IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh RONI FATAKHUL ALIM NIM. 111-13-017 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017
202
Embed
SKRIPSI - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1939/1... · parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga adalah pelaksanaan program parenting
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING
DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
RONI FATAKHUL ALIM
NIM. 111-13-017
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING
DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
RONI FATAKHUL ALIM
NIM. 111-13-017
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
MOTTO
“TIDAK ADA ORANG TUA YANG SEMPURNA SEHINGGA JADILAH SALAH
SATU ORANG TUA YANG PUNYA KEKURANGAN DAN JUGA KELEBIHAN”
“ANAK TERLAHIR KE DUNIA DENGAN KEBUTUHAN UNTUK DISAYANGI
TANPA KEKERASAN, BAWAAN HIDUP INI JANGAN SEKALIPUN
DIDUSTAKAN”
“KEMULIAAN ITU KARENA ADAB KESOPANAN BUKAN KARENA
KETURUNAN”
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta
karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibuku tercinta, Bp. Achmad Zaidun dan Ibu Siti Muslikhah
serta kakakku Mbak Kholifatus Asfiyah dan Mas Andi yang selalu
membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi
dalam kehidupanku dan kepada Bunda Farida Hariani yang telah
mensupport dan selalu mendoakan keberhasilanku dalam melangkah
untuk menuju kesuksesan di dunia dan di akhirat.
2. Dosen Pembimbing Skripsiku, Bp. Dr. Fatchurrohman, M. Pd., yang
selalu memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran
selama proses skripsi ini.
3. Keluarga Besar Musola Miftachul Jannah yang telah memberikan
dukungannya, ijinnya, motivasi, doa dan segala bantuannya baik material
maupun non material sehingga proses skripsi ini dapat terselesaikan
dengan lancar untuk penempuhan gelar sarjana ini.
4. Keluarga besar SMP Negeri 7 Salatiga Yang telah memberikan
dukungannya, motivasi dan doannya sehingga proses penempuhan gelar
sarjana ini bisa tercapai.
5. Keluarga besar PAI A IAIN Salatiga, JQH Al- Furqan IAIN SAlatiga,
Ar-Roudloh Salatiga, Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga yang selalu
menghibur dan memberikan doa serta motivasinya dalam menempuh
gelar sarjana ini.
6. Sahabat-sahabatku, Mas Ibrahim, Mas Zuhri, Mas Adam, Mas Rohman,
Mas Hartono, Mas Rizal, Mas Amin, Mas Anwar, Mas Sabar, Dek
Novia, Mas Yatno dan temanku seperjuangan yang selalu memberikan
dukungan, semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar
sarjana ini.
7. Tim KKN IAIN Salatiga 2017 Posko 10: Mas Zidin, Mas likun, Mb Ham,
Mb Nisa, Mb Uswatun, Mb Elok, Mb Diana yang selalu memberikan
dukungan, semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar
sarjana ini.
8. Keluarga Besar Jama’ah Musola Misftachul Jannah Bp. Rif’an, Bp.
Jumadi, BP. Djoko, Bp. Yatno, Bp. Sukroni, Mas Lilik dan semua warga
Perum Lembah Hijau Salatiga yang selalu memberikan dukungan,
semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar sarjana ini.
KATA PENGANTAR
السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته
Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan
perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING DALAM BIDANG PAI DI
SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017”. Shalawat serta salam tak lupa penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangandan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulisjuga banyak
memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Bapak Dr. Fatchurrohman, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, dan adik-adikku yang telah memberikan
doa, motivasi, serta dukungan moril dan materil kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membuka cakrawala keilmuan
di bidang pendidikan kepada penulis.
8. Staf Perpustakaan IAIN Salatigamemberikan ruang ilmu akademik sebagai
sumber pengetahuan penulis.
9. Keluarga Besar Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman keorganisasian kepada penulis.
10. Keluarga besar SMP Negeri 7 Salatiga yang telah memberikan dukungan dan
doanya demi kelancaran terselesaikannya skripsi ini.
11. Keluarga Besar PAI A IAIN Salatiga, JQH Al-Furqan IAIN Salatiga, Ar-
Roudloh Salatiga, Musola Miftachul Jannah yang telah melukis begitu banyak
kenangan kepada penulis.
12. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2013 IAIN Salatiga yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
13. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini.
Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa
kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh Allah
SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan bagi para pembaca. Dengan keterbatasan dan kemampuan, skripsi
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 08 Agustus 2017
Penulis
Roni Fatakhul Alim
NIM. 111-13-017
ABSTRAK
Alim, Roni Fatakhul. 2017. Implementasi Program Parenting dalam Bidang PAI
di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Dr. Fatchurrohman, S. Ag, M. Pd.
Kata kunci: Implementasi Program Parenting, Pendidikan Agama Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pelaksanaan program parenting
dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga, problematika pelaksanaan program
parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga, dan dampak pelaksanaan
program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi
sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pelaksanaan program
parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga adalah pelaksanaan program
parenting dalam aspek ubudiyah dan pendidikan karakter, yaitu melalui penerapan
pola asuh yang efektif, bimbingan, arahan, menjalin komunikasi yang baik,
memberikan reward dan punishment, serta menjadi teladan yang baik bagi anak
(siswa). Kedua, problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga adalah adanya problem yang muncul dari guru, orang tua, dan
anak, yaitu berupa kurangnya kepedulian orang tua, terbatasnya waktu yang
dimiliki oleh guru, dan anak merasa jenuh serta pengaruh negatif di era digital.
Ketiga, dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7
Salatiga adalah perubahan dan peningkatan perilaku anak baik dalam beribadah
maupun bersikap, dibuktikan dengan antusias anak dalam mengikuti kegiatan
keagamaan di sekolah.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR BERLOGO ..................................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING. ......................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. v
MOTTO ................................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI………………………………………………..................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian................................................................................................ 8
E. Penegasan Istilah .................................................................................................. 8
F. Kajian Pustaka yang Relevan ............................................................................. 9
G. Metode Penelitian ............................................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Program Parenting ..................................................................................... 18
1. Pengertian Program Parenting ....................................................................... 18
2. Langkah kerja program kemitraan ................................................................. 21
3. Style of Parenting (Gaya Pengasuhan) .......................................................... 24
4. Metode-metode dalam Parenting .................................................................. 29
B. Pendidikan Agama Islam (PAI)........................................................................ 40
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................................................ 40
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam .............................................. 42
3. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam ..................................................... 45
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri 7 Salatiga ........................................................ 48
1. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, orang tua dan anak . 120
2. Anak lebih bisa bersikap baik dan berakhlakul karimah .......................... 122
3. Anak lebih antusias dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah
123
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 125
B. Saran .................................................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 129
DAFTAR LAMPIRAN
1. Transliterasi arab-Latin
2. Daftar Nilai SKK
3. Riwayat Hidup Penulis
4. Nota Pembimbing Skripsi
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
6. Lembar Konsultasi
7. Catatan Observasi
8. Pedoman Wawancara
9. Verbatim Wawancara
10. Foto-Foto
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, pemerintah,
dan masyarakat, tetapi prakteknya komponen pendidikan yang bekerja penuh
hanyalah sekolah dan pemerintah yang menaunginya. Sebagai mana menurut
Ki Hadjar Dewantara (1997) yang dikutip oleh Suyanto (2005: 56) mengatakan
bahwa “pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
sekolah, pemerintah, dan masyarakat.” Peran keluarga dan masyarakat hanya
memiliki presentase yang sedikit dalam keberhasilan pendidikan. Ibarat orang
jika salah satu anggota tubuhnya mengalami masalah maka apa yang
dilakukannya tidak akan maksimal. Begitu juga pendidikan, membutuhkan
berbagai peran dalam pelaksanaannya. Sekolah tidak bisa sepenuhnya
bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan. Begitu juga pemerintah,
mereka hanya bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengawas
kependidikan. Oleh sebab itu, peran keluarga dalam pelaksaan kependidikan
sangatlah dibutuhkan.
“Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam
setiap aspek kehidupan” (Ilahi. 2013: 82). Banyak waktu yang dihabiskan
bersama keluarga mulai Sejak anak dalam kandungan sampai dengan
dilahirkan, tempat pertama mereka belajar yaitu dengan keluarga, Karena,
2
keluarga adalah fase awal dalam membentuk generasi berkualitas, mandiri,
tangguh, potensial, dan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa (Ilahi,
2013: 82) Maka dari itu, keluarga terutama orang tua adalah penanggung jawab
utama dalam proses pendidikan anak. Dan menjadi penentu keberhasilan atau
kegagalan anak dalam mencapai pendidikan yang hakiki. Sebagaimana dalam
hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Muslim RA, sebagai berikut:
ث نا ممد بن ث نا حاجب بن الوليد حد ن سعيد حرب عن الزب يدي عن الزهري أخب حد عليه وس بن المسيب عن أب هري رة أنه كان ي قول لم ما من قال رسول اهلل صلى اهلل
سانه كما ت ن لود إال يولد على الفطرة فأب واه ي هو مو تج البهيمة بيمة دانه وي نص رانه وميج تم } فط جعاء هل تسون فيها من جدعاء ث ي قوال الت رة أبو هري رة واق رءوا إن شئ اهلل
ها ال ت بديل للق اهلل { ا بة فطر الناس علي ث نا أبو بكر بن أب شي ث نا عبد ح لية حد دث نا عبد بن حيد أخبن عب ي بذا هر د الرزاق كلها عن معمر عن الز العلى حد
تج البهيمة بيمة و سناد وقال كما ت ن ل يذكر جعاء )روه املسلم(.ال
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Hajib bin Al Walid] telah
menceritakan kepada kami [Muhammad bin Harb] dari [Az Zubaidi] dari [Az
Zuhri] telah mengabarkan kepadaku [Sa'id bin Al Musayyab] dari [Abu
Hurairah], dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
bersabda: 'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada
dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan
membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan
yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian
merasakan adanya cacat? ' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau,
maka bacalah firman Allah yang berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas
fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami [Abu
Bakr bin Abu Syaibah]; telah menceritakan kepada kami ['Abdul 'Alaa]
Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan kepada
kami ['Abd bin Humaid]; telah mengabarkan kepada kami ['Abdurrazzaq]
keduanya dari [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dengan sanad ini dan dia berkata;
3
'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa menyebutkan cacat.”
(HR. Muslim No. 4803).
Orang tua bertugas dalam mengasuh anak, dengan pola asuh yang baik
dan benar. Pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kelekatan dan
ikatan emosional, atau kasih sayang antara orang tua dan anaknya, juga adanya
penerimaan dan tuntunan dari orang tua dan melihat bagaimana orang tua
menerapkan disiplin (Muallifah, 2009: 44). Jadi, orang tua sebagai parental
control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya menuju pada proses pendewasaan (Muallifah, 2009: 42).
Tempat dimana anak memperoleh pendidikan selanjutnya adalah
sekolah. Anak mengalami masa dimana mereka sudah siap untuk hidup
mandiri. Kondisi mereka secara jasmani, sudah mampu duduk beberapa saat
atau mampu mengerjakan tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan
penggunaan tenaga fisik. Begitu juga, kondisi psikis seperti intelektual,
perasaan, kemalasan sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga sudah
saatnya mendapatkan bimbingan, pembinaan dari guru atau pendidik (Uhbiyati,
2009: 61). Guru merupakan orang tua kedua setelah ayah dan ibu. Guru
mengajarkan banyak hal ketika dalam pembelajaran di sekolah. Baik dalam hal
akademik maupun sikap dan perilaku. Guru menjadi tokoh utama sebagai
teladan bagi anak didiknya. Sehingga, sekolah merupakan tempat anak mencari
ilmu dengan lingkungan yang disiapkan khusus secara efektif dan efisien.
4
Keluarga dan sekolah sama-sama memiliki peran penting dalam
pendidikan anak. Dan seharusnya ketika orang tua menyekolahkan anaknya
bukan berarti tanggung jawab diberikan sepenuhnya kepada sekolah, akan
tetapi orang tua memiliki tanggung jawab yang sama terhadap pendidikan anak.
Dengan kesetaraan dalam hal tanggung jawab, maka haruslah terjalin hubungan
yang harmonis antara keluarga dan sekolah. Tujuan dan visi yang sama untuk
mendidik anak menjadi manusia yang berilmu dan bermartabat.
Pentingnya hubungan antara keluarga dan sekolah, maka pemerintah
yang diwakili oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan membentuk
program kemitraan yang dinamakan dengan Tri Sentra Pendidikan yaitu
kerjasama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah dan keluarga
merupakan dua komponen yang berperan aktif dalam pelaksanaan pendidikan.
Maka dari itu, peneliti menamakan program tersebut dengan nama program
parenting, yaitu program pengasuhan orang tua.
Program parenting merupakan program baru yang dibentuk oleh
pemerintah, terutama dalam ranah pendidikan sekolah menengah pertama
(SMP). Setelah dirasa cukup memberi dampak yang baik dalam pendidikan
taman kanak-kanak dan sekolah dasar, mulai diberlakukannya program
parenting di SMP. SMP Negeri 7 Salatiga merupakan salah satu sekolah yang
sudah melaksanakan program parenting, kebetulan sekolah tersebut ditunjuk
oleh pemerintah sebagai sekolah percontohan dalam pelaksanaan program
parenting di kota Salatiga. Pelaksanaan program parenting yang dilaksanakan
5
oleh pihak sekolah, orangtua, dan masayarakat mengacu pada aspek-aspek
pendidikan berupa aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.
Peserta didik di arahkan kepada bagaimana meningkatkan prestasi belajar,
sikap yang baik, dan keterampilan sesuai potensi yang dimiliki setiap individu,
dibantu oleh guru, orang tua dan masyarakat. Hubungan ketiga komponen
tersebut memiliki tujuan dan visi misi yang sama dalam pendidikan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa program parenting merupakan program keterbukaan
dalam proses pendidikan di lingkungan sekolah, di lingkungan keluarga dan di
lingkungan masyarakat.
Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah pendidikan agama Islam
(PAI). Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang berupa pengajaran,
bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat
memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya
sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat (Muslih,
Sohari dan Syafaat, 2008: 16). Pemahaman dan pengamalan dalam pendidikan
agama Islam mencakup beberapa aspek. Menurut Abudin Nata dikutip oleh
Muslih dkk (2008: 52) mengemukakan bahwa aspek kandungan materi dari
pendidikan Islam, secara garis besarnya mencakup aspek akidah, ibadah, dan
akhlak. Pada materi pelajaran pendidikan agama Islam peserta didik diajarkan
bagaimana cara berperilaku baik sesuai dengan nilai-nilai moral. Selain itu,
peserta didik diajarkan bagaimana cara beribadah menurut syariat agama Islam
dengan baik dan benar. Misalnya, materi tentang shalat, berwudhu, haji, dan
6
lain sebagainya. Disamping mengajarkan tentang hal-hal akhirat, pendidikan
agama Islam membimbing dan mengajarkan bagaimana berhubungan dengan
manusia, berhubungan dengan makhluk, dan berhubungan dengan Allah
tentunya. Jadi, pendidikan agama Islam memberikan banyak kontribusi
terhadap pendidikan dalam pencapaian aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Pemerintah mulai memberikan perhatian lebih kepada pendidikan
agama Islam yaitu dengan dibentuknya kurikulum 2013. Dalam kurikulum
2013 pendidikan agama Islam memberikan sumbangsih terhadap pembentukan
karakter peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma
yang berlaku. Selain itu, kompetensi inti yang harus dicapai oleh peserta didik
adalah sikap religius dan sikap sosial. Begitu juga dengan tingkat kelulusan
peserta didik yang tidak hanya ditentukan dengan nilai akademik saja,
melainkan ditambah dengan nilai sikap dan perilaku peserta didik selama di
sekolah.
Pentingnya pendidikan agama Islam, begitu juga dengan pelaksanaan
program parenting yang sudah berjalan dua tahun ini di SMP Negeri 7 Salatiga.
