Top Banner
1 SISTEM DISPERSI TIK . MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP DASAR SISTEM DISPERSI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEDIAAN POLIFASE Achmad Radjaram 1. PENDAHULUAN 2. SISTEM DISPERSI KOLOID 3. SISTEM DISPERSI SUSPENSI 4. SISTEM DISPERSI EMULSI PUSTAKA - Martin, A,1993 Physical pharmacy, 4 , Ed, Lea & Febiger, Philadelphia P - Florence AT, Attwood D, 1998, Physicochemical principles of Pharmacy, 3rd Ed, Macmillan Press, London - Aulton M.E, 2002, Pharmaceutics, The science of Dosage Form Design, 2rd Ed, Churchell Li vingstone, London,
74
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sistem Dispersi

11

SISTEM DISPERSI

TIK . MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP DASAR SISTEM DISPERSI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN

SEDIAAN POLIFASE

Achmad Radjaram

1. PENDAHULUAN

2. SISTEM DISPERSI KOLOID

3. SISTEM DISPERSI SUSPENSI

4. SISTEM DISPERSI EMULSI

PUSTAKA- Martin, A,1993 Physical pharmacy, 4 , Ed, Lea & Febiger,

Philadelphia P- Florence AT, Attwood D, 1998, Physicochemical principles of

Pharmacy, 3rd Ed, Macmillan Press, London- Aulton M.E, 2002, Pharmaceutics, The science of Dosage Form

Design, 2rd Ed, Churchell Li vingstone, London, New York.

Page 2: Sistem Dispersi

22

Page 3: Sistem Dispersi

33

Page 4: Sistem Dispersi

44

SISTEM DISPERSI

1. PENDAHULUAN

SISTEM DISPERSI ADALAH SUATU SISTEM YANG TERDIRI DARI PARTIKEL KECIL SEBAGAI FASA TERDISPERSI YANG TERDISTRIBUSI DALAM MEDIUM DISPERSI SEBAGAI FASA KONTINU

FASA PENDISPERSI DAN TERDISPERSI DAPAT BERBENTUK PADAT, CAIR ATAU GAS

Page 5: Sistem Dispersi

55

Fasa Fasa terdispersiterdispersi

Medium dispersiMedium dispersi

PadatPadat CairCair GasGas

PadatPadat Solid dalam basis salapSolid dalam basis salap

Solid dalam lapis tipis Solid dalam lapis tipis polimerpolimer

suspensisuspensi Aerosol Aerosol padatanpadatan

CairCair Cairan dalam basis Cairan dalam basis salapsalap

EmulsiEmulsi Aerosol Aerosol cairancairan

GasGas Udara dalam busa Udara dalam busa plastic padatplastic padat

BusaBusa --

Klasifikasi sistem dispersi berdasarkan keadaan fisika medium dispersi dan partikel terdispersi

Page 6: Sistem Dispersi

66

Page 7: Sistem Dispersi

77

Page 8: Sistem Dispersi

88

Klasifikasi Sistem Dispersi berdasarkan ukuran partikel

Page 9: Sistem Dispersi

99

2. SISTEM DISPERSI KOLOID

* KOLOID LIOFILIK = Koloid cenderung berantaraksi dengan pelarut

* KOLOID LIOFOBIK = Koloid tidak berantaraksi dengan pelarut

Pada umumnya koloid Liofilik lebih stabil dari Koloid Liofobik

Untuk pelarut air : Koloid Hidrofilik Koloid Hidrofobik

* Faktor yang mempengaruhi sistem Koloid : Gaya antar partikel Sifat medium pendispersi Adanya Stabilisator

Page 10: Sistem Dispersi

1010

Page 11: Sistem Dispersi

1111

2.1. SIFAT ELEKTRIK KOLOID

1. Adsorpsi ion pada permukaan koloid

Sistem reaksi : Ag NO3 + KJ Ag I + KNO3

Koloid AgJ dalam larutan KJ mengadsorpsi ion I-

Ag I I-

permukaan koloid bermuatan Θ

Koloid Ag I dalam larutan AgNO3 mengadsorpsi ion Ag+

Ag I Ag+

permukaan koloid bermuatan

I- I-

I-

I-

I-

I- I-

I-

AgI

AgI

Ag+Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Page 12: Sistem Dispersi

1212

2. Reaksi kimia (ionisasi)

Contoh : Protein : R – NH2 – COOH

Sistem Reaksi : R – NH2 – COO Ө (pH alkali)

