Top Banner

of 24

Sekilas Komisi Kejaksaan Republik Indonesia

Oct 16, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Sekilas Komisi Kejaksaan Republik Indonesia

Dalam rangkameningkatkan peran Komisi Kejaksaan sesuai dengan amanat Pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Repulik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, sehingga perlu di sempurnakan.

Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2011 sebagai penyempurnaan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 menetapkan Komisi Kejaksaan bertugas melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai peraturan perundang-undangan, kode etik, baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan, dan juga melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan.

Komisi Kejaksaan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 memiliki perluasan wewenang dalam menangani laporan pengaduan dari masyarakat, yaitu selain dapat mengambil alih permeriksaan, juga berwenang melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan apabila ada bukti atau informasi baru yang dalam pemeriksaan sebelumnya belum diklarifikasi dan/atau memerlukan klarifikasi lebih lanjut, atau pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak dikoordinasikan sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan juga berwenang mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.

Komisi Kejaksaan dapat mengambil alih pemeriksaan apabila pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan atau belum menunjukkan hasil nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak laporan masyarakat atau laporan Komisi Kejaksaan diserahkan ke aparat pengawas internal Kejaksaan, atau apabila diduga terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat internal Kejaksaan. Hasil pemeriksaan dimaksud disampaikan kepada Jaksa Agung dalam bentukrekomendasi Komisi Kejaksaan untuk ditindak lanjuti. Apabila rekomendasi tersebut tidak ditindaklanjuti atau pelaksanaannya tidak sesuai rekomendasi, Komisi Kejaksaan dapat melaporkannya kepada Presiden.Visi dan Misi

VISI

Komisi Kejaksaan Yang Mandiri Dan TerpercayaMISI

Wujudkan Kejaksaan Yang Lebih BaikTugas dan Wewenang

Tugas Komisi Kejaksaan Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya

Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap sikap dan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan

Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan

Menyampaikan masukan kepada Jaksa Agung atas hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian sebagaimana tersebut huruf a, huruf b, dan huruf c untuk ditindaklanjuti

Wewenang Komisi Kejaksaan Menerima laporan masyarakat tentang perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas baik di dalam maupun di luar kedinasan

Meminta informasi dari badan pemerintah, organisasi, atau anggota masyarakat berkaitan dengan kondisi dan kinerja di lingkungan Kejaksaan atas dugaan pelanggaran peraturan kedinasan Kejaksaan maupun berkaitan dengan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan di dalam atau di luar kedinasan

Memanggil dan meminta keterangan kepada Jaksa dan pegawai Kejaksaan sehubungan dengan perilaku dan/atau dugaan pelanggaran peraturan kedinasan Kejaksaan

Meminta informasi kepada badan di lingkungan Kejaksaan berkaitan dengan kondisi organisasi, personalia, sarana, dan prasarana

Menerima masukan dari masyarakat tentang kondisi organisasi, kelengkapan sarana, dun prasarana serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan

Membuat laporan, rekomendasi, atau saran yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan organisasi serta kondisi lingkungan Kejaksaan, atau penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan kepada Jaksa Agung dan Presiden

Profil Anggota Periode I

1. Amir Hasan Ketaren, SH.Ketua Komisi Kejaksaan RI merangkap AnggotaBeliau lahir di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 27 April 1942. Lulusan Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan ini jabatan terakhirnya sebelum menjabat sebagai Ketua Komisi Kejaksaan, yakni sebagai Direktur TUN pada JAM DATUM Kejaksaan Agung RI.

2. Puspo Adji, SH., CN.Wakil Ketua Komisi Kejaksaan RI merangkap AnggotaBeliau lahir di Tulung Agung, Jawa Timur pada tanggal 20 Januari 1959. Lulusan Program Spesialis Notariat Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang ini, jabatan terakhirnya sebelum menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kejaksaan, yakni sebagai Advokat di Semarang, Jawa Tengah.

3. M. Ali Zaidan, SH., MH.Sekretaris Komisi Kejaksaan RI merangkap AnggotaBeliau lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 10 Februari 1962. Lulusan S2 Universitas Diponegoro Semarang ini, jabatan terakhirnya sebelum menjabat sebagai Sekretaris Komisi Kejaksaan, yakni sebagai Kepala Jurusan Fakultas Hukum UPN Jakarta.

4. Maria Ulfah Rombot, SH.Humas Komisi Kejaksaan RI merangkap AnggotaBeliau lahir di Gorontalo pada tanggal 12 Oktober 1944. Lulusan Sarjana Hukum Universitas Indonesia Jakarta ini, jabatan terakhirnya sebelum menjabat sebagai Humas Komisi Kejaksaan, yakni sebagai Ahli Utama Muda Hukum pada PT. PLN (Persero), Jakarta.

