Top Banner

of 42

Skenario3 THT

Oct 18, 2015

Download

Documents

sa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGTONSILITISTonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil pharynxal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil pharynxal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis.Dalam skenario ini, tonsilitis yang dialami oleh seorang anak ini telah mengganggu aktifitas kehidupan. Penampakan yang didatkan pada tonsil dan daerah pharing pun menunjukkan adanya tanda tanda peradangan.

Anakku mengeluh tenggorokannya sering sakit

Seorang anak laki laki usia 5tahun bersama ibunya datang ke poliklinik THT, dengan keluhan sudah dua hari tidak mau makan, karena sakit untuk menelan. Badan demam, benjolan pada leher dan nyeri saat ditekan, disertai suara serak. Keluhan yang sama sering dirasakan sejak usia 3 tahun, dan pasien kalau tidur mengorok, tetapi riwayat sesak napas disangkal. Pasien juga mempunyai riayat sering batuk pilek.Pada pemeriksaan pharing didapatkan : mukosa terdapat granuloma dan hiperemi, tonsil fibrosis dan terdapat detritus, plika vokalis oedema dan hiperemis. Pemeriksaan laboratorium didapatkan ASTO (+).

B. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi tosil, pharinx dan larynx?2. Bagaimana fisiologi fonasi?3. Apakah ada korelasi antara batuk pilek yang sering diderita dengan tonsilitis yang dialami?4. Apakah penyebab nyeri menelan pada kasus?5. Bagaimana proses terjadinya mengorok?6. Apakah kemungkinan benjolan di leher yang mungkin dialami?7. Bagaimana cara pemeriksaan pharink dan interpretasi hasil pemeriksaan fisik pasien?8. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium ASTO pasien?9. Apasajakah penyebab sesak napas?10. Bagaimana proses terbentuknya detritus?11. Apasajakah diagnosis banding, faktor risiko, planning terapi/ penatalaksanaan, komplikasi dari sakit yang dialami pasien?C. TUJUAN1. Mengetahui anatomi, histologi dan fisiologi tonsil, pharing dan larynx.2. Mengetahui fisiologi fonasi.3. Mengetahui adanya korelasi antara batuk pilek yang sering diderita dengan tonsilitis yang dialami.4. Mengetahui penyebab nyeri menelan pada kasus.5. Mengetahui proses terjadinya mengorok.6. Mengetahui kemungkinan benjolan di leher yang mungkin dialami.7. Mengetahui cara pemeriksaan pharink dan interpretasi hasil pemeriksaan fisik tersebut pada pasien.8. Mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium ASTO pasien.9. Mengetahui penyebab sesak napas.10. Mengetahui proses terbentuknya detritus.11. Mengetahui diagnosis banding, faktor risiko, planning terapi, komplikasi dari sakit yang dialami pasien dalam kasus.

D. MANFAATMahasiswa dapat mengetahui dan memahami dasar teori meliputi etiologi, patologi, dan patofisiologi mengenai penyakit tonsil,pharynx, dan larynx, sehingga dapat menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan yang tepat pada pasien.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PHARYNX, LARYNX SERTA TONSILAnatomi, histologi, dan fisiologi pharynxPharynx adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, pharynx berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan larynx di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus. Pharynx terdiri atas:

1. Nasopharynx Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral pharynx, torus tubarius, kantong Rathke, choanae, foramen jugulare, dan muara tuba Eustachius.Batas antara cavum nasi dan nasopharynx adalah choana. Kelainan kongenital koana salahsatunya adalah atresia choana.Struktur Nasopharynx :1. Ostium Pharynxeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium pharynxeum tuba auditiva yang disebabkan karena cartilago tuba auditiva3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium pharynxeum tuba auditiva yang disebabkan karena musculus levator veli palatini.4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium pharynxeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan.6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi Nasopharingeal Carcinoma.7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing da oropharing karena musculus sphincterpalatopharing10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei

2. OropharynxStruktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior pharynx, tonsil palatina, fossa tonsilaris, arcus pharynx, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum.a. Dinding posterior pharynx, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik pharynx, abses retropharynx, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.b. Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses.c. Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil pharynxeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan

3. Larynxopharynx Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa piriformis.Fungsi pharynx yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara, dan untuk artikulasi.

Anatomi, fisiologi, histologi Larynx Anatomi LarynxLarynx (larynx) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran pernafasan (tractus respiratorius). Larynx membentang dr laryngoesophageal junction dan menghubungkan pharynx (pharynx) dg trachea. Larynx terletak setinggi Vertebrae Cervical IV VI.

Cartilago LarynxLarynx dibentuk oleh beberapa cartilage, antara lain :Cartilago yg berjumlah tunggalCartilago epiglotticaCartilago elastic berbentuk daun terletak di posterior dr radix linguae. Berhubungan dg corpus ossis hyoidea di anterior nya dan cartilage thyroidea di posterior nya. Sisi epiglottis berhubungan dg cartilage arytenoidea mll plica aryepiglottica. Sdgkn di superiornya bebas dan membrane mucosa nya melipat ke depan dan berlanjut meliputi permukaan posterior lidah sbg plica glossoepiglottica mediana et lateralis. Dimana diantaranya terdapat cekungan yg disebut dg valecullaeCartilago thyroideaTerdiri atas 2 lamina cartylago hyaline yg bertemu di linea mediana anterior mjd sebuah tonjolan sudut V yg disebut dg Adams apple/ commum adamum/ prominentia piriformis (jakun). Pinggir posterior tiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior dan ke bawah membentuk cornu inferior. Pd permukaan luar lamina terdapat line oblique sbg tempat melekatnya m. sternothyroideus, m. thyrohyoideeus, dan m. constrictor pharyngis inferior.Cartilago cricoidea Merupakan cartilage yg berbentuk cincin utuh dan terletak di bawah dr cartilago thyroidea. Cartilage ini mempunyai arcus anterior yg sempit dan lamina posterior yg lebar. Pd bagian lateral nya ada facies articularis sirkular yg akan bersendi dg cornu inferior cartilage thyroidea. Sdgkn di bagian atasnya terdapat facies articularis yg akan bersendi dg basis cartilage arytenoidea.