Koloid bermuatan Ө OH –

R - NH3+ COO - (titik isoelektrik)

H+

Koloid bermuatan

R – NH3 - COOH (pH asam)

3. Lapisan rangkap difusi

Koloid bermuatan akan mempengaruhi distribusi muatan di sekitar permukaan

Koloid bermuatan : ion Ө dalam medium pendispersi cenderung untuk berada didekat permukaan

Page 13: Sistem Dispersi

1313

Counter ion = ion yang muatannya berlawanan dengan permukaan koloid

Lapisan rangkap dua : a bound layer b diffuse region

Bound layer (stern layer) = lapisan ion yang terikat kuat pada permukaan koloid

Diffuse layer = Daerah ion yang berada diluar “bound layer”. Distribusi ion pada daerah ini ditentukan oleh kesetimbangan gaya tarik elektrostatik keteraturan lapisan dengan gerak termal yang random (= gerak Brown) ketidak teraturan lapisan

Adanya muatan pada permukaan dan sekitar permukaan koloid mengakibatkan POTENSIAL LISTRIK antara permukaan koloid dengan lapisan media

Bidang geser : bidang (Potensial listrik) tepat pada garis diluar bound layer POTENSIAL ZETA.

Page 14: Sistem Dispersi

1414

Jika lapisan diffusi pada lapisan rangkap dua digeser oleh gerak partikel atau pelarut terjadi fenomena ELEKTROKINETIKA

Page 15: Sistem Dispersi

1515

Page 16: Sistem Dispersi

1616

2.2. FENOMENA ELEKTROKINETIKA

disebabkan oleh adanya permukaan koloid yang bermuatan

1. ELEKTRO FORESA = Gerak partikel bermuatan melalui zat cair yang diam bila diberikan medan listrik

2. ELEKTRO OSMOSA = gerak zat cair relatif terhadap permukaan bermuatan yang diam dengan adanya medan listrik

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi pergerakan zat cair = tekanan elektro osmosa

3. POTENSIAL ALIR = potensial listrik yang ditimbulkan oleh aliran zat cair melalui permukaan bermuatan yang diam berlawanan dengan ELEKTRO OSMOSA

4. POTENSIAL SEDIMENTASI : Potensial listrik yang ditimbulkan oleh gerak partikel bermuatan relatif terhadap cairan yang diam berlawanan dengan ELEKTRO FORESA

Page 17: Sistem Dispersi

1717

2.3. KESTABILAN KOLOID

KOLOID LIOFOB

Penambahan sejumlah kecil elektrolit sistem koloid sangat peka karena

- elektrolit menyebabkan kompresi lapisan difusi (diffuse layer) jarak antar partikel menurun, gaya Van der Waals naik

- Adsorpsi ion pada lapisan difusi tetap (bound layer) potensial permukaan menurun partikel koloid saling mendekat FLOKULASI

Makin tinggi muatan ion elektrolit, makin mudah flokulasi terjadi

KOLOID LIOFIL Sistem ini kurang peka terhadap penambahan

elektrolit, dalam jumlah besar baru tejadi flokulasi

Partikel tersolvasi mencegah flokulasi

Contoh : gelatin dalam air.

Page 18: Sistem Dispersi

1818

2.4. ZAT PELINDUNG

Koloid liofob dapat distabilkan dengan penambahan suatu zat teradsorpsi pada permukaan koloid dan membentuk permukaan liofilik yang baru

JENIS ZAT PELINDUNG

1. Zat teradsorpsi mempunyai gugus yang dapat teremulsi dan memberikan ion tersebut pada permukaan partikel

2. Membentuk film sekitar partikel

3. Polimer teradsorpsi pada permukaan interaksi sterik gugus polimer pada partikel koloid yangberbeda

4. Zat teradsorpsi menurunkan gaya tarik van der Waals antar partikel koloid

Page 19: Sistem Dispersi

1919

3. SISTEM DISPERSI SUSPENSI

SUSPENSI = Sistem dispersi kasar dengan partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu medium cair.

