Page 1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang
yang tidak normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulang utama,
seperti osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya.
Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang
memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau
penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang
sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke
tulang dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini
merupakan kelompok tumor tulang yang ganas. (Lukman dalam Asuhan
Keperawatan pada klien dengan gangguan system musculoskeletal, 2009)
Dari berbagai macam jaringan yang menyusun sistem ini, bermacam-macam
pula gangguan yang dapat ditimbulkan. Salah satu gangguan itu yaitu Benigna
BoneTumor and Maligna Bone Tumor. Tumor ini sering terjadi pada anak-anak,
karena sifatnya yang jinak tumor ini tidak berbahaya. Tumor-tumor jaringan
lunak merupakan suatu golongan heterogen kelainan-kelainan yang berasal dari
jaringan asal mesodermal. Dalam jaringan ini termasuk organ gerak, seperti otot-
otot dan tendon, kapsula, sendi dan juga semua struktur lemak dan jaringan ikat
penyangga, yang berada diantara komponen-komponen epitelial dan di sekitar
organ-organ. Sering juga kelainan yang berasal dari struktur mesenkimal, tetapi
yang terletak dalam organ tertentu, dibicarakan dan ditangani sebagai kelainan
organ-organ itu dan tidak dimasukkan dalam golongan tumor jaringan lunak.
(Menurut Errol untung hutagalung,2004) seorang guru besar dalam Ilmu
Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-
2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang
ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor
tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22%
dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari
jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut.
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi
penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun
setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap
datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit.
Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara
1
Page 2
penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan
pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
Tumor tulang Benigna dan Maligna memiliki prevalensi yang jarang (kurang
dari 1% dari seluruh kasus tumor), namun tumor ini mengakibatkan dampak
yang cukup fatal bagi penderitanya. Penderita tumor tulang seringkali merasakan
nyeri yang hebat bahkan pasien tidak mampu menjalankan aktivitasnya. Selain
itu penderita juga dapat berisiko mengalami cidera akibat fraktur patologik.
Peran perawat dalam penyembuhan dan perawatan klien sangat dibutuhkan,
karena umumnya pada pasien tumor tulang ini pasien mengalami kesulitan
bergerak. Bahkan efek dari tindakan medis juga cukup mengganggu, misalnya
pada kemoterapi dan pembedahan. Oleh karena itu perawat juga harus
mengetahui tumor tulang Benigna dan Maligna secara menyeluruh. Hal ini
ditujukan agar perawat mampu bertindak secara profesional dalam asuhan
keperawatan dan memberikan perawatan yang supportif pada penderita tumor
tulang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi dan fisiologi Tulang ?
2. Bagaimana epidemiologi Neoplasma tulang ?
3. Apakah definisi Neoplasma tulang?
4. Apa etiologi Neoplasma tulang Benigna dan Maligna?
5. Bagaimana klasifikasi Neoplasma tulang Benigna & Maligna?
6. Bagaimana patofisiologi dan Pathway Neoplasma tulang Benigna dan
Maligna?
7. Apa manifestasi klinis Neoplasma tulang Benigna dan Maligna?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis Neoplasma tulang Benigna dan Maligna?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang Neoplasma Tulang Benigna & Maligna?
10. Bagaimana pencegahan Neoplasma Tulang?
11. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan klien dengan Neoplasma tulang
Benigna dan Maligna?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Anatomi fisiologi Neoplasma tulang.
2. Menjelaskan epidemiologi Neoplasma tulang.
3. Menjelaskan definisi Neoplasma tulang.
4. Menjelaskan etiologi Neoplasma tulang Benigna dan Maligna.
5. Menjelaskan klasifikasi Neoplasma tulang Benigna & Maligna.
2
Page 3
6. Menjelaskan patofisiologi dan Pathway Neoplasma tulang Benigna dan
Maligna.
7. Menjelaskan manifestasi klinis Neoplasma tulang Benigna dan Maligna.
8. Menjelaskan penatalaksanaan medis Neoplasma tulang Benigna dan
Maligna.
9. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang Neoplasma Tulang Benigna &
Maligna.
10. Menjelaskan Pencegahan Neoplasma Tulang
11. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Neoplasma
tulang Benigna dan Maligna.
3
Page 4
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Dan Fisiologi
1. Pertumbuhan Embriologi Tulang
Pembentukan dan perkembangan tulang merupakan suatu proses
morfologi yang unik serta melibatkan perubahan biokimia. Tulang rawan
(kartilago) lempeng epifisis tidak sama dengan tulang rawan hialin dan
tulang rawan artikuler. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai struktur
pembuluh darah, zona-zona, dan susunan biokimia sehingga memberikan
gambaran matriks yang unik.
Gambar 1.1 perkembangan Embriologi. A.Embrio usia 28 hari yang
mengilustrasikan perkembangan awal dari anggota gerak (limb bud). B.
Skematis induksi ektoderm yang memberikan pertumbuhan mesenkim. C.
Ilustrasi perkembangan pada hari ke-33 pada tulang tangan. D. Ekstremitas
atas pada minggu ke-6 dengan pertumbuhan tulang rawan hialin. E. Minggu
ke-7 dengan model tulang rawan yang sudah lengkap.
Pada fase awal perkembangan, tulang embrio (pada minggu ke 3 dan ke
4) dan tiga lapisan germinal yaitu ektoderm, mesoderm serta endoderm
terbentuk (gambar 1.1). lapisan ini merupakan jaringan multipotensial yang
akan membentuk mesenkim dan kemudian berdiferensiasi membentuk
jaringan tulang rawan. Pada minggu ke 5 perkembagan embrio, terbentuk
tonjolan anggota gerak (limb bud) yang didalamnya terdapat juga sel
mesoderm. Sel mesoderm akan berubah menjadi mesenkim yang merupakan
bakal terbentuknya tulang dan tulang rawan.
4
Page 5
Perkembangan tulang terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama terjadi
pada minggu ke lima perkembangan embrio. Pada tahap ini tulang rawan
terbentuk dari prakartilgo, dimana terdiri atas 3 jenis tulang rawan, yaitu
tulang rawan hialin, tulang rawan fibrin, tulang rawan elastis. Tahap kedua
terjadi setalah minggu ke tujuh perkembangan embrio. Pada tahap ini, tulang
akan terbentuk melalui dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak
langsung. Pembentukan tulang secara langsung berarti bahwa tulang
terbentuk langsung dari lembaran-lembaran membran tulang, misalnya pada
tulang muka, pelfis, skapula, dan tengkorak. Pada jenis ini dapat ditemukan
satu atau lebih pusat-pusat penulangan membran.
Proses penulangan ini ditandai dengan terbentuknya osteoblas yang
merupakan rangka dari trabekula tulang dan penyebarannya secara radial.
Sementara itu pembentukan tulang secara tidak langsung (gambar 1.2) berarti
bahwa tulang terbentuk dari tulang rawan proses penulangan dari tulang
rawan terjadi melalui dua cara, yaitu pusat osifikasi primer dan osifikasi
sekunder. Pada osifikasi primer, osifikasi dari tulang terjadi melalui osifikasi
endokondral, sedangkan pada osifikasi sekunder terjadi dibawah
perikondrium/perikondrial (osifikasi periosteum atau periosteal). Mesenkim
pada daerah perifer berdiferensiasi dalam bentuk lembaran yang membentuk
periosteum, dimana osteoblas terbentuk di dalamnya.
Gambar 1.2 proses pertumbuhan tulang
Proses osifikasi dapat terjadi apabila sel-sel mesenkim memasuki daerah
osifikasi. Apabila sel mesenkim masuk ke daerah yang banyak emngandung
pembuluh darah, maka akan membentuk osteoblas. Sementara itu, apabila
daerah tersebut tidak mengandung pembuluh darah, sel mesenkim akan
membentuk kondroblas.
Pembentukan tulang terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan
(kartilago). Mula-mula darah menembus perikondrium dibagian tengah
batang tulang rawan, kemudian merangsang sel-sel perikondrium berubah
5
Page 6
menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulag
kompakta, sedangkan perikondrium berubah menjadi periosteum.