Cartilago yg berjumlah sepasangCartilago arytenoideaMerupakan cartilage kecil berbentuk pyramid yg terletak di belakang dr larynx pd pinggir atas lamina cartilage cricoidea. Masing2 cartilago memiliki apex di bagian atas dan basis di bagian bawahnya. Dimana bagian apex nya ini akna menyangga dr cartilage corniculata, sdgkn pd bagian basis nya bersendi dg cartilage cricoidea. Pd basis nya terdapat 2 tonjolan yaitu proc. Vocalis yg menonjol horizontal ke depan merupakn perlekatan dr lig. Vocale, dan proc. Muscularis yg menonjol ke lateral dan merupakan perlekatan dr m. crycoarytenoideus lateralis et posterior.Cartilago cuneiformis (Wrisbergi)Merupakan cartilage kecil berbentuk batang yg terdapat di dalam 1 plica aryepiglottica yg berfungsi utk menyokong plica tsb. Cartilago corniculata (Santorini)2 buah nodulus kecil yg bersendi dg apex cartilaginis arytenoidea dan merupakan tmp lekat plica aryepiglottica shg menyebabkan pinggir atas plica aryepiglottica dextra et sinistra agak meninggi.

Aditus LaryngisMerupakan pntu masuk larynx yg menghadap ke dorsocranial dan menghadap ke laryngopharynx. Aditus laryngis memiliki syntopi :- Ventral : pinggir atas epiglottis- Lateral : plica aryepiglottica. - Dorsocaudal : membrane mucosa antar cartilage arytenoidea.

Cavitas LaryngisCavitas laryngis terbentang dr aditus laryngis hingga ke pinggir bawah cartilage cricoidea dan di bagi mjd 3 bagian :

Bagian atas (vestibulum laryngis)Terbentang dr aditus laryngis hingga ke plica vestibularis. Rima vstibularis adl celah di antara plica vestibularis. Sedangkan, lig. Vestibulare terletak dlm plica vestibularis

Bagian tengah (Recessus laryngeus)Terbentang dr plica vestibularis hingga setinggi plica vocalis yg berisi lig. Vocalis. Rima glottidis adl celah di antara plico vocalis. Diantara plica vestibularis dan plica vocalis ini terdapat recessus kecil yaitu sinus laryngis dan ventriculus laryngis.

Bagian bawah. (Fossa infraglottidis)

Innervasi LarynxDi atas dr plica vocalis dinnervasi oleh n. laryngis internus cab dr n. laryngis superior cab dr n. vagus (X). Sedangkan di bawahnya diinnervasi oleh n. leryngis recurrens, kec. M. crycothyroideus yg diinnervasi oleh R. laryngeus externus n. laryngeus superior.

Syndesmosis LaryngeusAdalah jaringan ikat yang menghubungkan antara skelet laryng yang berupa ligament ataupun membrane. Syndesmosis laryngeus terbagi menjadi :

Membrana atau ligament extrinsik : menghubungkan skeleton larynx dengan bangunan sekitar 1. Membrana ThyrohyoideaMembran fibroelastis yang menghubungkan pinggir atas cartylago thyroidea dan pinggir depan cornu superiornya dengan tepi atas facies posterior corpus hyoidei dan cornu majus nya melewati belakang facies posterior corpus hyoidei dipisahkan oleh bursa mucosa. Bagian ventromedialnya menebal membentuk lig. thyrohyoideum medianum. Pinggir dorsalnya juga menebal membentuk lig. thyrohyoideum laterale yang membentang dr cornu superior cartilago thyroidea ke cornu majus. Di dalam nya sering terdapat cartylago triticea. 2. Lig. HyoepiglotticumMenghubungkan facies anterior epiglottis dengan pinggir atas corpus os. hyoideus dan cornu majusnya 3. Lig. cricotrachealMenghubungkan cartilago cricoidea dengan anulus trachealis IMembrana atau ligamenta intrinsik : menghubungkan antar cartilago laryng 1. Membrana QuadrangularisMenghubungakn sisi epiglottis dengan cartilago arytenoidea dan corniculata. Tepi atasnya bebas dan menebal disebut lig.Aryepiglotticum, mucosa yang menutupinya membentuk plica aryepiglottica. Ke arah caudal membran ini mendekati linea mediana dan berakhir bebas setinggi fovea triangularis dan menebal disebut lig. vestibulare (lig.ventriculare). 2. Conus elasticus (Membrana cricothyroidea)Terletak di bagian caudal membrane quadrangularis. Menghubungkan cartilago cricoidea dan thyroidea. di sebelah caudal melekat pada pinggir atas cartilago cricoidea, ke arah craniomedial berakhir bebas sebagai lig.vocale yang membentang antara proc. vocalis dan sudut cartylago thyroidea. Bagian depan conus elasticus menebal membentuk lig.cricothyroidea medianus. Conus elasticus beserta membrane quadrangulare disebut sebagai membrane fibroelastica laryngeus. 3. Lig. thyroepiglotticumMenghubungkan petioles epiglottidis dengan cartylago thyroidea 4. Capsula articularis cricothyroideaMembungkus sendi cricothyroidea dan diperkuat oleh lig. ceratocricoideum (lig.cricothyroideum lateral) pars anterior, lateral dan posterior. 5. Capsula articularis cricoarytenoideaMembungkus sendi cricoarytenoideus dan diperkuat oleh lig.cricoarytenoideum posterius.

