7Witaponda 8.8208.122108,59
8Lembo 10.6779.623110,95
9Mori Atas 5.5404.878113,57
10Mori Utara 3.6273.192113,63
11Petasia 17.55616.149108,71
12Soyo Jaya 4.2813.603118,82
13Bungku Utara 7.5697.130106,16
14Mamosalato 5.3084.961106,99
Kabupaten Morowali2010200920082007
107.006104.074101.48197.34999.31699.79097.51792.680107,74104,29104,06105,02
Penduduk Morowali tahun 2010 saat Sensus Penduduk 2010 tersebar
di 14 kecamatan dengan penduduk terbanyak berada di Kecamatan
Petasia dengan jumlah 33.705 jiwa atau sekitar 16,34% dari total
penduduk. Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan
Bohodopi dengan jumlah 6.594 jiwa atau sekitar 3,20% dari total
penduduk.
Tabel 3.6.Penyebaran Penduduk Menurut Kecamatan, 2007-2010
No KecamatanJumlah Penduduk% terhadap penduduk kabupaten
1Menui Kepulaun 12.0645,85
2Bungku Selatan 17.2738,37
3Bahodopi 6.5943,20
4Bungku Tengah27.77413,46
5Bungku Barat10.0934,89
6Bumi Raya 11.4885,57
7Witaponda 16.9428,21
8Lembo 20.3009,84
9Mori Atas 10.4185,05
10Mori Utara 6.8193,31
11Petasia 33.70516,34
12Soyo Jaya 7.8843,82
13Bungku Utara 14.6997,12
14Mamosalato 10.2694,98
Kabupaten Morowali 2010200920082007
206.322203.864198.998190.012
100,00100,00100,00100,00
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten
Morowali.Pada akhir tahun 2010 di Kabupaten Morowali terdapat
50.747 rumah tangga/KK, sehingga rata-rata jumlah penduduk setiap
rumah tangga/KK adalah 4 jiwa per rumah tangga/KK. Dari segi
kepadatan penduduk, Kecamatan Menui Kepulauan merupakan daerah
terpadat yaitu 54 jiwa/ per km2 dan dua kecamatan lain yakni
Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Bahodopi dengan kepadatan
paling rendah yaitu 6 jiwa per km2. Secara umum kepadatan penduduk
di Morowali pada tahun 2010 sebesar 13 jiwa.km2.
Tabel 3.7.Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, 2007-2011
No Kecamatan Jumlah PendudukLuas WilayahKepadatan Penduduk Per
km2
1Menui Kepulaun 12.064223,6354
2Bungku Selatan 17.2731.271,1914
3Bahodopi 6.5941.080,986
4Bungku Tengah27.7741.112,8025
5Bungku Barat10.093758,9313
6Bumi Raya 11.488504,7723
7Witaponda 16.942519,7033
8Lembo 20.3001.332,8415
9Mori Atas 10.4181.508,817
10Mori Utara 6.8191.048,937
11Petasia 33.7051.635,2421
12Soyo Jaya 7.884605,5113
13Bungku Utara 14.6992.406,796
14Mamosalato 10.2691.480,007
Kabupaten Morowali
2010200920082007
206.322203.864198.998190.012
15.490,1215.490,1215.490,1215.490,12
13131312
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten
Morowali.3.2.2. Tenaga Kerja dan TransmigrasiPengangguran sebagai
salah satu masalah yang ditimbulkan dalan dunia ketenagakerjaan
sudah menjadi masalah nasional yang hingga kini masih sulit
pemecahannya. Dalam teorinya, masalah ini terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk yang pesat yang
berpengaruh pada pertambahan jumlah pencari kerja setiap tahun
dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Di Kabupaten Morowali
berdasarkan data pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Sosial, tahun 2010 jumlah pencari yang
belum tersalurkan sudah menurun karena sudah ditempatkan
berdasarkan komposisinya. Adapun pencari kerja yang masih terdaftar
terdiri dari lulusan SLTA (43,09%), Diploma (27,42%) dan Sarjana
(28,93%). Sisanya adalah lulusan SD dan SLTP. Tabel 3.8.Jumlah
Pencari Kerja dan Lowongan Pekerjaan menurut Jenis Kelamin,
2010[footnoteRef:64] [64: Sumber data pada Tabel 3.8.-3.10. ini
diambil dari Dinas Nakertranssos Kabupaten Morowali. ]
No Uraian Laki-laki PerempuanJumlah
1Sisa Pencari Kerja dari Tahun Lalu 2.2743.4695.743
2Pencari Kerja yang Terdaftar (sisa tahun lau+tahun ini)
3.1734.8718.044
3Ditempatkan Tahun ini161155316
4Dihapuskan Tahun ini104242346
5Pencari Kerja yang Belum Ditempatkan 2.9084.4747.382
6Sisa Lowongan dari Tahun lalu---
7Permintaan Lowongan Tahun ini 161155376
8Pemenuhan Lowongan Tahun ini161155376
9Penghapusan Lowongan ---
10Sisa Lowongan yang Belum Terpenuhi
---
Kabupaten Morowali2010
Tabel 3.9.Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat
Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010
No Tingkat Pendidikan Laki-laki PerempuanJumlah
1SD
628
2SLTP 29433
3SLTA
1.3411.8403.181
4D1-D3
6081.4162.024
5SARJANA
9241.2122.136
Kabupaten Morowali20102009