KEUNTUNGAN :

Menutupi rasa tidak enak

Sesuai untuk pemakaian pada kulit dan membran mukosa

KEGUNAAN :

Per oral

Topikal = obat luar

Parenteral

Page 20: Sistem Dispersi

2020

CONTOH SUSPENSI ORAL

• Suspensi antasida

• Suspensi antibiotika

• Suspensi analgesik

• Suspensi antelmetika

• Suspensi antifungal

• Suspensi kering (dry syrup)

Lihat buku ISO

FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN

• Sifat antarmuka dari partikel yang terdispersi

• Sedimentasi pengendapan dalam suspensi

Page 21: Sistem Dispersi

2121

1. SIFAT ANTARMUKA PARTIKEL TERSUSPENSI

• Ukuran partikel terdispersi kecil Energi bebas permukaan tinggi tidak stabil KOAGULASI

• Partikel dalam suspensi cair cenderung BERFLOKULASI

• Flokulat = gumpalan yang lunak dan ringan dengan struktur longgar dan porous partikel bersatu karena gaya van der Waals

• Aggregat = partikel yang melekat membentuk lempeng padat (cake) sulit disuspensi kembali

• Caking = bersatunya partikel padat membentuk massa Risiko ketidak homogenan suspensi walaupun sudah dikocok (agregat)

• Stabil secara termodimik : peningkatan energi bebas permukaan (G) partikel kecil – luas permukaan (A) meningkat.

G = SL A

suspensi stabil jika G 0

Page 22: Sistem Dispersi

2222

SL = tegangan antarmuka antara medium cair dan partikel padat

Supaya suspensi stabil, energi bebas permukaan harus dikurangi

Caranya :

1. SL diturunkan dengan penambahan surfaktan

2. A dikurangi Frokulasi

KURVA ENERGI POTENSIAL

• Gaya tarik menarik van der Waals

• Gaya tolak menolak lapisan rangkap elektrik

• Partikel dalam suspensi tegangan antarmuka () positif cenderung Flokulasi

• Gaya pada permukaan partikel berpengaruh pada derajat flokulasi dan penggumpalan pada suspensi

Page 23: Sistem Dispersi

2323

KURVA ENERGI POTENSIAL

Page 24: Sistem Dispersi

2424

• Partikel yang TERFLOKULASI terlihat lemah mengendap cepat, tidak membentuk lempengan (cake)

• Partikel yangDEFLOKULASI mengendap perlahan-;ahan dan membentuk lempengan yang keras (hard cake) – resuspensi sulit

Page 25: Sistem Dispersi

2525

3.2. SEDIMENTASI

Pengendapan dalam suspensi

• Stabilitas fisik suspensi terjaga bila partikel tetap terdistribusi secara merata ke seluruh media

• Kecepatan sedimentasi menurut hukum Stokes

o

os gclv

18

)(2

v = kec. Sedimentasi

cl = diameter partikel

= berat jenis (s : fase terdispersi)= viskositas medium

g = gravitasi

Page 26: Sistem Dispersi

2626

Hukum Stokes berlaku jika :

1. Konsentrasi fase terdispersi kecil sekitar 0,1 %, jika > 2 % pengendapan

2. Ukuran partikel terdispersi- ukuran partikel besar cepat mengndap- ukuran partikel kecil terbentuk “Caking”

3. Bobot jenis medium ()- bobot jenis ditingkatkan dengan menambah

- PEG, PVP, gliserin, sorbitol, gula

4. Viskositas medium ()- viskositas suspensi ditingkan dengan penambahan “ Suspending agent” - Metil selulosa, CMC Na, Acasi, Tragakan, Bentonit

Page 27: Sistem Dispersi

2727

Faktor gelembung udara

gelembung busa terjadi selama pengadukan dengan adanya surfaktan flotasi : partikel padat menempel pada gelembung udara

Faktor bobot jenis ()

s > o pengendapan

s = o kesetimbangan fasa (partikel melayang)

s < o terjadi flotasi mengambang)

Proses pembasahan :

Ws = (s - L) - s = - L ( cos -1)

cos = 1 = 0

Page 28: Sistem Dispersi

2828

POTENSIAL ZETA

Potensil zeta = perbedaan potensial elektrik antara permukaan partikel dan media pendispersi dalam sistem suspensi.