Bersamaan dengan proses ini, pada bagian dalam tulang rawan di daerah
deafisi yang di sebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan
membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan Ph (menjadi basah)
akibatnya zat kapur (kalsium) disimpan. Dengan demikian tergangulah
nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel
tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan
fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan
dengan terbentuknya pembuluh darah ke daerah ini sehigga membentuk
rongga sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuuh darah akan
memasuki daerah epifisi sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder dan
membentuk tulang spongiosa. Oleh karena itu, masih tersisah tulang rawan di
kedua ujung epifisis yang berperan penting dalam pergerakkan sendi dan satu
tulang rawan diantara epifisis dan diafisis yang di sebut dengan cakram
epifisis.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifisi terus
menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang
di daerah diafisis. Tulang akan tumbuh memanjang, tetapi tebal cakram
epifisis tetap. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang di daerah
rongga sumsum di hancurkan oleh osteoplas sehinnga rongga sumsum
membesar dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum
membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan. (Zairin, dalam
buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2012)
2. Empat Kategori Tulang
Menurut Smeltzer S.C dan Bare B.G. (2002) tulang manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk
memperoleh fungsi sistem muskuloskeletal yang optimal. Jumlah tulang
dalam tubuh manusia ada 206 buah, yang terbagi dalam empat kategori :
tulang panjang (misalnya femur, humerus, dan klafikula), tulang pendek
(misalnya tulang tarsalia dan karpalia), tulang pipih (misalnya tulang sternum
dan scapula), dan tulang tidak beraturan (misalnya tulang panggul).
a. Tulang panjang (Femur, humerus, dan Klafikula) yang terdiri dari
batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang lain
disebut epifisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis.
Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
6
Page 7
tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng
epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
oleh osteoblast, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan
tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongy bone (cancellous atau
trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng
epifisis berfungsi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan,
esterogen, dan testosteron, merangsang fungsi lempeng epifisis. Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.
Kanalis medularis berisi sumsum tulang
b. Tulang pendek (tarsalia dan karpalia) merupakan tulang-tulang yang
lebih kecil dari tulang [anjang an tidak ada perbedaan anatomi
ukurannya, hanya saja bentuknya seperti kubus, kapal atau bulat.
c. Tulang pipih (sternum dan scapula) berbentuk lempengan-lempengan.
Menurut Price, S.A. dan Wilson, L.M. (1995) system tulang terdiri atas
tulang, sendi, otot, rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan khusus
penghubungnya. Tulang pipih terdiri atas dua lempengan tulang kompak
dan tulang spons, didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan
tulang pipih menyusun diding rongga, sehingga tulang pipih ini sering
berfungsi sebagai pelindung atau memperkuat. Contohnya adalah tulang
rusuk (costa), tulang belikat (scapula), tulang dada (sternum), dan tulang
tengkorak.
d. Tulang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang panggul.
Sel-sel yang terutama berperan dalam pembentukan dan resopsi tulang
adalah osteoblas dan osteoklas, keduanya berasal dari sumsum tulang.
Osteoblas adalah sel-sel pembentukan tulang yang berasal dari prekursor sel
stroma di sumsum tulang sel-sel ini mengekresikan sejumlah besar kolagen
tipe 1, protein matriks tulang yang lain dan fosfatase alkali, adenosin trifosfat
dan pirofosfat yang membantu kristalisasi dari garam-garam kalsium serta
mineralisasi tulang. Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi osteosit. Osteosit
adalah sel dewasa untuk pemeliharaan fungsi tulang yang terletak dalam
osteon (matriks tulang) dan pertukaran ion kalsium dengan ion lainnya.
Sedangkan osteoklast adalah sel multinukleus yang mengerosi dan menyerap
tulang yang sebelumnya telah terbentuk. Osteoklast berperan dalam
penghancuran, resobrsi, dan remodeling.
7
Page 8
Pembentukan tulang terbentuk lama sebelum kelahiran. Vitamin D
berfungsi meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan.
Kekurangan vitamin D akan menyebabkan defisiensi mineral, deformitas
tulang, dan patah tulang. Pada anak-anak dikenal dengan rakhitis dan
osteomalasia pada dewasa. Menurut long (1996), fungsi tulang adalah
menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada rangka, melindungi
organ-organ tubuh seperti cranium melindungi otak, pergerakan (otot
melekat pada tulang untuk kontrksi), gudang menyimpan mineral seperti
kalsium dan hematopoesis.
Kartilago (tulang rawan) terdiri atas serat-serat fleksibel dan tidak
memilliki vascular. Nutrisi kartilago melalui proses difusi dari kapiler yang
berada pada perikondrium melalui cairan sinovial. Kartilago pada telingan
sangat elastic karena sedikit serat. Ligament (simpai) adalah suatu susunan
serabut yang terdiri atas jaringan ikat, kenyal, fleksibel. Ligament
mempertemukan dua ujung tulang dan mempertahankan stabilitas. Tendon
adalah ikatan jaringan fibrosa yang padat dan merupakan ujung dari otot dan
menempel pada tulang.
Sedangkan fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar
yang didapatkan langsung dibawah kulit, sebagai fasia superfisial. Fasia
dalam adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyambung otot, saraf,
dan pembuluh darah. Bursae adalah kantong kecil dari karingan ikat di atas
bagian yang bergerak, dibatasi membrane sinovial dan mengandung cairan
sinovial, yang merupakan bantalan. (Lukman, dalam Asuhan pada Klien
dengan Gangguan System Muskuloskeletal, 2009)
3. Klasifikasi Bentuk Tulang (Zairin, dalam buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal, 2012)
Tulang dalam garis besarnya dibagi dalam enam kategori (Gambar 1.3).
Berdasarkan anatomis dan fisiologisnya, klasifikasi dari bentuk tulang
meliputi : tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, tulang tak beraturan,
tulang sesamoid, dan tulang sutura.
8
Page 9
Gambar 1.3 klasifikasi
bentuk tulang (sumber:
sinom,2003).
Bentuk tulang panjang biasanya relatif panjang dan silinder. Tulang
panjang bisa ditemukan di lengan, paha, kaki, jari tangan, dan kaki. Bentuk
tulang pendek menyerupai bentuk kotak yang terdapat seperti tulang-tulang
karpal dan tarsal. Bentuk tulang pipih tipis dan permukaannya paralel. Contoh
tulang pipih adalah pada atap tengkorak, sternum, iga, dan scapula. Tulang-
tulang ini mempunyai fungsi proteksi terhadap jaringan lunak dibawahnya
dengan membuat suatu permukaan luas untuk melekatnya suatu otot. Bentuk
tulang tak beraturan memiliki kompleksitas pendek dan permukaan tidak
beraturan. Contoh tulang ini adalah tulang belakang. Tulang sesamoid
berbentuk kecil, tipis, dan biji-bijian. Contoh tulang ini adalah patella.
Sementara tulang sutura berbentuk kecil, tipis, tidak beraturan, dan tersebar
diantara tulang tengkorak.
4. Histologi Tulang ( Zairin, dalam buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal,
2012)
Secara histologi, pertumbuhan tulang terbagi dalam dua jenis :
a. Tulang imatur (non-lame;ar bone, woven bone, fiber bone).
Terbentuk pada perkembangan embrional dan pada usia satu tahun tidak
terlihat lagi. Tulang imatur mengandung jaringan kolagen.
b. Tulang matur (mature bone, lamellar bone).
Perbedaan tulang matur dan imatur terutama terdapat pada jumlah sel,
jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Diafisis atau batang merupakan
bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang
kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis adalah bagian tulang
bagian tulang yang melebar di dekat ujung atau akhir batang.ah ini disusun
oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum
merah. Sumsum merah juga terdapat dibagian epifisis dan diafisis tulang.
Pada anak-anak, sumsum merah mengisi mengisi sebagian besar bagian
dalam dari tulang panjang. Susmsum merah berubah menjadi sumsum kuning
sejalan dengan pertambahan usia anak tersebut. Pada orang dewasa, aktivitas
hematopoetik menjadi terbatas (hanya pada sternum dan Krista iliaka),
walaupun tulang-tulang yang lain masih berpotensi untuk aktif kembali jika
9
Page 10
diperlukan. Sumsum kuning yang terdapat pada diafisis tulang orang dewasa
terdiri atas sel-sel lemak.
Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas
untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah
daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi
tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang
tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut
periosteum (Gambar 1.4). periosteum mengandung sel-sel yang dapat
berpoliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan
keutuhan dari pembuluh-pembuluh inilah yang menentukan berhasil atau
tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah pada saat menglami
kerusakan. Semakin tebal lapisan periosteum, semakin cepat proses
penyembuhan trauma tulang.
Gambar 1.4 periosteum
5. Fisiologi Sel-sel Tulang ( Zairin, dalam buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal, 2012)
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, dan osteoklas (lihat gambar 1.5). Osteoblas membangun
tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks
tulanmg atau jaringan osteoid melalui proses yang disebut osifikasi. Ketika
10
Page 11
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas menyekresikan
sejumblah besar fosfatase alkali yang memegang peranan pemnting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian besar
fosdatase alkali akan memasuki alirah darah. Oleh karena itu, kadar fosfatase
alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ke tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-
sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
diabsorbsi. Osteoklas menjadi sel fagosit yang mempunyai kemampuan
mengikis tulang dengan menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan
matriks dan melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas
ke dalam darah. Dengan fungsi tersebut osteoklas mampu memperbaiki tulang
bersama osteoblas
Gambar 1.5 Endosteum dalam gambaran lapisan selular tidak sempurna,
terdiri atas se-sel epitel, osteoblas, sel-sel osteoprogenerator, osteoid, dan
osteoklas (Sumber: Simon, 2003).
B. Epidemiologi (Arif dalam Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuluskeletal,2008)
Angka kejadian tumor tulang baik jinak maupun ganas bergantung pada jenis
tumor. Secara garis besar, tumor tulang lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibanding pada perempuan dengan perbandingan 2:1. Pada beberapa kasus,
tumor tulang jinak seperti osteoid osteoma lebih banyak dijumpai pada laki-laki
remaja atau dewasa muda, sedangkan osteoblastoma lebih banyak dijumpai pada
11
Page 12
laki-laki yang lebih tua. Namun demikian, insidensi dan prevalensi terjadinya
tumor tulang dapat dijumpai pada berbagai tingkatan usia.
C. Definisi
Neoplasma, secara harafiah berarti “pertumbuhan baru”, adalah massa
abnormal dari sel-sel normal yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasma
berasal dari sel sebelumnya adalah sel normal, namun selama mengalami
perubahan neoplastic mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu sel
neoplastic tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkordinasi dengan kebutuhan
hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostatis
sebagian besar sel tubuh lainnya. (Price dalam patofisiologi konsep klinis,
proses-proses penyakit, 2012)
Menurut Zairin, dalam buku Ajar Gangguan Muskuloskeletaltahun 2012,
Neoplasma merupakan masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak
terkoordinasi dengan jaringan normal, dan poliferasi berlangsung terus meskipun
rangsang yang memulainya telah hilang. Pada neoplasma, poliferasi demikian
disebut poliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif, tidak bertujuan,
tidak mempedulikan jaringan disekitarnya, tidak ada hubngan dengan kebutuhan
tubuh dan bersifat parasitic.
Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel atau jaringan normal dan
kebutuhan metabolismenya pada penderita yang berada dalam keadaan lemah.
Neoplasma bersifat otonom karena ukurannya meningkat terus. Poliferasi
neoplastik dari sel-sel neoplastik tumor membentuk suatu massa neoplasma,
menimbulkan pembengkakan atau benjolan pada jaringan tubuh yang disebut
tumor.
Sel-sel neoplasma atau tumor pada tulang menghasilkan factor-faktor yang
dapat merangsang fungsi osteoklas sehingga menimbulkan resorpsi tulang yang
dapat terlihat dalam radiogram. Selain itu, juga ada beberapa tumor yang
menyebabkan peningkatan aktivitas osteoblas dengan peningkatan desitas tulang
yang juga dapat terlihat pada radiogram. Pada umunya tumor-tumor tulang
mudah dikenali dengan adanya massa pada jaringan lunak disekitar tulang,
deformitas tulang, nyeri dan nyeri tekan atau fraktur patologis.
D. Etiologi ( Zairin, dalam buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2012)
1. Penyebab Utama
Secara umum penyebab utama neoplasma musculoskeletal tidak diketahui.
2. Faktor Predisposisi
12
Page 13
Beberapa factor yang berhubungan dan memungkikan yang dapat menjadi
factor penyebab terjadnya neoplasma muskuluskeletal, yaitu sebagai berikut:
a. Genetik
Beberapa kelainan genetic dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang
misalnya pada sarcoma jaringan lunak atau Soft Tissue Sarcoma (STS).
Berdasarkan data penelitian, diduga mutasi genetic pada stem sel
mesenkim dapat menimbulkan sarcoma, ada beberapa gen yang sudah
diketahui mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen
RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam
terjadinya STS. Gen lain yang juga diketahui punya peranan adalah gen
MDM-2 (Murine Double Minute 2), gen p53 yang telah utasi dan
menginaktivasi gen tersebut.
b. Radiasi
Keganasan pada jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang
terpapar radiasi seperti pada penderita kanker mamma dan limfoma
malignum yang mendapat radioterapi. Halperin dkk, memperkirakan
risiko terjadinya sarcoma pada penderita Hodgkin yang diradiasi adalah
0,9 %. Terjadinya keganasan jaringan lunak dan sarcoma tulang akibat
pemaparan radiasi sudah diketahui sejak 1922, walaupun jarang
ditemukan mmiliki prognosi yang jelek dan umumnya memiliki tingkat
yang tinggi.
Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah Malignant Fibrous
Hystiocytoma (MFH) dan angiosarkoma atau lymphagiaosarkoma. Jarak
waktu antara radiasi dan terjadinya sarkoma diperkirakan sekitar 11 tahun.
c. Bahan kimia
Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat
menimbulkan sarcoma, tetapi belum bisa dibuktikan. Pemaparan terhadap
thorium Dioxide (Thorotrast) suatu bahan kontras bisa menimbulkan
angiosarkoma pada hepar. Salain itu, abses juga dapat diduga dapat
menimbulkan Mesothelioma, sedangakan polyvinyl chloride dapat
menyebakan Angiosarkoma hepatik.
d. Trauma
Sekitar 30% kasus keganasan pada jarinagn lunak mempunyai riwayat
trauma. Walaupun sarcoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks
lama, luka bakar, dan riwayat trauma, tetapi semua ini tidak pernah bisa
dibuktikan.
e. Limphedema kronik
13
Page 14
Limphedema kronik akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan
limphangiosarkoma dan kasus limphangiosarkoma pada ekskremitas
superior yang ditemukan pada penderita karsinoma mamma yang diberi
radioterapi pascamastektomi.
f. Infeksi
Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh
infeksi parasit yaitu filariasis. Pada penderita limphedema kronik akibat
obstruksi filariasis dapat menimbulkan Limphangiosarkoma.
3. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya tumor tulang yaitu:
a. Kecepatan pertumbuhan tulang yang memacu timbulnya tumor tulang
ganas selama masa kanak-kanak terutama daerah metafise tulang panjang.
b. Beberapa kasus pada tumor tulang ganas disebabkan oleh kelainan DNA
pada tulang faktor genetik contohnya:
1) Retinoblastoma kelainan pada gen 13q14
2) Displasi tulang, penyakit paget, fibrous displasia, enchondromatosis,
eksostosis herediter multiple
3) L1-Fraumenisyndrome (mutasi TP 53)
4) Rothmund-thomson sindrom yaitu kelainan pada resesif autosomal
yang berkaitan dengan kelainan tulang kongenitaaaal, displasia rambut
dan kulit, hipogonadism, dan katarak
5) Gaya hidup yang tak sehat misalnya merokok, makanan dan minuman
yang mengandung karbon.
E. Patofisiologi (Anderson dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit 2005)
Tumor ganas merupakan proses yang biasanya makan waktu lama sekali,
bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Sel
abnormal ini membentuk klon dan mulai berfoliferasi secara abnormal,
mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut
kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif. Dan
terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan
sekitarnya dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah,
melalui pembuluih darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh
untuk membentuk metastase.
