SKENARIO E BLOK 19 Seorang laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH Palembang dari RSUD Sekayu sekitar jam 19.00 WIB karena tanpa sengaja dia meminum air di dalam botol akua yang ternyata berisi cairan cuka para sehingga laki-laki tersebut tib-tiba mengerang kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara akibat tertelan cairan cuka para tadi. Pada saat itu, dirumahnya yang berbentuk panggung masih suasana gelap karena lampu mati, os terjatuh 2 meter keluar rumahnya dan kepalanya terbentur bebatuan si luar rumah sesaat setelah tertelan air keras. Selama di dalam mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan oksigen. Sekitar jam 23.00 WIB, os sampai di Ruang Emergensi RSMH Palembang dan diberikan kembali oksigen namun os tampak sangat sesak nfas dengan kesadaran yang menurun. Pada pemeriksaan fisik didapatlah Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m, Tekanan darah 160/100 mmHG, Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen 98%. Laki- laki tersebut mengalami disorientasi tempat dan waktu. Pada pemeriksaan fisik organ, tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat terbentur, pupilnya melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKENARIO E BLOK 19
Seorang laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH Palembang dari RSUD
Sekayu sekitar jam 19.00 WIB karena tanpa sengaja dia meminum air di dalam
botol akua yang ternyata berisi cairan cuka para sehingga laki-laki tersebut tib-tiba
mengerang kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara akibat tertelan cairan cuka
para tadi. Pada saat itu, dirumahnya yang berbentuk panggung masih suasana
gelap karena lampu mati, os terjatuh 2 meter keluar rumahnya dan kepalanya
terbentur bebatuan si luar rumah sesaat setelah tertelan air keras. Selama di dalam
mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan
bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan oksigen. Sekitar jam
23.00 WIB, os sampai di Ruang Emergensi RSMH Palembang dan diberikan
kembali oksigen namun os tampak sangat sesak nfas dengan kesadaran yang
menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatlah Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m,
Tekanan darah 160/100 mmHG, Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen
98%. Laki-laki tersebut mengalami disorientasi tempat dan waktu. Pada
pemeriksaan fisik organ, tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat
terbentur, pupilnya melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak
mengeluarkan keringat. Auskultasi dada: tidak dijupai bunyi ronkhi, namun
dijumpai bunyi stridor yang hebat, ritme jantungnya takikardi reguler namun
masih reguler, abdomen dalam batas normal.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
A. Cuka para : Asam formiat ( HCOOH)
B. Kesakitan hebat di dada : Rasa nyeri yang berasa ldari organ-organ
yang berada di dalam rongga toraks (paru-paru, jantung, esofagus,dll)
C. Kesulitan bernapas : Hambatan dalam mengungkapkan pikiran
melalui kata-kata yang mempunyai makna, kemungkinan karena ada
gangguan pada pusat yang mengatur suara (pita suara)
D. Sesak nafas :
1
E. Saturasi oksigen : ukuran derajat pengikatan oksigen pada
hemoglobin, biasa diukur dengan menggunakan oksimeter, yang
dinyatakan dalam persentase pembagian kandungan oksigen sebenarnya
dengan kapasitas oksigen maksimum dan dikalikan 100
F. Disorientasi tempat : kesalahan persepsi terhadap tempat
G. Refleks cahaya : Stimulasi cahaya yang diarahkan ke mata
H. Ronki : Suara napas tambahan saat inspirasi,
kemungkinan karena ada gangguan pada saluran napas bawah
I. Stridor : Suara napas tambahan karena penyempitan
saluran napas atas, bisa inspirasi/ekspirasi
II. IDENTIFIKASI MASALAH
A. Seorang laki-laki (28 tahun) dirujuk dari RSUD Sekayu karena tanpa
sengaja telah meminum air cuka para sehinggga pasien mengerang
kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara
B. Sesaat setelah terminum cuka para, dimana suasana rumahnya yang gelap,
os terjatuh 2 meter dari rumah panggungnya dan kepalanya terbentur
bebatuan
C. Os dirujuk dari RSUD Sekayu pada pukul 19.00 WIB dan tiba di RSMH
Palembang pada pukul 23.00
D. Selama di dalam mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak
bisa bicara dan kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena
fluid drip dan oksigen.