Musculi LaryngeiOtot-Otot Intrinsik LaryngOtot yang perlekatan di bagian laryng. Otot ini memiliki peranan untuk mengubah panjang dan ketegangan plica vocalis dalam produksi suara dan mengubah ukuran rima glottidis untuk masuknya udara ke paru. Otot-otot yang termasuk dan innervasinya yakni adalah :1. M. Cricothyroideus (R.externus n. laryngeus superior)2. M. Cricoarytenoidea posterior (Safety Muscle) (R.Posterior n. laryngeus inferior)3. M. Cricoarytenoidea lateral (R. anterior n. laryngeus inferior)4. M. Arytenoidea transversus (R. Posterior n. Laryngeus inferior)5. M. M. arytenoidea obliquus (R. anterior n. laryngeus inferior)6. M. Thyroarytenoidea (R. anterior n. laryngeus inferior)

Adapun fungsinya :1. Mengatur Rima Glottidis a. Membuka : m.cricoarytenoidea posterior b. Menutup : m. cricoarytenoidea lateral, m. arytenoidea transversa, m. cricothyroidea, dan m. thyroarytenoidea2. Mengatur ketegangan lig.vocale a. Menegangkan : m.cricothyroidea b. Mengendorkan : m. thyroarytenoidea3. Mengatur aditus laryngeus a. Membuka : m. thyroepiglotticus b. Menutup : m. aryepiglotticus dan m. arytenoideus obliquus

Otot-Otot Ekstrinsik LaryngMerupakan otot-otot di sekitar laryng yang mempunyai salah satu perlekatan pada laryng atau os.hyoideus. Berfungsi untuk menggerakkan laryng secara keseluruhan. Otot ekstrinsik laryng terbagi atas :a. Otot-otot Depressor : + m. omohyoideus + m. sternohyoideus + m. sternothyroideusb. Otot-otot Elevator : + m. mylohyoideus + m. stylohyoideus + m. thyrohyoideus + m. stylopharyngeus + m. palatopharyngeus + m. constrictor pharyngeus medius + m. constrictor pharyngeus inferior

Vaskularisasi LarynxSuplai arteri berasal dr R. laryngeus superior a. thyroidea superior. Dan bagian bawah divaskularisasi oleh R. laryngeys inferior a. thyroidea inferior. Sdgkn aliran limfe nya bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi. (Buku Panduan Praktikum Anatomi Jilid 2, 2010)

Fisiologi LarynxFungsi utama larynx adalah: melindungi jalan napas batuk dan fonasi (bicara)

Histologi LarynxLarynx merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring dengan trakea. Dalam lamina propia terdapat sejumlah rawan larynx, struktur yang paling rumit pada jalan pernapasan. Rawan-rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan sebagian besar aritenoid) adalah rawan hialin, dan pada orang tua sebagian dapat mengalami kalsifikasi. Rawan yang lebih kecil (epiglottis, cuneiformis, kornikulatum, dan ujung aritenoid) adalah rawan elastin. Ligamentum-ligamentum menghubungkan rawan-rawan tersebut satu sama lain, dan sebagian besar bersambung dengan otot-otot intrinsic larynx, di mana mereka sendiri tidak bersambungan karena mereka adalah otot lurik. Selain berperanan sebagai penyokong (mempertahankan agar jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan ini berperanan sebagai katup untuk mencegah makanan atau cairan yang ditelan masuk trakea. Mereka juga berperanan dalam pembentukan irama fonasi.Epiglotis, yang menonjol dari pinggir larynx, meluas ke faring dan karena itu mempunyai permukaan yang menghadap ke lidah dan larynx. Seluruh permukaan yang menghadap ke lidah dan bagian permukaan apikal yang menghadap ke larynx diliputi oleh epitel berlapis gepeng. Ke arah basis epiglottis pada permukaan yang menghadap larynx, epitel mengalami perubahan menjadi epitel bertingkat toraks bersilia. Kelenjar campur mukosa dan serosa terutama terdapat di bawah epitel toraks, bebas menyebar ke dalam, yang menimbulkan bercak pada rawan elastin yang berdekatan. Di bawah epiglottis, mukosa membentuk dua pasang lipatan yang meluas ke dalam lumen larynx. Pasangan yang di atas merupakan pita suara palsu (atau lipatan vestibular), dan mereka mempunyai epitel respirasi yang di bawahnya terletak sejumlah kelenjar seromukosa dalam lamina proprianya. Pasangan yang bawah merupakan lipatan yang merupakan pita suara asli. Di dalam pita suara, yang diliputi oleh epitel berlapis gepeng, terdapat berkas-berkas besar sejajar dari selaput elastin yang merupakan ligamentum vocale. Sejajar dengan ligamentum terdapat berkas-berkas otot lurik, m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan ligamentum dan akibatnya, waktu udara didorong melalui pita-pita menimbulkan suatu suara dengan tonus yang tidak sama.

