63
BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahMenurut Undang - Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hal tersebut tidak
perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat (4) dengan tegas
dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada
tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum perseroaan. Dalam perusahaan perseroaan Direksi merupakan
pihak yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur
perusahaan, mengolah maupun untuk melanjutkannya.Setiap jabatan
memiliki tugas dan wewenang. Direksi bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroaan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (persona
standi in judicio) setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan
usaha perseroan.Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya Direksi
menjalankan kepentingan - kepentingan para pemegang saham termasuk
untuk secara terus menerus dan sekuat tenaga mengelola perseroan
dengan baik untuk mencapai tujuan perseroan termaksud dalam
pengurusan ini adalah memberitahu para pemegang saham mengenai
perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi yang diberikan
oleh perseroan tersebut digunakan untuk melakukan pengambilan
keputusan keluar dari perseroan. Pemegang saham adalah pemilik
perusahaan yang dijalankan oleh Direksi.Pemegang saham mayoritas
adalah pemilik perusahaan yang mendominasi saham pada perusahaan
sedangkan pemegang saham minoritas adalah pemilik perusahaan yang
memiliki saham relatife sedikit pada perusahaan.Tanggung jawab
direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang penting,
yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercaya
kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk
kepada kemampuan serta kehati - hatian tindakan direksi (duty of
skill and care). Kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak
secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, semata-mata untuk
kepentingan dan tujuan perseroan, Direksi diberi beban menjalankan
fiduciary duty terhadap perseroan terbatas, dalam artian bahwa
direksi memiliki tanggung jawab terhadap pemegang saham, akan
tetapi Direksi juga dalam menjalankan fungsinya secara umum harus
memperhatikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian Direksi
memiliki tanggung jawab baik terhadap pemegang saham mayoritas
maupun terhadap pemegang saham minoritas sehingga kepentingan
pemegang saham minoritas mendapat perlindungan. Disamping itu juga
direksi mempunyai kewajiban untuk melakukan keterbukaan
(disclosure) terhadap publik (masyarakat) ataupun pihak ketiga,
atas setiap kegiatan perseroaan.Menurut ketentuan Pasal 104 Undang
- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ditentukan
bahwa :1. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas
perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh
persetujuan RUPS, dengan tidak mempengaruhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.2. Dalam hal kepailitan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terjadi kesalahan untuk kelalaian Direksi
dan harta pailit tidak cukup untuk mambayar seluruh kewajiban
Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara
tanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari
harta pailit tersebut.3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berlaku juga bagai anggota Direksi yang salah atau lalai
yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.4. Anggota
Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan : a.
Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.b.
Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan
penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.c. Tidak mempunyai benturan kepentingan
baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang
dilakukan: dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah
terjadinya kepailitan.5. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari
Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak
ketiga.Dalam hal ini perseroan terbuka merupakan perseroan terbatas
yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat - syarat tertentu,
dimana saham - sahamnya dijual kepada publik atau masyarakat
sehingga jual beli sahamnya perlu keterbukaan (disclosure) atas
informasi perusahaan public, sehingga hakim pun mengatur masalah
perusahaan terbuka, termaksud tentang keterbukaan informasi ini
secara sangat detail.Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen
terpenting dalam industry sekuritas (pasar modal). Keterbukaan
bukan saja merupakan kewajiban bagi perusahaan public yang akan dan
telah melakukan penawaran umum tetapi juga merupakan hak investor
dapat dilakukan dan oleh karenanya merupakan kewajiban yang mutlak
harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Melalui keterbukaan yang
diwujudkan dengan dipaparkannya keadaan, peristiwa dan fakta yang
ada dalam perusahaan maka investor dapat mengambil keputusan untuk
melakukan investasi atau efek perusahaan baik untuk membeli,
menjual atau menahan efek tersebut.B. Rumusan MasalahBerdasarkan
uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:1. Bagaimana tanggung jawab
seorang direktur yang telah terbukti lalai dalam pengelolaan
perseroan ?2. Bagaimana tanggung jawab pemegang saham minoritas
dalam melakukan kesalahan pengelolahan perseroan ?
C. Tujuan PenelitianMengacu pada judul dan permasalahan dalam
penelitian dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1.
Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab seorang direktur yang
telah terbukti lalai dalam pengelolaan perseroan.2. Untuk
mengetahui dan memahami tanggung jawab pemegang saham minoritas
dalam melakukan kesalahan pengelolahan perseroan.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil
penelitian ini sebagai berikut:1. Secara teoritis, penelitian ini
diharapkan akan bermanfaat dalam rangka mengembangkan ilmu hukum,
khususnya hukum bisnis termasuk hukum penerus Indonesia.2. Secara
praktik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan
bagi kalangan praktisi hukum dan dunia usaha serta sebagai bahan
kajian bagi akademisi untuk memahami wawasan ilmu pengetahuan
khususnya hukum perusahaan.
BAB IITINJUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum Tentang Perusahaan1.
Pengertian PerusahaanPerusahaan adalah kegiatan usaha yang
dimiliki, dikelola, dan dipimpin oleh seorang yang bertanggung
jawab penuh terhadap semua resiko dan aktivitas pekerjaan (Murti
Sumarai, Jhon Suprianto : 2003). Istilah perusahaan mengacu kepada
badan usaha menjalankan usahanya. Perusahaan adalah tempat
terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor
produksi.2. Segi hukum perusahaanDalam rumus definisi perusahaan,
setiap unsur mengandung segi hukum yang diatur oleh Undang - Undang
segi hukum tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:a. Badan
UsahaSetiap perusahaan mempunyai bentuk hukum yang diakui oleh
Undang-Undang.Bentuk hukum menunjukan legalitas perusahaan sebagai
badan usaha yang menjalankan kegiatan ekonomi. Badan usaha dapat di
bagi dalam beberapa bentuk, yaitu badan usaha yang berbadan hukum (
Perseroan Terbatas, Koperasi, Yayasan, Badan Usaha Milik Negara,
Dan Badan Usaha Milik Daerah) dan badan usaha non badan hukum
(Vennootschap Onder Firma, Commanditaire Vennootschap dan
perseroan). Bentuk hukum itu secara formal termuat dalam akta
pendirian, atau urut izin usaha.b. Kegiatan dalam Bidang Ekonomi
Kegiatan itu harus halal, artinya tidak dilarang oleh
Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak
bertentang dengan kesusilaan. Kegiatan itu tidak dilakukan dengan
cara melawan hukum.c. Terus - menerusKegiatan itu dijalankan
sebagai mata pencaharian bukan sambilan. Dengan demikian kegiatan
itu dijalankan untuk kepentingan jangka waktu yang lama, yang telah
ditetapkan dalam akta pendirian atau surat izin usaha. Legalitas
berjalannya perusahaaan selama jangka waktu yang ditetapkan itu.d.
Terang-terangan Pengakuan dan pembenaran itu dilakukan oleh
pemerintah melalui perbuatan hukum pengesahann anggaran dasar yang
termuat dalam akta pendirian , penertiban surat izin tempat usaha,
dan penertiban sertifikat pendaftaran.
e. Keuntungan dan atau LabaKeuntungan dan atau laba ini harusnya
diperoleh berdasarkan legalitas atau ketentuan Undang - undang,
artinya bukan hasil yang diperoleh secara melawan hukum, misalnya
karena penyelundupan, pemerasan, jasa karyawan, pajak, yang
dibayarkan kepada pemerintah.f. PembuktianSegi hukum bukan pada
bentuk pembukuan melainkan pada kebenaran isi pembukuan dan
kebenaran alat bukti pendukungannya, misalnya kwitansi, nota
penerimaan daftar barang.3. Macam-Macam PerusahaanPerusahaan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan kepemilikan dan
penanaman modal yaitu:a. Berdasarkan Kepemilikan Berdasarkan
kepemilikannya perusahaan yang dapat dibedakan menjadi:1.