Sehingga peneliti tertarik dan ingin segera melakukan penelitian dalam hal
“Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2017.” Peneliti berupaya untuk
menemukan hasil yang akan diperoleh dengan adanya pelaksanaan program
7
parenting dan peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
pendidikan agama Islam (PAI).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan diatas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP
Negeri 7 Salatiga ?
2. Apa problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan program parenting
pada bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?
3. Bagaimana dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di
SMP Negeri 7 Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP
Negeri 7 Salatiga
2. Mengetahui problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan program
parenting dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga
3. Mengetahui dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di
SMP Negeri 7 Salatiga.
8
D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat diadakannya penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan sebagai
hasil pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin
ilmu yang diperoleh selain studi di perguruan tinggi.
b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pendidikan,
khususnya dalam bidang PAI melalui program parenting.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai input bagi pimpinan dalam
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.
b. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam bidang
PAI melalui program parenting.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda, maka penulis perlu
menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul penelitian sebagai
berikut:
1. Parenting
Parenting adalah individu atau orang yang bertanggung jawab
penuh dalam tumbuh kembang anak. Seperti yang diungkapkan oleh
Brooks bahwa “a Parent is an individual who fosters all facets of a
9
child’s growth, who nourishes, protects, guides new life thought the
course of development” (Brooks, 2003: 4). Jadi, program parenting
dapat diartikan sebagai bentuk pengasuhan orang tua/ wali terhadap
pendidikan anak.
2. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan agama Islam merupakan usaha berupa bimbingan kepada
peserta didik dengan berlandaskan kaidah-kaidah agama Islam yang
terdapat dalam al-qur’an dan hadist. Sedangkan menurut Sahilun A. Nasir
yang dikutip oleh Muslih dkk (2008: 15) mengatakan sebagai berikut.
Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan
pragmatis dalam membimbing anak didik yang beragama Islam
dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu
benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam
dirinya. Yakni, ajaran itu benar-benar dipahami, diyakini
kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi
pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran, dan sikap mental.
Jadi, pendidikan agama Islam adalah usaha dalam kegiatan membimbing
dan mengarahkan anak didik kepada pengetahuan agama Islam untuk
diaplikasikan terhadap perbuatan yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadist.
F. Kajian Pustaka yang Relevan
Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap
penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran diperoleh beberapa masalah yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:
10
1. Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun
Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. Penelitian dilakukan oleh Imania
Najmuna mahasiswi jurusan PAI, fakultas FTIK di IAIN Salatiga tahun
2016. Hasilnya adalah pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun
Ngablak dalam mendidik anak yaitu dengan pola asuh yang demokratis.
Orang tua memberikan bimbingan yang tegas terhadap pendidikan anak
agar anak tetap belajar dan berkembang dalam pendidikannya. Dan faktor
yang mempengaruhi pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak
dalam mendidik anak dipengaruhi oleh karakter struktur keluarga, profesi
orang tua, kompetensi orang tua, karakteristik struktur anak dan interaksi
orang tua anak.
2. Hubungan Pola Asuh Pekerja dengan Akhlak Anak di Desa Klego
Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali Tahun 2016. Penelitian dilakukan
oleh Eka Pradita Agna Luhsari mahasiswi Jurusan PAI, fakultas FTIK di
IAIN Salatiga tahun 2016. Hasilnya adalah dai r table sampel 40 dengan
taraf signifikan 1% yaitu 0,403. Kemudian diperoleh rxy hitung yaitu 0,792.
Jika dibandingkan r table dengan rxy hitung, maka rxy hitung>dari r tabel
atau 0,792>0,403. Artinya ada hubungan positif secara signifikan pola asuh
ibu pekerja dengan akhlak anak di desa Klego Kecamatan Klego Kabupaten
Boyolali tahun 2016.
11
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks alamiah dan memanfaatkan
metode alamiah (Moleong, 2008: 6). Sehingga peneliti secara langsung
mengamati fenomena yang diamati, kemudian mendeskripsikan data yang
diperoleh dengan bentuk naratif deskriptif.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti
hadir dalam proses penelitian serta bertindak langsung sebagai instrument
dan sebagai pengumpulan data hasil observasi dan wawancara yang
mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 7 Jl. Setiaki 15 Salatiga.
4. Sumber Data
Data-data yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diambil dari
barbagai sumber, diantaranya:
12
a. Data Primer
Data berupa hasil wawancara dari Guru PAI, wali kelas, guru BK,
Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga, Penanggung jawab dan
pelaksana Program baik dari pihak sekolah maupun dari pihak orang
tua.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh peneliti berupa dokumen-dokumen tambahan yang
relevan dengan obyek yang diteliti. Seperti, Laporan hasil pelaksanaan
program parenting, daftar hadir peserta program, dan lain sebagainya.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
a. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih dengan tujuan untuk menggali informasi dari
narasumber yang diharapkan. Pernyataan tersebut selaras dengan
ungkapan dari Kahn & Cannel yang dikutip oleh Sarosa (2012: 45)
“wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih
dengan tujuan tertentu”.
Tujuan dari wawancara dalam penelitian ini adalah menggali
secara dalam informasi dari berbagai narasumber yang menjadi subyek
13
penelitian tentang implementasi program parenting dalam bidang PAI
di SMP Negeri 7 Salatiga.
b. Observasi
Penelitian ini menggunakan observasi terbuka. Menurut Sukardi
(2005) yang dikutip oleh Maslikhah (2013: 322) mengatakan bahwa
Observasi terbuka kehadiran peneliti dalam menjalankan tugasnya di
tengah-tengah kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga
antara responden dengan peneliti terjadi hubungan atau interaksi secara
wajar. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.
c. Dokumentasi
“Dokumen adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam
kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy)” (Sarosa. 2012: 65).
Misalnya, berupa buku, artikel media massa, catatan harian, halaman
web, foto, blog, dan lain sebagainya.
Penggunaan sumber data ini untuk memperoleh dokumen dan kebijakan
yang berkaitan dengan program parenting, Pendidikan agama Islam,
dan profil SMP Negeri 7 Salatiga.
6. Analisis Data
Menurut Bogdan & Binklen (1928) yang dikutip oleh Moleong (2008:
248) mangatakan bahwa Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
14
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dana pa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Analisis data berlangsung secara bersama-sama dengan proses
pengumpulan data dengan alur tahapan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu memilih data mana yang menjadi obyek
formil dari teori yang digunakan untuk membedah fenomena dengan
cara menyederhanakan data, memastikan bahwa data yang diperoleh
adalah termasuk cakupan penelitian. Reduksi data dapat dilakukan
dengan menyusun ringkasan, membuang data yang tidak diperlukan,
memberi kode pada bagian yang penting, dan lain sebagainya.
b. Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi
kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data
yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan
dibuat dalam bentuk matriks untuk memudahkan peneliti dalam melihat
pola-pola hubungan antara satu data dengan data lainnya.
c. Penyimpulan Data dan Verivikasi
Kegiatan penyimpulan data merupakan langkah lebih lanjut dari
kegiatan reduksi dan penyajian data. Data yang sudah direduksi dan
disajikan secara sistematis akan disimpulkan sementara. Selain itu,
15
verivikasi merupakan tinjauan kembali terhadap catatan-catatan di
lapangan serta tukar pikiran selama dalam penulisan. Sehingga
kesimpulan yang pada mulanya mengambang atau kabur menjadi
relevan.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik
trianggulasi. Teknik trianggulasi adalah penggunaan dua atau lebih metode
pengumpulan data dalam suatu penelitian (Kasmiran, 2010: 294). Teknik
keabsahan data yang dipilih oleh peneliti yaitu mencakup dua jenis teknik
trianggulasi dengan sumber dan trianggulasi dengan metode. Kedua hal
tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut:
a. Trianggulasi sumber data
Trianggulasi sumber berarti, mencari sumber-sumber lain disamping
sumber yang telah kita dapatkan (Putra dan Lisnawati: 2013: 34).
Trianggualsi sumber memiliki prinsip bahwa lebih banyak sumber,
lebih baik.
b. Trianggulasi metode
Trianggulasi metode menurut Patton (1987) yang dikutip oleh Moleong
menjelaskan bahwa, ada dua strategi di dalam teknik trianggulasi
metode, yaitu pengecekan derajat keprcayaanpenemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama (Moleong, 2002: 178).
16
Teknik ini dilakukan dengan menggali data yang sama tetapi dengan
metode yang berbeda.
8. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu:
a. Tahap pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih
lapangan, mengurus perizinan, menjejaki dan menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan
Sumber: Dokumen Laporan Akhir Pelaksanaan Program Parenting Tahun 2015
Berdasarkan proses Pelaksanaan program parenting dalam penguatan
ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga tahun 2015/2016
dapat di ambil hasil sebagai berikut:
Hasil/ output yang di dapat dari jumlah peserta yang menyelesaikan
program, yaitu dari semua peserta yang terbagi menjadi 24 kelompok dari orang
62
tua siswa kelas 7 s.d. kelas 9; semua telah menyelesaikan semua kegiatan dari
awal sampai akhir kegiatan dengan baik:
1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan ekosistem pendidikan pada
pendidikan dan ketenaga pendidikan di satuan pendidikan SMP Negeri 7
Salatiga.
2. Terbentuknya paguyuban orang tua/ wali siswa di tiap-tiap kelas.
3. Adanya lingkungan belajar pada satuan/ lembaga pendidikan yang lebih
aman, nyaman dan menyenangkan.
B. Temuan Penelitian
1. Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7
Salatiga Tahun 2017
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan yang berkaitan
dengan pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP
Negeri 7 Salatiga adalah sebagai berikut.
Pelaksanaan program parenting dilakukan di SMPN 7 Salatiga
sudah berjalan selama 2 tahun. Program ini merupakan program dari
pemerintah, yaitu Dinas pendidikan pemuda dan olahraga kota Salatiga
dan SMPN 7 adalah satu-satunya sekolah menengah pertama yang
ditunjuk sebagai sekolah percontohan yang berkaitan dengan
pelaksanaan program parenting atau biasa disebut dengan program
kemitraan atau program pelibatan orang tua. Program parenting
63
memiliki banyak kegiatan yang sudah terencana sesuai dengan prosedur
yang sudah dibuat oleh pemerintah dan tugas satuan pendidikan hanya
sebatas pelaksana dan fasilitator. Kegiatan tersebut berupa penguatan
ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga. Keduanya
bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak (siswa)
bekerja sama dengan orang tua, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Pada dasarnya pelaksanaan program parenting, yaitu orang tua
mengantarkan anak pertama kali ke sekolah untuk menuntut ilmu.
Selain itu, orang tua dapat mengetahui program-program yang dibuat
oleh guru khususnya dalam bidang PAI. Jika program tersebut memiliki
kekurangan orang tua dapat memberikan saran dan menjadikannya
sebagai bahan untuk mensupport kegiatan belajar anak di rumah.
Sebagaimana yang dituturkan oleh LA, sebagai berikut:
“Salah satu pelaksanaan program parenting adalah mengantar
anak pertama kali masuk sekolah, anak menuntut ilmu, orang
tua dapat mengetahui program yang dibuat sekolah salah
satunya PAI. Jika program itu ada kekurangan orang tua dapat
memberikan saran, apabila hal itu baik orang tua dapat
mensupport kegiatan dirumah, sehingga akan terjadi
kesinambungan program yang telah dibuat” (wawancara dengan
LA, 30 Mei 2017).
Kegiatan keagamaan berperan aktif dalam pelaksanaan program
parenting di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang telah dituturkan oleh
AM sebagai berikut.
64
“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang
keagamaan. Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren
mengadakan kegiatan mujahadah yang dilakukan oleh kelas 9
guna menghadapi Ujian Nasional. Selain itu, program parenting
mencakup semuanya dan bidang agama termasuk salah satu
didalamnya. Kemudian, dalam pelaksanaan program parenting,
orang tua dirumah mengisi cek list berkaitan dengan perilaku
siswa dirumah. Seperti contoh anak beribadah dirumah atau
tidak, anak sopan sama orangtua atau tidak, anak disiplin atau
tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi pihak
sekolah maupun orang tua tentang pelaksanaan program
parenting yang sudah berjalan” (wawancara dengan AM, 22
Mei 2017).
Adapun ceklis pelaksanaan program parenting bagi siswa baik
di sekolah maupun di rumah dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 6 Ceklis Evaluasi Pelaksanaan Program Parenting
No
Indikator
Tujuan
Keterlaksanaan
Sudah Belum
1 Penyambutan
kedatangan peserta
didik
Mengapresiasi
kehadiran anak
√
2 orang tua/wali
mengantar anak pada
hari pertama masuk
Meningkatkan
kepedulian
orang tua/wali
√
3 Masa orientasi peserta
didik baru (MOPBD)
Memberi
wawasan
tentang
√
65
program,
aturan, dan
budaya
sekolah
4 Berdoa sebelum dan
sesudah hari
pembelajaran
Menumbuhkan
ketakwaan
kepada Tuhan
YME
√
5 Menyanyikan lagu
wajib atau membaca
puisi perjuangan atau
menyampaikan kisah
tokoh nasional
maksimal selama 5
menit sesudah berdoa
Menumbuhkan
jiwa
kebangsaan
√
6 Pembiasaan beribadah
bersama sesuai
agamanya
Menumbuhkan
ketakwaan
kepada Tuhan
YME
√
7 Peringatan hari-hari
besar
Menumbuhkan
ketakwaan
√
66
kepada Tuhan
YME
8 Upacara bendera setiap
hari senin
Menumbuhkan
jiwa
kebangsaan
√
9 Upacara pada hari besar
Nasional
Menumbuhkan
jiwa
kebangsaan
√
10 Menyelenggarakan
pertemuan orang tua
pada hari pertama
masuk
Meningkatkan
komitmen
orang tua
√
11 Menyelenggarakan
kelas orang tua minimal
sekali setahun
Meningkatkan
wawasan
orang tua
terhadap pola
asuh positif
√
12 Menyelenggarakan
persiapan pentas kelas
akhir tahun ajaran
Memastikan
kesiapan
pentas akhir
√
67
tahun masing-
masing kelas
13 Turut partisipasi dalam
peringatan hari
keluarga nasional
Meningkatkan
ikatan antar
anggota
keluarga
√
14 Memberikan salam,
senyum, atau sapaan
saat bertemu orang di
satuan pendidikan
Menumbuhkan
sikap
kesantuanan
√
15 Melakukan kerja bakti
membersihkan
lingkungan sekolah
minimal sebulan sekali
Menumbuhkan
budaya bersih
√
Sumber: Dokumen Pelaporan Pelaksanaan program Parenting Tahun 2015
Contoh kegiatan keagamaan di SMPN 7 Salataiga. Sebagaimana
yang dituturkan oleh JM sebagai berikut.
“Satu contoh seperti kegiatan mujahadah itu kan termasuk satu
implementasi yang kita harapkan atau semacam dukungan yang
cukup tinggi dari pihak orang tua kemudian perayaan-perayaan
agama yang lain termasuk di dalamnya kegiatan parenting”
(wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).
68
Selain itu, pelaksanaan program parenting yang dilakukan oleh
guru PAI di SMPN 7 Salatiga adalah, Sebagaimana yang dituturkan
oleh MS, sebagai berikut:
“Untuk pelaksanaan program parenting saya baru menerapkan
sholat, mengaji bagi anak. ini juga sebagai dorongan untuk
orang tua dalam mengkondisikan anak di lingkungan keluarga.
Selain itu, guru PAI menerapkan pada anak untuk giat sholat
berjama’ah, yaitu pada waktu dzuhur yang dilakukan ketika jam
istirahat dan Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik”
(wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).
Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh DM,
sebagai berikut:
“Pembentukan karakter anak tentunya tidak terbentuk dari pihak
sekolah, namun akan tetapi terpusat pada tripilar yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat. Berjalannya program ini sangat positif
karena dengan adanya hubungan antara orang tua dan sekolah
lebih dekat dan harmonis sehingga dengan itu apabila ada hal
dan kejadian apapun bisa segera diatasi bersama dan apa yang
menjadi keluhan orang tua bisa tersampaikan. Pembiasaan
shalat berjamaah di sekolah dan bimbingan keagamaan jika
terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah yang ada,
pelaksanaan peringatan hari-hari besar di sekolah sangatlah
positif dan meminimalisir kejadian-kejdian negatif. Untuk
kedepan harapan sekolah dengan adanya program ini lebih bisa
membentuk karakter anak yang shaleh-shalehah” (wawancara
dengan DM, 18 Mei 2017).
Sekolah memberikan saran, arahan, dan pemahaman kepada
orang tua. Sebagaimana yang dituturkan oleh LA, sebagai berikut:
69
“Saya menyarankan pengawasan dan kontrol orang tua pada
anak di rumah sangat penting untuk segala aktivitas yang
dilakukan terutama dalam pembelajaran PAI, yaitu dengan cara
pemberian keteladanan dari orang tua pada anak, orang tua harus
terlibat dalam aktivitas sehari-hari baik masalah ubudiyah,
amaliyah, dan akhlak” (wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh MS,
sebagai berikut:
“Pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada orang tua
untuk menyuruh anaknya shalat, mengaji dan perilaku yang baik
lainnya. Anak disuruh shalat subuh, pagi di ajak bangun dan
ketika di kelas guru memberikan pertanyaan seputar kegiatan
anak di rumah. Jadi antara orang tua dan guru saling bekerja
sama dan anak terkontrol baik di sekolah maupun di rumah.
Guru memberikan dorongan kepada orang tua untuk
mengarahkan anak untuk beribadah, dibuktikan dengan adanya
ceklis yang dibuat sekolah untuk orang tua kaitannya untuk di
laporkan kepada sekolah tentang kegiatan ibadah anak di rumah.
Selain itu, guru memberikan arahan kepada orang tua untuk
meningkatkan keterampilan agama anak seperti keterampilan
membaca al qur’an, menghafal surat-surat pendek dan tidak
segan-segan guru juga memberikan pelatihan secara cuma-cuma
diluar jam sekolah” (wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).
Pernyataan diatas diperkuat dengan apa yang telah dituturkan
oleh DM, sebagai berikut:
“Sekolah selalu dan tidak henti-hentinya memberikan
pemahaman kepada orang tua bahwa, agama adalah pondasi
dalam kehidupan dengan dasaran agama iman dan takwa yang
baik, maka hidup akan lebih terarah dan mempunyai prinsip
hidup” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
70
Sekolah mengadakan kegiatan workshop dan kelas orang tua
dalam pelaksanaan program parenting di SMPN 7 Salatiga.
Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:
“Kalau workshop khusus PAI belum ada tetapi jika dalam ranah
parenting secara umum baru menyangkut soal kurikulum 2013.
Sedangkan, kalau kita kaitkan dengan agama workshop maupun
kelas orangtua diarahkan dalam bentuk budi pekerti kaitannya
berperilaku yang baik dan sesuai norma” (wawancara dengan
MS, 17 Juli 2017).
Adapaun bentuk kegiatan pendidikan keluarga (kelas orang tua)
di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang diuturkan oleh DM, sebagai
berikut:
“Ada! Hal tersebut kemaren di canangkan oleh menteri
pendidikan dengan menerbitkan buku tentang program
pengasuhan. Adanya buku tersebut orang tua pun menambah
wawasan karena kita tahu bahwa banyak orang tua pun yang
berlatar belakang pendidikannya kurang. Terkadang pola asuh
orang tua yang salah itu mempengaruhi perilaku anak. Dengan
parenting seperti ini, dan buku yang menjadi pedoman orang tua
yang hebat itu seperti apa, dari aspek komunikasi, terus
bagaimana cara penanaman kebiasaan-kebiasaan di rumah dan
lain sebagainya. Misalnya, bagaimana menjalin komunikasi
yang baik dengan anak, saling terbuka dan hal itu akan
menentukan keberhasilan anak kedepannya. Ada juga orang tua
yang kadang leleh luweh, tidak menghiraukan anak, tanpa
adanya interaksi dan komunikasi antara keduanya dan hal
tersebut akan berpengaruh buruk pada anak.” (wawancara
dengan DM, 18 Mei 2017).
71
Sedangkan, program-program yang mendukung pelaksanaan
program parenting di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang dituturkan
oleh LA, sebagai berikut:
“Program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan korban,
zakat, infaq, bakti sosial jika ada bencana, besuk jika ada yang
sakit, takziah jika ada yang meninggal” (wawancara dengan LA,
30 Mei 2017).
Sehubungan dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh
DM, sebagai berikut:
“Program yang bertujuan untuk penumbuhan karakter
yang membentuk pribadi anak menjadi baik, yaitu pembiasaan
mengucap salam, betegur sapa, berbicara dengan sopan,
membuang sampah pada tempatnya, karena kebersihan sebagian
dari iman” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Adapun hal-hal yang dilakukan oleh guru dan orang tua terhadap
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI antara lain:
Guru dalam proses pengasuhan di sekolah, yaitu membimbing,
mengarahkan, mengajak, memberi hadiah maupun sanksi, teguran, dan
memberikan ruang bergerak untuk anak berekspresi. Sebagaimana yang
dituturkan oleh LA, sebagai berikut:
“Pengasuhan guru di sekolah/ di kelas dengan cara
membimbing, mengarahkan dalam segala aktivitas anak baik di
kelas maupun di luar kelas. Jika ada anak yang salah atau
bermasalah akan segara ditegur dan ditangani” (wawancara
dengan LA, 30 Mei 2017).
72
Sehubungan dengan hal diatas, sebagaimana yang dituturkan
oleh MS, sebagai berikut:
“Guru mengajak anak untuk sholat, bertata kerama, cara
berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan materi
PAI. Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang dengan
cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan hal seperti itu
kadang anak menyepelekan. Guru juga memberikan ruang pada
anak untuk bebas berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak
di beri kesempatan untuk jadi imam dalam sholat berjama’ah”
(wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).
Pernyataan di atas diperkuat oleh apa yang disampaikan oleh
DM, sebagai berikut:
“Tentunya dengan bimbingan dan pendidikan karakter
yang berkesinambungan dan pembiasaan-pembiasaan yang baik
akan membentuk karakter yang baik. Tidak memungkiri masa-
masa SMP adalah masa tumbuh kembang anak, dimana anak
mengalami gejolak-gejolak yang mempengaruhi sikologi serta
perilakunya, sehingga timbul permasalahan, seperti membolos,
merokok, memalak, dan banyak hal lagi lainnya. Namun dengan
hal itu BK dan guru agama berkombinasi dan mengarahkan
anak-anak yang mengalami masalah, sehingga masalah yang
ada dapat terselesaikan. Namun semua tidak terlepas dari peran
orang tua” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Adapun, orang tua memberikan pengasuhan berbasis agama
pada anak di rumah. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai
berikut:
“Pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di rumah
dengan sendirinya pengasuhan positif akan terbentuk. Saya
selalu mensupport anak-anak dalam setiap kegiatan,
73
meyakinkan mereka belajar pada kegiatan tersebut, terutama
dalam bidang keagamaan. Harapan saya anak-anak bisa terjun
ke masyarakat dengan akhlak yang kuat serta iman Islam yang
akan mereka junjung tinggi sampai akhir hayat. Membiasakan
diri saya untuk tidak menerapkan kekrasan juga hukuman pada
mereka, sehingga anak-anak merasa senang, tidak terpaksa
melakukan tata tertib atau kesepakatan bersama” (wawancara
dengan NW, 23 Mei 2017).
Guru berkomunikasi dengan anak untuk memberikan nasihat,
motivasi, dan informasi berkaitan tentang pembelajaran PAI di Sekolah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh MS, sebagai berikut:
“Guru memberikan nasehat tentang kewajiban seorang muslim
berkaitan dengan ibadah. Guru juga memberikan motivasi dan
informasi tentang pendidikan agama Islam. selain itu, guru
berbicara dengan anak kaitannya dengan pengamalan dalam
keagamaan” (wawamncara dengan MS, 17 Juli 2017).
Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh LA,
sebagai berikut:
“Komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun tulisan,
tidak hanya pada anak tetapi juga dengan orang tua berupa
motivasi dalam mendukung pembelajaran PAI atau berupa
peringatan berupa lisan atau surat yang berisi tentang pernyataan
pelanggaran yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan
diterima” (wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Sedangkan orang tua di rumah berkomunikasi aktif dengan anak
baik secara verbal maupun dengan Bahasa tubuh. Sebagaimana yang
dituturkan oleh NW, sebagai berikut:
74
“Komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal maupun
dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita tidak boleh
sembarangan dalam mengajarkan anak-anak, sekarang tidak
akan mudah menerima sesuatu jika kita tidak mempunyai
dasar/jawaban yang tepat. Sehingga sebagai orang tua pun kita
harus selalu belajar dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.
Selain itu, komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang
harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi adakalanya
kita sebagai orang tua mendengar juga apa yang menjadi
pembicaraan mereka. mungkin itu bisa dipakai dalam
kesepakatan bersama” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
Disamping berkomunikasi yang baik dengan anak, guru
membantu anak dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan pembelajaran PAI di sekolah maupun di luar sekolah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh DM, sebagai berikut:
“Guru BK melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling
individu terhadap peserta didik yang dianggap mengalami
permasalahan pada PAI. Meminta anak untuk hafalan surat-
surat pendek, dan banyak lagi yang lainnya. Dengan bimbingan
dan layanan konseling individu dengan tema keagamaan besar
harapan konselor anak terhindar dari masalah dan dapat
terentaskan dalam masalah PAI yang dihadapi” (wawancara
dengan DM, 18 Mei 2017).
Selaras dengan pernyataan di atas, sebagaimana yang di tuturkan
oleh MS, sebagai berikut:
“Kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan
pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara shalat, cara
shalat berjama’ah, mengingatkan sikap shalat yang baik,
mengajari cara sujud dan lain sebagainya. Selain itu, saya juga
menyediakan tempat dan pelatihan membaca dan menghafal al-
75
qur’an di luar jam pelajaran sekolah” (wawancara dengan MS,
17 Juli 2017).
Pernyataan di atas diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh
LA, sebagai berikut:
“Bentuk bantuan dalam penyelesaian masalah yaitu dengan
melihat persoalannya terlebih dahulu, jika persoalan dalam
sikap kita bina bekerja sama dengan BK, orang tua, wali kelas
bahkan dapat melibatkan dengan dengan teman atau guru yang
lain. Jika persoalan dalam hal pengetahuan dan keterampilan
dapat kita membimbing dengan berbagai metode dan teknik
sehingga anak benar-benar dapat memahami dan memecahkan
persoalan yang dihadapi” (wawancara dengan LA, 30 Mei
2017).
Orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan anak.
Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai berikut:
“Kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan, bersama
kita cari solusi, untuk masalah PAI saya berusaha untuk
mengajak mereka bertanya pada orang-orang yang lebih ilmu
agamanya, atau mungkin cari referensi di internet dan sekarang
lebih mudah dalam kita belajar” (wawancara dengan NW, 23
Mei 2017).
Guru dalam pengasuhan memberikan reward atau punishment
kepada anak. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:
“Ya! guru memberikan hadiah baik secara verbal, materi, dan
biasanya dengan nilai. Misalnya jika ada siswa yang dapat
menghafal sepuluh surat akan diberi hadian uang sepuluh ribu.
Selain itu, pujian ketika anak dapat berjama’ah shalat, bisa
menghafal dan sebagainya” (wawancara dengan MS, 17 Juli
2017).
76
Sehubungan dengan hal itu, sebagaimana yang diungkapkan
oleh LA, sebagai berikut:
“Hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan yang
sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang PAI
hukuman diberikan dengan cara mendidik, contohnya ketika ada
pelanggaran anak diminta menghafal atau menulis sebuah ayat.
Hadiah diberikan jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik”
(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Hal ini diperkuat oleh apa yang telah diungkapkan oleh DM,
sebagai berikut:
“Hukuman yang mendidik tentunya lebih di sarankan untuk
membuat anak lebih baik. Contohnya: menghafal surat-surat
pendek dan latihan membaca alqur’an” (wawancara dengan
DM, 18 Mei 2017).
Adapun orang tua menerapkan hal yang sama dengan apa yang
dilakukan oleh guru di Sekolah, kaitannya dengan rewards dan
punishment. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai berikut:
“Hadiah atau reward, bagi saya adalah sebuah bentuk apresiasi
untuk sebuah keberhasilan pada anak-anak kita. Tidak harus
berwujud benda bisa juga berwujud pujian. Disesuaikan dengan
situasi serta kondisi kita masing-masing. Anak akan merasa
termotivasi dengan reward yang kita berikan, contohnya: pada
bulan ramadhan kemaren saya memberikan hadiah mukena
kepada anak saya jika ia menyelesaikan puasa sebulan penuh
dengan tujuan penyemangat anak dalam beribadah. Sedangkan,
hukuman itu sesekali juga diperlukan, jika anak-anak melanggar
hukuman ini bersifat mendidik. Sehingga anak akan bisa
membatasi perilaku yang salah serta tidak akan mengulanginya
lagi” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
77
Gambaran pemberian contoh dan pembiasaan 5S (senyum, sapa,
salam, sopan dan santun) di sekolah, sebagai berikut:
Pada saat peneliti melakukan pengamatan di SMPN 7 Salatiga,
kebetulan peneliti terlibat langsung dalam kondisi yang akan
diamati. Pada pagi hari, ketika pintu masuk gerbang sekolah
terbuka dan ada seorang satpam tengah mengamankan jalan
karena padatnya siswa yang tengah masuk sekolah. Pintu
gerbang terbuka lebar di iringi siswa yang masuk satu persatu
maupun bergerombol. Kedatangan siswa di sekolah disambut
oleh guru-guru yang berbaris memanjang untuk mengajak anak
berjabat dan mencium tangan serta mengucapkan salam.
Kadang ada siswa yang pakaiannya tidak rapi di ingatkan dan
ditegur langsung oleh guru. Keseluruhan siswa berbaris rapi
mengikuti barisan guru sambil berjabat tangan (Observasi, 18
Mei 2017).
Hal di atas diperkuat dengan apa yang dituturkan oleh DM,
sebagai berikut:
“Wajib dan selalu, yaitu kalau disini selalu dibudayakan 5S
yaitu senyum, sapa, salam, sopan, dan santun. Pembiasaan
tersebut mencerminkan pribadi guru yang selalu dibudayakan
untuk peserta didik di sekolah. Selain itu, Guru selalu
mengajarkan agar peserta didik selalu dapat bersyukur dengan
apa yang diperoleh sampai saat ini. Mengajarkan peserta didik
apa yang dilakukan harus diniati ibadah. Sopan, santun dan
menghargai orang lain, menjaga kebersihan dan selalu berdoa
dan yakin akan sesuatu yang kita lakukan” (wawancara dengan
DM, 18 Mei 2017).
Selaras dengan pernyataan diatas, sebagaimana yang
diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
“Guru selalu memberikan contoh yang baik pada anak baik dari
ucapan maupun tindakan, karena dengan contoh/ keteladanan itu
78
anak akan mudah dan mengikuti. Contoh, kebiasaan
mengucapkan salam, berjabat tangan ketika bertemu, berbicara
yang sopan dengan siapa pun, menjaga kebersihan, keindahan
kelas dan lingkungan sekolah” selain itu, membiasakan anak
berperilaku baik akan membentuk sebuah karakter. Guru
membiasakan anak khususnya dalam bidang PAI sangatlah
penting karena PAI sendiri mencakup semua aspek kehidupan.