Anatomi, Fisiologi dan Histologi TonsilTonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara pilar anterior dan posterior faussium. Tonsil faussium terdapat satu buah pada tiap sisi orofaring adalah jaringan limfoid yang dibungkus oleh kapsul fibrosa yang jelas. Permukaan sebelah dalam tertutup oleh membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas kedalam kripta yang membuka kepermukaan tonsil. Kripta pada tonsil berjumlah 8-20, biasa tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam tonsil sampai kekapsul pada permukaan luarnya.Bagian luar tonsil terikat pada m.konstriktor faringeus superior, sehingga tertekan setiap kali menelan. m. palatoglusus dan m. palatofaring juga menekan tonsil. Selama masa embrio, tonsil terbentuk dari kantong pharyngeal kedua sebegai tunas dari sel endodermal. Singkatnya setelah lahir, tonsil tumbuh secara irregular dan sampai mencapai ukuran dan bentuk, tergantung dari jumlah adanya jaringan limphoid.Struktur di sekitar tonsil:1. Anterior : pada bagian anterior tonsilla palatina terdapat arcus palatoglossus, dapat meluas dibawahnya untuk jarak pendek.2. Posterior : di posterior terdapat arcus palatopharyngeus.3. Superior : di bagian superior terapat palatum molle. Disini tonsilla bergabung dengan jaringan limfoid pada permukaan bawah palatum molle.4. Inferior : di inferior merupakan sepertiga posterior lidah. Di sini, tonsilla palatina menyatu dengan tonsilla lingualis.5. Medial : di bagian medial merupakan ruang oropharynx.6. Lateral : di sebelah lateral terdapat capsula yang dipisahkan dari m.constristor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. V. palatina externa berjalan turun dari palatum molle dalam jaringan ikat longgar ini, untuk bergabung dengan pleksus venosus pharyngeus. Lateral terhadap m.constrictor pharynges superior terdapat m. styloglossus dan lengkung a.facialis. A. Carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsilla. Tonsilla palatina mendapat vascularisasi dari : ramus tonsillaris yang merupakan cabang dari arteri facialis; cabang-cabang a. Lingualis; a. Palatina ascendens; a. Pharyngea ascendens. Sedangkan innervasinya, diperoleh dari N. Glossopharyngeus dan nervus palatinus minor. Pembuluh limfe masuk dalam nl. Cervicales profundi. Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di bawah dan belakangangulus mandibulae.Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang meliputi epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta. Celah di atas tonsila merupakan sisa darin endodermal muara arkus bronkial kedua, di mana fistula bronkial/ sinus internal bermuara.. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfa yang mengandung banyak kelenjar limfoid dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi epitel respiratory. Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual.Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60 % dari limfosit tonsilar. Limfosit T pada tonsil 40 % dan 3 % lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Imunoglobulin G, A, M, D, komplemen-komplemen, interferon, losozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar.Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk differensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu : menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

B. FISIOLOGI FONASIProses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung. Untuk menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan produksi suara diatur oleh kontrol pusat di bagian rostral otak.Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk fonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara. Aliran udara respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk mencetuskan suara dan diatur tekanannya mulai dari paru-paru.Laring dengan otot-otot instrinsik dan ekstrinsiknya dan pita suara yang merupakan bagian terpenting laring. Laring merupakan penghubung antara faring dan trakea, didesain untuk memproduksi suara (fonasi). InfraglotiticVocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada regio ventricle.Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan tension) dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana fungsi otot-otot tersebut adalah: M. Cricothyroideus: menegangkan pita suara M. Tyroarytenoideus (vocalis): relaksasi pita suara M. Cricoarytenoideus lateralis: adduksi pita suara M. Cricoarytenoideus posterior: abduksi pita suara M. Arytenoideus transversus: menutup bagian posterior rima glotidis Setelah udara meninggalkan paru-paru, udara mengalir melalui laring yang berfungsi sebagai vibrator yang diperankan oleh pita suara.Pita suara diregangkan serta diatur posisinya oleh beberapa otot khusus laring, dengan adanya perbedaan regangan dan ruang yang dibentuknya, maka terbentuk celah dengan macam-macam ukuran yang menghasilkan suara sebagai berikut:a) Voiceless, yaitu pita suara membuka penuh waktu inspirasi, pita suara saling menjauh, sehingga udara bebas lewat di antaranya.b) Voiced, yaitu pita suara bergetar ke arah lateral. Udara mendorong pita suara saling menjauh, aliran udara lewat dengan cepat yang menarik kembali pita suara untuk asling mendekat, proses ini berlangsung berulang-ulang sehingga terjadi getaran pita suara.Suara yang dihasilkan oleh proses fonasi memiliki nada (frekuensi), kekerasan (intensitas), dan kualitas lemah. Suara hasil produksi laring yang hanya berkaitan dengan bicara disebut fonasi-suara-bisikan, sebaliknya suara lain yang diproduksi laring yang tidak berkaitan dengan bicara tidak dapat disebut suara fonasi (batuk, berdehem, tertawa).Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan Adams Apple. Di posterior, ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago arytenoid. Kartilago tiroid dan kartilago arytenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago cricoid.Organ Resonansi, terdiri dari rongga faring, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Sumber suara fonasi pada pita suara intensitasnya lemah, tidak berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada frekuensi tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada kualitasnya (warna suara) dan idenitasnya, tetapi suara yang sudah diresonansi ini masih bukan merupakan suara bicara. Ciri-ciri resonansi sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek yang sangat penting bagi efektivitas bicara.Organ Artikulasi, Tersusun atas: a) Bibir, berfungsi untuk memberndung udara pada pembentukan suara letup.b) Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah untuk mengawasi proses artikulasi, menghalangi dan membentukaliran udara turbulen dan sebagai kompas bagi lidah bahwa suara terbaik sudah dihasilkan.c) Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik, menyempit, menipis, melengkung, menonjol, atau mendatar.d) Pipi membendung udara di bagian bukal.e) Gigi berfungsi menahan aliran udara dalam membentuk konsonan labio-dental dan apiko-alveolar.f) Mandibula membuka dan menutup waktu bicara