Perusahaan Negara, yaitu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh
Negara.2. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang modalnya
dimiliki oleh swasta.
b. Berdasarkan Penanaman ModalBerdasarkan penanaman modalnya,
perusahaan dapat dibedakan menjadi :1. Perusahaan Nasional, yaitu
perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% dari modal dalam negeri yang
ditanam didalamnya dimiliki oleh Negara dana atau swasta nasional.
2. Perusahaan Asing, yaitu perusahaan yang modal dalam negeri yang
dimiliki oleh Negara dana atau swasta nasional yang di tanam
didalamnya besarannya kurang dari 51%.B. Organ-Organ Dalam
Perseroan Terbatas1. Pengertian Organ Perseroan Undang - Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan
Perseroan Terbatas (perseroan) sebagai: Badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal
tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaanya,(Ahmad Yani Dan Gunawan Widjaya, 2000 :7).
Selanjutnya Ahmad Yani Dan Gunawan Widjaya, 2000:7), menyatakan
bahwa dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal
pokok yang dapat dikemukakan disini : 1. Perseroan terbatas
merupakan suatu badan hukum.2. Didirikan berdasarkan perjanjian.3.
Menjalankan usaha tertentu.4. Memiliki modal yang terbagi dalam
saham-saham.5. Memenuhi persyaratan undang-undang.Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak ada satu pasal pun yang
menyatakan perseroan sebagai bahan hukum, tetapi dalam Undang -
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara tegas
dinyatakan dalam Pasal 1 bahwa Perseroan adalah bahan hukum. Ini
berarti perseroan tersebut syarat keilmuan sebagai pendukung
kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri
terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusannya.Sebagai
badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti
yang ditentukan dalam Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, (Ahmad Yani dan Gunawan widjaya, (2000:8)),
menyatakan bahwa, yaitu:a. Organisasi yang teraturMenurut
penjelasan Pasal 1 ayat (2) Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas bahwa organisasi yang teratur ini dapat
dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) Direksi, dan Dewan Komisaris. Keteraturan
organisasi dapat diketahui melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar, Keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan
Direksi dan Peraturan Perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari
waktu ke waktu.b. Harta kekayaan sendiriMenurut penjelasan Pasal 31
ayat (1) dan Pasal 34 ayat(1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas bahwa Harta kekayaan sendiri ini
merupakan modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal
saham, yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk
lain.c. Melakukan hubungan hukuman sendiriSebagian badan hukum,
perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang
diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi dan Komisaris.Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun
di luar pengadilan.Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi
berada dalam pengawasan Dewan Komisaris, yang dalam hal - hal
tertentu membantu direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.
d. Mempunyai tujuan sendiriTujuan tersebut di tentukan dalam
Anggaran Dasar Perseroan.Karena perseroan menjalankan perusahan,
maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau
laba.Menurut pasal 7 ayat (4) Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas bahwa perseroan memperoleh status badan
hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan. Ini berarti secara prinsipnya
pemengang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh
perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak
ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap
kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemengang saham
tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai
saham yang telah diambil bagian olehnya,Perseroan terbatas
mempunyai organ yang disebut organ perseroan, gunanya untuk
mengerakan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan
tujuannya. Organ perseroan tersendiri berdiri dari tiga macam yang
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris.
2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan, memegang segala wewenang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan, serta memegang segala wewenang yang tidak diserahkan
kepada organ perseroaan yang lainnya, misalnya dalam pasal 75 ayat
(2) ditetapkan dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan
Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang
berhubungan dengan mata acara rapat dan tindakan bertentangan
dengan kepentingan Perseroan.Menurut Ahmad Yani dan Gunawan
Widjaya, (2000 : 78) beberapa wewenang ekslusif Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) yang di tetapkan Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas antara lain :a) Penetapan perubahan
anggaran dasar (Pasal 19);b) Penetapan pengurangan modal (Pasal
44);c) Pemeriksa persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (Pasal
69);d) Penetapan penggunaan laba (Pasal 71 dan 73);e) Pengangkatan
dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (Pasal 94, Pasal 105 dan
Pasal 106);f) Penetapan pembubaran perseroan (Pasal 142).3. Direksi
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (5) Undang - Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas direksi adalah Organ yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di
dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar.a. Tugas dan Wewenang DireksiDalam melakukan tugas dan
wewenangnya direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan
kedudukannya diperoleh berdasarkan dua prinsip yaitu pertama
kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya(fiduciary duty) dan
kedua yaitu prinsip duty of skill ang care atau kemampuan dan
kehati-hatian tindakan Direksi. Di dalam Undang - Undang Peseroan
Terbatas, tugas dan wewenang direksi terdapat dalam pasal-pasal
berikut ini : Pasal 92 yaitu antara lain :1. Direksi menjalankan
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.2. Direksi berwenang menjalankan
pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam
Undang - Undang ini dan/atau anggaran dasar.3. Direksi Perseroan
terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.b. Tanggung
Jawab DireksiLebih lanjut tentang tanggung jawab direksi daitur
dalam Pasal 97:1. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).2.
Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan
setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab.3. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah
atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).4. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua)
anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
Direksi.5. Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat
membuktikan:a) kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;b) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;c) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan
kerugian; dand) telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.4. Dewan Komisaris Pengertian
Komisaris menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas
adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan khusus serta memberikan nasehat kepada direksi dalam
menjalankan perseroan.Suatu perseroan organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum atau khusus serta memberikan
nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan adalah dewan
komisaris.Keberadaan dewan komisaris dalam Undang - Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan dengan tegas
sebagai salah satu organ perseroan yang bertugas untuk melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasehat
kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Dengan demikian dewan
komisaris berfungsi sebagai pengawas dan penasehat direksi,
sehingga keberadaannya merupakan suatu keharusan,(Rachmadi
Usman,2004 : 193).
C. Tinjauan Tentang Tanggung Jawab1. Tanggung Jawab Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dalam PerseroanRUPS merupakan organ yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan
dalam pasal 1 butir 4 UUPT yang menyatakan : Rapat umum pemegang
saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala
wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.Akan
tetapi, bila melihat pada bunyi kalimat memegang segala wewenang
yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris, maka apa yang
dimaksud di Pasal 1 butir 3 UUPT tersebut di atas sebenarnya
kekuasaan RUPS adalah tidak mutlak. Artinya kekuasaan yang
tertinggi yang diberikan oleh undang-undang kepada RUPS tidak dapat
melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan
undang-undang dan anggaran dasar kepada Direksi dan Komisaris,
(Agus Budiarto,2002 : 57).Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh
RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi
atau komisaris,dengan demikian dapat di simpulkan pula bahwa
Direksi atau Komisaris mempunyai wewengan yang tidak dapat
dipengaruhi oleh RUPS. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri
tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan Direksi
sebab tindakan Direksi semata-mata adalah untuk kepentingan
perseroan, bukan untuk RUPS.Wewenang RUPS yang tidak dapat
diserahkan kepada orang lain, yang ditetapkan dalam UUPT antara
lain adalah sebagai berikut:1. Penetapan Perubahan anggaran
dasar;2. Penerapan pengurangan modal;3. Pemeriksaan, persetujuan,
dan pengesahan laporan tahunan;4. Penetapan penggunaan laba;5.
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris.