5. Mardiprapto, SH.Anggota Komisi Kejaksaan RIBeliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 24 Oktober 1942. Lulusan Sarjana Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ini, jabatan terakhirnya sebelum menjabat sebagai anggota Komisi Kejaksaan, yakni sebagai Lektor Kepala Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto - Jawa Tengah.

6. H. Achmad Tinggal, SH. (Alm)Anggota Komisi Kejaksaan RIBeliau lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 22 Juni 1946. Lulusan Sarjana Hukum Universitas Brawijaya Malang ini, jabatan terakhirnya sebelum menjabat sebagai anggota Komisi Kejaksaan, yakni sebagai Kepala Sub Bagian Pembinaan pada Kejaksaan Negeri Kediri, Jawa Timur.

7. Amin, SH., MH.Anggota Komisi Kejaksaan RIBeliau lahir di Delitua, Sumatera Utara pada tanggal 11 Desember 1960. Lulusan S2 Hukum Universitas Jayabaya Jakarta ini, karier terakhirnya sebelum menjabat sebagai anggota Komisi Kejaksaan, yakni sebagai advokat di Medan.

Profil Anggota Periode II

1. Halius Hosen, S.H.Ketua Komisi Kejaksaan R.I. Merangkap AnggotaTempat / Tgl. Lahir : Padang, 26 Juni 1949Riwayat Pendidikan : S. 1, UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, TAHUN 1975

2. Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H.Wakil Ketua Komisi Kejaksaan R.I. Merangkap AnggotaTempat / Tgl. Lahir : Surabaya , 16 Nopember 1965Riwayat Pendidikan :- S. 1, UNIVERSITAS INDONESIA, TAHUN 1990- Pendidikan Lanjutan dalam bidang "Peradilan Tata Usaha Negara", Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tahun 1991-1992- Studi Perbandingan dalam bidang "Perbandingan Hukum Tata Negara" dan "International Human Rights Law" College of Law, University of The Philippines dan Ateneo de Manila University, Filipina, Desember 1991.- Pendidikan Lanjutan dalam bidang "Negotiation For Lawyers", Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tahun 1992.- Pendidikan Lanjutan dalam bidang "International Human Rights Law" Notre Dame Law School, Notre Dame Indiana, Amerika Serikat, Tahun 1992-1993.- Pendidikan Lanjutan dalam bidang "Alternative Dispute Resolution" (ADR) ELIPS (Economic Law and Inproved Procurement System) Project dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Juli 1996- S. 2, Universitas Indonesia, Tahun 1997- Fulbright American Studies tentang "The U.S. Constitution:Origins, Evolution, And Contempory Issues", Lafayette College, Easton, Pennsylvania, Amerika Serikat, Juni - Agustus 2001.- S. 3, Universitas Indonesia, Tahun 2003

3. TH. Budi Setyo, S.H.Anggota Komisi Kejaksaan R.I.Tempat / Tgl. Lahir : KEDIRI, 7 JULI 1949Riwayat Pendidikan : - S.1 , FAKULTAS HUKUM JURUSAN PERDATA , UNIVERSITAS GADJAH MADA, YOGYAKARTA, TAHUN 1976

4. Abas Azhari, S.H.,M.HumAnggota Komisi Kejaksaan R.I.Tempat / Tgl. Lahir : Prabamulih , 25 Maret 1951Riwayat Pendidikan : S. 1, UNIVERSITAS INDONESIA, TAHUN 1975

5. Dr. H. Rantawan Djanim, S.H., M.H.Anggota Komisi Kejaksaan R.I.Tempat / Tgl. Lahir : Jakarta, 17 Juni 1952Riwayat Pendidikan : - S. 1, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA, TAHUN 1986- S. 2, UNIVERSITAS INDONESIA, TAHUN 1997- S. 3, UNIVERSITAS DIPONEGORO, TAHUN 2007

6. Puspo Adji, S.H., C.N.Anggota Komisi Kejaksaan R.I.Tempat / Tgl. Lahir : TULUNG AGUNG , 20 JANUARI 1959Riwayat Pendidikan : - S. 1, UNIVERSITAS JAYABAYA JAKARTA, TAHUN 1985- PROGRAM SPESIALIS NOTARIAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG, TAHUN 1999

7. Kamilov Sagala, S.H., M.H.Anggota Komisi Kejaksaan R.I.Tempat / Tgl. Lahir : Pekanbaru, 29 Oktober 1964Riwayat Pendidikan : - S. 1, UNIVERSITAS PARAHYANGAN BANDUNG, TAHUN 1994- S. 2, UNIVERSITAS TARUMANAGARA, TAHUN 2005

8. Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H.Anggota Komisi Kejaksaan R.I.Tempat / Tgl. Lahir : Bogor , 25 Pebruari 1964Riwayat Pendidikan : - S. 1, UNIVERSITAS INDONESIA, TAHUN 1988- S. 2, UNIVERSITAS INDONESIA, TAHUN 1997- S. 3, UNIVERSITAS INDONESIA, TAHUN 2006

9. Kaspudin Nor, S.H., M.SiAnggota Komisi Kejaksaan R.I.Tempat / Tgl. Lahir : Jakarta , 20 Agustus 1964Riwayat Pendidikan : - S. 1, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA- S. 2, UNIVERSITAS SATYAGAMA JAKARTA

Tata Cara Pengaduan

Pengaduan ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dapat dilakukan dengan tata cara pengaduan sebagai berikut

1. Laporan pengaduan melalui pos atau PO BoxLaporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai berikut:

Identitas pelapor yang lengkap

Nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan Foto kopi KTP pelapor

Jika pelapor bertindak selaku kuasa, disertai dengan surat kuasa

Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas

Nama, jabatan, NIP, alamat lengkap Unit Kerja Terlapor

Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan

Alasan pengaduan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain

Laporan pengaduan ditandatangani oleh pelapor / kuasanya

Dan dikirimkan ke alamat Komisi Kejaksaan RI

2. Laporan pengaduan melalui surat elektronik (Email):Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai berikut:

Identitas pelapor yang lengkap

Nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan attach file Scaner KTP / identitas diri Pelapor / kuasanya dan surat kuasa (jika pelapor bertindak selaku kuasa),Laporan yang tidak melampirkan file Scaner KTP / identitas diri, tidak akan dilayani.

Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas

Nama, jabatan, NIP, alamat lengkap Unit Kerja Terlapor

Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan

Alasan pengaduan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain.Jika tidak memungkinkan melalui email alat bukti dapat dikirimkan melalui pos Laporan pengaduan diketik dalam format file 'Word document' (*.doc,*.docx)

Masyarakat yang ingin melaporkan dapat mendownload fileForm Pengaduanberikut ini

Kemudian kirim ke alamat [email protected] KEJAKSAAN

PENGERTIAN KEJAKSAANKejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, LembagaKejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.

Perlu ditambahkan, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.

SEJARAH

Sebelum ReformasiIstilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta.

Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.

Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.

Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten Residen.

Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung yakni antara lain:

a. Mempertahankansegalaperaturan Negara

b. Melakukan penuntutan segala tindak pidana

c. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang

Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:

1. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran

2. Menuntut Perkara

3. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.

4. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.

Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.

Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Sejak awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 22 periode kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun 1991 tertanggal 20 November 1991.

Masa ReformasiMasa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak pihak lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.

Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :

(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

a. Melakukan penuntutan;

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;

d. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;

c. Pengamanan peredaran barang cetakan;

d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;

e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

f. Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.

Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya.

Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini mestinya dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala. Hal itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta badan-badan lainnya. Kendala tersebut antara lain:

1. Modus operandi yang tergolong canggih

2. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-temannya

3. Objeknya rumit (compilicated), misalnya karena berkaitan dengan berbagai peraturan

4. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan

5. Manajemen sumber daya manusia

6. Perbedaan persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak hukum yang ada)

7. Sarana dan prasarana yang belum memadai

8. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan penculikan serta pembakaran rumah penegak hukum

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan pembentukan berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap mendapat sorotan dari waktu ke waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama yaitu UU No. 31 Tahun 1971, dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999. Dalam UU ini diatur pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan juga pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi koruptor. Belakangan UU ini juga dipandang lemah dan menyebabkan lolosnya para koruptor karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam UU tersebut. Polemik tentang kewenangan jaksa dan polisi dalam melakukan penyidikan kasus korupsi juga tidak bisa diselesaikan oleh UU ini.

Akhirnya, UU No. 30 Tahun 2002 dalam penjelasannya secara tegas menyatakan bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu, diperlukan metode penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah badan negara yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi, mengingat korupsi sudah dikategorikan sebagaiextraordinary crime.

Karena itu, UU No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara untuk penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.

Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan RI. Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang diambil adalah pejabat fungsional Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai perubahan fundamental dalam hukum acara pidana, antara lain di bidang penyidikan.