- Potensial zeta diturunkan membentuk jembatan antar partikel yanmg berdekatan ikatan antar partikel akan tersusun longgar

- Ditambah elektrolit sebagai bahan “flocculating agent”

- Elektrolit : garam Na asetat, - fosfat, - sitrat kadar elektrolit harus dikendalikan PENGARUH GERAK BROWN

- Gerak Brown dapat melawan pengendapan partikel dalam suspensi, terjadi pada :

- partikel dengan diameter 2 – 5 m

- bj dan viskositas medium pensuspensi

Sediaan suspensi yang baik dengan gerak Brown yang sedang

Page 29: Sistem Dispersi

2929

PENGENDAPAN PARTIKEL TERFLOKULASI

Partikel terflokulasi terikat lemah, mengendap dengan cepat, tidak membentuk lempengan (cake) mudah disuspensi kembali

Sistem terflokulasi- Flokulasi cenderung jatuh bersama-sama

- Batas antara endapan dan supernatan jelas

- Cairan diatas endapan jernih

- Partikel yang lebih besar mengndap lebih dulu

- Laju pengendapan ditentukan oleh ukuran Flokulat dan porositas dari massa agregat

Page 30: Sistem Dispersi

3030

Cara membuat sistem terflokulasi

a. Penambahan elektrolit memperkecil barier elektrik Potensial zeta turun

b. Surfaktan

c. Polimer adsorpsi permukaan (terjadi jembatan antar partikel)

Partikel terflokulasi : mengendap perlahan-lahan mebentuk suatu endapan dan terjadi agregat membentuk lempeng keras (Hard cake) yang sulit disuspensi kembali

Sistem terflokulasi :- Partikel besar mengendap lebih cepat

- Tidak ada batas yang jelas antara endapan dan supernatan

- Cairan berwarna keruh

Page 31: Sistem Dispersi

3131

PEMBENTUKAN SUSPENSI STABIL

Page 32: Sistem Dispersi

3232

FLOKULASI SUPENSI

Page 33: Sistem Dispersi

3333

Page 34: Sistem Dispersi

3434

Page 35: Sistem Dispersi

3535

EVALUASI SUSPENSI1. STABILITAS FISIK

2. PARAMETER : VOLUME SEDIMENTASI

DERAJAT FLOKULLASI

VOLUME SEDIMENTASI

F = VU / VO

F = Volume sedimentasi

VU = volume akhir endapan

VO = volume awal suspensi

Nilai Volume Sedimentasi < 1 sampai > 1

Page 36: Sistem Dispersi

3636

Page 37: Sistem Dispersi

3737

DERAJAT FLOKULASI

Pada sistem deflokulasi

F∞ = V∞ / VO

F∞ : volume sedimentasi suspensi yang terdeflokulasi

V∞ : volume akhir endapan suspensi yang terdiflokulasi

ouVV

VVVVFF

O

ou // /

= derajat flokulasi

lasiterdeflokuyangsuspensiendapanakhirvolume

siterflokulayangsuspensiendapanakhirvolume

Page 38: Sistem Dispersi

3838

FORMULASI SUSPENSI ORAL

PERSYARATAN

1. Partikel terdispersi cukup kecil dan seragam, serta tidak boleh cepat mengendap

2. Bila partikel suspensi telah mengendap, partikel tersebut harus mudah didispersi kembali

3. Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi, sehingga dapat dengan mudah dituang dan mudah didispersikan kembali