2. Tanggung jawab Direksi Dalam Perseroan Direksi merupakan
badan pengurusan perseroan yang paling tinggi serta berhak dan
berwewenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk atas nama
perseroan, baik didalam maupun di luar pengadilan. Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan jalannya perseroan
untuk serta tujuan perseroan, (Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, 2000
: 97)Dalam hal ini anggota direksi sendiri tidak berwenang mewakili
perseroan apabila:a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara
perseroan dan anggota direksi Yang bersangkutan, ataub. Anggota
direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan perseroan.Setiap anggota direksi wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan. Hal ini membawa konsekuensi hukum
bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi
apabila yang bersangkutan berrsalah atau lalai menjalankan tugasnya
untuk kepentingan dan usaha perseroan, (Gunawan Widjaya,2000 :
21).Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota direksi yang
juga merupakan orang perseroan, yakni : a. Mampu melaksanakan
perbuatan hukum, danb. Tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang
menjadi anggota direksi, atau komisaris yang dinyatakan pailit,
atau yang pernah dihukum karena melaksankan tindak pidana yang
merugikan waktu 5 (lima) tahun, sebelum pengangkatan jangka waktu
lima tahun tersebut dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan
pailit, atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani
hukum. ( I.G. Rai Widjaya, 2000 : 64)Dalam melaksanakan
kepengurusan atas perseroan, direksi tidak hanya bertanggung jawab
terhadap perseroan dan para pemegang perseroan, malainkan juga
terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum, baik langsung maupun
tidak langsung dalam perseroan.Agar direksi sebagai orang
sehari-hari mengurus perseroan dapat mencapai prestasi yang dapat
mencapai prestasi yang besar, maka ia harus diberi tanggung jawab
untuk menyelesaikan tugas tertentu yang diberikan kepadanya. Dalam
melaksanakan tanggung jawab atas perseroan, dalam melakukan
tindakan pengurusan perseroan tersebut direksi harus memperhatiakan
beberapa ketentuan berikut: (Agus Budiarto, 2002 : 67)a. Ultra
viresIstilah Ultra Vires berasal dari bahasa latin, yang berarti di
luar atau melebihi kekuasaan (outside of power), yaitu di luar
kekuasaan yang diizinkan oleh hukum terdapat suatu badan hukum.
Menurut Munir Fuady, (2002 : 110) bahwa Istilah ultra vires
diterapkan dalam arti yang luas, yakni termaksud tidak hanya
kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga
tindakan yang tidak dilarang tetapi melampaui kewenangan yang
diberikan. Munir Fuady, (2002 : 124-125) menyatakan bahwa jika
dilihat dari kewenangan umum perseroan sebagai kriterianya, makan
kewenangan umum tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:a)
Kewenangan yang melekat (inherent Authority) pada Perseroan
Kewenangan yang melekat (inherent Authority) pada perseroan adalah
kewenangan yang pada setiap perseroan terlepas apapun jenis atau
bisnis dari perseroan tersebut, misalnya:(1) Menggugat dan digugat
di pengadilan atau di badan -badan pemutus lainnya;(2) Melakukan
bisnisnya di dalam atau diluar negeri;(3) Memiliki legalitas produk
perseroan, seperti corporate seal, stempel, name, merek, logo, dan
sebagainnya;(4) Membuat kontrak, pinjam meminjam uang, atau
pemberian garansi terhadap pihak lain;(5) Melakukan atau menerima
peralihan hak, atau menjaminkan aset - aset perseroan;(6) Menjadi
patner/manajer atau memegang saham dalam partnership atau
perusahaan lain.(7) Mengatur dan meruah anggaran dasar atau
peraturan perusahaan dalam hal menata masalah internal
perseroan;(8) Memeberikan derma dengan alasan kemanusiaan;(9)
Mengangkat pegawai dan agen, menentukan ruang lingkup tugas,
memberikan gaji dan konpensasi kepadanya, menyiapkan dana
pensiun,dan lain-lain.b) Kewenangan yang tersurat( express
authority)Kewenangan yang tersurat adalah kewenangan dari perseroan
dimana kewenangan tersebut disebut bahkan sering diperinci dengan
tegas dalam anggaran dasar dari perseroan tersebut. Terhadap model
yang terperinci dalam anggaran dasarnya, maka kewenangan yang
tersurat tersebut akan berbeda - beda menurut model bisnis yang
dilakukan oleh perseroan tersebut. c) Kewenangan yang tersirat (
implied power )Adapun yang merupakan kewenangan yang tersirat
(implied power) atau yang disebut juga dengan incidental power
adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut harus
dianggup penting atau layak ada dalam menjalankan bisnis atau
merealisasi tujuan atau kewenangan yang tersurat dalam anggaran
dasar atau perundang - undangan yang berlaku.b. Fiduciary
dutyIstilah Fiduciary Duty berasal dari 2 (dua) kata, yaitu
Fiduciary, dan Duty. Istilah duty banyak dipakai dimana -mana yang
berarti tugas sedangkan istilah fiduciary (bahasa inggris) berasal
dari bahasa latin fiduciaries dengan akar kata fiducia yang berarti
kepercayaan (trust) atau dengan kata kerja fidere yang berarti
mempercayai (to trust). Sehingga dengan istilah fiduciary diartikan
sebagai memegang sesuatu dalam kepercayaan atau seseorang yang
memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang
lain.dengan demikian, dalam bahasa inggris, orang yang memegang
sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut
disebut dengan istilah trustee sementara pihak yang dipegang untuk
kepentingan tersebut disebut dengan istilah beneficiary. Perlu
diketahui bahwa asal mulanya trust (sehingga menerbitkan hubungan
fiduciary dan fiduciary duty sebagai suatu pranata hukum adalah
dari Inggris yang berlaku sistem hukum common law. Kriteria tugas
direksi perseroan dapat dibeda - bedakan sebagai berikut :
a) Fiduciary dutyDalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang
tertib dari suatu hubungan fiduciary antara direksi dengan
perusahaan yang dipimpinnya yang menyebabkan direksi berkedudukan
sebagai trustee dalam pengertian hukum trust.Maka seseorang direksi
haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty care and skill)
itikad baik loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan
derajat yang tinggi (high degree).b) Tugas mempedulikan(duty of
care)Tugas mempedulikan (duty of care) yang diharapkan dari direksi
adalah duty of care sebagai mana dimaksud dalam hukum tentang
perbuatan melawan dalam hukum (onrechtmatige daad) dalam arti
direksi di harapkan untuk berbuat hati - hati sehingga terhindar
dari perbuatan kelalaian (negligence) yang merugikan pihak lain.3.
Tanggung jawab Dewan Komisaris Dalam PerseroanBerdasarkan Undang -
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 108
ayat (1) bahwa Dewan Komisaris melakukan pengasawaan atas kebijakan
pengurus, jalanya pengurusan pada pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
Perseroan maupu usaha Perseroan, dan memberikan nasihat kepada
Direksi. Dalam pasal 108 ayat (2) UUPT Pengawasan dan pemberian
nasehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan.Dewan Komisaris tidak boleh memberikan nasihat yang
bertentangan dengan kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud
dengan tujuan Perseroan. Dewan Komisaris tidak dapat mengawasi dan
memberikan nasehat berkenan dengan perilaku anggota Direksi yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya sebagai anggota Direksi,
kecuali apabila perilaku tersebut dapat merugikan kepentingan
Perseroan, termaksud menyangkut nama baik perseroan. Berdasarkan
Pasal 108 ayat (4) UUPT Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih
dari 1 (satu) orang merupakan majelis dan setiap anggota dewan
komisaris tidak dapat bertindak sendiri -sendiri, melainkan
berdasarkan keputusan dewan komisaris. Berarti, komisaris utama
tidak dapat mengambil keputusan sendiri.Komisaris utama sekedar
merupakan koordinator dewan komisaris karena UUTP tidak menentukan
harus di tetapkan pembagian tugas dan wewenang di antara anggota
komisaris dan berkenan dengan pasal 108 ayat (4) UUPT, maka semua
keputusan dewan komisaris harus diambil secara kolektif.Tugas
melakukan pengawasan oleh dewan komisaris meliputi segala hal (
tanpa batas dan tanpa syarat) yang terkait dengan kebijakan
pengurusan oleh direksi, jalannya pengurusan oleh direksi, jalannya
pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, baik mengenai Perseroan
maupun usaha Perseroan. (Sutan Remy Sjahdeini, 2002 : 3).Dengan
demikian, segala kebijakan (policy) yang diambil oleh Direksi
menjadi ruang lingkup tugas pengawasan dewan komisaris. Di dalam
prakteknya, terutama tetapi tidak terbatas kepada hal-hal yang
berkaitan dengan Rencana Kerja & Anggaran Perseroan dan
pelaksanaanya. Jalannya pengurusan pada umumnya juga menjadi ruang
lingkup tugas pengawasan dewan komisaris.Yang dimaksud dengan pada
umumnya adalah bukan teknis pelaksanaan.4. Saham dalam Perseroan
Kamus KUHD memberikan pengertian saham sebagai suatu bagain atau
porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa
orang yang mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan
seseorang anggota yang tidak dapat dipisahkan dari
keseluruhan.Sementara yang dimaksud dengan saham suatu perseroan
adalah suatu bagian proporsional dari hak - hak tertentu dalam
manajemen dan ptofit dari suatu perseroan selama perseroan tersebut
masih eksis, dan juga dari asetnya ketika perseroan dibubarkan.