14
Page 15
Penyebaran limfogen terjadi karena sel kanker menyusup ke saluran limfe
kemudian ikut aliran limfe menyebar dan menimbulkan metastasis di kelenjar
limfe regional. Pada umumnya kanker mula-mula menyebar dengan cara ini baru
kemudian menyebar hematogen, pada permulaan penyebaran hanya terjadi pada
satu kelenjar limfe saja tetapi selanjutnya terjadi pada kelenjar limfe regional
lainnya. Setelah menginfiltrasi kelenjar limfe sel kanker dapat menembus
dinding struktur sekitar menimbulkan perlekatan. Kelenjar limfe satu dengan
yang lain sehingga membentuk paket kelenjar limfe. Penyebaran hematogen
terjadi akibat sel kanker menyusup ke kapiler darah kemudian masuk ke
pembuluh darah dan menyebar mengikuti aliran darah vena sampai organ lain.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel:
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas, mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan dalam mengendapkan kalsium dan
fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfotase alkali akan memasuki
aliran darah, dengan demikian maka keadaan fosfotase alkali di dalam darah
dapat menjadi indikator yang baik tentang pembentukan tulang setelah
mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit
adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi untuk tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi.
Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas adalah proses pengikisan tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon yaitu hormon kalsitonin,
hormon paratiroid dan vitamin D. Suatu peningkatan kadar hormone kalsitonin
mempunyai efek terjadinya peningkatan absorbsi ke dalam tulang sehingga
mengakibatkan terjadinya pengapuran tulang yang menjadikan tulang-tulang
rawan menjadi keras. Jika terjadi peningkatan hormon paratiroid (PTH)
mempunyai efek langsung menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan
bergerak memasuki serum. Di samping itu peningkatan kadar PTH secara
perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas,
sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada
hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu ginjal. Vitamin
D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar
PTH yang tinggi.
15
Page 17
WOC
F. Klasifikasi ( Zairin, dalam buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2012)
1. Berdasarkan Sifat Biologi Tumor
Berdasarkan sifat biologi tumor dapat dibedakan menjadi tumor jinak
(benigna),tumor ganas (maligna), serta tumor yang terletak antara jinak dan
ganas (intermediet).
a. Tumor Jinak (Benigna)
Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai simpai (kapsul),
tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak
menyebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada umumnya dapat
disembuhkan dengan sempurna kecuali yang menyekresi hormone atau
yang terletak pada tempat yang sangat penting, misalnya di sumsum
tulang belakang yang dapat menimbulkan paraplegia atau pada saraf otak
yang menekan jaringan otak.
b. Tumor Ganas (Maligna)
Pada umumnya tumor ini tumbuh cepat, infiltratif dan merusak jaringan di
sekitarnya. Di samping itu, dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran
limfe atau aliran darah. Tumor ini sering menyebabkan kematian.
17
Page 18
c. Intermediet
Di antara dua kelompok tumor jinak dan tumor ganas terdapat segolongan
kecil tumor yang mempunyai invasive lokal, tetapi kemampuan
metastasisnya kecil. Tumor ini disebut tumor yang agresif lokal atau
tumor ganas derajat rendah. Sebagai contoh, karsinoma sel basal kulit.
2. Sifat Neoplasma Jinak dan Neoplasma Ganas
a. Diferensiasi dan Anaplasia
Istilah diferensiasi dipergunakan untuk sel parenkim tumor. Diferensiasi
yaitu derajat kemiripan sel tumor (parenkim tumor). Jaringan asalnya yang
terlihat pada gambaran morfologik dan fungsi tumor. Proliferasi
neoplastik menyebabkan penyimpangan bentuk. Tumor yang
berdiferensiasi baik terdiri atas sel-sel yang menyerupai sel dewasa
jaringan normal asalnya, sedangkan tumor berdiferensiasi buruk atau tidak
berdiferensiasi menunjukan gambaran sel primitif dan tidak memiliki sifat
sel dewasa normal jaringan asalnya.
1) Tumor jinak
Semua tumor jinak umumnya berdiferensiasi baik. Sebagai contoh,
lipoma yaitu tumor jinak berasal dari jaringan lemak, sel tumornya
terdiri atas sel lemak matur, menyerupai sel jaringan lemak normal.
2) Tumor ganas
Tumor ganas berkisar dari yang berdiferensiasi baik sampai kepada yang
tidak berdiferensiasi. Tumor ganas yang terdiri atas sel-sel yang tidak
berdiferensiasi disebut anaplastik. Anaplastik berasal tanpa bentuk atau
kemunduran, yaitu kemunduran dari tingkat diferensiasi tinggi ketingkat
diferensiasi rendah.
Anaplasia ditentukan oleh sejumlah perubahan gambaran morfologik dan
perubahan sifat. Pada anaplasia terkadung 2 jenis kelainan organisasi
yaitu kelainan organisasi sitologik dan kelainan organisasi posisi.
Anaplasia sitologik menunjukan pleomorfi yaitu beraneka ragam bentuk
dan ukuran inti sel tumor. Sel tumor berukuran besar dan kecil dengan
bentuk yang bermacam-macam. Anaplasia posisional menunjukan
adanya gangguan hubungan antara sel tumor yang satu dengan yang
lain.
b. Derajat Pertumbuhan
Pertumbuhan tumor jinak biasanya lambat, sedangkan tumor ganas
cepat, tetapi derajat kecepatan tumbuh tumor jinak tidak tetap, kadang-
kadang tumor jinak tumbuh lebih cepat daripada tumor ganas karena
18
Page 19
tergantung pada hormon yang mempengaruhi dan adanya penyediaan darah
yang memadai. Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan
dengan tingkat diferensiasi sehingga kebanyakan tumor ganas tumbuh lebih
cepat daripada tumor jinak.
Derajat pertumbuhan tumor ganas tergantung pada 3 hal, yaitu sebagai
berikut.
1) Derajat pembelahan sel tumor.
2) Derajat kehancuran sel tumor.
3) Sifat elemen non-neoplastik pada tumor.
Pada pemeriksaan mikroskopis, jumlah mitosis dan gambaran aktivitas
metabolism inti yaitu inti yang besar, kromatin kasar dan anak inti besar
berkaitan dengan kecepatan tumbuh tumor. Tumor ganas yang tumbuh
cepat sering memperlihatkan pusat-pusat daerah nekrosis/iskemik. Hal ini
disebabkan oleh kegagalanpenyajian daerah dari host kepada sel-sel tumor
ekspansif yang memerlukan oksigen.
c. Invasi lokal
Hampir semua tumor jinak tumbuh sebagai massa sel yang kohesif dan
ekspansif pada tempat asalnya dan tidak mempunyai kemampuan
menginfiltrasi, invasi, atau penyebaran ke tempat yang jauh seperti tumor
ganas. Oleh karena tumbuh dan menekan perlahan-lahan, maka biasanya
dibatasi jaringan ikat yang tertekan disebut kapsul atau simpai, yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat di sekitarnya. Simpai
sebagian besar timbul dari stroma jaringan sehat di luar tumor karena sel
parenkim mengalami atropi akibat tekanan ekspansi tumor. Oleh karena
ada simpai, maka tumor jinak memiliki batas tegas, mudah digerakan pada
oprasi. Akan tetapi, tidak semua tumor jinak berkapsul, ada tumor jinak
yang tidak berkapsul, misalnya hemangioma.
Tumor ganas tumbuh progresif, invasive, dan merusak jaringan
sekitarnya. Pada umumnya berbatas tidak tegas dari jaringan sekitarnya.
Namun demikian, ekspansi lambat dari tumor ganas dan terdorong ke
daerah jaringan sehat sekitarnya. Pada pemeriksaan histoogik, masa yang
tidak berkapsul menunjukan cabang-cabang invasi seperti kaki kepiting
mencengkeram jaringan sehat lainya.
d. Metastasis atau penyebaran
Metastasis adalah penanaman tumor yang tidak berhubungan dengan
tumor primer. Tumor ganas menimbulkan metastasis, sedangkan tumor
jinak tidak. Invasi sel kanker memungkinkan sel kanker menembus
19
Page 20
pembuluh darah, pembuluh limfe, dan rongga tubuh, kemudian terjadi
penyebaran. Dengan beberapa pengecualian semua tumor ganas dapat
bermetastasis.