4. Pada saat digunakan, dosis harus seragam

5. Suspensi harus stabil secara kimia dan fisika selama penyimpanan

6. Formulasi suspensi harus menyenangkan untuk pasien, dan mempunyai bau, warna dan rasa yang dapat diterima

Page 39: Sistem Dispersi

3939

Bahan yang umum digunakan dalam Formulasi Suspensi

1. Wetting agent

2. Suspending agent

3. Floculating agent

4. Bahan aditif :

- pemanis

- pengawet

- dapar

- Flavor

- zat warna

Page 40: Sistem Dispersi

4040

Page 41: Sistem Dispersi

4141

Eksipien dalam formulasi Suspensi

1. Bahan pembasah (wetting agent)

surfaktan, gliserin, propilenglikol, alkohol

khususnya : untuk serbuk yang sulit terbasahi

2. Elektrolit

bahan flokulasi dengan mengurangi hambatan elektrik antar partikel

3. Surfaktan

menghasilkan flokulasi partikel tersuspensi

Surfaktan non-ionik maupun ionik

Konsentrasi Surfaktan

4. Polimer

Bekerja sebagai zat pemflokulasi diadsorpsi pada permukaan partikel

Polimer hidrofilik juga berfungsi sebagai koloid pelindung

Page 42: Sistem Dispersi

4242

MANUFAKTUR

Manufaktur sediaan suspensi

1. Reduksi ukuran partikel dan pembasahan fasa terdispersi (ayakan mesh 200 – 325)

2. Pencampuran dan pendispersian fasa terdispersi ke dalam medium

3. Stabilisasi penambahan stabilisator : makromolekul () dan bahan pengawet

4. Homogenisasi colloid mill.

4. SISTEM DISPERSI EMULSI

Emulsi : sistem dua fasa dari dua cairan yang tidak saling bercampur umumnya air dan minyak satu fasa terdispersi dalam fasa yang lain sebagai tetesan atau droplet

Page 43: Sistem Dispersi

4343

• Ukuran droplet umumnya > 0,1 m

• Secara termodinamika, emulsi merupakan sistem yang tidak stabil

• Sistem dibuat stabil dengan adanya zat pengemulsi

• MIKROEMULSI : - emulsi halus, transparan atau seperti susu, ukuran droplet : 0,01 – 0,1 m

- secara termodinamik lebih stabil

• MAKROEMULSI Droplet : 0,1 – 10 m

• KREM : emulsi semisolid, mengandung air > 60 % sifat aliran pseudoplastik

• PENGGUNAAN : Nutrisi, obat, bahan diagnostik

- internal untuk

- eksternal untuk topikal kulit dan membran mukosa

- parenteral

Page 44: Sistem Dispersi

4444

4.1. TIPE EMULSI

• Emulsi minyak dalam air (M/A)

• Emulsi air dalam minyak (A/M)

• Emulsi oral biasanya tipe (M/A)

• Pengemulsi : Emulsifying agent : zat surfaktan dan zat pengemulsi lain : polimer hidrofilik

- Polimer hidrofilik dan surfaktan emulsi M/A

- Surfaktan lipofilik mendrong emulsi A/M

• Sifat reologi emulsi dipengaruhi faktor : interaksi, sifat fasa kontinyu, perbandingan volume fasa dan distribusi ukuran tetesan

• Pengemulsi tipe M/A :

Na-lauryl sulfat, Trietanolamin stearat, sabun monovalerat Na oleat.

Page 45: Sistem Dispersi

4545

• Pengemulsi tipe A/M :

Sabun polivalen, Ca – palmitat, Ester sorbitan (spans), Kolesterol, lemak wool

CONTOH SEDIAAN EMULSI

- Lotio, Linimen, Krem, dll

CARA MENGIDENTIFIKASI FASA :

a. pengenceran fasa luar

b. penggunaan zat warna yang larut dalam salah satu fasa

c. konduktivitas elektrik

d. kertas saring

Page 46: Sistem Dispersi

4646

4.2. TEORI EMULSIFIKASI

Teori emulsifikasi berkaitan dengan :

a. Kestabilan produk

b. Tipe emulsi yang terbentuk

Emulsifikasi : proses pendespersian suatu fasa sebagai droplet atau tetesan di dalam fasa lain

Proses pembentukan massa emulsi :

1. Pemecahan massa minyak menjadi tetesan halus

2. Stabilitas tetesan oleh fasa ketiga pengemulsi

Page 47: Sistem Dispersi

4747

Kerja dispersi adanya interaksi gaya kohesi dan adesi (E

Adesi >

E kohesi), luas permukaan droplet yang besar, ( A)

W = MA x A

W > sistem tidak stabil

MA < W < Surfaktan

Surfaktan menurunkan MA selama Emulsifikasi

ZAT PENGEMULSI

a. Zat aktif permukaan teradsorpsi pada antarmuka M/A membentuk lapisan monolekular

b. koloidal hidrofilik membentuk lapisan multimolekular

c. Partikel – partikel padat yang terbagi halus diadsorpsi pada batas antarmuka M/A

Page 48: Sistem Dispersi

4848

Page 49: Sistem Dispersi

4949

ADSORPSI MONOLEKULAR

• Surfaktan = zat aktif permukaan – Amfifil

Tegangan permukaan (M/A) turun – adsorpsi antarmuka membentuk lapisan monomolekular

W = (M/A) A

• Molekul surfaktan harus ada kesetimbangan antara gugus Hidrofil dan Lipofil – sifat polar dan non polar.