C. TONSILITIS1. PengertianTonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang. Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993).2. KlasifikasiMacam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 ) yaitu:a. Tonsilitis Akut i. Tonsilis viralTonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.ii. Tonsilitis bakterialRadang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.b. Tonsilitis Membranosa i. Tonsilitis difteriTonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.ii. Tonsilitis septikTonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi.iii. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkanpada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.iv. Penyakit kelainan darahTidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.c. Tonsilis KronikTonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.i. Tonsilitis falikulariTonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.ii. Tonsilitis LakunarisBila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsilPerbedaan Tonsilitis Akut dan Tonsilitis Kronik

Tonsilitis AkutTonsilitis Kronik

Onset cepat, terjadi dalam beberapa hari, hingga beberapa mingguOnset lama, beberapa bulan hingga beberapa tahun (menahun)

Penyebab kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus, streptokokus viridian, dan streptokokus piogenes.Penyebab tonsillitis kronik sama halnya dengan tonsillitis akut, namun kadang-kadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif

Tonsil hiperemis & edemaTonsil membesar / mengecil tidak edema

Kripte tidak melebarKripte melebar

Detritus + / -Detritus +

3. EtiologiPenyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus (streptokus streptokokus hemolycitus, viridians dan pyogeneses), penyebab yang lain yaitu infeksi virus influenza, serta herpes (Nanda, 2008). Infeksi ini terjadi pada hidung / faring menyebar melalui sistem limpa ke tonsil hiperthropi yang disebabkan oleh infeksi bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat keluar masuk udara.50% bakteri merupakan penyebabnya.Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, dan juga menyebabkan tonsilitis (Reeves, 2001).4. PatofisiologiBakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi.Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris.Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah.Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.5. Manifestasi Klinik Gejala tonsilitis antara lain : sakit tenggorokan, demam, dan kesulitan dalam menelan. Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal / kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia, suara serak, tonsil membangkak.Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit menekan terkadang muntah.Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga bagian tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada akhirnya menyebabkan ketulian permanen (Baughman, 2002).6. Pemeriksaan DiagnostikDilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pengumpulan riwayat kesehatan yang cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan.Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri.Jika tonsil adenoid ikut terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif yang mengakibatkan kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan pemeriksaan audiometik secara menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat dapat dilakukan jika diperlukan.Dengan bantuan spatel, lidah ditekan untuk melihat keadaan tonsil, yaitu warnanya, besarnya, muara kripte apakah melebar dan ada detritus, nyeri tekan, arkus anterior hiperemis atau tidak.Besar tonsil diperiksa sebagaiberikut:T0= tonsil berada di dalam fossa tonsil atau telah diangkatT1= bila besarnya 1/4 jarak arkus anterior dan uvulaT2= bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvulaT3= bila besarnya 3/4 jarak arkus anterior dan uvulaT4= bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

Ukuran Besar Tonsil

7. KomplikasiFaringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat.Demam rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman streptokokus.Komplikasi yang lain dapat berupa :a. Abses pertonsilTerjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).b. Otitis media akutInfeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).c. Mastoiditis akutRuptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).d. LarynxitisMerupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).e. SinusitisMerupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).f. RhinitisMerupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).8. Penatalaksanaan Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari. Jika anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan. Penisilin V 1,5 juta IU 2 x sehari selama 5 hari atau 500 mg 3 x sehari. Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg 3 x sehari yang diberikan selama 5 hari. Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 50 mg/kgBB/hari. Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 3 hari tidak meningkatkan komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit. Antibiotik hanya sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam rematik. Bila suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk banyak minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri menelan. Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat diterapi dengan spray lidokain. Pasien tidak lagi menularkan penyakit sesudah pemberian 1 hari antibiotik. Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri, penderita harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah sakit. Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan nasihat agar menjauhi rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya rokok, minuman/makanan yang merangsang, higiene mulut yang buruk, atau penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil dianjurkan terapi radikal dengan tonsilektomi.Indikasi tonsilektomi*Relatif: Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi antibiotik adekuat. Halitosis (nafas bau) akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis. Tonsilitis kronis atau berulang pada linier Streptokokkus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik*Mutlak (Absolut) Pembengkakan tonsil menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmonal. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan tempat yang dicurigai limfoma (keganasan) Hipertropi tonsil atau adenoid dengan sindrom apnoe waktu tidur.

Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya.Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan penurunan nafsu makan / anoreksia.Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B.

Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan karena resiko komplikasi hemorraghi.Posisi yang paling memberikan kenyamanan adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainage dari mulut dan faring untuk mencegah aspirasi.Jalan nafas oral tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah pulih.Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu dokter bedah.Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk memeriksa temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung dan basin pembuang.Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan anastesi umur untukmenjahit pembuluh yang berdarah.Jika tidak terjadi perdarahan berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara dan bentuk karena hal ini akan menyebabkan nyeri tengkorak.Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin hangat sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang mungkin ada.Diet cairan atau semi cair diberikan selama beberapa hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan.Makanan pedas, panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari.Susu dan produk lunak (es krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus.

D. FARINGITISFaringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakeri, alergi, trauma, toksin, dan lain-lain (Rusmardjono & Soepardi, 2007).1. Faringitis Akut Faringitis Viral1. Gejala dan TandaDemam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxzachievirus dan cytomegalovirus tidak menimbulkan eksudat. Coxzachievirus dapat menimbulkan lesi vasikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak selain faringitis. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis disertai eksudat yang banyak, pembesaran kelenjar limfe, terutama retroservikal dan hepatosplenomegali (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam, faring tampak hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher, dan pasien tampak lemah (Rusmardjono & Soepardi, 2007).2. TerapiIstirahat dan minum yang cukup, kumur dengan air hangat, analgetika jika perludan tablet isap. Dapat diberi juga antivirus metisoprinol (Rusmardjono & Soepardi, 2007). Faringitis Bakterial Infeksi grup A Streptococcus hemolitikus penyebab faringitis akut pada dewasa (15%) dan anak (30%) (Rusmardjono & Soepardi, 2007).1. Gejala dan TandaNyeri kepala hebat, muntah kadang demam tinggi, jarang disertai batuk. Tonsil tampak membesar, faring dan tonsil hiperemis terdapat eksudat. Kemudian timbul petechiae pada palatum dan dasar faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan (Rusmardjono & Soepardi, 2007).2. TerapiAntibiotik penicillin, amoksisilin, atau eritromisin. Kortikosteroid dexamethason, analgetika, dan kumur dengan air hangat atau antiseptic (Rusmardjono & Soepardi, 2007).

E. LARINGITISFaringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.(Vincent,2004)1. EtiologiFaringitis disebabkan oleh bakteria. Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS) 15% kasus faringitis. Gambaran klinis berupa: demam lebih dari 101.5F, tonsillopharyngeal eritem dan eksudasi, pembengkakan limfonodi leher, sakit kepala, muntah pada anak-anak, petechiae palatal, biasa terjadi pada cuaca dingin. Suatu ruam scarlatiniform juga dihubungkan dengan infeksi GABHS ruam kemerahan pada ekstremitas dan lidah memerah (strawberry tongue)b. Group C, G, F Streptococci ( 10%), mungkin secara klinis tidak bisa dibedakan dari infeksi GABHS, namun Streptococcus jenis ini tidak menyebabkan sequelae immunologic. Streptococci grup C dan G telah dilaporkan sebagai penyebab radang selaput otak (meningitis), endocarditis, dan empyema subdural. Arcanobacterium Chlamydia pneumoniae (5%), gejala mirip dengan M pneumoniae. Faringitis biasanya mendahului terjadinya peradangan pada paru. Corynebacterium diphtheriae Bakteri yang jarang namun dapat dijumpai pada faringitis yaitu Borrelia species, Francisella tularensis, Yersinia species, and Corynebacterium ulcerans ( Corynebacterium) haemolyticus ( 5%) banyak terjadi pada dewasa muda,gejalanya mirip dengan infeksi GABHS, berupa ruam scarlatiniform. Pasien sering mengeluh batuk. Mycoplasma pneumoniae, pada dewasa muda dengan headache, faringitis, and nfeksi pernafasan bawah. Kira-kira 75% pasien disertai batuk.c. Viral pharyngitis Adenovirus (5%):. Herpes simplex (< 5%): Coxsackieviruses A and B (< 5%): Epstein-Barr virus (EBV) CMV. HIV-1:d. Penyebab laino Candida sp. Pada pasien-pasien dengan riwayat pengbatan penekan sistem imun. Banyak terjadi pada anak dengan gambaran plak putih pada orofaring.o Udara kering, alergi (postnasal tetes), trauma kimia, merokok, neoplasia (Kazzi, et.al.,2006).2. PatofisiologiPada infeksi faringitis, virus atau bakteri secara langsung menginvasi mucosa pada rongga tenggorokan, menyebabkan suatu respon inflamasi lokal. berbeda halnya dengan virus, seperti rhinovirus,dapat mengiritasi mukosa rongga tenggorokan.Streptococcal infeksi/peradangan ditandai oleh pelepasan dan invasi toksin ekstra seluler lokal dan proteases (Kazzi, et.al.,2006) .3. Tanda dan GejalaGejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, mual dan kelenjar limfe leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak hiperemis, udem dan dinding posterior faring bergranular.(Rusmarjono,et.al.,2001).Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang paling sering, kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak, dan 5 sampai 10 % pada oang dewasa. Biasanya terdapat riwayat infeksi tenggorokan oleh bakteri Streptococcus sebelumnya. Insidensi faringitis yang disebabkan oleh streptococcus meningkat pada musim dingin. Gejala dapat berupa rasa sakit pada tenggorokan, nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan muntah. Sedangkan tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula, limfadenopati servikalis anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak dibawah tiga tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini. (Alan, et.al.,2001).Pada infeksi virus, gejala disertai dengan konjungtivitis, coryza, malaise, fatigue, serak, dan demam yang tidak tidak terlalu tinggi (low-grade fever). Faringitis pada anak dapat disertai dengan diare, nyeri perut, dan muntah (Vincent, et.al., 2006)4. DiagnosisDiagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis karena bakteri atau virus.(Hilger,1994)) Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa, petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang dokter harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaliasi apakah pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar.Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 380 C maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS (Alan, et.al.,2001).

Pemeriksaan LaboratoriumKultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.GABHS rapid antigen detection test=> merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-upHasil kultur tenggorok negative Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi, et.al.,2006).5. PenatalaksanaanApabila penyebabnya diduga infeksi firus, pasien cukup diberikan analgetik dan tablet isap saja. Antibiotika diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri Gram positif disamping analgetika dan kumur dengan air hangat. Penisilin dapat diberikan untuk penyebab bakteri GABHS, karena penisilin lebih kemanjurannya telah terbukti, spektrum sempit,aman dan murah harganya. Dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250 mg 4 kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari selama 10 hari. Apabila pasien alergi dengan penisilin, dapat diganti dengan eritromisin. (Alan,at.al.,2001).6. KomplikasiKomplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.Komplikasi umum: Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses,Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barr syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring (Kazzi,at.al.,2006)7. PrognosisSebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, tnamun sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis (Kazzi,at.al.,2006).