200820072.9082.2741.0091.7264.4743.4691.6741.9997.3825.7432.6833.725
Tabel 3.10.Penempatan Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut
Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010No Tingkat
Pendidikan Laki-laki PerempuanJumlah
1SD
---
2SLTP 5-5
3SLTA
20526
4D1-D3
---
5SARJANA
136150285
Kabupaten Morowali20102009 20082007 1611.009 40 264 1551.674 2
264 3152.683 42 528
3.2.3. PendidikanSalah satu indikator utama untuk melihat
keberhasilan proses pembangunan suatu daerah adalah dukungan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan tetap tidak mengabaikan
kuantitas. Pendidikan sebagai salah satu wahana untuk melahirkan
SDM yang memiliki daya saing tinggi yang diharapkan dapat
mempercepat kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan Negara. Beberapa
program pendidikan nasional yang diterapkan pemerintah seperti
wajib belajar 9 tahun dan beberapa program pendidikan lainnya
adalah sederet upaya untuk mewujudkan manusia Indonesia yang
tangguh dan mampu bersaing di era globalisasi. Sasaran pendidikan
selama ini yang lebih diutamakan adalah peningkatan SDM dengan
memberikan kesempatan kepada seluruh kalangan masyarakat untuk
mengecap pendidikan seluas-luasnya khususnya penduduk usia sekolah
(7-24 tahun). Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun
prasarana pendidikan menjamin peningkatan mutu pendidikan, meski
itu tidak selalu berbanding lurus. Berbagai problem yang muncul di
dunia pendidikan kita dewasa ini bukan lagi hanya informasi elitis,
masyarakat dewasa ini sudah cukup cerdas dan kritis untuk
mengetahuinya. Oleh karena itu, pemerintah selalu mengupayakan
pemecahan masalah-maslah itu dengan meluncurkan berbagai program
pendidikan yang dianggap rasional untuk meningkatkan kualitas SDM.
Demikian halnya dengan Kabupaten Morowali dengan berbagai problem
teoritis dan praktis dalam pelaksanaan pendidikan yang juga belum
teratasi secara optimal.Sebagai gambaran, tabel berikut ini memuat
data tentang jumlah sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru
dari tingkat sekolah tingkat menengah atas (SMA dan
SMK)[footnoteRef:65]. Perhatikan Tabel 3.11. [65: Selengkapnya,
tabel yang memuat data tentang jumlah sekolah, pelajar, tenaga
pendidik atau guru dan jumlah Peserta dan Lulusan Ujian Akhir dari
tingkat taman kanak-kanak (TK) sampai tingkat sekolah tingkat
menengah atas (SMA dan SMK), lihat tabel 4.1.1.-4.1.10. hlm 53-62
di Morowali Dalam Angka 2011, BPS Kabuparen Morowali. ]
Untuk melihat gambaran pelaksanaan pendididkan di Kabupaten
Morowali pada tahun ajaran 2010/2011, dapat dilakukan dengan
melihat beberapa segi seperti tingkat pendayagunaan tenaga
pendidik, tingkat efisiensi ;penggunaan dan kecukupan sarana
pendidikan, dan tingkat kelulusan[footnoteRef:66]. [66:
Selengkapnya lihat di Morowali Dalam Angka 2010 yang disusun oleh
BPS Kabupaten Morowali. ]
Tingkat pendayagunaan tenaga pendidik pada tahun ajaran
2010/2011 yang merupakan perbandingan antara jumlah murid dengan
guru menunjukkan bahwa beban tenaga pengajar di tingkat SD adalah
12. Hal ini berarti bahwa rata-rata satu orang guru harus mengajar
12 orang murid SD. Beban mengajar yang lain yaitu untuk SMP, SMU,
dan SMK masing-masing sebesar 17;18; dan 16. Tingkat efisiensi;
penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan. dapat diketahui dari
rasio murid terhadap sekolah atau perbandingan jumlah murid dengan
jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Morowali. Pada tahun ajaran
2010-2011 rasio pendidikan di tingkat SD, SMP, SMU, SMK yaitu
rata-rata murid per sekolah sebanyak 119, 162, 273, dan 193.Tingkat
kelulusan SD, SMP, SMU, dan SKM pada tahun 2010 masing-masing
sebesar 97,32% ;99,38%; 99,02%; dan 91,32%. Pada tahun sebelumnya
tingkat kelulusan siswa masing-masing sebesar 89,02%; 87,77%;
73,70%; dan 86,78%. Angka ini menunjukkan peningkatan persentase
yang cukup drastis. Terutama untuk tingkat SMA.3.2.4.
KesehatanSecara teoritis, kelengkapan fasilitas kesehatan sangat
mempengaruhi kualitas pelayan dan pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah melakukan berbagai macam
upaya peningkatan kualitas kesehatan melalui fasilitas kesehatan,
pelayanan kesehatan, dan mendorong partisipasi masyarakat,
khususnya masyarakat dengan pendapatan di