Contoh dalam berwudhu melatih anak untuk berperilaku bersih”
(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Adapun, Orang tua dalam memberikan contoh dan
membiasakan anak adalah hal yang mutlak dan pembiasaan tersebut
dilakukan sejak anak usia dini. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW,
sebagai berikut:
“Kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai orangtua
adalah figure yang akan diamati serta dicontoh oleh anak-anak
saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari perilaku, cara bicara,
sopan santun kepada orang lain, serta cara berpakaian saya itu
yang akan mereka rekam, dan akan mereka realisasikan kelak
dikehidupan mendatang. Hal kecil seperti shalat. Jika saya tidak
shalat, bagaimana saya menganjurkan kepada anak-anak saya
untuk shalat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu saja tidak
shalat’. Makanya saya mencoba untuk selalu berbuat dan
berperilaku yang baik untuk anak-anak saya. Saya membiasakan
anak di mulai sejak anak usia dini, sehingga setelah besar dan
dewasa anak-anak sudah terbiasa. Saya menghindari kekerasan,
agar anak mudah dan bisa menerima semua yang saya ajarkan,
tanpa ada rasa terpaksa” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
79
2. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga Tahun 2017
Implementasi program parenting dalam satuan pendidikan
tidaklah terlepas dari suatu permasalahan. Problem yang muncul
kaitannya dengan pelaksanaan program parenting dalam bidang
keagamaan di bagi menjadi tiga aspek utama, yaitu orangtua, guru/
satuan pendidikan (sekolah), dan anak (siswa). Ketiga aspek tersebut
memiliki permasalahan yang berbeda-beda dalam situasi dan kondisi
lingkungan yang berbeda antara di lingkungan sekolah dan di
lingkungan keluarga. Adapun permasalahan yang ditimbulkan sebagai
berikut:
Guru mempunyai permasalahan dalam pelaksanaan program
parenting di sekolah. Sebagaimana yang dituturkan oleh LA sebagai
berikut.
“Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau wali kelas kan
tidak hanya membimbing anak ketika di dalam jam pelajaran,
tetapi guru sendiri juga punya pekerjaan yang tidak bisa
ditinggalkan secara administrasi, terus ngajar. Sehingga
waktunya kurang fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas
dan akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orang tua
ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam untuk
menerima jika ada keluhan dari orang tua” (wawancara dengan
LA, 30 Mei 2017).
80
Orang tua memiliki karakter dan latar belakang sosial yang
berbeda-beda. Sebagaimana yang dituturkan oleh DM sebagai berikut.
“Namanya orang tua karakternya kan macem-macem begitu
juga dengan anak, pola asuh orang tua itu sangat mempengaruhi
anak itu akan menjadi apa karena kesuksesan dari pendidikan
karakter itu ditentukan dari 3 hal yang pertama orang tua, yang
ke dua pendidikan, hal tersebut kaitannya dengan sekolah, yang
ketiga dengan masyarakat. Apabila dari ketiga hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik otomatis karakter anak akan terbentuk
dengan bagus, juga dalam artian bagus tadi itu yang pertama
orang tua apabila mendasari anak dengan nilai keimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis anak mempunyai
pondasi untuk bisa lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan
santun terhadap kedua orang tua dan dapat menempatkan diri di
tempat dia berada. Yang kedua, dilingkingan sekolah itu juga
ada komunikasi antara orang tua dengan pihak sekolah karena
apa dari pihak BK itu menginginkan bahwa orangtua datang ke
sekolah itu tidak hanya pada saat mengambil rapor untuk tes aja,
kenaikan kelas, dan lain sebagianya. Akan tetapi dengan adanya
kerjasama orang tua dengan sekolah, itu orang tua harus
memahami ‘Oo iya anakku disekolah ada perkembangan seperti
apa? Prestasinya meningkat nggk? Sikapnya di sekolah seperti
apa? Nah, dengan hal-hal tersebut apabila ada komunikasi
dengan orang tua kepada sekolah akan terwujud sebuah nilai
positif. Dalam artian orangtua juga tahu persis perkembangan
anak seperti apa. Akan tetapi sebelum ada masalah, orang tua
tidak mau tahu. Terkadang sibuk dengan pekerjaannya. Kalau
menurut saya seharusnya anak itu nomor satu, padahal orang tua
mencari uang itu kan untuk anaknya, untuk perkembangan
anaknya, akan tetapi dengan dia sibuk mencari uang terkadang
hal itu di kesampingkan. Ada juga orang tua yang datang ke
sekolah itu juga terpaksa karena harus ijin dan sebagainya, yaitu
menjadi kendala kalau memang harus ijin ya ijin saja, karena dia
mencari uang kan untuk anak-anaknya, mungkin kalau ada
masalah dengan anak pekerjaan bisa ditinggalkan, kalau
81
menurut saya prioritas orang tua ya anak itu. Dengan adanya
parenting atau kamitraan di SMPN 7 Salatiga ini juga sangat
membantu dalam hal pengaembangan anak, kemudian,
kemunikasi orang tua terhadap sekolah itu pun juga sangat
mendukung dalam artian yang kemaren aja orang tua yang
datang pada saat pengambilan rapor dengan adanya undangan
saja, tetapi sekarang banyak orang tua yang datang kesekolah
entah tidak ditentukan waktunya. Orang tua tersebut
berkonsultasi dengan BK tentang anak dalam hal pribadi, sosial,
karir, belajar, semua itu dapat terlayani dengan baik. Dengan
adanya hal tersebut, terkadang orang tua pun juga sering sharing
sama guru BK, curhatlah istilahnya seperti itu. Dengan saling
memberikan informasi, orang tua ketika anak dirumah dan BK
memberikan informasi anak ketika di sekolah. Bagaimana
perkembangannya, sikapnya, belajarnya, dan lain sebagainya”
(wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Selaras dengan pernyataan di atas, sebagaimana yang dituturkan
oleh AM sebagai berikut.
“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang sosial
orang tua yang berbeda-beda. Banyak orang tua yang belum
peduli dengan perkembangan anak di sekolah. Misalnya, ketika
dalam kegiatan pun ada saja orang tua yang tidak hadir. Dengan
adanya orang tua seperti itu berdampak pada anak” (wawancara
dengan AM, 22 Mei 2017).
Orang tua terkadang tidak peduli dengan anak. Sebagaimana
yang dituturkan oleh LA sebagai berikut.
“Sedangkan problem dari orang tua, kadang orang tua itu tidak
peduli, kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi
orangtua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak mau
terbuka jika anaknya sering melanggar” (wawancara dengan
LA, 30 Mei 2017).
82
Anak mengalami rasa jenuh dan sering menggunakan gaget di
rumah. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW sebagai berikut.
“Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh juga pada
anak-anak dan saya tidak akan pernah atau tidak boleh bosan
untuk selalu mengingatkan. Selain itu, di era gadget ini, anak
lebih sering pegang HP, malah dengan intensitas besar. Butuh
waktu-waktu khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.
Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang sekolah”
(wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
Sarana dan prasarana yang belum memadai kaitannya dengan
kegiatan keagamaan di sekolah. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS,
sebagai berikut:
“Kurangnya sarana dan prasarana seperti terbatasnya tempat
karena kondisi musola yang kecil dengan jumlah siswa yang
banyak memberikan dampak pemberlakuan kloter dalam
berjamaah, sedangkan waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak
semuanya terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa
terkecuali. Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga
pengawasan pada anak tidak maksimal. Dengan terbatasnya
waktu ketika anak sudah masuk kembali ke kelas guru tidak bisa
mengingatkan kembali dan anak cenderung bohong, sebetulnya
anak belum shalat tetapi bilang sudah sholat” (wawancara
dengan MS, 17 Juli 2017).
Problem pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI
tidaklah begitu banyak. Sebagaimana yang dituturkan oleh JM sebagai
berikut.
“Kalau dalam keagamaan problem itu sendiri nggak terlalu
banyak karena saya kira semua orang tua kan selalu memberikan
83
pendidikan keagamaan kepada putra putrinya. Jadi nggak
banyak kendala. Kebanyakan mereka yang memang sibuk
bekerja pun tetap mewakilkan entah kakaknya atau saudaranya
hadir ke sekolah. Tetapi anak-anak yang ikut yayasan atau
mungkin di pondok itu kan kadang-kadang kendalanya memang
tidak ada yang mewakili, namun demikian kan tidak terlalu
banyak. Seperti itu tidak terlalu dipermasalahkan, yang jelas
hubungan orangtua melalui keluarga mereka tetap berusaha
tetap hadir dalam kegiatan atau perayaan-perayaan keagamaan
yang lain. Kemaren maulud nabi kita juga mengadakan kegiatan
tujuannya juga untuk meningkatkan akhlak daripada anak
sendiri dengan adanya dukungan orang tua” (wawancara dengan
JM, 18 Mei 2017).
3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN
7 Salatiga Tahun 2017
Dampak yang di munculkan setelah program parenting
dilaksanakan di SMPN 7 Salatiga yang berkaitan dengan pendidikan
agama Islam sebagai berikut.
Dampak yang dirasakan merupakan hasil sebuah perubahan
berdasarkan sikap dan perilaku siswa di lingkungan sekolah dan di
lingkungan keluarga. Selain itu, tidak hanya dampak terhadap siswa
tetapi perubahan orang tua yang dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku siswa terhadap religiusitas dalam kehidupannya sehari-hari.
Sedangkan, sikap dan perilaku siswa yang diperoleh adalah dalam segi
ibadah dan akhlakul karimah.
84
Orang tua sadar dan lebih peduli terhadap perkembangan anak.
Sebagaimana yang dituturkan oleh LA sebagai berikut.
“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam
pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak lena dan
dengan adanya parenting kita bisa saling mengingatkan. Kalau
dalam segi ubudiyahnya kami selaku wali kelas tidak
mengetahui secara detail tetapi di lingkungan sekolah dengan
keterbatasan waktu kegiatan ubudiyah dilakukan hanya pada
waktu dzuhur saja dan kegiatan itu dilaksanakan secara
berjamaah. Untuk lebih detailnya orangtua yang lebih tahu.
Sedangkan dampak dari segi akhlak, dengan adanya kontrol dari
guru dan orangtua anak lebih mudah untuk ditasi jika melakukan
hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat bagaimana
perilaku orangtua berpengaruh terhadap perilaku anak. Dan
memang agama itu penting bagi orang tua untuk memotivasi dan
mengingatkan anak. Apalagi jika dasar agama orang tua kurang
ditambah tidak pedulinya orangtua dan guru hanya bisa
membantu di sekolah. Dan dampak yang lain orang tua, anak
lebih care antara sesama teman mungkin juga sesama orang tua
siswa, misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah karena sakit
selama satu bulan. Dengan adanya program parenting rasa
kekeluargaan antara siswa satu dengan yang lainnya lebih erat
dan teman-temannya dengan senang hati membantu anak
tersebut untuk mengisi ketertinggalan dalam pelajaran”
(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Adapun, gambaran perilaku siswa kaitannya dengan
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di sekolah, sebagai
berikut:
Pada saat peneliti mengamati di sekolah, peneliti melihat setiap
siswa bertemu guru baik di kelas, di depan kelas, di kantin, dan
di semua ruang lingkup sekolah, siswa selalu menyapa dan
berjabat dan cium tangan guru dan mereka terlihat sopan dan
85
santun. Selain itu, ketika di kelas, pada saat pembelajaran PAI,
banyak siswa yang antusias dengan adanya pembiasaan
membaca asmaul husna sebelum pembelajaran dimulai. Hanya
segelintir siswa yang tidak membawa bacaan asmaul husna di
karenakan ketinggalan dan lupa. Tetapi hal itu, tidak
mengurangi niat mereka untuk membaca asmaul husna secara
bersama-sama. Kadang siswa yang tidak membawa asmaul
husna, kemudian guru menyuruh siswa tersebut untuk maju ke
depan dan sekaligus memimpin teman-temannya untuk
membaca bersama-sama. Kegiatan seperti ini berjalan dengan
baik di SMPN 7 Salatiga dan sudah menjadi kewajiban sebelum
memulai pembelajaran PAI di setiap kelasnya. Pembiasaan
seperti ini sebagai wujud bahwa pendidikan agama Islam di
SMPN 7 Salatiga benar-benar dilaksanakan dengan sebaik
mungkin dan kebanyakan siswa antusias dan siswa tidak merasa
terbebani (observasi, 22 Mei 2017).
Anak mengerti dan lebih bisa bersikap baik. Sebagaimana yang
dituturkan oleh NW sebagai berikut.
“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian tidak
hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya tidak saya
kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan santun, adab dan lain
sebagainya di nomorsatukan, kita lihat sekarang anak-anak yang
di luar sana saya merasa prihatin kondisi mereka, orang tua
terlalu sibuk. Jadi anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk
itunya emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-
kadang sama orangtua tidak sopan walaupun saya dibrumah
Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah anak saya nggak
pernah dan ini saya lihat anak-anak saya memang belajar dari
sejak kecil ketemu sama orangtua salim dan cium tangan itu
saya seperti itukan dan terbawa sampai sekarang dimanapun.
Jadi saya terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka
terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan. Ya dari
parenting yang kita laksanakan dan diterapkan oleh masing-
masing orang tua harus diterapkan sejak kecil. Jadi parenting itu
berdampak dari segi apapun berawal dari agama. Contohnya, di
86
era digital seperti ini butuh sebuah filter yaitu agama”
(wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
Selaras dengan hal diatas, sebagaimana yang dituturkan oleh
DM sebagai berikut.
“Dampak yang ditimbulkan dalam ranah sikap, lebih meningkat
dengan adanya kerjasama orangtua dengan sekolah.
Dilaksanakan pertemuan setiap satu bulan sekali. Dengan
adanya pertemuan tersebut dikoordinasi oleh wali kelas, wali
kelas pun dapat menyampaikan perkembangan anak di sekolah
seperti apa. Dengan adanya parenting guru BK dikaitkan
apabila ada pertemuan pasti guru BK dilibatkan. pertemuan
tersebut di adakan oleh masing-masing kelas dengan jadwal
yang berbeda-beda. Jadi BK dapat berkontribusi kesemuanya
tanpa terkecuali. Tugas BK disini untuk memberikan masukan-
masukan terhadap pandangan umum sikap anak seperti apa,
perkembangannya seperti apa. Dari situ orang tua juga waspada
dengan apa yang diampaikan guru BK, wali kelas dengan
penanggulangan yang dilakukan seperti apa nantinya”
(wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Hal di atas dikuatkan dengan apa yang dituturkan oleh JM
sebagai berikut.
“Kalau dari segi afektifnya saya kira tetap ada. Ya beberapa
anak yang mempunyai latar belakang orang tua mungkin yang
kurang baik, juga cukup masih sangat sulit. Terutama anak-anak
yang broken. Ya ada beberapa tetapi tidak terlalu berdampak.
Tetapi secara keseluruhan, seperti budaya pagi selalu jemput
anak-anak untuk berjabat tangan. Jadi kita menggunakan 5S
yaitu, senyum, sapa, sopan, salam, santun. Selalu kita galakkan
itu kan kelihatan. Jadi ada perubahan karena memang jika tidak
ada kegiatan parenting orang tua hanya membebankan pada
sekolah. Dalam kehidupan agamis, keagamaan. Tapi ternyata
setelah ada parenting banyak hal yang bisa kita tumbuh
87
kembangkan termasuk tadi kegiatan keagamaan yang ada di
sekolah” (wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).
Sedangkan, berikut gambaran anak antuisias dalam
melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, sebagai berikut:
Pada saat peneliti mengamati di SMPN 7 Salatiga, pada waktu
dzuhur tiba siswa berbondong-bondong pergi ke musola
sekolah. Ada koordinator kelas yang membawa buku absen
yang gunanya untuk mengabsen siapa yang jamaah dan tidak
jamaah. Secara bergantian siswa mengmbil wudhu baik siswa
maupun siswi. Para siswi membawa mukena masing-masing
dari rumah begitu juga dengan para siswa, mereka membawa
sarung dari rumah. Jamaah dilakukan secara bergantian per
kloter biasanya setiap kloter di isi 2 baris siswa dan 2 baris siswi.