F. LARINGITISRadang akut laring umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis, yang disebabkan oleh bakteri (menyebabkan peradangan lokal) atau virus (menyebabkan peradangan sistemik) (Hermani et.al, 2007).1. Gejala dan TandaTerdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, serta gejala lokal seperti suara parau sampai afoni, nyeri menelan atau bicara, serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan kemudian disertai dengan dahak kental (Hermani et.al, 2007).Pada pemeriksaan mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama diatas dan dibawah pita suara. Biasanya juga terdapat tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru (Hermani et.al, 2007).2. TerapiIstirahat bicara dan bersuara 2-3 hari. Menghindari udara lembab dan iritasi pada faring dan laring. Antibiotik diberikan bila peradangan berasal dari paru. Bila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi (Hermani et.al, 2007).Laringitis KronisSering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis, atau oleh penyalahgunaan suara seperti berteriak atau berbicara keras (Hermani et.al, 2007).1. Gejala dan TandaSeluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis, dan terkadang terdapat metaplasi skuamosa. Terdapat gejala suara parau menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret karena mukosa yang menebal (Hermani et.al, 2007).2. TerapiMengobati peradangan di hidung, faring, serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal rest) (Hermani et.al, 2007).

G. HIPERTROFI ADENOIDSecara fisiologis adenoid membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering infeksi saluran napas atas maka terjadi hipertrofi adenoid, sehingga timbul sumbatan koana dan tuba Eustachius (Rusmardjono & Soepardi, 2007). Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi a) fasies adenoid, b) faringitis dan bronkitis, c) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Selain itu hipertrofi adenoid dapat menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental, dan pertumbuhan fisik berkurang (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Diagnosis Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat tertahannya gerakan velum palatum molle saat fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior, pemeriksaan digital untuk meraba adenoid dan pemeriksaan radiologik dengan membuat foto lateral kepala (Rusmardjono & Soepardi, 2007).TerapiBedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adenotom (Rusmardjono & Soepardi, 2007). Indikasi adenoidektomi berdasarkan satu atau lebih keadaan dibawah ini (Adams, 1997): Obstruksi jalan napas bagian atas kronis dengan akibat gangguan tidur, kor pulmonale, atau sindrom apnea waktu tidur. Nasofaringitis purulen kronis walaupun penatalaksanaan medik adekuat. Adenoiditis kronis atau hipertrofi adenoid berhubungan dengan produksi dan persistensi cairan telinga tengah (otitis media serosa atau otitis media mukosa). Otitis media supuratif akut recuren yang tidak mempunyai respons terhadap penatalaksanaan medic dengan antibiotik profilaksis. Kasus-kasus otitis media supuratif kronis tertentu pada anak-anak dengan hipertrofi adenoid penyerta. Curiga keganasan nasofaring (hanya biopsi).Komplikasi Adenoidektomi Perdarahan, kerusakan dinding belakang faring jika terlalu belakang, kerusakan torus tubarius jika terlalu lateral, dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif (Rusmardjono & Soepardi, 2007).

H. PEMERIKSAAN ASTOPenetapan ASTO umumnya hanya memberi petunjuk bahwa telah terjadi infeksi oleh Streptokokus. Streptolisin O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya berdasarkan sifat ini (Soetarto & Latu, 1981).Streptokokus grup A (Streptokokus beta hemolitik) dapat menghasilkan berbagai produk ekstraseluler yang mampu merangsang pembentukan antibodi. Antibodi itu tidak merusak kuman dan tidak memiliki daya perlindungan, tetapi adanya antibodi tersebut dalam serum menunjukkan bahwa di dalam tubuh baru saja terdapat Streptokokus yang aktif. Antibodiyang terbentuk adalah Antistreptolisin O, Antihialuronidase (AH), antistreptokinase (Anti-SK), anti-desoksiribonuklease B (AND-B), dan anti nikotinamid adenine dinukleotidase(anti-NADase).Demam rematik merupakan penyakit vascular kolagen multisystem yang terjadi setelah infeksi Streptokokus grup A pada individu yang memiliki faktor predisposisi. Penyakit ini masih merupakan penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart disease)pada anak dan dewasa muda di banyak negara terutama Negara berkembang. Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh adanya inflamasi endokardium dan mmiokardium melalui suatu proses autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringan.Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur 515 tahun.Demam reumatik jarang menyerang anak dibawah umur lima tahun. Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptokokus beta hemolitik grup A yang tidak diobati. Pengobatan yangtuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan risiko terjadinya demam reumatik.Diperkirakan hanya 3 % dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptokokus yang tidak diobati.ASTO (Anti Streptolisin O) merupakan antibodi yang paling banyak dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi Streptokokus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik menunjukan peningkatan titer antibodi terhadap Streptokokus. Penelitian menunjukkan bahwa komponen Streptokokus yang lain memiliki rekativitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat Streptokokus dan glikoprotein katup, diantaranya membran protoplasma Streptokokus danjaringan saraf subtalamus serta nuclei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilagoartikular.Ada dua prinsip dasar penetuan ASTO, yaitu:1. Netralisasi/penghambat hemolisisStreptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah, akan tetapi bila Streptolisin O tersebut di campur lebih dahulu dengan serum penderita yang mengandung cukup anti streptolisin O sebelum di tambahkan pada sel darah merah, maka streptolisin O tersebut akan di netralkan oleh ASO sehingga tidak dapat menibulkan hemolisis lagi.Pada tes ini serum penderita di encerkan secara serial dan di tambahkan sejumlah streptolisin O yang tetap (Streptolisin O di awetkan dengan sodium thioglycolate). Kemudian di tambahkan suspensi sel darah merah 5%. Hemolisis akan terjadi pada pengenceran serum di mana kadar/titer dari ASO tidak cukup untuk menghambat hemolisis tidak terjadi pada pengencaran serum yang mengandung titer ASO yang tinggi.2. Aglutinasi pasifStreptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar dapatmenyebabkan aglutinasi dengan ASO. Maka Streptolisin O perlu disalutkan pada partikel-partikel tertentu. Partikel yangsering dipakai yaitu partikel lateks.Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di tambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O anti Strepolisin O (SO ASO).Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200 IU/ml, maka sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel partikel latex . Bila kadar ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml , maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel partikel latex.Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik , sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes aglutinasi latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200 IU/ml