• Dalam praktek lebih sering digunakan pengemulsi kombinasi, seperti natrium setil alkohol dan kolesterol.

Page 50: Sistem Dispersi

5050

Page 51: Sistem Dispersi

5151

Page 52: Sistem Dispersi

5252

SISTEM HIDROFIL – LIPOFIL

Grifin : skala kesetimbanga Hidrofil – Lipofil (HLB) dari zat aktif permukaan

• Tipe emulsi M/A atau A/M tergantung pada sifat zat pengemulsi yang digunakan

• Emulsi M/A terbentuk jika HLB pengemulsi berkisar antara 9 – 12

• Emulsi A/M jika HLB sekitar 3 – 6

• Campuran Tween 20 dan span 20 membentuk emulsi M/A

• Tween : turunan polioksietilen sorbitan hidrofilik membentuk emulsi M/A (HLB 9.6 – 16.7)

• Span : ester sorbitan Lipofilik membentuk emulsi A/M (HLB 1.8 – 8.6)

Page 53: Sistem Dispersi

5353

Laju penggabungan tetesan – tetesan minyak yang terdispersi dalam air ditentukan dengan persamaan :

Laju 1 = C1 e-W1 / RT

C1 : faktor tumbukan yang bergantung pada perbandingan volume fase terhadap air dan kebalikan viskositas dari fase kontinu (air)

W1 : energi barier yang berhubungan dengan barier energi yang harus diatasi sebelum penggabungan terjadi. W merupakan fungsi dari potensial listrik dari tetesan-tetesan terdispersi dan energi hidrasi dari zat pengemulsiLaju penggabungan tetesan-tetesan air terdispersi dalam

minyak ditentukan dengan persamaan :

Laju 2 = C2 e-W2 /RT

C2 = c1

W2 : energi barier yang dari laju penggabungan

• Tipe emulsi tergantung dari laju penggabungan yang mana lebih besar

Page 54: Sistem Dispersi

5454

HLB BUTUH

HLB butuh suatu fasa minyak = jumlah emulgator dengan HLB yang diketahui – yang dibutuhkan untuk membentuk emulsi yang baik atau stabil

R/ Parafin liq 35 g 35/37 x 100 = 94,6 %

Wool fat 1 g 1/37 x 100 = 2,7 %

Setil alkohol 1 g 1/37 x 100 = 2,7 %

Emulgator 5 g

Air ad 100 g

Fase minyak HLB HLB x fraksi

Paraf Liq 12 94.6/100 x 12 = 11.4 Wool fat 10 2,7/100 x 10 = 0,27 Setil alkohol 15 2,7/100 x 15 = 0,4

HLB butuh fase minyak = 12,07

Page 55: Sistem Dispersi

5555

Jika Emulgator yang digunakan kombinasi Span 80 (HLB : 4.3) dan Tween 80 (HLB : 15), maka prosentase jumlah masing-masing adalah :

Span 80 (B) = 5 x 27.1/100 = 1,36 g

Tween 80 (A) = 5 – 1,36 = 3,64 g

)3.415()3.4407.12(100

72,9 B = 100 – 72,9 = 27,1

)..().(100BHLBAHLBBHLBx

A = B = 100 - A

Page 56: Sistem Dispersi

5656

ADSORPSI MOLEKULAR

• Koloida liofilik zat pengemulsi seperti surfaktan, karena tampak pda batas antarmuka M/A

• Perbedaan antara koloidal liofilik dengan surfaktan

a. Tidak menyebabkan penurunan tegangan antarmuka yang bermakna

b. Membentuk lapisan multimolekular pada antarmuka

• Bekerja sebagai zat pengemulsi

• Membentuk Emulsi yang stabil, karena dapat menghambat penggabung-an dan kenaikan Viskositas dari medium pendispersi

• Membentuk emulsi M/A membentuk lapisan-lapisan multilayer disekitar tetesan yang bersifat hidrofilik

Page 57: Sistem Dispersi

5757

ADSORPSI PARTIKEL PADAT

• Partikel halus dapat menstabilkan emulsi jika dibasahi oleh fasa dan menunjukkan adesi yang cukup membentuk film antarmuka

• Film berfungsi sebagai barier mekanik untuk mencegah koalesensi tetesan.