3. Jenis Neoplasma
Peta konsep neoplasma tulang
Jenis Terbagi atas Keterangan
Osteogenika. Osteoid Osteomab. Osteoblastomac. Osteosarcoma
a. Jinakb. Jinakc. Ganas
Kondrogenik
a. Ekondromab. Kondroblastomac. Fibroma
kondromiksoidd. Kondromatosis synovia
a. Jinakb. Jinakc. Jinakd. Jinak
Fibrogenika. Dysplasia osteofibrosab. Non – osiving fibromac. Fibrosarkoma
a. Jinakb. Jinakc. Ganas
Mielogenik
a. Sarcoma ewingb. Sarcoma sel reticulumc. Myeloma multipled. Limfoma maligna
a. Ganasb. Ganasc. Ganasd. Ganas
Osteoklastoma (Giant Cells Tumor)
Jinak
Hemagiomaa. Hemagiomab. Angiosarkoma
a. Jinakb. Ganas
Neuroblastoma Ganas
Jenis neoplasma yang bersifat osteogenik, kondrogenik, fibrogenik,
angiognik, mielogenik, osteoklastoma, dan hemangioma, yaitu :
a. Osteogenik
1) Osteoid Osteoma
Osteoid osteoma adalah suatu tumor osteoblastik jinak. Tumor ini
memiliki frekuensi sekitar 5% dari seluruh tumor primer tulang. Lokasi
dari tumor ini bisa dimana saja, tetapi paling sering terjadi pada korteks
tulang panjang (80-90%), khususnya terjadi pada ekstemitas bawah
yaitu tibia dan femur sekitar 50-60% kasus pada korteks tulang
panjang. Pada tulang belakan terjadi sekitar 7-20% kasus. Selebihnya
terjadi pada intertrokanterik atau intrakapsular hip, tangan, talus, dan
tulang-tulang kaki.
20
Page 21
Gambar 1.1 gambaran radiografi, lokasi osteoid osteoma pada tibia
dan femur.
2) Osteoblastoma
Osteoblastoma merupakan tumor primer tulang yang jarang terjadi.
Osteoblastoma merupakan tumor jinak, walaupun mempunyai
kemampuan untuk agresif menjadi osteosakoma. Secara umum
osteoblastoma hamper mirip dengan osteoid oesteoma, perbedaannya
hanya pada kemampuan pertumbuhan yang melebihi diameter 2 cm.
secara klinik, osteoblastoma sulit untuk didiagnosis karena tumor ini
melakukan pertumbuhan yang lambat atau bisa dengan karakteristik
keganasan yang mirip seperti osteosarkoma. Frekuensi osteoblastoma
adalah 20 kali lebih jarang dibandingkan dengan osteosarkoma. Lokasi
tumor bisa terjadi pada kolumna vertebra atatu pada tulang panjang.
3) Osteosarkoma
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah tumor
maligna yang berada pada tulang dan merupakan tumor tulang primer
maligna yang paling sering dan paling fatal. Osteosarkoma atau
osteogenik sarcoma ini dipergunakan bukan karena tumor membentuk
tulang, tetapi karena pembentukan tumor ini berasal dari sel
osteoblastik dari sel-sel mesenkim primitif. Tumor ini merupakan
tumor yang sangat ganas, menyebar secara cepat pada periosteum dan
jaringan ikat diluarnya.
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di
mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growthplate) yang sangat
aktif yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal
humerus, dan pelvis. Pada orang tua dengan umur di atas 50 tahun,
21
Page 22
osteosarkoma dapat terjadi akibat degenerasi ganas dari penyakit Paget,
dengan prognosis sangat jelek. Osteosarkoma sering terdapat di daerah
lutut pada anak-anak dan dewasa muda, terbanyak pada distal dari
femur.
b. Kondrogenik
1) Ekondroma
Ekondroma adalah tumor jinak pada tulang, terdiri atas sel-sel
kartilago yang timbul pada tulang walau asalnya kartilago epifisis.
Paling sering pada tulang panjang yang berukuran pendek pada tangan
yangan yang cenderung memasuki medulla dan dikenal sebagai
enkhondroma. Kadang-kadang timbul pada tulang yang datar seperti
pada ileum, yang menonjol kea rah luar membentuk suatu ekkondroma.
2) Kondroblastoma
Kondroblastoma adalah tumor jinak pada tulang. Estimasi kejadian
dari kondroblastoma adalah 1% dari kejadian tumor tulang.
3) Fibroma kondromiksoid
Fibroma kondromiksoid adalah suatu tumor jinak dengan
pertumbuhan yang lambat dan merupakan jenik yang jarang terjadi.
Sekitar 39% kasus dari fibroma kondromiksoid terjadi pada ekstremitas
bawah. Bagian proksimal tibia merupakan tempat yang aling sering
terjadi, kemudian distal femur dan pelvis.
4) Kondromatosis sinovia
Kondromatosis sinovia merupakan suatu kondisi yang jarang terjadi
di mana terjadi perkembangan dari kartilago, membrane sinovia, bursa,
dan tendon oleh suatu metaplasia jeringan konektif subsinovia. Kondidi
ektopik pada kartilago ini memberikan menifestasi nyeri, efusi sendi
dan degenerasi.
c. Fibrogenik
1) Displasia Osteofibrosa
Displasia Osteofibrosa merupakan kondisi adanya lesi non
neoplastik pada tulang yang penyebabnya tidak diketahui dan jarang
terjadi. Sebagian besr lesi mempengaruhi korteks tulang panjang
terutama tibia. Kondisi ini sering terjadi pada anak-anak masa
pertumbuhan. Pasien sering didapatkan adanya riwayat fraktur ptologi
pada tibia.
22
Page 23
2) Non-Ossifying Fibroma/Non-Osteogenik Fibroma
Non-Ossifying Fibroma/Non-Osteogenik Fibroma adalah suatu lesi
jinak yang oleh sebagian ahli dianggap sebagai suatu lesi reaktif, bukan
neoplasma sejati. Lesi ini bersifat self limiting didapat pada anak-anak
dan dewasa muda usia anatara 5-20 tahun. Lesi yang besar mencakup
sebagian dari diameter tulang yang ditunjukkan dengan adanya fraktur
patologis. Lokasi pada tumor ini biasanya mengenai tulang panjang,
terutama tulang-tulang ekstemitas bawah. Biasanya pada metafisis atau
metadiafisis dari tulang panjang, terutama pada distal femur, distal
tibia, dan fibula.
3) Fibrosarkoma
Fibrosarkoma adalah tumor dari sel mesenkimal primitif yang
berisikan fibroblast ganas di dalam jaringan kolagen. Kondisi ini sering
terjadi pada massa primer jaringan lunak atau sekunder dari tumor
tulang. Fibroblas merupakan sel-sel yang secara normal menghasilkan
jaringan fibrous di seluruh tubuh. Fibrosarkoma memiliki
kecenderungan untuk bertumbuh secra lambat pada awalnya, di dalam
mulut dapat terlihat sebagai sebagai massa submukosa yang tidak
berbahaya dengan batas tegas, warna normal, dan tidak sakit.
d. Mielogenik
1) Sarkoma Ewing dan Tumor Neuroektodermal Perifer Primitif
Sarkoma ewing dan tumor neuroektodernal perifer primitif
keduanya memiliki kesamaan pada translokasi reprokal antara 11 dan
22, pola biokimia dan ekspresi onkogenik. Tumor bia tumbuh di bagian
tubuh mana pun, lokasi yang paling sering erletak pada tulang panjang
anggota gerak, panggul, atau dada. Tumor juga bisa tumbuh di tulang
tengkorak atau tulang pipih lainnya. Tumor mudah menyebar, sering
kali menyebar ke paru-paru dan tulang lainny. Pada saat terdiagnosis,
penyebarannya telah terjadi hamper pada 30% penderita.