Saham atau stock, dalam Ensiklopedia (Ekonomi, Keuangan dan
Perdagangan) diartikan sebagai bagian dalam pemilikan suatu
perseroan, modal yang ditanam dalam suatu perseroan, seperti yang
diwakili oleh again-again modal itu yang dimiliki oleh individu
masing - masing dalam bentuk sertifika-sertifikat saham. Suatu
perseroan dapat mengeluarkan atau mengedarkan beberapa jenis
klasifikasi stock, dengan bermacam-macam privilesa, hak - hak, dan
tanggung jawab, ( Munir Fuady, 2000 : 23).Berdasarkan Undang -
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
terkandung beberapa asas terhadap saham dari suatu perseroan
yaitu:a. Asas hak kebendaan Saham merupakan benda bergerak dan
memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya sebagaimana diatur
dalam Pasal 60 UUTP.Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak
memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya yang dapat
dipertahankan terhadap setiap orang. oleh karena saham merupakan
hak kebendaan, maka saham dapat dialihkan dan juga dapat
digadaikan.
b. Asas keharusan nilai nominalAsas ini mengharuskan setiap
saham harus mempunyai nilai nominal.Permodalan perusahaan juga
dihitung berdasarkan nilai nominal tersebut.Ditentukan juga bahwa
nilai nominal haruslah ditentukan dalam mata uang rupiah.c. Asas
tidak dapat dibagi Pasal 52 ayat (4) Undang - Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menenukan bahwa setiap saham
memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat di bagi. Akan
tetapi dalam pasal 54 ayat (1) Undang -Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUTP) menentukan pengecualian bahwa
nilai nominal saham dapat dipecahkan dan harus ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.d. Asas pembatasan peralihan sahamUndang - Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUTP)
memperkenalkan anggaran dasar untuk membatasi peralihan hak atas
saham sebagiamna ditentukan dalam pasal 57.Sebagai kekuasaan
tertinggi, kekuasaan RUSP juga merupakan kekusaan yang bersifat
residu. Maksudnya apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk kedalam
wewenang direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut
merupakan kewenaangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas
pula disebut merupakan kewenangan RUSP, maka kewenangan tersebut
menjadi kewenangan RUPS sebagai kekuasaan tertinggi.Disamping itu,
quorum, voting dan prosedur RUSP juga bersifat variatif. Untuk
quorum, ada yang sampai tiga perempat, dua pertiga, setengah tambah
satu atau sepertiga dari saham yang terwakili, atau bahkan lebih
kecil lagi yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri,
sementara yang merupakan voting, terdapat angka-angka dimulai dari
100% (musyawarah), tiga perempat (3/4), dua pertiga ( 2/3), sampai
dengan setengah tambah satu dari jumlah saham yang hadir.Yang
dimaksud dengan saham atas nama adalah saham yang mencantumkan nama
pemegang saham atau pemiliknya, sehingga peralihan saham atas
tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau
pemiliknya.Saham atas tunjuk adalah saham dengan nama setiap
pemegang saham tersebut secara fisik dianggap seagai pemiliknya,
sehingga peralihan saham atas tujuk kepada pihak lain cukup hanya
dilakukan dengan menyerahkan fisik surat saham tersebut. Saham atas
nama pemegang saham. Cara pengalihan saham atas nama dilakukan
dengan akta pemindahan, akta pemindahan hak mana salinanya harus
disampaikan secara tertulis kepada perseroan.Pembedaan atas saham
atas tujuk dengan saham atas nama membawa konsekuensi yuridis
sebagai berikut :1. Saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan
apabila nilai nominal saham atas nilai yang diperjanjian disetor
penuh (Pasal 42 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas ).2. Pemindahan saham atas tujuk dilakukan
dengan cara penyerahan surat saham tersebut, sementara penyerahan
saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Di samping
itu, pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal
tunduk kepada hukum tentang pasar modal (pasal 56 ayat (5) UUTP),
(Munir Fuady, 2000 : 26 -27).Setiap saham memberikan hak yang tidak
dapat dibagi kepada pemiliknya. Para pemegang saham tidak
diperkenankan membagi hak atas saham menurut kehendaknya sendiri.
Dalam hal ini satu saham dimiliki oleh lebih dari satu orang
sebagai wakil bersama. Pembagian hak atas saham hanya dapat
dilakukian dengan bantuan perseroan yang dapatt menentukan pecehan
nilai normal dalam Anggaran Dasar. Saham, berdasarkan Undang -
Undang dipandang sebagai benda bergerak. Sebagaimana hal bergerak
lainnya, saham memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya yang
dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Pemegang saham dapat
melakukan apa saja yang dikehendakinya, bisa dijual, menggadaikan
sebagai jaminan pinjaman ataupun mengalihkan.Sebagai subjek hukum,
pemegang saham mempunyai hak dan kewajiban baik terhadap perseroan,
begitu pula terhadap pemegang saham lainnya. Sebagai subjek hukum
pemegang saham mempunyai hak perseorangan atau personal right, yang
dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan haknya. Ia
berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga
yang wajar.Kategori saham dalam hal ini pemegang saham minoritas
terdapat dalam Pasal 60, 61, 62, 79, 80, 81, 97 ayat (6), 114 ayat
(6), 138 ayat (3), dan Pasal 144 ayat (1) Undang -Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pemegang saham minoritas
memiliki saham paling sedikit dalam suatu PT. Sedangkan pemegang
saham mayoritas kepemilikan saham lebih banyak atau diatas saham
paling sedikit dalam perseroan terbatas.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Lokasi PenelitianDalam rangka menghimpun data informasi,
penulis memilih lokasi penelitian di PT. Karya Agung Cemerlang tbk.
(Cabang Kendari).
B. Jenis dan Sumber DataAdapun jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Data primer yakni data
yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dari pihak PT.
Karya Cemerlang Agung tbk (Cabang Kendari)2. Data sekunder, yaitu
bahan perpustakaan yang berisikan informasi tentang bahan primer
yang berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan
hukum tentang perseroan terbatas khususnya mengenai tanggung jawab
direktur.Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :1. Sumber data primerYaitu sumber data yang
diperoleh secara langsung dari responden atau informan dilapangan
(field research).
2. Sumber data sekunderBerasal dari pendapat para ahli, dokumen
- dokumen tulisan - tulisan dalam buku ilmiah serta sumber - sumber
lainnya yang terkait dengan materi yang dibahas (library
research).
C. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang digunakan
oleh penulis untuk memperoleh data dan informasi adalah dengan
wawancara secara langsung dengan pihak yang berwenang pada PT.
Karya Cemerlang Agung tbk (Cabang Kendari).
D. Analisis DataData yang diperoleh, baik data primer maupun
data sekunder akan dianalisis secara kualitatif dan disajikan
secara deskriptif yaitu dengan menggambarkan, menguraikan dan
menjelaskan hal - hal yang sesuai dengan permasalahan yang erat
kaitannya dengan penelitian ini.
E. Waktu PenelitianWaktu penelitiian yang di targetkan oleh
penulis dilakukan dari bulan Juni sampai selesai dengan rincian
sebagai berikut :1. Juni sampai Juli penelitian perpustakaan2.
Agustus sampai September penelitian lapangan dan pengelolaan
data.
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Tanggung Jawab Seorang
Direktur Yang Telah Terbukti Lalai Dalam Pengelolaan PerseroanPada
dasarnya direksi bertanggung jawab secara pribadi tidak hanya
terhadap tindakan yang dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai
pribadi, tetapi juga dalam hal - hal tertentu, terhadap perbuatan
yang dilakukannya dalam kedudukannya sebagai direktur perusahaan.