E. Tiba di UGD os diberi O2 namun RR 28x/menit dengan kesadaran
menurun
F. Pemeriksaan fisik umum:
Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m, Tekanan darah 160/100 mmHG,
Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen 98%. Laki-laki tersebut
mengalami disorientasi tempat dan waktu
G. Pemeriksaan fisik organ:
2
tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat terbentur, pupilnya
melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak
mengeluarkan keringat. Auskultasi dada: tidak dijupai bunyi ronkhi,
namun dijumpai bunyi stridor yang hebat, ritme jantungnya takikardi
reguler namun masih reguler, abdomen dalam batas normal.
III. ANALISIS MASALAH
A. Apa saja kandungan , rumus kimia, dan sifat dari cuka para?
B. Apa dampak dari terminum cuka para?
C. Bagaimana mekanisme terjadinya kesakitan hebat di dada dan kesulitan
bicara pada pasien?
D. Secara anatomis, bagian tubuh mana yang terkena dampak dari terminum
cuka para?
E. Apa dampak terjatuh 2 meter dan kepala terbentur bebatuan?
F. Bagaimana hubungan antara benturan kepala tersebut dengan
terminumnya cuka para pada pasien?
G. Bagaimana dampak lamanya waktu tertelan yang dialami pasien hingga
akhirnya mendapatkan tindakan?
H. Mengapa os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan
kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan
oksigen?
I. Bagaimana mekanisme dari gelisah dan sesak nafas?
J. Bagaimana mekanisme kesadaran pasien yang makin lama makin menurun
dan tampak sangat sesak nafas?
K. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik umum?
L. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik khusus?
M. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?
N. Apa diagnosis banding dari kasus ini?
O. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?
P. Bagaimana penatalaksaan pada kasus ini?
Q. Apa prognosis dari kasus ini?
3
R. Apa komplikasi yang diakibatkan dari kasus ini?
S. Apa kompetensi dokter umum pada kasus ini?
HIPOTESIS
Seorang laki-laki, 28 tahun, mengalami obstruksi saluran napas et causa
intoksikasi cuka para dan trauma kapitis
IV. SINTESIS
A. Cuka Para
1. Defenisi dan Kandungan Cuka Para
- Asam format (nama sistematis: asam metanoat).
- Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang berarti semut.
Asam formiat (nama sistematis: asam metanoat) adalah asam karboksilat
yang paling sederhana. Asam formiat secara alami terdapat pada antara lain
sengat lebah dan semut. Asam formiat juga merupakan senyawa intermediet
(senyawa antara) yang penting dalam banyak sintesis kimia. Rumus kimia
asam formiat dapat dituliskan sebagai H C O OH atau CH2O2.
Di alam, asam formiat ditemukan pada sengatan dan gigitan banyak serangga
dari ordo Hymenoptera, misalnya lebah dan semut. Asam format juga
merupakan hasil pembakaran yang signifikan dari bahan bakar alternatif,
yaitu pembakaran metanol (dan etanol yang tercampur air), jika dicampurkan
dengan bensin. Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang
berarti semut. Pada awalnya, senyawa ini diisolasi melalui distilasi semut.
Senyawa kimia turunan asam format, misalnya kelompok garam dan ester,
dinamakan format atau metanoat. Ion format memiliki rumus kimia HCOO−.
2. Toksikologi
Untuk kasus ini harus dianalisa toksikologinya yaitu :
a. Sifat fisik dan kimia : cuka para merupakan salah satu asam kuat
(sampai terjadi syok), gangguan kesadaran dan akhirnya koma
Dampak bila terminum
Sakit di dada
Kesulitan bicara, mengerang kesakitan
20
Nyeri yang hebat seperti terbakar sekitar mulut, faring dan
abdomen
Muntah, diare
Kolaps
Gejala asfiksia akibat edema glottis
Patofisiologi
Acid ingestion (meminum zat asam):
- menyebabkan kerusakan jaringan dengan nekrosis koagulasi,
- terjadi denaturasi dari protein di lapisan superficial jaringan.