Dengan kondisi musola yang kecil berukuran sekitar 100 meter
persegi suasananya sangat gaduh di karenakan perilaku siswa
dan siswi yang suka ramai (observasi, 30 Mei 2017).
Pernyataan di atas sama halnya dengan apa yang dituturkan oleh
JM sebagai berikut.
“Cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan keagamaan
di sekolah misalnya kalau siang shalat berjamaah sudah berjalan
secara bagus, waktu sekitar 20 menit anak-anak juga sudah
kelihatan, peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang
sekarang cukup banyak anak-anak yang shalat berjamaah. Itu
yang nampak di sekolah ya? Di rumahpun saya kira juga sangat
berimbas dan guru agama di sinipun sudah memprogramkan
kegiatan keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan
di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain sebagainya.
Kalau dalam kegiatan di sekolah, shalat berjama’ah itu anak-
anak betul antusias” (wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).
88
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7 Salatiga
Tahun 2017
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis tentang data yang
sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Untuk memudahkan analisis,
maka akan disusun sesuai dengan pokok masalah. Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara di SMPN 7 Salatiga ditemukan implementasi program
parenting dalam bidang PAI, diantaranya adalah sebagai berikut:
Program parenting merupakan program pelibatan orang tua dalam
satuan pendidikan yang berbasis sekolah. Program parenting menerapkan pola
pengasuhan pada anak, yaitu bagaimana pola pengasuhan yang seharusnya
diterapkan oleh guru maupun orang tua baik di sekolah maupun di rumah dan
membantu keluarga dalam membentuk lingkungan keluarga yang mensupport
belajar anak, misalnya menyarankan keluarga agar menciptakan kondisi di
rumah yang mendorong belajar bagi setiap tingkatan kelas, mengadakan
workshop, videotape, pesan leawat e-mail atau yang sejenisnya berkaitan
dengan pengasuhan untuk setiap tingkatan usia dan kelas, mengadakan
pelatihan/ kursus pendidikan bagi orang tua, dan melaksanakan program-
program yang mendukung keluarga untuk mendampingi keluarga tentang
kesehatan, nutrisi dan layanan lainnya.
89
Program parenting adalah salah satu bentuk dari program kemitraan
(sekolah, orang tua, dan masyarakat). Senada dengan apa yang dijelaskan oleh
Eipsten (2009: 14) program kemitraan dapat diwujudkan dalam enam bentuk,
yaitu “...pengasuhan, komunikasi, pembelajaran peserta didik, sukarelawan,
pengambilan keputusan sekolah dan advokasi, dan kolaborasi dengan
masyarakat...”
Sedangkan jika dikaitkan dengan pendidikan agama Islam, program
kemitraan (sekolah, orang tua, dan masyarakat) merupakan komponen yang
bertanggung jawab secara penuh dalam pendidikan. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ahid (2010: 59-60), sekolah, orang tua (keluarga), dan
masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara
satu dengan yang lainnya. Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya
sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana
pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan pengarahkannya
untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius
terhadap kebutuhan moral-spiritual peserta didik.
Adapun pelaksanaan program parenting dalam pendidikan agama Islam
adalah sekolah memberikan pelayanan yang sesuai dengan langkah kerja
program parenting secara umum yang dikhususkan pada pembelajaran siswa
dalam bidang pendidikan agama Islam. Sekolah menerapkan berbagai kegiatan
keagamaan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan
90
siswa, yaitu penekanan pada aspek ubudiyah dan pendidikan karakter siswa
baik di sekolah maupun di rumah. Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di
SMPN 7 Salatiga meliputi kegiatan shalat berjama’ah, pembiasaan bersikap
sopan dan santun, dan berbagai kegiatan sosial, misalnya bakti sosial,
bersedekah, dan kegiatan serupa lainnya. Hal ini, sesuai dengan perencanaan
yang disusun oleh pemerintah melalui kementerian pendidikan dan olahraga
dalam bentuk buku panduan pelaksanaan program parenting. Sekolah dalam
pengaplikasiannya mengkombinasikan antara langkah yang disusun
pemerintah dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikembangkan secara
langsung oleh guru kaitannya dalam pendidikan agama Islam.
Pelaksanaan program parenting merupakan program yang dapat secara
langsung diawasi oleh orang tua, sedangkan peran orang tua pada dasarnya
mengantarkan anak pertama kali ke sekolah dan setelah itu orang tua dapat
berhubungan langsung dengan guru kaitannya dengan program-program
keagamaan yang akan dilaksanakan. Orang tua dapat memberikan kritik dan
saran jika program tersebut dirasa tidak sesuai dengan kondisi anak maupun
kondisi lingkungan yang mempengaruhi. Berkaitan dengan peran orang tua
dalam pendidikan anak di sekolah, menurut Ahid (2010: 139), orang tua
berkewajiban untuk menyiapkan suasana yang sesuai dan mendorong untuk
belajar, mengulangi pelajaran, mengerjakan tugas, mengikuti kemajuan
sekolah, bekerja sama dengan sekolah untuk menyelesaikan masalah pelajaran
yang dihadapinya, mendorong mereka cara yang paling sesuai untuk belajar
91
jika mereka paham akan hal tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh LA,
sebagai berikut:
“Salah satu pelaksanaan program parenting adalah mengantar anak
pertama kali masuk sekolah, anak menuntut ilmu, orang tua dapat
mengetahui program yang dibuat sekolah salah satunya PAI. Jika
program itu ada kekurangan orangtua dapat memberikan saran, apabila
hal itu baik orang tua dapat mensupport kegiatan dirumah, sehingga
akan terjadi kesinambungan program yang telah dibuat” (LA, 30-05-
2017).
Senada dengan pernyataan di atas, Epstein (2009: 59) menjelaskan
bahwa “activities enable families to participate in decisions about school
programs that affect their own and other children”. Orang tua berpartisipasi
secara langsung dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh sekolah untuk
menerima informasi dari sekolah tentang program-program sekolah khususnya
dalam bidang keagamaan. Hal ini, membantu orang tua dalam merencanakan
langkah yang harus dilakukan dalam mendidik anak agar berkembang dengan
baik di lingkungan keluarga khususnya.
Program peranting berperan aktif dalam pendidikan agama Islam,
karena pada dasarnya orang tua merupakan penentu keberhasilan sekaligus
bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, khususnya dalam pendidikan
agama. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat At-Tahrim
ayat: 6, sebagai berikut:
ها ملئكة ة م نرا وق ودها الناس و احلجار ايي ها الذين امن وا ق وآ ان فسكم و اهليك علي (٦علون ما ي ؤمرون. )التحرمي: غلظ شداد ال ي عصون هللا مآ امرهم و ي ف
92
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai (perintah) Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim : 6).
Begitu juga dengan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:
كم يه وسل م قال: كلكم راع وكل وعن بن عمر رضي اهلل عنهما عن الن يب صلى اهلل عله ومسئ ول عن ن رعيته. والرجل راع يف اهل مسئ ول عن رعيته. االمام راع ومسئ ول ع
اع ف مال سي ده و مسئ ولة عن رعيتها والادم ر راعية يف ب يت زوجها و رعيته. والمرأة ن رعيته. )روه البخارى(ع مسئ ول عن رعيته. وكلكم راع ومسئ ول
Artinya: Dari Ibnu Umar RA. Dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kamu
sekalian adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang kepemimpinanmu.
Imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Orang
laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah tangga
suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pelayan adalah
pemimpin dalam menjaga harta tuannya dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Dan masing-masing dari kamu sekalian adalah pemimpin
danakan ditanya tentang kepemimpinannya” (HR Bukhari juz 1: 215).
Sedangkan, menurut Hasan langgulung mengatakan: cara-cara praktis
yang patut digunakan oleh keluarga (orang tua) untuk menanamkan semangat
keagamaan pada diri anak sebagai berikut: (1) memberitahukan yang baik
kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang kepada
ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu, (2)
membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil hingga
penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya
dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melakukannya, (3)
93
menyaiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah dan di mana
mereka berada, (4) membimbing mereka membawa bacaan-bacaan agama yang
berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah untuk menjadi bukti kehalusan
sistem ciptaan itu atas wujud dan keagungannya, dan (5) menggalakkan mereka
turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama (Ahid, 2010: 141-142).
Sekolah dibantu oleh orang tua sudah menerapkan beberapa kegiatan
keagamaan, misalnya shalat berjama’ah, mujahadah, dan penerapan perilaku
sopan dan santun. Sebagaimana yang diungkapkan oleh AM, sebagai berikut:
“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang keagamaan.
Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren mengadakan kegiatan
mujahadah yang dilakukan oleh kelas 9 guna menghadapi Ujian
Nasional. Selain itu, program parenting mencakup semuanya dan
bidang agama termasuk salah satu didalalmnya. Kemudian, dalam
pelaksanaan program parenting, orang tua dirumah mengisi ceklist
berkaitan dengan perilaku siswa dirumah. Seperti contoh anak
beribadah dirumah atau tidak, anak sopan sama orang tua atau tidak,
anak disiplin atau tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi
pihak sekolah maupun orang tua tentang pelaksanaan program
parenting yang sudah berjalan” (AM, 22-05- 2017).
Adapun dalam hal ini, guru PAI adalah penentu keberhasilan
pendidikan agama Islam di sekolah. Menurut Khoiriyah (2012: 141), guru PAI
merupakan jabatan atau profesi yang memiliki kemampuan khusus mendidik
secara professional dalam proses interaksi dengan peserta didik dalam
membentuk kepribadian utama berdasarkan ajaran Islam. Sedangkan dalam
pengaplikasiannya guru PAI di SMPN 7 Salatiga baru menerapkan kegiatan
keagamaan yang menekankan pada pembelajaran berupa shalat berjama’ah,
membaca dan menghafal al-Qur’an serta penerapan 5S (senyum, sapa, salam,
94
sopan, dan santun). Hal ini merupakan kegiatan Islamisasi di sekolah. Menurut
Khoiriyah (2012: 76-77), Islamisasi sekolah dimaksudkan agar warga sekolah
terutama yang beragama Islam bisa menjalankan sebagian syariat Islam di
lingkungan sekolah sehingga situasi kondusif bisa tercipta di lingkungan
sekolah tersebut. Sedangkan hal-hal yang dapat dilakukan adalah pembiasaan
untuk membaca al-Qur’an oleh setiap peserta didik, waktu istirahat pertama
digunakan untuk membiasakan siswa shalat dhuha, yang dapat dilakukan oleh
seluruh sivitas akademik, dan waktu istirahat disesuaikan dengan waktu salat
dzuhur, sehingga aparat sekolah dan para pelajar bisa melakukan salat tepat
waktu serta dapat dilakukan dengan berjama’ah.
Salat berjama’ah merupakan kegiatan yang dilaksanakan di SMPN 7
Salatiga pada waktu salat dzuhur ketika jam istirahat, sebelum kegiatan
pembelajaran selesai. Siswa dalam hal ini sangatlah antusias untuk mengikuti
kegiatan salat berjama’ah walaupun dengan kondisi tempat yang terbatas, yaitu
di musola sekolah yang berukuran sedang dan hanya dapat di isi empat puluh
orang saja. Berdasarkan hasil pengamatan salat berjam’ah di sekolah membawa
dampak perubahan positif pada siswa. Adanya pembiasaan salat berjama’ah
diharapkan anak akan terbiasa untuk salat berjama’ah dan tidak meninggalkan
ibadah salat di manapun dirinya berada. Selain itu, penerapan 5S dilakukan
sebagai bentuk pembiasaan sikap sopan dan santun siswa di sekolah dan di luar
sekolah. Berdasarkan hasil pengamatan guru menerapkan pembiasaan 5S
dimulai sejak anak pertama kali masuk melalui gerbang sekolah, yaitu dengan
95
adanya kegiatan jemput anak yang dilakukan oleh guru-guru sebagai bentuk
kasih sayang guru kepada murid. Kegiatan ini dilakukan, yaitu dengan
mengucapkan salam sembari berjabat tangan dan cium tangan guru oleh siswa.
Kegiatan seperti ini sudah menjadi kebiasaan di SMPN 7 Salatiga dan
membawa dampak positif pada siswa.
Adapun hal-hal yang dilakukan oleh sekolah/guru dan orang tua dalam
pelaksanaan program parenting kaitannya dengan pendidikan agama Islam
adalah sebagai berikut:
1. Guru selalu memberikan saran, arahan, dan pemahaman kepada orang tua
dalam membentuk kondisi di rumah yang mensupport pembelajaran anak.
Guru menyarankan kepada orang tua untuk mengawasi dan mengontrol
segala aktivitas anak terutama dalam pembelajaran PAI di rumah. Orang
tua disarankan untuk ikut terlibat dalam aktivitas sehari-hari anak baik
masalah ubudiyah, amaliyah, dan akhlak. Selain itu, dalam forum
paguyuban kelas, guru memberi arahan kepada orang tua untuk menyuruh
anaknya ibadah shalat, membaca al-Qur’an dan berperilaku yang baik
lainnya. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Thaha ayat: 132, sebagai
berikut:
ها ال نسأل ت قوىك رزقا حنن ن رزقك والعاقبة للوأمر أهلك بلصلة واصطب علي Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang
baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa” (Q.S. Thaha: 132).
96
Hal ini, orang tua diharapkan mengisi ceklis yang diberikan oleh sekolah
yang berguna sebagai bukti bahwa anak melakukan hal-hal yang sudah
diprogramkan oleh sekolah kaitannya dengan pelaksanaan program
parenting, sekaligus sebagai laporan hasil pelaksanaan program parenting
selama periode tertentu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh MS, sebagai
berikut:
“Pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada orang tua
untuk menyuruh anaknya shalat, mengaji dan perilaku yang baik
lainnya. Anak disuruh shalat subuh, pagi di ajak bangun dan
ketika di kelas guru memberikan pertanyaan seputar kegiatan
anak dirumah. Jadi antara orang tua dan guru saling bekerja
sama dan anak terkontrol baik disekolah maupun di rumah. Guru
memberikan dorongan kepada orang tua untuk mengarahkan
anak untuk beribadah, dibuktikan dengan adanya ceklis yang
dibuat sekolah untuk orang tua kaitannya untuk di laporkan
kepada sekolah tentang kegiatan ibadah anak di rumah” (MS,
17-07-2017).
Jadi, guru selalu memberi saran, arahan, dan pemahaman kepada orang tua
melalui kegiatan paguyuban atau pertemuan antara guru dan orang tua baik
secara formal maupun non formal untuk membantu mereka dalam
mengkondisikan anak belajar di rumah.
2. Sekolah mengadakan kegiatan workshop dan kelas orang tua didukung
program-program yang membantu keluarga (orang tua) untuk
mendampingi anak dalam pembelajaran PAI.
Kegiatan workshop dan kelas orang tua merupakan salah satu kegiatan yang
ada dalam pelaksanaan program parenting. Tetapi di SMPN 7 Salatiga
97
belum ada kagiatan workshop dan kelas orang tua yang fokus dalam
pendidikan agama Islam. Kegiatan tersebut lebih bersifat universal, yaitu
membahas tentang kurikulum 2013. Jika dikaitkan dengan pendidikan
agama Islam, kurikulum 2013 lebih mengarah kepada budi pekerti siswa
kaitannya dengan pendidikan karakter (akhlak). Selain itu, pendidikan
keluarga (kelas orang tua) dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian orang
tua dalam program pengasuhan anak. Orang tua diajarkan bagaimana
mengasuh anak yang baik, seberapa penting peran orang tua dalam
pendidikan anak, dan bagaimana menerapkan berbagai metode pengasuhan
yang efektif dan memberikan dampak positif terhadap perilaku anak.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh DM, sebagai berikut:
“Ada! Hal tersebut kemaren di canangkan oleh menteri
pendidikan dengan menerbitkan buku tentang program
pengasuhan. Adanya buku tersebut orang tua pun menambah
wawasan karena kita tahu bahwa banyak orang tua pun yang
berlatar belakang pendidikannya kurang. Terkadang pola asuh
orang tua yang salah itu mempengaruhi perilaku anak. Dengan
parenting seperti ini, dan buku yang menjadi pedoman orangtua
yang hebat itu seperti apa, dari aspek komunikasi, terus
bagaimana cara penanaman kebiasaan-kebiasaan di rumah dan
lain sebagainya. Misalnya, bagaimana menjalin komunikasi
yang baik dengan anak, saling terbuka dan hal itu akan
menentukan keberhasilan anak kedepannya. Ada juga orang tua
yang kadang leleh luweh, tidak menghiraukan anak, tanpa
adanya interaksi dan komunikasi antara keduanya dan hal
tersebut akan berpengaruh buruk pada anak.” (DM, 18-05-
2017).