2) Sarkoma Sel Retikulum
Sarkoma sel reticulum adalah suatu tumor ganas yang gambaran
mikroskopisnya mirip sekali dengan sarkoma Ewing, tetapi mempunyi
perangai klinis yang berlainan. Didapat terutam pada usia dewasa,
terutama mengenai tulang-tukang panjang, pelvis, dan iga. Tumbuh
23
Page 24
lebih lambat daripada sarkoma Ewing sehingga mengakibatkan rasa
sakit yng lebih sedikit. Secara lokal, proses destruksinya lebih banyak
dibandingkan sarkoma Ewing, dengan akibat dapat terjadi fraktur
patologis.
3) Mieloma Multipel
Mieloma multipel (MM) adalah suatu keganasan sel plasma
(monoclonal paraprotein) dengan karakteristik selplasma yang
abnormal, dan membentuk tumor di sumsum tulang. Penyakit ini
menyerang pria dan wanita, dan biasanya ditemukan pada usia di atas
40 tahun. Keganasan sel plasma (plasmasitoma) paling banyak
ditemukan di tulang femur, tulang panggul, tulang belakang, tulang
rusuk, dan tulang tengkorak.
4) Limfoma Maligna
Limfoma maligna (LM) adalah poliferasi abnormal system limfoid
dan struktur yang membentuknya, terutama menyerang kelenjar getah
bening. Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering
ditemukan pada anak sepertiga leukemia dan keganasan susunan saraf
pusat.
e. Osteoklastoma (Giant Cells Tumor)
Osteoklasoma merupakan tumor tulang yang berada pada tulang dan
mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah menjadi ganas dan
agresif sehingga tumor ini dikategorikan sebagai suatu umor ganas.
Biasanya tumor ini terdapat pada lengan bawah.
f. Hemangioma
1) Hemangioma
Hemangioma merupakan tumor jinak yang berasal dari system
vascular dan merupakan neoplasma tulang yang jarang di dapat.
Kelainan ini bersifat soliter atau multipel pada tulang, ditemukan
terutama pada tulang belakang dan tengkorak tanpa disertai gejala-gejala
klinis yang jelas dan harus dibedakan dengan hemangioma pada jaringan
lunak. Lokasi tumor sekitar 50% di dapat pada tulang vertebra dan 20%
pada tulang kalvaria.
2) Angiosarkoma (Hemangioedothelioma)
Angiosarkoma tulang sangat jarang ditemukan. Lesi pada kelainan
ini merupakan lesi multipel pada satu tulang, kemudian dengan sangat
24
Page 25
cepat akan metastatis ke tulang sekitarnya atau menuju ke paru.
Angiosarkoma tulang dapat bersifat multipel, serta dapat terjadi pada
tulang dan jaringan lunak. Lokasi tumor terutama pada tulang panjang
pada diafisis tulang.
g. Neuroblastoma
Neoroblastoma adalah penyakit di mana sel-sel yang berbahaya (kanker)
terbentuk dalam jaringan saraf dari kelenjar adrenal, leher, dada atau
sumsum tulang belakang (spinal cord). Neuroblastoma sering kali mulai
pada jaringan saraf dan kelenjar-kelenjar adrenal. Ada dua kelenjar adrenal,
satu di ujung atas dari setiap ginjal di belakang dari perut bagian atas.
Kelenjar-kelenjar adrenal menghasilkan hormon-hormon penting yang
membantu mengontrol denyut jantung, tekanan darah, gula darah, dan cara
tubuh bereaksi pada stress. Neuroblastoma mungkin juga mulai di dada,
pada jaringan saraf dekat tulang belakang di leher, atau di sumsum
belakang (spinal cord).
G. Manifestasi Klinis ( Zairin, dalam buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2012)
Adanya keluhan pembesaran atau benjolan pada tulang, biasanya pasien juga
mengeluh adanya nyeri (terutama pada malam hari, yaitu sebesar 95%). Beberapa
pasien juga mengeluh adanya hambatan dalam melakukan pergerakkan. Lesi pada
tulang belakang memberikan keluhan nyeri pada punggung atau leher, kadang
nyeri juga bisa bersifat radikular dan bisa menyebar ke lengan dan pundak.
Kondisi nyeri ini terjadi apabila diskus akan mengalami tekanan akibat
pembesaran tumor. Lesi pada spina akan memberikan tekanan diskus dan
memberikan gejala neurologis. Pada beberapa pasien, lesi memberikan dampak
pada perubahan struktural dengan deformitas spina skoliasis, tortikolis atau
keduanya. Pada pengkajian regional biasanya akan didapatkan tanda dan keluhan
seperti berikut ini.
1. Look :
Terlihat adanya nyeri tanda peradangan. Adanya (kesakitan), pembesaran
jaringan dan tanda-tanda peradangan. Adanya nyeri menunjukkan tanda
ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan,
atau degenerasi.
Pembesaran. Penting untuk diperiksa retak pembesaran, jumlah benjilan atau
pembesaran jaringan, dan seberapa diameter ukuran dari benjolan atau
pembesaran jaringan tersebut.
25
Page 26
Tanda-tanda peradangan seperti kemerahan pada sisi lesi, pembengkakan atau
benjolan dengan sisi lesi yang tidak jelas dan tidak mudah bengkak, palpasi
hangat pada pusat lesi secara lokal, keluhan nyeri dan penurunan fungsi
pergerakakan ekstremitas yang terlibat baik bagian distal maupun proksimal.
Pembentukan neovaskularisasi pada kulit atau lesi tumor dengan tanda
terlihatnya gambaran vena-vena pada permukaan dari massa.
Gambar pemeriksaan look pasien osteosarkoma disapatkan adanya
pembesaran jaringan, neovaskularisasi pada atas kulit lesi
2. Feel :
Keluhan nyeri tekan, jaringan tumor mudah bergerak atau masih bisa
digerakkan dan tumor ganas jaringan biasanya tidak mudah digerakkan atau
bersifat kaku dan tidak bergerak
3. Move :
Keterbatasan pergerakan kelemahan fisik. Keterbatasan pergerakkan
berhubungan dengan penurunan rentan gerak. Gangguan ini biasanya semakin
bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri
dan makin besarnya benjolan atau pembengkakan pada klien.
H. Penatalaksanaan Medis (Julia, dalam Keperawatan Ortopedik dan Trauma,
2002)
1. Pengobatan awal dengan memberikan aspirin Nsaid’s untuk menurunkan
keluhan nyeri
2. Intervensi bedah, intervensi ini dilakukan apabila pemberian Nsaid’s tidak
memberikan keluhan
3. Radioterapi
Radoiterapi local untuk lesi simtomatik sangat efektif karena dapat
membunuh sel tumor lokal dan inflamasi yang mengakibatkan nyeri. Bentuk
radioterapi ini cepat, dengan sedikit efek samping. Meski studi telah
membuktikan bahwa kekambuhan setelah respon awal sering terjadi (Dupuy
26
Page 27
dan Golberg, 2001), sebagian pasien mendapatkan manfaat dari penanganan
ulang (Saarto et al, 2002). Jika metastasis menyebar lebih luas, radio isotope
dapat menjadi pilihan penatalaksanaan nyeri yang lebih efektif. Radioterapi
digunakan secara efektif untuk mencegah fraktur patologis pada spina dan
tulang panjang, dan untuk menangani kompresi medulla spinalis, yang
merupakan komplikasih serius dari penyakit tulang matastasis (Saarto et al,
2002)
Tujuan penanganan, yang biasanya paliatif, adalah meningkatkan
kualitas hidup dengan mengendalikan penyakit mengurangi nyeri dan
menjaga mobilitas. Dukungan tim perawat paliatif harus dilibatkan dalam
rencana ini, untuk memantau pengandalian gejalah dan memberi dukungan
psikososial yang penting bagi pasien dan keluarga yang berjuang mengatasi
masalah praktis dan emosional akibat penyakit terminal yang tidak dapat
dihindari.
4. Kemoterapi diberikan untuk :
a. Mengurangi ukuran tumor dan edema yang berkaitan, memungkinkan
pembedahan yang mempertahankan ekstremitas
b. Menghancurkan sel tumor yang membuat tumor nekrosis
c. Mengeradikasi mikrometastasis (Ross Bell, 1994).