- Nekrosis ini kemudian akan membentuk koagulum yang disebut
eschar.
- Eschar ini bersifat protektif untuk lapisan dibawahnya.
- Lapisan eschar akan terlepas dalam 3-4 hari setelah terminum zat
kimia,
- dan defect dari lepasnya eschar ini akan dipenuhi oleh sel-sel
granulasi.
- Kemudian perforasi akan terbentuk setelah 3 – 4 hari setelah
lapisan eschar terlepas.
- Tidak seperti kasus terminum zat basa, gaster umumnya terkena
pada kasus terminum zat asam.
- Kerusakan usus halus terjadi pada 20% kasus.
- Dan pada setiap kasus terminum zat asam, tidak diperbolehkan
untuk mencetuskan reflex muntah, karena dapat menyebabkan
spasme pylorus dan antral.
Organ pencernaan yang mengalami kerusakan:
• Bibir bisa terbakar dan kemungkinan tetesan racun bisa mengenai
dagu, leher dan dada.
21
• Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut
tergantung bahan racunnya
• Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit
glotis akan edema
• Esofagitis korosif
- Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis
koagulatif. Secara histologik dinding esofagus hingga lapisan
otot seolah-olah menggumpal.
Organ pernapasan yg mengalami kerusakan:
• Kulit di sekitar hidung terbakar
• Tumpahan racun dapat masuk ke saluran hidung
• Mukosa saluran nafas bisa rusak
• Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan
bronkopneumonia
2. Cedera Kepala (Trauma Kapitis)
Trauma kapitis Adalah cedera kepala yang dapat menyebabkan
kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala,
selaput otak dan jaringan otak itu sendiri.
- Penderita jatuh tertelungkup 2 meter dari rumah panggungnya dan
kepalanya terbentur batu
- Biomekanika trauma:
Saat terminum cuka para pasien merasa sakit yang hebat hal
ini menyebabkan tubuh pasien berespon terhadap rasa sakit tersebut
tubuh pasien dalam keadaan tidak stabil akibat respon rasa sakit
yang dialami terjatuhdari rumah panggung setinggi 2 meter
kepala terbentur bebatuan trauma kapitis
G. Tatalaksana untuk Intoksikasi Cuka Para
1. Perawatan di tempat kejadian
22
a) Langsung caritahu agen yang terminum/ teringesti, volume dan
jumlah teringesti
b) Jangan rangsang muntah
c) (KONTROVERSIAL) Jumlah sedikit diluen, secepatnya berikan
air atau susu untuk mencegah menempelnya (adhering) partikel
terhadap mukosa esofagus. > 30 menit setelah kejadian jangan
lagi dilakukan.
2. Perawatan intensif di UGD :
a) Diprioritaskan – jalur napas dan tanda vital, monitoring jantung
segera dan akses intravena.
b) Kontrol jalur napas
o Karena resiko yang sangat cepat dari edema jalur napas,
evakuasi segera jalur napas dan kondisi kesadaran. Persiapkan
segera alat intubasi endotrakeal dan krikotirotomi. Intubasi
orotrakeal atau intubasi dengan bantuan optik fiber lebih baik
daripada nasotrakeal untuk mencegah perforasi jaringan lunak
o Sebisanya, hindari induksi paralisis saat intubasi karena resiko
dari distorsi anatomi akibat perdarahan dan nekrosis.
o Krikotirotomi atau percutaneous needle cricothyrotomy
penting dilakukan bila didapat tanda friabilitas ekstrem
jaringan atau edema yang signifikan.
c) Pengosongan lambung dan dekontaminasi :
o Jangan diberi obat perangsang muntah, cegah re-eksposur
dengan agen kaustil
o Gastric lavage
o NGT suction – spasme dari spingter pilorik mencegah
terpaparnya agen terhadap mukosa gaster sampai 90 menit –
mencegah terpaparnya intestinal
d) Pemberian cairan intravena.