I. STRIDORStridor merupakan sesuatu yang abnormal, yaitu suara bernada tinggi yang dihasilkan dari aliran udara turbulensi yang melalui jalan nafas yang terobstruksi sebagian. Stridor merupakan suatu gejala, bukan merupakan suatu penyakit. Stridor bisa berupa inspirasional, ekspirasional, atau bifasik. Stridor inspirasional biasanya adalah gejala adanya obstruksi laryngeal, sedangngkan stridor ekspirational menandakan adanya obstruksi tracheobronkial. Stridor bifasik menandakan adanya anomaly subglottis atau glottis.

BAB IIIPEMBAHASANPada skenario ini, terdapat seorang anak berusia 5 tahun yang sudah 2 hari tidak mau makan karena sakit saat menelan. Sakit karena menelan/ odinofagia terjadi karena saat makanan masuk ke dalam rongga mulut sampai ke orofaring akan mengakibatkan iritasi pada daerah sekitar ketika di daerah tersebut terdapat radang yang merangsang rasa sakit. Penyebab odinofagia antara lain adalah: faringitis, tonsilitis dan hipertrofi adenoid. Badan demam yang terjadi pada penderita adalah tanda adanya radang/ inflamasi yang terjadi di daerah orofaring. Benjolan yang muncul pada leher dan nyeri saat ditekan dapat menunjukkan adanya inflamasi pada daerah leher, sedangkan suara serak yang timbul terjadi karena adanya gangguan fonasi, yaitu adanya plica vokalis yang oedema (sesuai hasil pemeriksaan fisik). Sedangkan mengorok pada penderita terjadi karena adanya obstruksi pada saluran napas bagian atas saat berada pada posisi tidur, hal ini berkaitan dengan adanya benjolan pada leher penderita. Riwayat sering batuk dan pilek pada pasien memberi petunjuk bahwa inflamasi yang terjadi pada daerah orofaring terjadi karena infeksi yang melalui udara pernapasan, lendir rhinorrhea melalui postnasal drip ataupun bisa secara oral. Keluhan dapat berulang sejak penderita usia 3 tahun karena terjadi infeksi yang berulang karena paparan agen penyebab infeksi juga terjadi secara berulang.Pada pemeriksaan pharing didapatkan mukosa granuloma dan hiperemi, hal ini terjadi pada daerah pharing penderita telah terjadi peradangan yang berulang dan kronis (pharingitis kronis). Detritus pada tonsil adalah kotoran atau bercak berwarna putih atau kuning yang terjadi akibat folikel-folikel mengalami inflamasi sehingga mengakibatkan tonsil membengkak sehingga terbentuk eksudat yang akan mengalir ke kanal dan mengisi kripte, sedangkan fibrosis pada tonsil terjadi sebagai mekanisme penyembuhan berupa terbentuknya jaringan pengikat fibrosa untuk menggantikan jaringan yang hilang karena inflamasi yang terjadi. Dari hasil pemeriksaan tonsil, menunjukkan bahwa telah terjadi tonsilitis kronis. Plika vokalis oedema dan hiperemis menunjukkan bahwa proses radang juga terjadi di daerah ini. Pemeriksaan ASTO (+) menandakan bahwa pada pasien terjadi infeksi aktif dari streptococcus B hemoliticus.Terapi tonsilektomi perlu diberikan pada penderita karena infeksi streptococcus B hemoliticus pada tonsil dapat menjadi fokal infeksi yang mengakibatkan berbagai komplikasi seperti demam rematik, miokarditis, dll. Selain itu, telah terjadi obstruksi saluran pernapasan yang dibuktikan dengan mengorok saat tidur. Sebagai terapi simptomatik, diberikan analgesik untuk mengurangi rasa sakit dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.

BAB IVPENUTUPA. SIMPULAN1. Tonsilitis adalah radang pada tonsil yang terjadi karena infeksi oleh bakteri ataupun virus, termasuk bakteri streptococcus B hemolliticus. Agen infeksius tersebut dapat menyebar secara oral ataupun lewat udara pernapasan.2. Tonsilitis dapat menyebabkan radang pada area di sekitar tonsil, misalnya faringitis.3. Tonsilitis diatasi dengan pemberian antibiotik, antipiretik dan analgesik. Namun, ada beberapa indikasi, baik absolut atau relatif, untuk melakukan terapi tonsilektomi.4. Higiene saluran napas atas dan rongga mulut dapat mempengaruhi infeksi pada tonsil.

B. SARANTutorial sudah berjalan dengan baik peserta diskusi tutorial berperan aktif dalam menyampaikan pendapat. Tutor juga memberikan pernyataan-pernyataan yang menstimulasi keingintahuan peserta diskusi tutorial untuk belajar lebih banyak lagi di luar diskusi tutorial.DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam Adams, George L. Boies, Lawrence R. Higler, Peter A. Boies: Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC.Benson, Adam E; et al. 2012. Stridor. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/995267-overview#showall (Diakses tanggal 12 September 2013)Hermai, Bambang. Abdurrachman, Hartono. Cahyono, Arie. 2007. Kelainan Laring dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Mansjoer, Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.Rusmarjono. Soepardi, Efiaty A. 2007. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Soepardi, Efiaty Arsyad; et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaVincent, T., Mirian, Celestin,N.,Hussain,N.,Aneela. Pharyngitis. http://www.a.f.p.org.2004;69:1469-70www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.