Sebelum pembedahan, pasien onkologi ortopedik harus menghadapi
diagnosis kanker yang tiba-tiba, menjalani kemoterapi yang harus segera
dilakukan beserta efek sampingnya yang mengganggu, mendatangi berbagai
unit onkologi untuk pengobatan, dan menghadapi gangguan besar pada
kehidupan yang sedang mereka jalani. Pasien sering masuk rumah sakit untuk
pembedahan dengan jadwal yang sangat ketat antara dosis kemoterapi, dengan
sedikit waktu pemulihan diantaranya. Perawat ortopedik harus memahami hal
ini, mendengarkan keluhan pasien, dan hindari membandingkannya dengan
pasien ortopedik umum lainnya.
Pendekatan yang komperhensif dan holistic, dengan menggunakan semua
keahlian dan dukungan yang ada, akan menjamin bahwa pasien menerima
penanganan yang optimum untuk kanker tulang, disertai transisi yang mudah
antara penanganan dan hasil akhir fungsi yang maksimal tanpa mangganggu
lintas jangka panjang.
5. Intervensi non-bedah, dilaksanakan sampai maturitas skeletal tercapai
6. Terapi fisik. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang
berkepanjangan bisa mempercepat terjadinya osteoporosi dan menyebabkan
tulang mudah patah
27
Page 28
7. Terapi obat
a. Analgetik
b. Antibiotic
c. Terapi cairan
d. Management hypercalcemia
8. Transplantasi
I. Pemeriksaan Penunjang (Julia, dalam Keperawatan Ortopedik dan Trauma,
2002)
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. CRP
2. Radiografi
a. Foto polos
b. CT scan
c. MRI
3. Biopsi
4. Histologis
J. Pencegahan kanker tulang
Penyakit kanker tulang dapat dicegah seperti halnya penyakit
lainnya. Pencegahan kanker tulang ada beberapa cara yang dapat dilakukan sejak
dini, yakni:
1. Melakukan penguatan terhadap tulang dengan cara memanen vitamin D
melalui berjemur sebelum pukul 10 pagi di bawah sinar matahari langsung.
2. Mengembangkan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan yang
seimbang, empat sehat lima sempurna. Terutama makanan yang mengandung
kalsium alami dengan jumlah yang cukup
3. Olahraga yang teratur dapat menguatkan tulang karena banyak bergerak akan
membuat komposisi tulang menjadi lebih padat. Lari dan senam adalah
olahraga yang direkomendasikan baik untuk tulang
4. Hindari makanan yang mengandung zat karsiogenik atau mengandung zat
yang dapat menyebabkan kanker.
5. Tidak mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol.
28
Page 29
K. Konsep Asuhan keperawatan (Lukman dalam Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gngguan Sistem Muskuloskeletal, 2009)
1. Pengkajian
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
1) Kelemahan dan/atau keletihan.
2) Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari; adanya
factor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan
berkeringat malam.
3) Keterbatasan partisipasi dalam hobi dan latihan.
4) Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan kasinogen, tingkat stress
tinggi.
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Palpitasi dan nyeri dada pada aktivitas fisik berlebihan.
2) Perubahan pada TD.
c. Integritas Ego
Gejala :
1) Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran dan cara
mengatasi stress (misalnya merokok, minum alcohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
2) Masalah tentang perubahan dalam penampilan, missal alopesia, lesi,
cacat, pembedahan.
3) Menyangakal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak
mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan
Tanda :
1) Kontrol depresi.
2) Menyangkal , menarik diri, dan marah.
d. Eliminasi
Gejala :
1) Perubahan pola defekasi, misal darah pada feses, nyeri saat defekasi.
2) Perubahan eliminasi urinearius missal nyeri atau rasa terbakar pada
saat berkemih, hematuria.
Tanda :
29
Page 30
1) Sering berkemih.
2) Perubahan bising usu, distensi abdomen.
e. Makanan/Cairan
Gejala :
1) Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak, aditif,
bahan pengawet).
2) Anoreksia, mual atau muntah.
3) Intoleransi makanan.
Tanda :
1) Perubahan pada berat badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia,
berkurangnya masa otot.
2) Perubahan pada kelembapan/turgor kulit, edema.
f. Neurosensori
Gejala :
1) Pusing; sinkope
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
1) Tidak ada nyeri yang bervariasi, missal kenyamanan ringan sampai
nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
h. Pernapasan
Gejala :
1) Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok), pemajanan asbes.
i. Keamanan
Gejala:
1) Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
2) Pemajanan matahari lama/berlebihan.
3) Demam.
Tanda :
1) Ruam kulit, ulserasi.
j. Seksualitas
Gejala :
1) Masalah seksual, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasa.
2) Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
3) Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini, dan
herpes genital.
30
Page 31
k. Interaksi Sosial
Gejala :
1) Ketidakadekuatan/kelemahan system pendukung.
2) Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan
atau bantuan).
3) Masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan pada klien tumor/kanker tulang umumnya
sama dengan tumor/kanker pada organ yang lain. Ada 14 diagnosis
keperawatan yang dapat ditemukan pada klien tumor/kanker, termasuk
tumor/kanker pada tulang. Di bawah ini akan diuraikan diagnosis
keperawatan dari Doenges (2000).
a. Ansietas berhubungan dengan stres, ancaman/perubahan pada (status
peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau
pola interaksi) , ancaman kematian.
b. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial
kronis (kanker metastatis)
c. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penyakit kronis (neoplasma tulang)
3. Rencana keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien tumor musculoskeletal, sama
dengan kanker pada system tubuh lainnya. Berikut diuraikan rencana
keperawatan pada klien neoplasma tulang:
a. Intervensi NIC (dx ansietas)
1) Bimbingan Antisipasi: mempersiapkan pasien menghadai
kemungkinan krisis pengembangan dan atau situasional
2) Penurunan ansietas: meminimalkan kekhawatiran, ketakutan,
prasangka, atau perasaan tidak tenang yang behubungan dengan
sumber bahaya yang di antisipasi dan tidak jelas
3) Teknik menenangkan diri: meredakan kecemasan pada pasien yang
mengalami distress akut
4) Peningkatan Koping: membantu pasien untuk beradaptasi dengan
persepsi stressor, perubahan, atau ancaman yang menghambat
pemenuhan tuntutan dan peran hidup
5) Dukungan Emosi: memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan
dukungan selama masa stres
31
Page 32
b. Intervensi NIC (dx Nyeri)
1) Tingkat Kenyamanan: Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan
fisik dan psikologis
2) Tingkat Depresi: Keparahan alam perasaan melankolis dan kehilangan
minat dengan peristiwa hidup
3) Pengendalian-Diri Terhadap Depresi: Tindakan individu untuk
meminimalkan melankolis dan mempertahankan minat dengan
peristiwa hidup
4) Nyeri Respon Simpang Psikologis: Keparahan respons simpang
koknitif dan emosi yang dapat diamati atau dilaporkan terhadap nyeri
fisik
5) Pengendalian Nyeri: Tindakan pribadi untuk mengendalikan nyeri
6) Nyeri: Efek Merusak: Keparahan dampak negative nyeri kronik yang
dapat diobservasi atau dilaporkan pada fungsi sehari-hari
7) Tingkat Nyeri: Keparahan nyeri yang dampak atau dilaporkan
c. Intervensi NIC (dx Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh)
1) Manajemen Gangguan Makan: Mencegah dan menangani pembatasan
diet yang sangat ketat dan aktivitas berlebihan atau memasukan
makanan dan minuman dalam jumlah banyak kemudian berusaha
mengeluarkan semuanya.
2) Manajemen Elektrolit: Meningkatkan keseimbangan elektrolit dan
pencegahan komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak
normal atau di luar harapan
3) Pemantauan Elektrolit: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk mengatur keseimbanga elektrolit.
4) Pemantauan Cairan: Pengumpulan dan analisis data pasien untuk
mengatur kesimbangan cairan
5) Manajemen Cairan atau Elektrolit: Mengatur dan mencegah
komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit
6) Manajemen Nutrisi: Menbantu atau menyediakan asupan makanan dan
cairan diet seimbang
7) Terapi Nutrisi: Pemberian makanan dan cairan untuk mendukung
proses metabolik pasien yang malnutrisi atau beresiko tinggi terhadap
malnutrisi
8) Pemantauan Nutrisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk mencegah dan meminimalkan kurang gizi
32
Page 33
9) Bantuan Perawatan-Diri Makan: Membantu individu untuk makan
10) Bantuan Menaikan Berat Badan: Memfasilitasi Pencapaian kenaikan
berat badan.