Bahkan dalam kedudukannya sebagai direktur, dalam hal-hal tertentu
direktur bertanggung jawab tidak hanya atas tindakan yang dilakukan
sendiri melainkan juga tindakan direktur lainnya, bahkan sebagai
batas - batas tertentu direktur bertanggung jawab juga atas
tindakan orang lain yang bukan direktur yang dilakukan untuk dan
atas nama perseroan.1. Daty of LoyalityDireksi adalah trustee bagi
perseroan yang akan bertindak mewakili perseroan dalam segala macam
tindakan hukumnya dilakukan dengan itikad baik untuk mencapai
tujuan dan kepentingan perseroan (daty of loyality and good faith).
Tugas dan tanggungjawab ini merupakan tugas dan tanggung jawab
direksi sebagai suatu organ, yang merupakan tanggung jawab kolegial
sesama anggota direksi terhadap perseroan. Direksi tidak sendiri
-sendri bertanggung jawab kepada perseroan. Ini berarti setiap
tindakan yang di ambil atau yang dilakukan oleh salah satu atau
lebih anggota Direksi akan mengikat anggota direksi lainnya. Namun
ini tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian tugas di
antara anggota direksi perseroan, demi pengurusan perseroan yang
efisien.2. Daty of CareTugas mempedulikan (daty of care) yang
diharapkan dari Direksi adalah daty of care sebagaimana yang
dimaksud dalam hukum tentang perbuatan yang melawan hukum
(onrechtmatige daad), dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat
secara hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian
(negligence) yang merugikan pihak lain, (Munir fuady, 2002 :
510).Dalam teori ilmu hukum perseroan, prinsip kepedulian (due
care) dari direksi terhadap perseroan memiliki (2) persyaratan
sebagai berikut:a) Syarat ProceduralSyarat procedural yang di
persyaratkan oleh hukum kepada direksi dari suatu perseroan adalah
bahwa seorang direksi haruslah selalu menaruh perhatian dengan
sungguh-sungguh kepada jalannya perseroan. Di samping itu, dia juga
harus selalu mendapatkan informasi yang lengkap (will informed)
terhadap perseroannya.
b) Syarat SubstantiveSyarat substantif yang terbit dari prinsip
kepedulian (due care) terhadap seorang direktur perusahaan adalah
bahwa dalam mengambil keputusan perseroan, pihak direktur haruslah
dilakukannya berdasarkan pertimbangan yang rasional.Akan tetapi,
standar rasional tersebut tidak berarti bahwa direksi harus
mengambil keputusan yang benar-benar optimal. Yang dibutuhkan bahwa
munculnya (appearance) dari keputusan tersebut dilihat sebagai
respon yang wajar tehadap situasi yang ada, yang oleh hukum
dilarang adalah manakala pihak direksi bertindak begitu sangat
bijaksana, sangat tidak rasional, dan diluar direksi - direksi yang
dibenarkan oleh hukum.Direksi dianggap telah memenuhi kewajibannya
menjalankan prinsip duty of care apabila telah memenuhi persyaratan
sebagai berikut:1) Membuat keputusan bisnis yang tidak ada unsur
kepentingan pribadi, berdasarkan informasi yang mereka percaya
didasari oleh keadaan yang tepat,dan2) Secara rasional mempercayai
bahwa keputusan bisnis tersebut dibuat untuk kepentingan terbaik
bagi perusahaan.
Salah satu tolak ukur memutuskan apakah suatu kerugian
disebabkan oleh keputusan bisnis (business judgement) tidak tepat
sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care
adalah:1) Memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan
dan percaya bahwa informasi tersebut benar;2) Tidak memiliki
kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik;3)
Memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang
diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.3. Ultra ViresIstilah
ultra vires diterapkan dalam arti luar, yakni termasuk tidak hanya
kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga
tindakan yang tidak dilarang, tetapi melampaui kewenangan yang
diberikan. Ultra vires juga tidak hanya diterapkan jika perseroan
melekukan tindakan yang sebenarnya bukan kewenangannya, melainkan
juga terhadap tindakan yang ia berwenang tetapi dilaksanakan secara
tidak teratur (irregular). Bahkan lebih jauh lagi suatu tindakan di
golongkan sebagai suatu ultra vires bukan hanya jika tindakannya
itu melampaui kewenangannya yang tersurat maupun tersirat (dalam
anggaran dasar), tetapi juga tindakannya itu bertentangan dengan
peraturan yang berlaku atau yang bertentangan dengan ketertiban
umum, (Munir Fuady, 2002 : 110-111).Pada umumnya suatu perbuatan
dikatakan ultra vires apabila dilakukan tanpa wewenang (authority)
untuk melakukan perbuatan tersebut. Bagi perseroan perbuatan
tersebut adalah ultra vires bila dilakukan diluar/melampaui
wewenang direksi atau perseroan sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar dan hukum perusahaan. Suatu kontrak yang dibuat oleh
perseroan dan melampaui batas wewenangnya adalah tidak sah
(unlawful), (Chatamarrsjid Ais, 2000 : 40).Mengenai ultra vires ini
I.G. Rai Widjaya, (2002 : 227), menyenangkan: Disebut ultra vires
apabila tindakan yang dilakukan berada di luar kapasitas (capacity)
perusahaan, yang dinyatakan dalam maksud dan tujuan perusahaan yang
tercantum dalam anggaran dasar. Sedangkan Gunawan Widjaya, (2004 :
22), mengatakan bahwa :Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah
perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat
perseroan. Dalam hal ini ada dua hal yang berhubungan dengan
tindakan ultra vires perseroan yaitu :1. Tindakan yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku sera anggaran dasar
perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan
perseroan.2. Tindakan dari direksi perseroan di luar kewenangan
yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku,
termasuk anggaran dasar perseroan.Prinsip - prinsip ultra vires ini
sangat penting untuk dapat mengukur suatu perbuatan hukum pera
pengurus perseroan, apakah perbuaannya sesuai dengan kewenangan
bertindak sebagaimana diatur dalam anggaran dasar atau tidak.Jika
perbuatan tersebut melampaui kewenangan yang diberikan oleh
anggaran dasar, maka pengurus perseroan tersebut harus bertanggung
jawab sampai harta pribadinya dan bertanggung jawab pada dirinya
sendiri, baik pidana maupun perdata.Sampai seberapa jauh suatu
perbuatan dapat dikatakan telah menyimpang dati maksud dan tujuan
perseroan sehingga dapat dikategorikan sebagai perbuatan ultra
vires, harus dapat di lihat dari kebiasaan atau kelaziman yang
terjadi dalam praktik dunia usaha.4. Busines Judgement RuleSelain
doktrin duty of care, di Amerika Serikat juga dianut doktrin lain
yang disebut Business Judgement Rule. Berdasarkan prinsip fiduciafy
duty, maka sebagai organ perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
sebagaimana maksud dan tujuan perseroan,direksi tentu diharapkan
kepada risiko bisnis. Risiko itu terkadang berada di luar kemampuan
maksimal direksi.Oleh kerena itu, untuk melindungi ketidakmampuan
yang disebabkan oleh adanya keterbatasan manusia, maka direksi
dilindungi oleh doctrine business judgements rule.Menurut Gunawan
Widjaya, (2004 : 37) mengatakan Konsep Business judgements rule
mencegah pengadilan -pengadilan mempertanyakan pengambilan
keputusan usaha oleh direksi yang diambil dengan itikad baik tanpa
kepentingan pribadi dan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan
bahwa mereka telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan
perseroan.Menurut Sutan Remi Syahdeni, (2002 : 129), menyatakan
bahwa dalam doktrin putusan bisnis (business judgement rule) ini
merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan
direksi mengenai aktifitas perseroan tidak boleh diganggu gugat
oleh siapapun, meskipun putusan tersebut kemudian ternyata salah
atau merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut memenuhi
syarat sebagai berikut :a. Putusan sesuai hukum yang berlaku;b.