Page 58: Sistem Dispersi

5858

STABILITAS EMULSI

= Sebagai sistem heterogen yang tidak stabil sifat emulsi sering tergantung dari komposisi dan cara pembuatan

• Emulsi dikatakan stabil jika tidak terjadi koalesensi, creaming dan perubahan penampilan bau, warna dan konsistensi.

Ketidak stabilan Emulsi

• Flokulasi dan Creamin

• Koalesen dan Breaking

• Inversi fase

• Perubahan fisika dan kimia

• Perusakan oleh mikroba

Page 59: Sistem Dispersi

5959

Page 60: Sistem Dispersi

6060

a. FLOKULASI DAN CREAMING

FLOKULASI : proses bergabungannya tetesan membentuk massa yang lebih besar sebagai clump atau flocc.

CREAMING : naik atau turunnya tetesan membentuk lapisan pekat pada perubahan atas atau pada dasar emulsi lapisan didispersi dengan mudah (dikocok) karena tetesan masih dilapisi oleh emulgator. Jadi creaming – proses lanjut dari flokulasi dan bersifat reversabel

Laju creaming tergantung pada parameter hukum stokes :

0

032

18)(

gdV

Parameter

• Bobot jenis ()

s > o terjadi sedimentasi creaming kebawah (pada emulsi M/A)

s < o terjadi flotasi creaming keatas (pada emulsi A/M)

Page 61: Sistem Dispersi

6161

• Laju creaming meningkat bila :

- Perbedaan s dan o semakin besar

- Viskosita pendispersi menurun

- Menaikkan gaya gravitasi dengan cara sentrifugasi

• Laju creaming dapat diturunkan

- Reduksi ukuran partikel tetesan

- Viskositas pendispersi dinaikkan menambah pengental

b. KOALESEN DAN BREAKING

Koalesen : proses bergabungnya tetesan yang akan diikuti dengan breaking pemisahan fase terdispersi dan fase kontinu proses erreversibel – emulgator disekitar tetesan sudah rusak (lepas)

c. INVERSI FASE

Inversifase = proses perubahan – fase terdispersi berubah fungsi menjadi medium pendispersi.

Page 62: Sistem Dispersi

6262

Inversi fase dapat terjadi :

• Adanya penambahan zat yang dapat mengubah kelarutan emulgator.

Contoh : penambahan ion Ca ke dalam emulsi tipe M/A yang dibuat dengan emulgator Na-Stearat akan menyebabkan inversi fase menjadi emulsi tipe A/M yang stabil

• Volume atau prosentase fase terdispersi yang terlalu besar pada emulsi yang dibuat dengan emulgator non-ionik.

d. PERUBAHAN FISIKA DAN KIMIA

Faktor penyebab harus dihindari

- cahaya

- suhu yang menyebabkan kaolesesn dan breaking

- oksidasi dan hidrolisis : minyak jadi tengik

- pembekuan dan pengenceran : kaolesesn dan breaking

Page 63: Sistem Dispersi

6363

e. PERUSAKAN OLEH MIKROORGANISME

MO : jamur, ragi dan bakteri

dapat menyebabkan :

- Dekomposisi emulgator (E. alam)

- Kontaminasi fase air

- penyebab fase minyak jadi tengik

- merusak vitamin larut minyak.

PENGAWETAN EMULSI

• pengawet efektif keadaan terlarut dan tidak ter ion – perhitungkan konsentrasinya.