Selain adanya workshop dan kelas orang tua, guru memberikan beberapa
program yang bertujuan untuk membantu orang tua dalam mendampingi
98
anak belajar kaitannya dengan pendidikan agama Islam. Program-program
tersebut diantaranya adalah program berbagi (sedekah) atau biasa disebut
dengan kegiatan bakti sosial. Misalnya, kegiatan korban, zakat, infak, bakti
sosial jika terjadi bencana, besuk orang sakit dan takziah jika ada yang
meninggal. Kegiatan berbagi yang dilakukan sebagai wujud kepedulian
antara sekolah, orang tua, dan masyarakat kaitannya dalam pelaksanaan
program parenting. Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai
berikut:
“Program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan korban,
zakat, infak, bakti sosial jika ada bencana, besuk jika ada yang
sakit, takziah jika ada yang meninggal” (wawancara dengan LA,
30 Mei 2017).
Jadi, kegiatan workshop, kelas orang tua, dan program pendukung berupa
kegiatan berbagi (sedekah) dilaksankan di SMPN 7 Salatiga bertujuan
untuk membantu keluarga (orang tua) dalam mendidik anak dengan cara
pengasuhan yang baik dan berdampak pada perilaku anak yang
berhubungan dengan keberhasilan dalam pendidikan agama Islam.
3. Guru/ orang tua menerapkan pola asuh yang efektif
Guru dalam proses pengasuhan di sekolah memberikan bimbingan,
mengajak, mengarahkan, dan memberikan ruang gerak kepada anak untuk
berekspresi dalam berbagai hal khususnya dalam pembelajaran agama.
Berkaitan dengan bimbingan, menurut Mansur (2005: 346), bimbingan
merupakan suatu proses memberi bantuan kepada individu agar individu
99
dapat mengenal dirinya dan dapat memecahkan masalah-masalah hidupnya
sendiri agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),
kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan
untuk merealisasikan (self realization) sesuai kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan sehingga ia dapat menikmati
hidup dengan bahagia.
Jika anak berbuat salah guru memberikan teguran dan penanganan secara
langsung. Sebagaimana dalam aspek ubudiyah, guru mengajak anak untuk
salat berjama’ah dan berperilaku yang baik, misalnya dalam hal berpakaian
dan bertata kerama. Selain itu, Guru menerapkan bimbingan dan pendidikan
karakter secara berkesinambungan, sehingga karakter anak akan terbentuk
dengan baik. Jika dikaitkan dengan pola pengasuhan, pola yang diterapkan
oleh guru merupakan pola pengasuhan yang memberi ruang kebebasan pada
anak tetapi dengan pengawasan dan kontrol yang tegas. Pola pengasuhan
tersebut biasa disebut dengan pola pengasuhan authoritativ (pengasuhan
berwenang). Menurut Norton (1977: 3), pola asuh authoritativ adalah pola
asuh yang berusaha mengarahkan anak tetapi dengan cara rasional dan
berorientasi pada masalah serta menghargai atribut ekspresif dan
instrumental baik kemauan mandiri ataupun kesesuaian disiplin. Berkaitan
dengan pola asuh yang diterapkan guru di sekolah, MS mengungkapkan
bahwa:
100
“Guru mengajak anak untuk shalat, bertata kerama, cara
berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan materi
PAI. Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang dengan
cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan hal seperti itu
kadang anak menyepelekan. Guru juga memberikan ruang pada
anak untuk bebas berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak
di beri kesempatan untuk jadi imam dalam shalat berjamaah”
(MS, 17-07- 2017).
Adapun orang tua dalam proses pengasuhan menerapkan pola asuh
demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan dan kontrol yang
tegas. Menurut Mansur (2005: 355), pola asuh demokratis adalah pola asuh
yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-
anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk tidak selalu
tergantung pada orang tua. Hal ini diterapkan dan dikombinasikan dengan
pengasuhan yang berbasis agama. Orang tua menerapkan pola pengasuhan
berbasis agama diharapkan akan terbentuk pengasuhan positif pada anak.
Sehingga ketika terjun dimasyarakat, anak tampil dengan akhlak yang kuat
serta rasa keimanan dan keislaman yang selalu mereka tegakkan sampai
akhir hayat. Selain itu, orang tua dalam proses pengasuhan berusaha untuk
menghindari model pengasuhan dalam bentuk kekerasan. Ketika hal itu
dilaksanakan anak akan merasa lebih nyaman dan tidak ada paksaan dalam
berbagai hal yang dilakukan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh NW,
sebagai berikut:
“Pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di rumah
dengan sendirinya pengasuhan positif akan terbentuk. Saya
selalu mensupport anak-anak dalam setiap kegiatan,
101
meyakinkan mereka belajar pada kegiatan tersebut, terutama
dalam bidang keagamaan. Harapan saya anak-anak bisa terjun
ke masyarakat dengan akhlak yang kuat serta iman Islam yang
akan mereka junjung tinggi sampai akhir hayat. Membiasakan
diri saya untuk tidak menerapkan kekerasan juga hukuman pada
mereka, sehingga anak-anak merasa senang, tidak terpaksa
melakukan tata tertib atau kesepakatan bersama” (NW, 23-05-
2017).
Jadi, guru dan orang tua dalam proses pengasuhan menerapkan pola
pengasuhan dengan model pengasuhan berwenang (authoritativ) atau bisa
disebut juga pola asuh demokratis, yaitu adanya bimbingan, arahan, dan
menuntut anak untuk mandiri tetapi dengan pengawasan dan kontrol yang
tegas tanpa adanya kekerasan. Pola tersebut dikombinasikan dengan nilai-
nilai keagamaan agar tercipta pengasuhan positif pada anak.
4. Guru/ orang tua aktif berkomunikasi dengan anak
Guru dan orang tua aktif berkomunikasi dengan anak, yaitu memberikan
motivasi, nasihat, dan informasi tentang pembelajaran PAI. Hal ini
merupakan fungsi dari komunikasi terutama dalam pendidikan. Senada
dengan hal tersebut, menurut Chotimah dan Fatchurrohman (2014: 78),
fungsi komunikasi adalah komunikasi bertindak untuk mengendalikan
perilaku individu, komunikasi membantu perkembangan motivasi,
komunikasi menunjukkan mekanisme fundamental, yaitu menunjukkan
bentuk perasaan, dan komunikasi memberikan informasi yang diperlukan
individu.
102
Guru memberikan nasihat tentang kewajiban beribadah khususnya dalam
melaksanakan ibadah shalat dan perilaku-perilaku baik yang harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru merefleksikan
pengalaman anak dengan menanyakan aktivitas yang sudah dilakukan
kaitannya dengan pengamalan beribadah anak di rumah. Misalnya, guru
menanyakan anak sudah melaksanakan shalat subuh apa belum? Ikut
berjama’ah atau tidak? Dan lain sebagainya.
Sedangkan bentuk komunikasi yang diterapkan guru berupa lisan maupun
tulisan yang tidak hanya dengan anak tetapi juga dengan orang tua,
misalnya guru memberikan informasi kepada orang tua berkaitan dengan
pelanggaran yang telah dilakukan anak di sekolah berupa surat teguran dan
sanksi yang akan diterima. Berkaitan dengan bentuk komunikasi, menurut
Chotimah dan fathurrohman (2014: 56-57) kemunikasi menurut cara
penyampaiannya dibedakan menjadi dua, yaitu (1) komunikasi lisan adalah
komunikasi yang dilakukan secara bertatap muka langsung atau secara lisan
tanpa dibatasi oleh ajarak, dan (2) komunikasi tertulis adalah komunikasi
yang dilakukan bisa dalam bentuk surat, naskah, blangko, gamba atau poto
maupun dalam bentuk tulisan yang dimaksudkan untuk menyampaikan
informasi secara singkat, jelas, dan lain sebagainya. Komunikasi yang
dilakukan merupakan wujud interaksi dan terjalinnya hubungan antara
guru, orang tua, dan anak (siswa). Berkaitan dengan bentuk komunikasi
yang dilakukan oleh guru kepada anak, LA mengungkapkan bahwa:
103
“Komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun tulisan,
tidak hanya pada anak tetapi juga dengan orang tua berupa
motivasi dalam mendukung pembelajaran PAI atau berupa
peringatan berupa lisan atau surat yang berisi tentang pernyataan
pelanggaran yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan
diterima” (LA, 30-05-2017).
Sedangkan orang tua di rumah aktif berkomunikasi dengan anak baik secara
verbal maupun dengan Bahasa tubuh. Komunikasi merupakan hal
terpenting dalam proses pengasuhan terutama dalam proses pendidikan
agama, orang tua mempersiapkan hal-hal yang akan ditanyakan anak
berupa materi dan cara pengamalan tentang agama. Selain itu, orang tua
menerapkan komunikasi timbal balik, yaitu anak tidak hanya
mendengarkan dan patuh terhadap apa yang disampaikan orangtua, tetapi
anak juga diberikan kesempatan untuk berbicara dan menyampaikan pesan
yang ingin disampaikan. Sebagaimana menurut Djamarah (2004: 01),
komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih
berganti; bisa dari orang tua ke anak atau anak ke orang tua, atau dari anak
ke anak. Hal ini, dilakukan karena ada sesuatu pesan yang ingin
disampaikan. Berkaitan dengan komunikasi yang dilakukan orang tua
kepada anak, NW mengungkapkan bahwa:
“Komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal maupun
dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita tidak boleh
sembarangan dalam mengajarkan anak-anak, sekarang tidak
akan mudah menerima sesuatu jika kita tidak mempunyai
dasar/jawaban yang tepat. Sehingga sebagai orang tua pun kita
harus selalu belajar dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.
Selain itu, komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang
104
harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi adakalanya
kita sebagai orang tua mendengar juga apa yang menjadi
pembicaraan mereka. mungkin itu bisa dipakai dalam
kesepakatan bersama” (NW, 23-05-2017).
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan hal
yang harus diperhatikan oleh guru dan orang tua dalam proses pengasuhan
anak, baik di sekolah maupun di rumah dengan pola timbal balik dan silih
berganti, yaitu bisa dari guru ke siswa, orang tua ke anak atau sebaliknya.
Hal ini, akan mempengaruhi proses belajar anak kaitannya dengan
pendidikan agama Islam.
5. Guru/ orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan anak dalam
pembelajaran PAI di sekolah dan di rumah.
Permasalahan yang muncul pada anak kaitannya dengan pembelajaran PAI
merupakan masalah yang berkaitan dengan pengamalan beribadah dan
pendidikan karakter anak. Guru memberikan bimbingan kelompok maupun
individu pada anak melalui bimbingan dan konseling di sekolah. Hal ini
didukung dengan, Menurut Mansur (2005: 349), salah satu ciri bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada setiap individu yang memerlukan
pemecahan masalah atau perkembangannya.
Jadi, bimbingan adalah memberikan bantuan kepada setiap individu untuk
mengatasi masalah yang dihadapi. Hal ini dilakukan agar anak terhindar
dari masalah dan mengoptimalkan pembelajaran PAI di sekolah. Selain itu,
guru memberikan praktek dan pelatihan pada anak yang mengalami
105
masalah kaitannya dengan pembelajaran PAI, yaitu berupa pembenaran
cara shalat, cara berwudhu, dan cara membaca al-Qur’an yang baik dan
benar. Guru memberikan pelatihan tidak hanya di sekolah tetapi di luar
sekolah, yaitu berupa kelompok belajar agama yang dilaksanakan di tempat
yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan hal di atas, MS menyampaikan
bahwa:
“Kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan
pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara shalat, cara
shalat berjamaah, mengingatkan sikap shalat yang baik,
mengajari cara sujud dan lain sebagainya. Selain itu, saya juga
menyediakan tempat dan pelatihan membaca dan menghafal al-
qur’an di luar jam pelajaran sekolah” (MS, 17-07-2017).
Adapun orang tua dalam membantu menyelesaikan permasalahan anak,
yaitu dengan cara sharing (musyawarah) dan menyelesaikan permasalahan
secara bersama-sama. Menurut Thomas Gordon menyelesaikan
permasalahan bersama-sama merupakan teknik yang bermanfaat bagi orang
tua yang merasa situasi harus berubah (Brooks, 2011: 287). Hal ini
dilakukan orang tua untuk mencari solusi dari permasalahan anak kaitannya
dengan pendidikan agama Islam.
Orang tua terkadang mempunyai pengetahuan agama yang kurang,
sehingga orang tua belajar dan mencoba mencari tahu melalui bertanya
kepada yang lebih ahli atau melalui media tertentu. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kesalahan dalam penyampaian kepada anak untuk membantu
menyelesaikan permasalahan yang anak alami. Selaras dengan bentuk
106
bantuan dalam penyelesaian masalah anak, NW mengungkapkan bahwa:
“Kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan, bersama
kita cari solusi, untuk masalah PAI saya berusaha untuk
mengajak mereka bertanya pada orang-orang yang lebih ilmu
agamanya, atau mungkin cari referensi di internet dan sekarang
lebih mudah dalam kita belajar” (NW, 23-05-2017).
Jadi, guru dan orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan
anak, yaitu berupa bimbingan, paktek, pelatihan dan diskusi yang dilakukan
baik di sekolah maupun di rumah.
6. Guru/ orang tua memberikan rewards atau punishment kepada anak dalam
proses pembelajaran PAI.
Reawrds atau punishment diberikan oleh guru kepada anak (siswa) sebagai
bentuk dari konsekuensi yang disepakati bersama. Jika anak dapat
melakukan hal-hal yang sudah disepakati, maka anak akan mendapatkan
hadiah (rewards), yaitu berupa pujian maupun material dan biasanya dalam
bentuk nilai ketika dalam pembelajaran di sekolah. Misalnya, guru
memberikan hadiah uang sejumlah yang telah ditentukan, ketika anak dapat
menghafal sepuluh surat dalam al-Qur’an. Begitu juga dalam lingkungan
keluarga, orang tua memberikan hadiah atau imbalan kepada anak
kaitannya dengan pembelajaran PAI dalam bentuk hadiah berupa pujian
(verbal) maupun material. Misalnya, orang tua memberikan hadiah berupa
material, yaitu memberikan mukena baru kepada anaknya, jika anaknya
dapat berpuasa penuh selain dalam fase menstruasi di bulan Ramadhan.
Orang tua berpendapat bahwa memberikan hadiah kepada anak yang dapat
107
melakukan sesuatu hal yang baik merupakan apresiasi bagi keberhasilan
anak dan hal tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif pada
anak dan terjadinya pengulangan perilaku di masa depan.