Dilakukan dengan itikad baik;c. Dilakukan dengan tujuan yang benar
(proper purpose);d. Putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang
rasional (rational basis);e. Dilakukan dengan kehati-hatian (due
care) seperti yang dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada
posisi yang serupa;f. Dilakukan dengan cara yang secara layak
dipercayanya (reasonable belief) sebagai yang terbaik (best
interest) bagi perseroan.Dengan demikian, berbeda (tetapi tidak
bertentangan) dengan doktrin - doktrin lain yang lebih memberatkan
direksi, seperti doktrin fiduciaty duty, due care, skill and
prudence, gugatan derivatif, piercing the corporate veil, ultra
vires dan sebagainya. Dengan demikian doktrin business judgement
rule ini lebih memihak kepada direksi, tetapi masih dalam koridor
hukum perseroan yang umum bahwa pengadilan dapat melakukan
penilaian (scrutiny) terhadap setiap putusan dari direksi, termasuk
putusan bisnis yang sudah disetujui oleh rapat umum pemegang saham,
sepanjang untuk memutuskan apakah putusan tersebut sesuai dengan
hukum yang berlaku atau tidak.Diberlakukanya doktrin ini karena
diantara semua pihak dalam perseroan, sesuai dengan kedudukannya
selaku Direksi, maka pihak direksilah yang paling berwenang dan
paling profesional untuk memutuskan apa yang terbaik dilakukan
untuk perseroannya, sementara jika putusan bisnis dari direksi
terjadi kerugian bagi perseroan, sampai batas - batas tertentu
masih dapat ditoleransi mengingat tidak semua bisnis mendapat
untung. Dengan perkataan lain, perseroan juga harus menanggung
resiko bisnis, termasuk resiko kerugian. Karena itu, direksi tidak
dapat diminta tanggung jawabnya hanya karena alasan dalam
memutuskan (mere error judgement) atau hanya karena alasan kerugian
perseroan. Direksi tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya hanya
karena adanya tindakan yang termasuk dalam kategori miscalculation
atau mismanagement, (Munir Fuady, 2002:198-199).Perlindungan
Business Judgement Rule dikatakan tidak berlaku bagi anggota
Direksi perseroan, jika dalam transaksi yang dilakukan oleh
Direksi, diketahui bahwa direksi tersebut telah berupaya untuk
mendapatkan kepentingan pribadinya, atau telah terdorong untuk
membuat syarat-syarat transaksi yang dilakukannya demi kepentingan
pribadinya. Dengan demikian jadgement yang di ambilnya itu tidak
dapat dikatakan sebagai diskretionaty exercise of power on behalf
of the corporation yang merupakan tindakan yang mengandung
kecurangan (fraud), dan benturan kepentingan (conflict of
interest).Terhadap pelanggaran berikutnya Business Judgement Rule,
dalam hal terdapat perbuatan yang melanggar hukum (illegality
exeptions), maka shareholders derivative suits can be a useful
supplement to the enforcement activities of public prosecutors and
regulatory agencies. Dari penjelasan yang diberikan tersebut
sepintas tampak bahwa doktrin Business Judgement Rule menyisihkan
kekuatan berlakunya doctrine of care, dimana praktis semua
pengadilan di Amerika Serikat sepakat bahwa anggota Direksi tidak
harus bertanggung jawab atas kerugian perseroan, apabila anggota
direksi dalam mengambil suatu pertimbangan (judgement) diketahui
telah melakukannya dengan itikad baik. Namun kebanyakan pengadilan
juga berpendapat bahwa tidak seharusnya anggota Direksi itu tidak
sembrono (act negligently) atau melakukan kelalaian yang berat (act
in a grossly negligently way). Bila halnya demikian, maka anggota
Direksi yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas kerugian
perseroan yang telah ditimbulkannya.B. Tanggung Jawab Pemegang
Saham Minoritas Dalam Melakukan Kesalahan Pengelolahan Perseroan1.
Tugas dan Tanggung jawab Direksi Menurut Undang - Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan TerbatasTugas dan tanggung jawab
Direksi kepada Perseroan dan pemegang saham Perseroan telah dimulai
sejak Perseroan memperoleh status badan hukum, sebagaimana
ditentukan dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) : Perseroan memperoleh
status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum perseroan sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT. Perseroan didirikan dengan akta
notaris, dimana akta pendirian ini memuat anggaran dasar dan
keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan.Untuk
memperoleh keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
perseroan, para pendiri mengajukan permohonan melalui jasa
teknologi informasi system administrasi badan hukum secara
elektronik kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.Dalam hal
sendiri tidak mengajukan sendiri permohonan pengesehan badan hukum
perseroan, pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 ayat (3) UUPT. Apabila semua
persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat
belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan
hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik.Berdasarkan
ketentuan Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Pasal 21 ayat (2) bahwa apabila terjadi perubahan anggaran
dasar, maka perubahan tersebut ditetapkan oleh RUPS. Acara
perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam
panggilan RUPS. Perubahan anggaran dasar tentu harus mendapat
persetujuan Menteri Hukum dan HAM, yang meliputi :a. Nama Perseroan
dan/atau tempat kedudukan perseroan;b. Maksud dan tujuan sera
kegiatan usaha Perseroan;c. Besarnya modal dasar;d. Pengurangan
modal ditempatkan dan disetor; dan/ataue. Status Perseroan yang
tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.Perubahan
anggaran dasar diatas dimuat dan dinyatakan dalam akta noaris dan
cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM. Perubahan
anggaran dasar mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan
Menteri mengenai persetujuan anggaran dasar.Sesuai ketentuan Pasal
24 ayat (1) UUPT, perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya
telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan
ketentuan perundang -undangan dibidang pasar modal, wajib mengubah
anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Passal 21 ayat (2)
huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
terpenuhinya ktiteria tersebut. Direksi perseroan yang dimaksud
Pasal 24 ayat (2) UUPT tersebut, wajib mengajukan pernyataan
pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dibidang pasar modal.Menurut ketentuan Undang - Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas Pasal 30 ayat (1) bahwa
daftar perseroan diselenggarakan oleh Menteri, yang mengumumkan
dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia :a. Akta
pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri tentang perolehan
status badan hukum perseroan;b. Akta perubahan anggaran dasar
perseroan beserta Keputusan Menteri;c. Akta perubahan anggaran
dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.Pengumuman
dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dilakukan oleh
Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak diterbitkannya Keputusan Menteri tentang status badan hukum
perseroan dan perubahan anggaran dasar atau sejak diterimanya
pemberitahuan mengenai perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan
Pasal 30 ayat (2).(a) Daftar pemegang saham perseroan yang
berisikan keterangan mengenai kepemilikan saham dalam perseroan
oleh para pemegang saham.Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas bahwa daftar pemegang saham
memuat segala macam informasi yang ada mengenai kepemilikan saham
dalam perseroan, pengalihan hak maupun penjaminan yang mungkin
diberikan atas saham - saham tersebut. Daftar pemegang saham memuat
sekurang -kurangnya :
(1) Nama dan alamat pemegang saham;(2) Jumlah, nomor, tanggal
perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya
dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;(3) Jumlah
yang disetor atas setiap saham;(4) Nama dan alamat dari orang
perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham
atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan
hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;(5)
Keterangan perseroan dalam bentuk lain.Daftar tersebut harus
dipelihara oleh direksi dan menjadi dasar pemanggilan terhadap
pemegang saham perseroan, termasuk untuk menentukan status
kepemilikan , penguasaan, dan hak-hak yang melekat pada diri
pemegang saham tersebut, tetapi tidak terbatas pada hak untuk hadir
dan bersuara dalam rapat, hak untuk menerima deviden dan hak - hak
lainnya yang diberikan oleh undang-undang Perseroan Terbatas kepada
pemegang saham, maupun dalam pengalihan dan penjaminan saham
tersebut, dengan memperhatikan kepentingan pihak ketiga, (Ahmad
Yani dan Gunawan Widjaya, 2000 : 106).(b) Daftar khusus yang memuat
keterangan mengenai kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris
perseroan beserta keluarganya atas setiap saham yang dimiliki oleh
mereka dalam perseroan maupun pada perseroan - perseroan terbatas
lainya (Pasal 50 ayat (2) UUPT).Untuk meningkatkan kualitas organ -
organ perseroan dalam melaksanakan fungsinya secara baik, Pasal 50
ayat (2) UU perseroan terbatas mewajibkan perseroan untuk
menyelenggarakan suatu daftar khusus pemegang saham yang memuat
keterangan mengenai kepemilikan saham dari anggota direksi dan atau
komisaris perseroan beserta keluarganya pada perseroan tersebut
dengan tujuan untuk memperkecil pertentangan kepentingan yang
memungkinkan terbit dalam rangka kepemilikan saham tersebut. Dalam
daftar pemegang saham dan daftar khusus tersebut dicatat juga
setiap perubahan kepemilikan saham.(c) Risalah Rapat Umum Pemegang
Saham dan Risalah Rapat Direksi Perseroan.Direksi melakukan
kepengurusan atas Perseroan Terbatas, dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan tersebut, unuk kepentingan dan dalam mencapai
tujuan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam
melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan tersebut, direksi
tidak hanya beranggung jawab atas perseroan dan para pemegang saham
perseroan, melainkan juga terhadap setiap pihak (ketiga) yang
berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dengan
perseroan, (Ahmad Yani Gunawan Widjaya, 2000 : 114-115).2.
Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Oleh Undang-UndangPada
dasarnya, pemegang saham berhak mempertahankan haknya sehubungan
dengan saham yang dimilikinya dengan cara menggugat segala tindakan
perseroan yang merugikan kepentingannya dalam perseroan yang
bersangkutan. Tindakan perseroan tersebut dapat berupa tindakan
RUPS, komisaris dan/atau direksi sesuai ketentuan Pasal 61 ayat (1)
UUPT.Perlu diperhatikan bahwa perseroan didirikan dan dijalankan
atas dasar Anggaran Dasar yang dibuat diantara para pemegang saham,
sehingga segala hak dan kewajibannya pun harus dituangkan sejelas
mungkin di dalam Anggaran Dasar tersebut, yang dapat dikatakan
sebagai perjanjian diantara mereka. Oleh karena di anggap sebagai
perjanjian, maka Anggaran Dasar harus runduk pada UUPT, Undang -
Undang dan peraturan lain yang terkait dengan hak dan kewajiban
pemegang saham.Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui
saham adalah terciptanya struktur pemegang saham mayoritas dan
minoritas. Pada dasarnya masing-masing mempunyai hak yang sama.
Terutama terhadap hak suara, yaitu 1 (satu) saham adalah 1 (satu)
suara.Ketentuan tambahan terhadap hak suara dapat diatur secara
tegas sehubungan dengan klasifikasi saham. Dengan mekanisme
pemilikan yang demikian, pemegang saham mayoritas menjadi pihak
yang diuntungkan dengan sendirinya. Semakin banyak saham yang
dimilikinya, maka dapat berkuasa ia dalah menentukan keputusan
mengenai keberadaan dan jalannya suatu perseroan terbatas.Salah
satu ketentuan yang cukup penting adalah pemberian hak kepada
pemegang saham minoritas yang mewakili sekurang-kurangnya 1/10
(satu per sepuluh) saham perseroan yang telah dikeluarkan untuk
melakukan tindakan - tindakan berikut, (Gunawan Widjaya, 2004 :
79-80):1. Meminta diselenggarakannya RUPS (Pasal 79 ayat (2)
UUPT);2. Meminta diadakannya pemeriksaan terhadap perseroan,dalam
hal terdapat dugaan bahwa perseroan, anggota direksi atau komisaris
perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga (Pasal 138 ayat (3)
UUPT);3. Memohon pembubaran perseroan (Pasal 144 ayat (1) UUPT);4.
Mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota
direksi yang kena kesalahan atau kelalaiannya menerbitkan kerugian
terhadap perseroan (Pasal 97 ayat (6) UUPT);5. Mewakili perseroan
untuk mengajukan gugatan terhadap komisaris perseroan yang karena
kesalahan atau kelalaiannya menerbitkan kerugian terhadap perseroan
(Pasal 114 ayat (6) UUPT);Pemegang saham minoritas pada umumnya
tidak dapat mempergunakan mekanisme RUPS dalam mempertahankan
hak-haknya.Hal ini terutama disebabkan sering kali pemegang saham
mayoritas identik dengan direksi, baik secara fisik maupun
kepentingannya.Jadi, tidaklah mudah bagi pemegang saham minoritas
untuk memenangkan tuntutannya melalui mekanisme RUPS,
(Chatamarrasjid Ais, 2000 : 26).1. Hak PeroranganHak perseorangan
adalah hak yang dimiliki oleh pemegang saham (minoritas) untuk
menuntut perseroan apabila pemegang saham tersebut dirugikan akibat
tindakan/perbuatan perseroan.Dengan demikian, pemegang saham
minoritas dapat bertindak atas namanya sendiri untuk membela
kepentingannya bila ada tindakan perseroan yang merugikan pemegang
saham tersebut, (Chatamarrasjid Ais, 2004 : 27).Pemegang saham
memiliki hak kebendaan, jelas terlihat dalam ketentuan Pasal 52
ayat (1) UU perseroan terbatas yang menentukan bahwa Saham
memberikan hak kepada pemiliknya untuk :a. Menghadiri dan
mengeluarkan suara dalam RUPS;b. Menerima pembayaran deviden dan
sisa kekayaan hasil likuidasi;c. Menjalankan hak lainnya
berdasarkan UUPT.Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang
saham.Ada kemungkinan hal tersebut merugikan perseroan secara
keseluruhan, tetapi juga mungkin merugikan pribadi pemegang saham
dapat menuntut atas dirinya sendiri dan atau beserta pemegang saham
lain, kecuali pemegang saham yang dituntut atau digugat.Pada
prinsipnya pada saat perseroan terbatas disahkan menjadi badan
hukum, pada saat itu pula perseroan terbatas telah sempurna menjadi
subjek hukum tersendiri yang terlepas dari pemegang sahamnya.
Selanjutnya hubungan antara pemegang saham dan perseroan terbatas
lebih didasarkan pada hubungan perikatan yang bersumber pada hak
dan kewajiban yang diatur dalam UU perseroan terbatas dan yang
diperjanjikan sebagaimana ditatapkan dalam anggaran dasar. Disini
terlihat bahwa kepemilikan atas saham juaga memberikan hak
perseorangan kepada pemegang saham, artinya pemegang saham dapat
menuntut pelaksanaan haknya terhadap perseroan terbatas, dalam hal
haknya sebagaimana dijamin dalam UU perseroan terbatas dan anggaran
dasar dilanggar, sehingga menimbulkan kerugian sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 61 ayat (1) UU perseroan terbatas bersumber
pada keputusan RUPS, atau keputusan direksi atau komisaris sebagai
organ perseroan dianggap merugikan pemegang saham (minoritas)
karena dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar.Di antara
tindakan Direksi yang dapat merugikan pemegang saham minoritas
adalah transaksi self dealing dan ajaran corporate opportunity.
Transaksi self dealing mengandung unsur conflict of interest, yaitu
antara kepentingan pribadi Direksi dan kepentingan perseroan.