• Efektif pada fase air dan minyak

• Pertimbangkan interaksi dengan komponen lain

• Pengawet kombinasi

efektif untuk jamur, ragi, bakteri : Nipagin : 0,1 – 0,2 % dan Nipasol : 0,02 – 0,05 %

Page 64: Sistem Dispersi

6464

PENILAIAN KESTABILAN

• Analisa ukuran partikel tetesan dari waktu ke waktu

• Analisa turbidimetri dan termodinamika

pemanasan = menyebabkan zat pengemulsi rusak menilai zat pengemulsi

• Metode Sentrifugasi terjadi tumbuhan kaolesen

KESETIMBANGAN FASA

Perilaku campuran tiga komponen :

Buat diagram tiga fase : air – minyak - surfaktan

Page 65: Sistem Dispersi

6565

SIFAT RHEOLOGI EMULSI

• Sifat aliran emulsi – untuk penampilan dan penggunaan produk, Misalnya untuk sediaan parenteral, pemindahan dari botol atau tube dll.

EVALUASI EMULSI

1. PENETAPAN TIPE EMULSI

Uji pengenceran

Uji konduktivitas

Uji kelarutan zat warna

Metode Fluoresensi

Metode pembasahan

2. ANALISIS UKURAN PARTIKEL TETESAN

- Mikroskop Ukuran partikel tetesan

- Coulter counter volume partikel

Page 66: Sistem Dispersi

6666

3. PENETAPAN VISKOSITAS DAN SIFAT RHEOLOGI

Viskositas emulsi tergantung pada :

ukuran partikel, sifat dan konsistensi emulgator, ratio volume ke dua fase serta viskositas fase eksternal

Bersifat non-Newtonian

Terjadinya koalesensi berkurangnya viskositas

4. PENGARUH WAKTU DAN SUHU• Untuk memprediksi lamanya penyimpanan dari produk

emulsi

• Perubahan suhu efek terhadap viskositas, partisi emulgator, inversi fase dan kristalisasi jenis lipid tetesan5. PENGARUH SENTRIFUGASI

Cara lain untuk memprediksi waktu tinggal (ED) produk emulsi terjadi pemisahan fase akibat koalesensi atau creamiul

Page 67: Sistem Dispersi

6767

MIKROEMULSI

Mikroemulsi terdiri dari misel-misel besar pada fase internal seperti “solubilized solution”

• Jernih seperti larutan transparan dan tidak stabil secara termodinamik

• Keadaan mikroemulsi berada diantara solubilized solution dan emulsi

• Mikroemulsi mengandung tetesan-tetesan minyak dalam air (M/A) atau tetesan air dalam minyak (A/M)

• Diameter tetesan 10 – 20 m, fraksi volume dan fase terdispersi bervariasi dari 0,2 – 0,8

• Pada pembuatan ditambah zat pengemulsi pembantu atau kosurfaktanNanopartikel

• Nanopartikel = produk yang serupa dengan mikroemulsi baik ukuran maupun bentuknya

• Nanopartikel dan mikroemulsi adalah misel-misel yang terbentuk dengan polimerisasi

Page 68: Sistem Dispersi

6868

SEMI SOLID

GEL

= Suatu sistem padat atau setengah padat terdiri paling sedikit dua konstituen dari massa terkondensasi rapat yang diselusupi oleh cairan

• Bila matriks hanya cairan disebut JELLY, bila cairannya dihilangkan dan tinggal matriksnya saja disebut XEROGEL.

• Gel dapat digolongkan dalam sistem dua fasa atau satu fasa

• Massa gel dapat terdiri dari gumpalan (flokulat) partikel-partikel kecil. Contohnya gel aluminium hidroksida, magma bentonit dan magma magnesium.

• Gel dapat terdiri molekul-molekul besar. Misalnya gel tragacants dan metilselulose Gel satu fase karena tidak ada batas antara makromolekul terdispersi dan cairan

• Gel mengandung air disebut HIDROGEL. Contoh gelatin gel. Gel mengandung cairan organil disebut ORGANOGEL (petrolatum)

Page 69: Sistem Dispersi

6969

• Gel yang mengerut secara alamiah karena sebagian cairannya keluar fenomena SINERESIS

Gel menyerap cairan sehingga volumenya meningkat SWELLING

• Gel menyerap cairan tanpa swelling IMBIBISI

Page 70: Sistem Dispersi

7070

Page 71: Sistem Dispersi

7171

Page 72: Sistem Dispersi

7272

LIPOSOM

Page 73: Sistem Dispersi

7373

Page 74: Sistem Dispersi

7474