23
3. Medikamentosa
a) Terapi suportif
b) Penggunaan kortikosteroid
c) Antibiotik – sefalosporin (ceftriaxone) 1-2 gram IV per 24 jam,
tidak melebihi 4 g/hari
d) Antibiotik – penisilin dan Beta-lactamase Inhibitor – jika terjadi
perforasi
e) Ampisilin dan sulbactam
f) PPI – proton pump inhibitor – mencegah terpajannya esofagus
yang terluka terhadap asam lambung, yang dapat menyebabkan
striktura esofagus
g) Pantoprazole – terapi untuk GER dan esofagitis erosif.
h) Analgesik parenteral, monitor tanda sedasi dan depresi dari
respirasi.
4. Follow up
a) Pasien yang tidak sengaja tertelan agen penyebab yang asimtomatik
dan tidak menunjukkan gejala apapun, boleh dipulangkan 2-4 jam
setelah observasi, tak ada kelainan anatomi, pasien harus bisa
meminum cairan tanpa kesulitan, tak ada gangguan berbicara
b) NPO (nothing per mouth)
c) Esofagram setelah 3-4 minggu
5. Terapi nutrisi (intake makanan)
a) Prinsip : NPO (nothing per mouth) – jangan berikan apapun peroral
b) FEEDING tube
o Alat kedokteran yang digunakan untuk pemberian makanan,
dikarenakan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan
dengan mengunyah
o Dinamakan enteral feeding / tube feeding
24
c) Tipe enteral feeding :
o Nasogastrik – dengan selang nasogastrik (nares – esofagus –
lambung)
o Gastric feeding tube – insersi melalui insisi di abdomen ke
lambung (digunakan untuk pemasukan nutrisi enteral jangka
panjang. Tipe paling umum adalah percutaneous endoscopic
gastrostomy (PEG) tube
d) Efektivitas
Dapat digunakan untuk bolus ataupun pemberian makan terus
menerus
6. Yang perlu diperhatikan (yang salah) :
a) Gagal mengevaluasi dan pertolongan jalur napas yang agresif
b) Upaya menetralkan zat yang tertelan dengan asam atau basa lemah
c) Menginduksi muntah – karena dapat membuat esofagus terpajan
ulang dengan bahan
d) Asumsi bahwa tidak adanya luka bakar pada orofaring akan
menyingkirkan kerusakan jaringan distal
e) Gagal dalam memperoleh data zat/bahan yang tertelan
f) Tidak segera merujuk ke dokter spesialis gastrointestinal / bedah
digestif
25
Observasi atau dirawat di RSCT scan tidak adaCT scan abnormalSemua cedera tembusRiwayat kehilangan kesadaranKesadaran menurunSakit kepala sedang-beratIntoksikasi alcohol/obat-obatanKebocoran likuor: rhinorea-otoreaCedera penyerta yang bermaknaTak ada keluarga di rumahGCS < 15Deficit neurologis fokal
Dipulangkan dari RSTidak memenuhi criteria rawatDiskusikan kemungkinan kembali ke RS bila memburuk dan berikan lembarobservasiJadwalkan control ulang
Definisi: penderita sadar dan berorientasi (GCS 13-15)Riwayat:Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaanMekanisme cederaWaktu cederaTidak sadar segera setelah sadarTingkat kewaspadaanAmnesia: retrograde, antegradeSakit kepala: ringan, sedang, beratPemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemikPemeriksaan neurologis terbatasPemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasiPemeriksaan kadar alcohol darah dan zat toksik dalam urinePemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita, kecuali bila memang sam sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal
Tata Laksana pada Traum Kepala
Alogaritma cedera kepala ringan
26
Definisi: penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintahGCS: 9-12Pemeriksaan awalSama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhanaCT scan kepala pada semua kasusDirawat untuk observasiSetelah dirawat:Pemeriksaan neurologis periodicPemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita akan dipulangkan
Bila kondisi memburukBila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protocol cedera kepala berat
Bila kondisi membaikPulang bila memungkinkanControl di poliklinik
Alogaritma penatalaksanaan awal cedera otak sedang
27