Transaksi antara lain pribadi Direksi dan perseroan, membuka
kemungkinan (bila tidak fair), akan merugikan perseroan, dan dengan
sendirinya merugikan pemegang saham. Ajaran corporate opportunity
menyatakan bahwa Direksi atau organ perusahaan lainya, tidak
diperbolehkan mengambil kesempatan untuk memperoleh keuntungan
untuk dirinya sendiri, jika kesempatan tersebut sebenarnya dapat
diberikan kepeda perseroan.Dalam hubungan antara induk perusahaan
dan anak perusahaan ataupun sesama anak perusahaan, pemegang saham
minoritas perlu dilindangi dari tindakan - tindakan pemegang saham
mayoritas yang merugikan mereka, antara lain melalui transfer
keuntungan yang diperoleh oleh 1 (satu) anak perusahan ke anak
perusahaan lainya. Umpamanya melalui :a. Transaksi pembelian yang
mahal atau penjualan yang murah antar anak perusahaan.b. Kegiatan
yang menguntungkan pada 1 (satu) anak perusahaan dialihkan kepada
anak perusahaan yang lain.c. Dana dari satu anak perusahaan
digunakan untuk mengatasi krisis keuangan anak perusahaan yang lain
yang mengalami kerugian karena kegiatan yang secara ekonomis tidak
dapat dipertanggung jawabkan.Dewan Komisaris atau komisaris juga
dapat melakukan tindakan yang merugikan perseroan atau pemegang
saham,. Yaitu bila melakukan pengawasan atas kepengurusan Direksi,
walau mengetahui bahwa perbuatan direksi akan merugikan perseroan,
tetap memberikan persetujuannya atau membiarkan perbuatan itu tetap
berlangsung.2. Hak DerivatifDalam Pasal 97 ayat (6) jo Pasal 114
ayat (6) UU Perseroan Terbatas memberi hak suara khusus kepada
pemegang saham minoritas untuk melakukan tindakan-tindakan atau
bertindak selaku wakil perseroan dalam memperjuangkan kepentingan
perseroan terhadap tindakan perseroan yang merugikan sebagai akibat
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh direksi dan atau
komisaris. Hak yang diberikan kepada pemegang saham tersebut
disebut hak derifatif, (I.G. Rai Widjaya 2000 : 47).Dengan
demikian, hak derivatif (derivative rights) merupakan hak secara
eksklusif yang hanya diberikan kepada pemegang saham minoritas
untuk menggugat perseroan terbatas dengan melakukan tindakan
tertentu dalam rangka menjaga atau mewakili kepentingan perseroan.
Hak derifatif ini diberikan kepada pemegang saham yang mewakili
minimal 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara yang sah atau jumlah yang lebih kecil yang
ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan.3.
Pertanggung Jawaban Direksi Terhadap Pemegang Saham MinoritasTugas
dan pertanggung jawaban direksi kepada perseroan dan pemegang saham
perseroan telah dimulai sejak perseroan memperoleh status badan
hukum. Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan harus sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan.Dalam hal direksi terdiri dari 2
(dua) orang atau lebih, maka pembagian tugas dan wewenang
pengurusan diantara anggota direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS. Apabila RUPS tidak menetapkan pengambilan tugas dan
wewenang masing-masing direksi maka pembagiannya ditetapkan
berdasarkan keputusan direksi (Pasal 92 ayat (5) UUPT).Seiring
dengan pelaksanaan kewajibannya, direksi wajib menyelenggarakan dan
memelihara :1. Daftar pemegang saham perseroan, yang berisikan
keterangan mengenai kepemilikan saham dalam perseroan oleh para
pemegang saham;2. Daftar khusus, yang memuat keterangan mengenai
kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris perseroan, beserta
keluarganya atas setiap saham yang dimiliki oleh mereka dalam
Perseroan maupun pada perseroan-peseroan terbatas lainnya;3.
Risalah rapat umum pemegang saham dan risalah rapat direksi
perseroan, (Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, 2000 : 106).Perseroan
dalam melakukan fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari
para pemegang sahamnya, tetapi bertindak untuk dan atas namanya
sendiri. Para pemegang saham bukan merupakan pihak dari perjanjian
yang dibuat oleh perseroan dengan pihak lain. Oleh karena itu
pemegang saham juga tidak berhak memaksa pihak lain untuk
melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian itu,
(Rachmadi Usman, 2004 : 147-148).Pada suatu badan hukum dikenal
adanya keterbatasan tanggung jawab, yang artinya adalah setiap
perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu badan hukum, hanya badan
hukum sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang saham tidak
bertanggung jawab kecuali sebatas saham yang dimasukkannya. Hal ini
berarti harta kekayaan pribadi para pemegang saham tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian badan hukum melebihi
nilai saham yang telah dimasukkannya. (Rachmadi Usman, 2004 :
149).Menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, (2000 : 112) tanggung
jawab direksi dapat dibedakan dalam :1. Tanggung jawab internal,
yang meliputi tugas dan tanggung jawab direksi terhadap perseroan
dan pemegang saham perseroan; dan2. Tanggung jawab eksternal, yang
berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak
ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan
perseroan.
BAB VPENUTUPA. KesimpulanKesimpulan berdasarkan penjelasan dari
beberapa bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :1.
Ketentuan Pasal 97 Ayat (2) menyebutkan bahwa tugas, wewenang dan
tanggung jawab pengurusan perseroan untuk kepentingan dan usaha
perseroan dipercayakan dan dibebankan kepada setiap anggota direksi
tanpa kecuali, sehingga apabila terjadi kelalaian dan kesalahan
seseorang atau lebih anggota Direksi berakibat bahwa seluruh
direksi, yaitu masing - masing anggota direksi harus menanggung
akibatnya. Mengenai tanggung jawab direksi terhadap kepailitan
Perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 104 Ayat (2) bahwa pada
prinsipnya Perseroan tetap bertanggung jawab secara tanggung
renteng dengan direksi kepada pihak ketiga terhadap perbuatan hukum
yang dilakukan oleh direksi dan telah terbukti bahwa perbuatan
direksi tersebut diluar kewenangan anggaran dasarnya.2. Pada
dasarnya, dalam mengemban jabatannya sebagai direksi (yang anda
sebut dengan Direktur, dalam Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT) disebut dengan nama Direksi.
Direksi harus menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (Pasal 92
ayat (1) UUPT). Selain itu, direksi berwenang menjalankan
pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat,
dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar
(Pasal 92 ayat (2) UUPT). Direksi bertanggung jawab atas pengurusan
perseroan (Pasal 97 ayat (1) UUPT). Pengurusan tersebut wajib
dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab (Pasal 97 ayat (2) UUPT).
B. SaranAdapun saran - saran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : 1. Agar peraturan atau pedoman GCG dapat dilaksanakan
dengan baik oleh pelaksananya (direksi/komisaris), sehingga
memperoleh hasil yang baik, peraturan atau pedoman GCG yang baik
dengan pelaksana yang kurang baik hasilnya dapat dipastikan tidak
baik. 2. Agar peraturan atau pedoman GCG yang diberlakukan dapat
memberi efek positif ganda, yaitu pada satu sisi harus memberikan
keleluasan kepada direksi untuk mengelola perusahaan dengan sebaik
mungkin.
DAFTAR PUSTAKABudiarto, Agus, 2002. I. Kedudukan Hukum dan
Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Ghalia Indonesia :
Jakarta.Gie, Kwik kian. Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi
Indonesia. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.Kadir Muhammad, Abdul,
1996. Hukum Perseroan Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti :
Bandung.Moleong, lexi J, 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja
Rosda karya : Bandung.Poerwadarminta, W. J. S, 1983. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta.Purwosutjipto, HMN, 1991.
Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2. Djambatan :
Jakarta.Sumarai, Murti. dan Suprianto, Jhon. Hukum Perusahaan dan
Kepailitan. Alumni : Jakarta.Supramono, Gatot, 1996. Hukum
Perseroan Terbatas Yang Baru. Djambatan : Jakara.Usman, Rachmadi,
2004. Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Alumni :
Bandung.Widjaja, Gunawan, 2004. Tanggung Jawab Direksi Atas
Kepailitan Perseroan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.Widjaya,
I G, Rai, 2000. I. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus
Pemahaman Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995. Kesain Blanc :
Jakarta.Widjaya, I G, Rai, 2000. II. Hukum Perusahaan : Berbagai
Peraturan dan Pelaksanaan Undang - Undang di Bidang Usaha. Megapoin
: Jakarta.Yani, Ahmad, dan Widjaya Gunawan, 2000. Seri Hukum Bisnis
: Perseroan Terbatas. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Perundang - UndanganKitab Undang - Undang Hukum PerdataKitab
Undang Undang Hukum DagangUndang - Undang Nomor 3 Tahun 1982
Tentang Wajib Daftar PerusahaanUndang - Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 106 TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4756.