4. Implementasi NOC
Asuhan Keperawatan tumor tulang yang meliputi diagnosis keperawatan,
rencana tindakan NIC, tindakan keperawatan NOC, dan rasionalisasi
berdasarkan masing-masing tindakan.
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (kanker), ancaman/perubahan
pada status kesehatan/sosial ekonomi, fungsi peran, pola interaksi,
ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
No.
Tindakan Rasional
1. Tinjau ulang pengalaman klien/orang terdekat sebelum mengalami kanker.
Membantu dalam identifikasi rasa takut dan kesalahan konsep berdasarkan pada pengalaman dengan kanker.
2. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut, realisasi serta kesalahan konsep tentang diagnosis.
3. Berikan lingkungan terbuka, di mana klien merasa aman mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
Membantu klien untuk merasa diterima apa adanya, kondisi tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan rasa terhormat dan kontrol.
4. Pertahankan kontak sering dengan klien. Berbicara dengan menyentuh klien bila memungkinkan.
Memberikan keyakinan bahwa klien tidak sendiri atau ditolak. Berikan respek dan penerimaan individu, menegembangkan kepercayaan.
5. Sadari efek-efek isolasi pada klien bila diperlukan untuk imunosupresi atau implant radiasi. Batasi penggunaan pakaian/masker isolasi bila mungkin.
Penyimpangan sensori dapat terjadi bila nilai stimulasi yang cukup tidak tersedia dan dapat memperberat perasaan ansietas/takut.
b. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial
kronis (kanker metastatis).
No.
Tindakan Rasional
1. MandiriKaji nyeri, misal lokasi nyeri, frekuendi, durasi dan intensitas (skala 1-10), serta tindakan
Informasi memberikan data dasar untuk mengefaluasi kebutuhan atau ke efektifan intervensi.
33
Page 34
penghilang nyeri yang digunakan 2. Evaluasi terapi tertentu, missal
pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi. Ajarkan pada klien atau orang terdekat apa yang diharapkan.
Ketidaknyamanan adalah umum (missal nyeri insisi,kulit terbakar, nyeri punggung bawah, sakit kepala) tergantung pada prosedur yang digunakan
3. Tingkatkan kenyamanan dasar (missal teknik relaksasi, fisualisasi, bimbingan imajinasi) dan aktifitas hiburan (missal music dan televisi)
Meningkatkan relaksasi dan membantu fokuskan kembali perhatian
4. Dorong penggunaan keterampilan menegemen nyeri (missal teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi), tertawa, music, dan sentuhan terapeutik.
Memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa control
5. Evaluasi penghilang nyeri atau control
Tujuannya adalah control nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada aktifitas kegiatan sehari hari (AKS)
6. KolaborasiKembangkan rencana menejemen nyeri bersama klien dan tim medis
Rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk control nyeri. Terutama dengan nyeri kronis, klien atau orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam menejemen nyeri dirumah.
c. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penyakit kronis (neoplasma tulang)
No.
Tindakan Rasional
1. MandiriPantau intake makanan setiap hari, biarkan klien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai indikasi
Mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
2. Ukur tinggi badan (TB), berat badan (BB), dan ketebalan lipatan kulit triseps atau dengan antropometrik lainya. Pastikan jumpah penurunan BB saat ini
Membantu dalam identifikasi malnutrisi protein-kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometrik kurang dari normal.
3. Dorong klien untuk makan dengan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan intake cairan yang adekuat dorong penggunaan supplement dan makan sedikit tapi sering
Kebutuhan metabolic jaringan ditingkatkan, begitu juga cairan (untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen berguna untuk mempertahankan masukan kalori dan protein
4. Nilai diet sebelum dan sesudah pengobatan, missal makan, cairan dingin, bubur saring, roti, krekers,
Efektifitasan penilaian diet sangat individual dalam mengurangi mual pasca terapi.
34
Page 35
minuman berkarbonat. Berikan cairan satu bulan sebelum atau sesudah makan.
Klien harus mencoba untuk menemukan solusi atau kombinasi terbaik
5. Control factor lingkungan, missal bau atau tidak sedap atau bising. Hindari makan terlalu manis, berlemak atau makan pedas.
Dapat meningkatkan respons mual atau muntah
6. KolaborasiTinjau ulang pemeriksaan laporan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, misal jumlah limfosit total, trasferin serum, dan albumin.
Membantu mengidentifikasi derajat ketidak seimbangan biokimia atau malnutrisi dan memengaruhi pilihan intervensi diet.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Neoplasma merupakan masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan,
tidak terkoordinasi dengan jaringan normal, dan poliferasi berlangsung terus
meskipun rangsang yang memulainya telah hilang. Pada neoplasma, poliferasi
demikian disebut poliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif, tidak
bertujuan, tidak mempedulikan jaringan disekitarnya, tidak ada hubngan dengan
kebutuhan tubuh dan bersifat parasitic.
Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang
yang tidak normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulang utama,
seperti osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya.
Kanker tulang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : radiasi sinar
radio aktif dosis tinggi, keturunan (adapun contoh faktor keturunan/genetika
yang dapat meningkatkan resiko kanker tulang adalah: multiple exostoses,
rothmund-Thomson sindrom, retinoblastoma genetic, Li-Fraumeni sindrom).
Selain itu juga kanker tulang disebabkan oleh beberapa kondisi tulang yang ada
sebelumnya, seperti : penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).
Manifestasi klinis yang muncul pada tumor tulang bisa bervariasi tergantung
pada jenis tumor tulangnya, namun yang paling umum adalah nyeri. Akan tetapi
manifestasi lainny juga yang sering muncul, yaitu : persendian yang bengkak dan
inflamasi, patah tulang yang disebabkan karena tulang yang rapuh.
Tumor tulang di bagi menjadi beberapa jenis, antara lain : Multipel myeloma,
Tumor Raksasa, Osteoma, Kondroblastoma, Enkondroma, Sarkoma Osteogenik
(osteosarkoma), Kondrosarkoma, Sarkoma Ewing.
Ada tiga bentuk standar pengobatan kanker tulang, yaitu : pembedahan, terapi
radiasi dan kemoterapi. Adakalanya dibutuhkan kombinasi terapi dari ketiganya.
35
Page 36
Pengobatan sangat tergantung pada jenis kankernya, tingkat penyebaran atau
bermetastasis dan faktor kesehatan lainnya.
B. Saran
1. Bagi perawat
Diharapkan agar para pembaca dapat mengerti dan memahami tentang
penyakit ini “Neoplasma Tulang”. Juga para perawat bisa menerapkan asuhan
keperawatan tentang Neoplasma Tulang dengan baik.
2. Bagi masyarakat
Diharapkan agar selalu memperhatikan kesehatan diri dan lingkungan apabila
di temukan tanda dan gejala neoplasma tulang, maka segera memeriksakan
diri ke fasilitas kesehatan terdekat sehingga dapat di obati segera.
36
Page 37
DAFTAR PUSTAKA
Arnold G.coran. N, Scott adzick. Thomas M,krummel. Jean Martin L. Anthony
Caldamone, Robert Shamberger. Pediatric Surgery seventh edition. Vol 1; 2012.
Department of Pediatrics Surgery. United States of America.
Levitt MA, Pena A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases.
2007; p.2:33.
Lukman, Ningsih Nurma.2009.Asuhan pada Klien dengan gangguan system
musculoskeletal, Jakarta: Salemba Medika
Peter Davis, Julia Kneale.2011, Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2, Jakarta:
EGC
Raffensperger J. Anorectal Anomalies. In : Swenson’s pediatric Surgery. Ed 5th
1990. Norwalk, Connecticut : Appleton & Lange. 587-623.
Sjamsuhidayat R, Jong W. Usus Halus, Appendik, Kolon dan Anorektum. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2th. Jakarta : EGC. 667-70
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9: diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
37