Alogaritma penatalaksanaan cedera otak berat
Tatalaksana pembedahan:
- Luka kult kepala
- Fraktur depresi tengkorak
28
- Definisi: penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana karena kesadaran menurun (GCS 3-8)
- Pemeriksaan dan penatalaksanaano Primary survey dan resusitasi
ABCDEAirway dan breathing- Pada koma harus segera dilakukan intubasi endotrakeal.- Ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisi gas
darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2- Untuk memonitor saturasi O2 pulse oksimeter (target > 98%)Sirkulasi- Sementara penyebab hipotensi dicari, segera lakukan pemberian cairan untuk
mengganti volume yang hilang.- DPL atau USG (bila tersedia) merupakan pemeriksaan rutin pada pasien hipotensi
yang koma.DisabilityExposure
o Secondary survey dan riwayat AMPLE (allergies, medications, past illness, last meal,
exposure)o Reevaluasi neurologis: GCS
Respon buka mata Motorik Verbal Reflex cahaya pupil
o Obat-obatan
Manitol untuk menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan cairn dengan konsentrasi 20%. Dosis 1 g/kgBB i.v. jangan diberikan pada pasien hipotensi karena bersifat diuretic osmotic yang poten. Indikasi deteriorasi neorologis akut (dilatasi pupil, hemiparesis, atau kehilangn kesadaran saat observasi)
Hiperventilasi sedang (PCO2 < 35 mmHg) jangan sampai < 30 mmHg, karena bisa terjadi iskemia otak.
- Lesi masa intracranial
Pertolongan Pertama (ATLS)
Penderita harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat penderita
dalam keadaan penderita sestabil mungkin, seperti dianjurkan dibawah ini:
1. Airway
a. Pasang airway atau intubasi bila perlu
b. Suction dimana perlu
c. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi
2. Breathing
a. Tentukan laju pernafasan, berikan oksigen
b. Ventilasi mekanik bila diperlukan
c. Pasang chest tube dimana perlu
3. Circulation
a. Control perdarahan luar
b. Pasang 2 jalur infuse, mulai pemberian kristaloid
c. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah dan
teruskan pemberian selama transportasi
d. Pasang kateter uretra untuk monitor keluaran urin
e. Monitor kecepatan dan irama jantung
4. Susunan syaraf pusat
a) Bila penderita tidak sadar, bantuan pernafasan
b) Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan
c) Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebrae lumbalis
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas
b. Pemeriksaan lanjutan seperti CT scan dan aortogarfi biasanya tidak
ada indikasi
c. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match, analisis gas
darah, tes kehamilan semua wanita usia subur
29
d. Penentuan denyut jantung dan saturasi Hb (EKG dan pulse
oximetry)
6. Luka
a. Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban luka
b. Berikan profilaksis tetanus
c. Antibiotika dimana diperlukan
H. Prognosis
Prognosis trauma kapitis tergantung pada :
- Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
- Besarnya
- Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Dubia, bergantung pada beratnya luka bakar yang ditemukan akibat bahan korosif.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara
7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang
mengalami koma sebelum operasi.
I. Komplikasi
- Peritonitis
- Hematoma epidural/subdural
- Syok neurogenik
- Kejang post trauma
- Koma
- Edema laring
- Pneumonia aspirasi
- Perforasi esophagus
- Mediastinis
30
- Kematian
J. Kompetensi Dokter Umum
Kompetensi dokter umum untuk trauma kepala dan keracunan adalah 3B,
mampu membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan tambahan,
dapat memutuskan dan memberikan terapi awal merujuk ke spesialis yang
relevan pada kasus gawat darurat
V. DAFTAR PUSTAKA
De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2, Jakarta, EGC, 2004.