Selain adanya rewards, baik guru maupun orang tua memberikan hukuman
jika anak melanggar hal-hal yang talah disepakati. Hukuman yang diberikan
bersifat mendidik. Misalnya jika di sekolah anak melanggar, anak diberikan
hukuman berupa hafalan surat-surat pendek atau membaca al-Qur’an dan
terkadang menulis ayat-ayat al-Qur’an. Adanya hukuman diharapkan dapat
memberikan efek jera pada anak, sehingga anak dapat membatasi perilaku
yang salah dan tidak mengulanginya lagi. Sebagaimana dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:
ه قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليه ,عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جد ها وهم أب ناء مروا أوالدكم بلصلة وسلم وهم أب ناء سبع سنني واضربوهم علي
ن هم يف المضاجع )روه ابوداود(. عشر وفر قوا ب ي
Artinya: “Dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata,
berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika
berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan
sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki
dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud juz 1: 133).
Berkaitan dengan rewards dan punishment, LA mengungkapkan bahwa:
“Hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan yang
sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang PAI
hukuman diberikan dengan cara mendidik, contohnya ketika ada
pelanggaran anak diminta menghafal atau menulis sebuah ayat.
108
Hadiah diberikan jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik”
(LA, 30-05-2017).
Jadi dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, dalam proses
pengasuhan kaitannya dengan pembelajaran PAI, guru maupun orang tua
memberikan hadiah atau hukuman kepada anak sesuai konsekuensi yang
telah disepakati. Hukuman yang diberikan bersifat mendidik tanpa adanya
kekerasan. Hal ini diharapkan, dengan adanya rewards dan punishment
yang diberikan akan membawa pengulangan dalam berperilaku ataupun
pembatasan dalam berperilaku khususnya dalam proses pembelajaran PAI.
7. Guru/ orang tua memberikan contoh dan membiasakan anak berperilaku
baik di sekolah maupun di rumah.
Memberikan contoh kepada anak merupakan suatu kewajiban dan tanggung
jawab bagi pengasuh (guru/ orang tua). Guru dan orang tua selalu
memberikan contoh kepada anak, karena pada dasarnya guru dan orang tua
merupakan figur yang menjadi teladan bagi anak dalam berperilaku,
kaitannya dengan pembelajaran PAI. Sebagaimana menurut Chotimah dan
fathurrohman (2014: 367) keteladanan dari pendidik merupakan faktor
penting dalam penanaman nilai-nilai religius. Tanpa keteladanan dari
pendidik, maka peserta didik akan bermoral bejat dan tidak mempunyai
budi pekerti yang luhur.
Contoh nyata yang dilakukan oleh guru di sekolah adalah mencontohkan
anak dalam beribadah, khususnya dalam hal shalat berjama’ah yang secara
109
rutin telah dilaksanakan di SMPN 7 Salatiga.
Sedangkan dalam lingkungan keluarga, orang tua juga menerapkan hal
yang sama, yaitu orang tua selalu berusaha tampil menjadi figur yang baik
bagi anaknya, misalnya orang tua berusaha untuk rajin shalat lima waktu
dan berperilaku yang baik dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Selain
memberikan contoh yang baik, guru/ orang tua sama-sama membiasakan
anak berperilaku yang baik dan sesuai dengan norma agama. Misalnya,
guru membiasakan anak di sekolah untuk bersikap sopan dan santun ketika
bertemu dengan orang yang lebih tua.
Pembiasaan yang dilakukan di SMPN 7 Salatiga, yaitu dibudidayakannya
5S (senyum, sapa, salam, sopan dan santun). Hal ini akan membawa anak
untuk bersikap sopan dan santun kepada guru di sekolah dan akhlak anak
akan terbentuk dengan baik. Sebagaimana menurut Abdullah Dirroj, akhlak
adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan
kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak
yang benar atau pihak yang jahat. Hal ini dapat terbentuk jika perbuatan
tersebut dilakukan berulang-ulang kali dan menjadi suatu kebiasaan
(Mansur, 2005: 223).
Sedangkan orang tua di rumah membiasakan berperilaku sejak anak masih
usia dini, sehingga setelah dewasa anak-anak sudah terbiasa dan mudah
untuk diarahkan kepada hal yeng lebih baik. Hal ini berkaitan dengan apa
yang dijelaskan oleh Mansur (2005: 92), pada usia dini anak sudah mulai
110
mengenal interaksi sosial, anak sudah mulai membutuhkan teman untuk
bermain, dan anak mulai membentuk karakter pengalaman sosial.
Sedangkan pada masa tersebut sangat menentukan kepribadian anak setelah
anak menjadi dewasa. Dalam hal ini, guru/ orang tua adalah sebagai
pengawas dan pengarah sekaligus figur yang baik bagi anak dimana pun
mereka berada. Berkaitan dengan pemberian contoh dan pembiasaan
perilaku anak, NW menjelaskan bahwa:
“Kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai orang tua
adalah figur yang akan diamati serta dicontoh oleh anak-anak
saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari perilaku, cara bicara,
sopan santun kepada orang lain, serta cara berpakaian saya itu
yang akan mereka rekam, dan akan mereka realisasikan kelak
dikehidupan mendatang. Hal kecil seperti shalat. Jika saya tidak
shalat, bagaimana saya menganjurkan kepada anak-anak saya
untuk shalat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu saja tidak
shalat’. Makanya saya mencoba untuk selalu berbuat dan
berperilaku yang baik untuk anak-anak saya. Saya membiasakan
anak di mulai sejak usia dini, sehingga setelah besar dan dewasa
anak-anak sudah terbiasa. Saya menghindari kekerasan, agar
anak mudah dan bisa menerima semua yang saya ajarkan, tanpa
ada rasa terpaksa” (NW, 23-05-2017).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, guru/ orang tua wajib dan selalu
memberikan contoh dan membiasakan anak berperilaku baik dimana pun
mereka berada, yaitu dengan menjadi figur yang baik dalam beribadah dan
membiasakan hal-hal yang mengantarkan anak terbiasa dalam berperilaku
baik kepada siapa pun.
111
B. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga Tahun 2017
Problematika pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI
di SMPN 7 Salatiga adalah sebagai berikut:
1. Terbatasnya waktu pelaksanaan program parenting di sekolah
Pembelajaran di sekolah dalam waktu normal kurang lebih enam jam
perhari. Sedangkan anak butuh bimbingan lebih lama dan perlu
diperhatikan pada setiap individunya. Tugas guru di sekolah tidak hanya
membimbing anak tetapi memiliki tugas, baik secara administrasi maupun
tugas yang bersifat pribadi. Kondisi yang dialami oleh guru dalam
pelaksanaan program parenting, yaitu guru bekerja lebih lama.
Hubungannya dengan pengawasan dan kontrol anak di luar sekolah, guru
berkomunikasi secara langsung dengan orang tua kaitannya dengan
perilaku anak di rumah. Hal ini membutuhkan waktu lebih dan menjadi
problem yang dialami oleh guru. Jika dikaitkan dengan pendidikan agama
Islam, menurut Khoiriyah (2012: 224-225), permasalahan yang
ditimbulkan dalam pendidikan agama Islam khususnya di sekolah-sekolah
umum adalah kurangnya jam pelajaran agama di sekolah. Hal ini yang
dianggap sebagai penyebab utama timbulnya kekurangan para pelajar
dalam memahami, menghayati dan mengamalkan pelajaran agama.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
112
“Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau wali kelas kan
tidak hanya membimbing anak ketika di dalam jam pelajaran,
tetapi guru sendiri juga punya pekerjaan yang tidak bisa
ditinggalkan secara administrasi, terus ngajar. Sehingga
waktunya kurang fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas
dan akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orang tua
ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam untuk
menerima jika ada keluhan dari orang tua” (LA, 30-05-2017).
2. Latar belakang sosial orang tua yang berbeda-beda
Latar belakang sosial merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan
parenting. Menurut Brooks (2011: 136)), status sosial mungkin menjadi
pengaruh yang paling kuat yang membentuk perilaku anak. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, peneliti membandingkan lingkungan
rumah dari empat kelompok etnik (Eropa Amerika, Afrika Amerika, Latin,
dan Asia Amerika) menemukan bahwa ketika perbedaan atnik
mempengaruhi apa yang dilakukan orang tua, status sosial direfleksikan
dalam sumber daya keluarga yang lebih penting daripada perbedaan etnik
di rumah, dengan orang tua dari anak yang miskin menyediakan sedikit
buku, alat musik, serta pelajaran, dan juga lebih sedikit memberi perhatian
dan kasih sayang.
Setiap keluarga memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda, yaitu
keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke atas maupun menengah ke
bawah, status sosial keluarga dengan pekerjaan sebagai pegawai, karyawan,
petani, dan lain sebagainya.
113
Menurut Mansur (2005: 114), mengenai perbedaan sosial ekonomi juga
sering mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam prestasi akademik anak,
menurut penelitian ditemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dalam
tugas intelektual dan akademik antara anak yang berasal dari keluarga
kurang beruntung dibandingkan dengan yang lebih beruntung. Perbedaan
tersebut, kaitannya dengan proses pengasuhan anak memiliki perbedaan
cara pengasuhan dan bimbingan dari orang tua terkait dengan pembelajaran
PAI.
Selain itu, latar belakang sosial agama setiap keluarga berbeda-beda, yaitu
adanya keluarga yang bersifat agamis, keluarga setengah agamis, dan
keluarga non agamis. Hal tersebut mempengaruhi perilaku anak dalam
bersikap, karena lingkungan keluarga merupakan tempat anak membangun
dunianya. Menurut Brooks (2011: 137), kelompok agama membentuk
budaya yang memberikan corak perkembangan dan penentuan cara hidup,
misalnya melarang minum alkohol, melarang mengkonsumsi kafein, dan
beribadah beberapa kali dalam sehari. Hal ini merupakan apa yang orang
tua turunkan kepada anaknya.
Jika anak dalam lingkungan keluarga non agamis dengan kurangnya
kemampuan pengetahuan agama yang dimiliki orang tua, maka sikap anak
dalam beribadah menjadi kurang maksimal. Begitu juga dengan karakter
orang tua yang bermacam-macam, sedangkan jika dikaitkan dengan peran
serta tanggung jawab orang tua dalam proses parenting, maka dapat diambil
114
kesimpulan bahwa hal itu menjadi problem dalam pelaksanaan program
parenting khususnya dalam pembelajaran PAI. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh DM, sebagai berikut:
“Namanya orang tua karakternya kan macem-macem begitu
juga dengan anak, pola asuh orang tua itu sangat mempengaruhi
anak itu akan menjadi apa karena kesuksesan dari pendidikan
karakter itu ditentukan dari 3 hal yang pertama orang tua, yang
ke dua pendidikan, hal tersebut kaitannya dengan sekolah, yang
ketiga dengan masyarakat. Apabila dari ketiga hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik otomatis karakter anak akan terbentuk
dengan bagus, juga dalam artian bagus tadi itu yang pertama
orang tua apabila mendasari anak dengan nilai keimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis anak mempunyai
pondasi untuk bisa lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan
santun terhadap kedua orang tua dan dapat menempatkan diri di
tempat dia berada” (DM, 18-05-2017).
3. Kurangnya kepedulian dari orang tua
Kepedulian masing-masing orang tua terhadap anaknya memiliki tingkat
kapasitas yang berbeda-beda. Disamping itu, orang tua dalam kehidupan
sehari-hari disibukkan dengan hal-hal berupa pekerjaan, masalah rumah
tangga, dan masalah sosial lainnya. Hal ini menjadikan orang tua lupa akan
tugasnya sebagai pengasuh untuk anaknya, sedangkan dukungan secara
penuh dari orang tua sangatlah diperlukan dalam proses tumbuh kembang
anak kaitannya dalam pembelajaran PAI di rumah.
Orang tua yang disibukkan dengan pekerjaan berdampak pada keterbatasan
waktu dalam berinteraksi dengan anak secara langsung, anak cenderung
sendiri dan lebih suka dengan hal-hal yang membuat mereka merasa
115
nyaman, misalnya dengan bermain game, bermain dengan teman, dan lain
sebagainya. Selain itu, kurangnya kepedulian dan kasih sayang dari orang
tua menjadikan anak memiliki permasalahan dalam bimbingan, arahan, dan
pengawasan. Sehingga anak bebas berperilaku tanpa adanya pengawasan
yang tegas dari orang tua, hal ini akan merugikan anak, sehingga hasil yang
diperoleh dalam pembelajaran PAI kurang maksimal.
Terkait dengan pelaksanaan program parenting di sekolah, ada beberapa
orang tua dengan rasa kepedulian yang kurang menjadikan mereka tidak
hadir dalam acara maupun kegiatan pelibatan orang tua di sekolah.
Akibatnya orang tua tidak mengerti dengan hal-hal yang ada didalam
program dan bedampak pada pengasuhan anak. Sebagaimana yang
disampaikan oleh AM, sebagai berikut:
“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang sosial
orang tua yang berbeda-beda. Banyak orang tua yang belum
peduli dengan perkembangan anak di sekolah. Misalnya, ketika
dalam kegiatan pun ada saja orang tua yang tidak hadir. Dengan
adanya orang tua seperti itu berdampak pada anak” (AM, 22-05-
2017).
4. Kurangnya keterbukaan dari orang tua terhadap permasalahan anak
Hubungan antara orang tua dan guru haruslah terjalin dengan harmonis.
Sehingga komunikasi antara keduanya berjalan dengan lancar dan berguna
dalam mencari solusi permasalahan anak di sekolah melalui diskusi maupun
sharing. Tetapi dalam hal ini, terkadang orangtua masih menutupi hal-hal
yang seharusnya perlu disampaikan kepada guru namun ditutup-tutupi
116
dengan alasan tertentu. Sedangkan, keterbukaan orang tua terhadap
permasalahan anak akan memberikan dampak positif dalam menyelesaikan
permasalahan anak baik di rumah maupun di sekolah. Guru akan lebih
mudah mengerti permasalahan anak dan segera mencari solusi dari
permasalahan tersebut. Jadi, problem yang ditimbulkan adalah kurangnya
keterbukaan orang tua kepada guru kaitannya dengan permasalahan anak,
sehingga menghambat penyelesaian masalah dan tidak maksimalnya hasil
dari pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
“Sedangkan problem dari orangbtua, kadang orang tua itu tidak
peduli, kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi
orang tua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak mau
terbuka jika anaknya sering melanggar” (LA, 30-05-2017).
5. Anak merasa jenuh dan adanya pengaruh negatif dari perkembangan di era
digital
Anak terkadang mengalami rasa jenuh dalam proses pengasuhan maupun
pembelajaran baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini menghambat guru/
orang tua dalam menerapkan pola asuh berupa bimbingan, arahan dan
motivasi. Sehingga anak malas dalam berperilaku sesuai dengan arahan dan
bimbingan yang diterapkan oleh guru maupun orang tua. Hal ini
menjadikan tidak maksimalnya keberhasilan dalam pelaksanaan program
parenting dalam pembelajaran PAI. Selain itu, berkembangnya era digital
memberikan dampak pada anak, yaitu anak lebih suka bermain gaget dan
117
lebih sering bermain HP ketimbang berkomunikasi dengan orang tua.
Keterbatasan komunikasi antara orang tua dan anak akan berdampak pada
proses parenting. Selain itu, Kebanyakan anak belum mampu dalam
menfilter konten-konten negatif pada gaget mereka, hal ini berpengaruh
pada sikap dan perilaku anak kaitannya dengan pembelajaran PAI.
Menurut Brooks (2011: 260-261), penggunaan media membawa dampak
positif dan negatif terhadap perkembangan anak. adapun dampak positif
yang ditimbulkan adalah anak mendapatkan informasi yang lebih luas yang
berguna untuk meningkatkan pengetahuan, sedangkan dampak negatif yang
ditimbulkan adalah anak cenderung agresif dan bersikap negatif serta
perilaku seksual di usia lebih muda. Hal ini disebabkan adanya tayangan
seksual disetiap televisi maupun media yang lain, yang meberikan dorongan
seksual terhadap anak, sehingga banyak anak di usia muda yang bebas
dalam mengekspresikan perilaku seksual.
Pernyataan di atas sama halnya dengan apa yang ditemukan peneliti dalam
wawancara dengan NW, yang mengungkapkan bahwa:
“Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh juga pada
anak-anak dan saya tidak akan pernah atau tidak boleh bosan
untuk selalu mengingatkan. Selain itu, di era gadget ini, anak
lebih sering pegang HP, malah dengan intensitas besar. Butuh
waktu-waktu khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.
Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang sekolah”
(NW, 23-05-2017).
118
Adapun kontrol yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap penggunaan
media di era digital, sebagaimana yang dipaparkan oleh Brooks (2011: 264-
265), sebagai berikut:
a. Orang tua dapat membatasi jumlah media di rumah dan
menempatkannya di temapat yang dapat mengurangi penggunanya.
b. Matikan media atau tidak diperbolehkannya penggunaan gaget di saat
makan atau ketika kumpul dengan keluarga.
c. Berinteraksi dengan anak mengenai penggunaan media.
d. Buatlah dan jalankan aturan penggunaan media bagi anak.
e. Mencontohkan penggunaan media yang benar.
f. Gunakan media utamanya untuk belajar dan interaksi keluarga dan
bukan untuk bersantai.
6. Kurangnya dukungan dari guru dan sarana-prasarana pembelajaran PAI di
sekolah yang belum memadai.
Guru membiasakan anak dalam hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran PAI seperti pembiasaan shalat berjama’ah pada waktu dzuhur
di mushala sekolah. Kegiatan shalat berjama’ah dilakukan secara bersama-
sama dari kelas satu sampai kelas tiga, sehingga dengan terbatasnya sarana-
prasarana sarta tempat yang kurang memadai, menjadikan hambatan bagi
guru untuk menerapkan kegiatan tersebut pada semua anak (siswa),
akibatnya kegiatan tersebut berjalan kurang masimal.
119
Kondisi tempat yang kurang memadai dan terkadang terbatasnya fasilitas
air untuk berwudhu, memperlambat kinerja dalam kegiatan berjama’ah.
Sebagian besar anak tidak mempunyai kesempatan untuk shalat berjama’ah
di sekolah dan guru sulit untuk mengawasi apakah anak sudah
melaksanakan shalat berjama’ah atau belum. Selain itu, kurangnya
dukungan dari guru mapel yang lain dalam membantu mengawasi dan
mengontrol serta membimbing dan mengarahkan anak dalam kegiatan
shalat berjama’ah. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:
“Kurangnya sarana dan prasarana seperti terbatasnya tempat
karena kondisi musola yang kecil dengan jumlah siswa yang
banyak memberikan dampak pemberlakuan kloter dalam
berjamaah, sedangkan waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak
semuanya terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa
terkecuali. Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga
pengawasan pada anak tidak maksimal. Dengan terbatasnya
waktu ketika anak sudah masuk kembali ke kelas guru tidak bisa
mengingatkan kembali dan anak cenderung bohong, sebetulnya
anak belum sholat tetapi bilang sudah sholat” (MS, 17-07-2017).
Jadi dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa,
problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7
Salatiga adalah terbatasnya waktu pelaksanaan di sekolah, latar belakang sosial
orang tua yang berbeda-beda, kurangnya kepedulian dari orang tua, kurangnya
keterbukaan orang tua terhadap permasalahan anak, anak merasa jenuh serta
pengaruh negatif dari perkembangan di era digital, dan kurangnya dukungan
dari guru serta sarana-prasarana pembelajaran PAI di sekolah yang belum
memadai.
120
C. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7
Salatiga Tahun 2017
Dampak pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI
adalah sebagai berikut:
1. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, orang tua dan anak
Langkah kerja program parenting di sekolah salah satunya adalah decision
making yaitu melibatkan orang tua dalam pengambilan keputusan di
sekolah, mengembangkan kepemimpinan orangtua dan perwakilan orang
tua, misalnya aktif di organisasi/ perkumpulan orang tua guna
mengembangkan kepemimpinan dan partisipasi orang tua (paguyuban
kelas). Hal ini merupakan salah satu bentuk terjalinnya komunikasi antara
orang tua satu dengan yang lainnya serta komunikasi antara guru dengan
orang tua. Adanya komunikasi yang terjalin secara harmonis memberikan
dampak pada keberhasilan pelaksanaan program parenting khususnya
dalam pembelajaran PAI.
Pada perkumpulan orang tua (paguyuban kelas), guru dan orang tua
mengadakan musyawarah setiap bulannya dengan tujuan untuk
merencanakan maupun mencari solusi permasalahan anak. Sedangkan
dalam paguyuban tersebut orang tua saling berinteraksi dan saling sharing
serta saling mengingatkan satu sama lain dalam hal pembelajaran anak
khususnya dalam bidang keagamaan, misalnya orang tua saling
121
mengingatkan bahwa orang tua harus selalu menjalankan ibadah shalat,
jangan sampai meninggalkannya dan hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan karakter anak. Selain itu, orang tua bertukar pikiran dalam
mengasuh anak yang baik dan efektif dan belajar dari pengalaman masing-
masing orang tua, hal ini menunjukkan bahwa adanya kepedulian dari
masing-masing orang tua.
Disamping terjalinnya hubungan antara guru dengan orangtua serta masing-
masing orangtua, adanya program parenting memberikan dampak pada rasa
kekeluargaan masing-masing anak begitu juga orang tua dan guru. Hal ini
dibuktikan dengan adanya program berbagi berupa jenguk orang sakit,
takziah jika ada salah satu keluarga yang meninggal dunia dan lain
sebagainya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam
pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak lena dan
dengan adanya parenting kita bisa saling mengingatkan. Kalau
dalam segi ubudiyahnya kami selaku wali kelas tidak
mengetahui secara detail tetapi di lingkungan sekolah dengan
keterbatasan waktu kegiatan ubudiyah dilakukan hanya pada
waktu dzuhur saja dan kegiatan itu dilaksanakan secara
berjamaah. Untuk lebih detailnya orang tua yang lebih tahu.
Sedangkan dampak dari segi akhlak, dengan adanya kontrol dari
guru dan orang tua anak lebih mudah untuk ditasi jika
melakukan hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat
bagaimana perilaku orang tua berpengaruh terhadap perilaku
anak. Dan memang agama itu penting bagi orang tua untuk
memotivasi dan mengingatkan anak. Apalagi jika basic agama
orang tua kurang ditambah tidak pedulinya orang tua dan guru
hanya bisa membantu di sekolah. Dan dampak yang lain orang
tua, anak lebih care antara sesama teman mungkin juga sesama
122
orang tua siswa, misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah
karena sakit selama satu bulan. Dengan adanya program
parenting rasa kekeluargaan antara siswa satu dengan yang
lainnya lebih erat dan teman-temannya dengan senang hati
membantu anak tersebut untuk mengisi ketertinggalan dalam
pelajaran” (LA, 30-05-2017).
2. Anak lebih bisa bersikap baik dan berakhlakul karimah
Perubahan sikap dan perilaku pada anak, karena adanya pelaksanaan
program parenting berupa kegiatan pembiasaan di sekolah maupun di
rumah. Guru menerapkan pendidikan karekter dengan metode 5S yaitu
senyum, sapa, salam, sopan dan santun. Hal ini diaplikasikan dalam
lingkungan sekolah serta adanya kegiatan jemput siswa yang dilakukan oleh
guru-guru pada waktu anak sampai di sekolah serta pembiasaan berjabat
dan cium tangan guru yang dilakukan oleh anak (siswa). Selain itu, adanya
kerjasama antara guru dan orang tua dalam mengontrol serta mengawasi
perilaku anak, sehingga perilaku anak lebih terarah dan kesalahan dalam
bertindak lebih berkurang. Akibatnya anak lebih bisa bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun pembiasaan di rumah dilakukan oleh orang tua dengan pola
pengasuhan yang bersifat authoritative (berwenang) dengan tanpa adanya
kekerasan dalam mendidik anak. Pengasuhan yang dilakukan diterapkan
oleh orang tua sejak anak masih usia dini. Hal ini berdampak pada sikap
anak yang lebih patuh kepada orang tua dan anak lebih senang dalam
melakukan hal-hal yang diperintahkan orang tua khususnya dalam bidang
123
keagamaan, seperti perintah untuk rajin shalat lima waktu, bersikap sopan
dan santun terhadap orang lain dan lain sebagainya. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh NW, sebagai berikut:
“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian tidak
hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya tidak saya
kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan santun, adab dan lain
sebagainya di nomersatukan, kita lihat sekarang anak-anak yang
di luar sana saya merasa prihatin kondisi mereka, orangtua
terlalu sibuk. Jadi anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk
itunya emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-
kadang sama orang tua tidak sopan walaupun saya dirumah
Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah anak saya nggak
pernah dan ini saya lihat anak-anak saya memang belajar dari
sejak kecil ketemu sama orangtua salim dan cium tangan itu
saya seperti itukan dan terbawa sampai sekarang dimanapun.
Jadi saya terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka
terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan. Ya dari
parenting yang kita laksanakan dan diterapkan oleh masing-
masing orangtua harus diterapkan sejak kecil. Jadi parenting itu
berdampak dari segi apapun berawal dari agama. Contohnya, di
era digital seperti ini butuh sebuah filter yaitu agama” (NW, 23-
05-2017).
3. Anak lebih antusias dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah
Program kegaiatan keagamaan di sekolah, yaitu pembiasaan shalat dzuhur
berjama’ah. Kegiatan tersebut dilakukan pada sela-sela waktu pembelajaran
sekitar dua puluh menit setiap harinya, kecuali hari jum’at. Kegiatan shalat
berjama’ah merupakan kegiatan yang memberikan dampak yang besar
terhadap perilaku anak dalam beribadah. Perubahan yang dirasakan adalah
anak lebih antusias untuk shalat berjama’ah di sekolah. Selain itu, guru
menerapkan program-program keagamaan yang mendukung dalam
124
pembelajaran agama di sekolah, misalnya kegiatan mujahadah, kegaiatan
berupa perayaan hari-hari besar Islam, dan lain sebagainya.
Jadi, dengan adanya program-program yang diterapkan oleh guru di
sekolah, siswa menjadi lebih antusias dan lebih terbiasa dalam berperilaku
yang baik khususnya dalam beribadah. Sebagaimana yang dituturkan oleh
JM, sebagai berikut:
“Cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan keagamaan
di sekolah misalnya kalau siang sholat berjamaah sudah berjalan
secara bagus, waktu sekitar 20 menit anak-anak juga sudah
kelihatan, peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang
sekarang cukup banyak anak-anak yang shalat berjamaah. Itu
yang nampak di sekolah ya? Di rumahpun saya kira juga sangat
berimbas dan guru agama di sinipun sudah memprogramkan
kegiatan keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan
di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain sebagainya.
Kalau dalam kegiatan di sekolah, shalat berjamaah itu anak-anak
betul antusias” (JM, 18-05-2017).
Jadi kesimpulannya, dampak pelaksanaan program parenting di SMPN 7
Salatiga adalah terjalinnya hubungan harmonis antara guru, orang tua, dan
anak (siswa), anak lebih bisa bersikap baik serta berakhlakul karimah, dan
anak lebih antusias dalam kegaiatan keagamaan di sekolah.
125
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7
Salatiga Tahun 2017 adalah:
Program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga
dilaksanakan dengan menerapkan pembelajaran dalam aspek ubudiyah
dan pendidikan karakter, yaitu melalui kegiatan berupa shalat
berjama’ah, membaca al-Qur’an, dan pembiasaan 5S (senyum, sapa,
salam, sopan dan santun). Selain itu, pelaksanaan program parenting
dalam bidang PAI dilakukan oleh guru maupun orang tua melalui pola
pengasuhan yang efektif, bimbingan, arahan, menjalin komunikasi
yang baik, memberikan reward dan punishment, serta menjadi teladan
yang baik bagi anak (siswa).
126
2. Problematika Pelaksanaan Program parenting dalam Bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga Tahun 2017 adalah:
Problem pelaksanaan program parenting di SMPN 7 Salatiga
disebabkan oleh permasalahan yang muncul dari guru, orang tua, dan
anak (siswa). Sedangkan bentuk permasalahan tersebut berupa
kurangnya kepedulian dari orang tua, terbatasnya waktu yang dimiliki
oleh guru di sekolah, serta anak mengalami rasa jenuh dan adanya
pengaruh negatif di era digital.
3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN
7 Salatiga Tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Setelah dilaksanakannya program parenting di SMPN 7 Salatiga,
dampak yang ditimbulkan adalah perubahan dan peningkatan perilaku
anak dalam beribadah dan bersikap. Hal ini diwujudkan dengan adanya
peningkatan perilaku beribadah anak (siswa) di sekolah dan perubahan
sikap anak yang lebih baik, misalnya anak bersikap sopan dan santun
terhadap guru maupun orang tua.
127
B. Saran
Bersadarkan kesimpulan penulis paparkan di atas, maka saran-saran
yang dapat penulis sampaikan adalah:
1. Kepada sekolah/ guru
Program parenting merupakan salah satu program yang efektif dalam
pembelajaran PAI, sehingga perlu dilaksankan seterusnya dan
dikembangkan lagi kaitannya dengan sarana prasarana yang menunjang.
Selain itu, diadakannya kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah yang dapat
menciptakan religiusitas siswa dalam menghadapi situasi dan kondisi
dimanapun mereka berada. Misalnya, kagiatan pengajian (ceramah) satu
bulan sekali, pembiasaan shalat dhuha berjama’ah, dan lain sebagainya.
Adapun guru seharusnya lebih peduli dalam membantu membimbing,
mengawasi, dan mengarahkan peserta didik dalam beribadah, seperti dalam
kegiatan shalat berjama’ah. Selain itu, guru adalah figur bagi peserta didik
di sekolah, jadi sebagai guru haruslah dapat menjadi teladan bagi pesrta
didik untuk berperilaku baik dan menjadi insan kamil (taat dan patuh dalam
agama).
2. Kepada orang tua
Orang tua seharusnya lebih peduli dengan anaknya, karena orang tua adalah
penanggung jawab penuh dalam pendidikan anak, khusunya dalam bidang
PAI. Anak lebih utama dibandingkan pekerjaan dan anak lebih butuh kasih
sayang dan perhatian dari orang tua. Masa depan anak salah satunya
128
ditentukan dari bagaimana orang tua dalam mendidik dan mengasuh.
Sedangkan dalam perspektif agama, anak dilahirkan di dunia dengan
keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut yahudi,
nasrani, atau majusi. Jadi, sebagai orang tua harus lebih peduli dan mengerti
bagaimana mendidik anak, salah satunya dengan mengerti bagaimana cara
mengasuh yang efektif, berkomunikasi dengan anak, dan lain sebagainya.
3. Kepada peneliti lain
Hasil penelitian ini adalah sebagai evaluasi program parenting dalam
bidang PAI di SMPN 7 Salatiga. Jadi peneliti memberikan kesempatan
kepada peneliti yang lain untuk lebih mengembangkan penelitian tersebut
atau melakukan penelitian di tempat lain dan hasilnya dapat menjadi
pembanding dalam mengukur kefektifan pelaksanaan program parenting di
sekolah.
129
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ali, Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.
Brooks, Jane. 2011. The process of Parenting. Edisi ke 1. Diterjemahkan oleh: Fajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chotimah dan Fatchurrohman. 2014. Komplemen Manajemen Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Teras.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2006. Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI.
Djamarah, Bahri Syaiful. 2004. Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam
Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Epstein, Joyce. L.2009. School, Family, and Community Partnerships. California:
Corwin Press.
Grant and Ray. 2010. Home, School and Community Collaboration: Culturally
Responsive Family Involvement. Califonia: SAGE Publications.
Hamdu, Ghullam, and Lisa Agustina. "Pengaruh Motivasi Belajar Siswa terhadap
Prestasi belajar IPA di sekolah dasar." Jurnal penelitian pendidikan Vol: 12.1
(2011): 90-96.
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Quantum Parenting: Kiat Sukses Mengasuh Anak