LOGO & MAKNANYA

Bintang bersudut tigaBintang adalah salah satu benda alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tinggi letaknya dan memancarkan cahaya abadi. Sedangkan jumlah tiga buah merupakan pantulan dari Trapsila Adhyaksa sebagai landasan kejiwaan warga Adyaksa yang harus dihayati dan diamalkan.

PedangSenjata pedang melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi kemungkaran/kebathilan dan kejahatan.

TimbanganTimbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui keseimbangan antara suratan dan siratan rasa.

Padi dan KapasPadi dan kapas melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi dambaan masyarakat.

Seloka Satya Adi WicaksanaMerupakan Trapsila Adhyaksa yang menjadi landasan jiwa dan raihan cita-cita setiap warga Adhyaksa dan mempunyai arti serta makna:

Satya : Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia.

Adi : kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama, bertanggungjawab baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga dan terhadap sesama manusia.

Wicaksana : Bijaksana dalam tutur-kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya.

Makna tata warna

Warna kuning diartikan luhur, keluhuran makna yang dikandung dalam gambar/lukisan, keluhuran yang dijadikan cita-cita.

Warna hijau diberi arti tekun, ketekunan yang menjadi landasan pengejaran/pengraihan cita-cita.

DOKTRIN KEJAKSAAN

Trikrama Adhyaksa :

Satya Adhi Wicaksana

SATYA :Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia.

ADHI :Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pada rasa tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia.

WICAKSANA :Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya.

VISI & MISIVisiKejaksaan R.I :Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bersih, efektif, efisien, transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam mewujudkan supremasi hukum secara profesional, proporsional dan bermartabat yang berlandaskan keadilan, kebenaran, serta nilai nilai kepautan.

Misi Kejaksaan R.I :1.Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaa tugas dan wewenang, baik dalam segi kualitasmaupun kuantitas penanganan perkara seluruh tindak pidana, penanganan perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, serta pengoptimalan kegiatan Intelijen Kejaksaan, secara profesional, proposional dan bermartabat melalui penerapan Standard Operating Procedure (SOP) yang tepat, cermat, terarah, efektif, dan efisien.

2.Mengoptimalkanperanan bidang Pembinaan dan Pengawasan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas bidang-bidang lainnya, terutama terkait dengan upaya penegakan hukum.

3.Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum dengan penuh tanggung jawab, taat azas, efektif dan efisien, serta penghargaan terhadap hak-hak publik;

4.Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan, pembenahan sistem informasi manajemen terutama pengimplementasian program quickwins agar dapat segera diakses oleh masyarakat, penyusunan cetak biru (blue print) pembangunan sumber daya manusia Kejaksaan jangka menengah dan jangka panjangtahun 2025, menerbitkan dan menata kembali manajemen administrasi keuangan, peningkatan sarana dan prasarana, serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui tunjangan kinerja atau remunerasi, agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif, efisien, transparan, akuntabel dan optimal.

5.Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan beretika guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang, terutama dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan serta tugas-tugas lainnya yang terkait.

(Sumber: Peraturan Jaksa Agung No: 011/A/JA/01/2010 tentang Rencana Strategis Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2010-2014 tanggal 28 Januari 2010)

TUGAS & WEWENANG

Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang Kejaksaan.

Di bidang pidana : melakukan penuntutan;

melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang;

melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Di bidang perdata dan tata usaha negara :Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

pengamanan kebijakan penegakan hukum;

pengawasan peredaran barang cetakan;

pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;

pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

REFORMASI BIROKRASI KEJAKSAAN RI

Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI diluncurkan pada 18 September 2008. Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan ini berpedoman pada pada ketentuan/ peraturan/ juklak yang dikeluarkan oleh MENPAN. Sebagai persiapan pelaksanaan RB, pada bulan Juni 2008 Jaksa Agung telah melaporkan kepada Presiden RI tentang rencana launching Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI. Kemudian pada bulan Agustus 2009 Jaksa Agung membentuk Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI dimana Wakil Jaksa Agung sebagai Ketua Tim Pengarah.

Reformasi Birokrasi Kejaksaan pada hakekatnya bukanlah hal yang baru sama sekali. Jauh sebelum Panduan Reformasi Birokrasi dirampungkan, Kejaksaan telah mencanangkan program Pembaruan, tepatnya pada hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli 2005. Sebagai hasil dari Program Pembaruan pada tanggal 12 Juli 2007, telah ditandatangani 6 (enam) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia yang mencakup pembaruan di bidang Rekrutment, Pendidikan dan Pelatihan, Standard Minimum Profesi Jaksa, Pembinaan Karir, Kode Perilaku Jaksa serta pembaruan di bidang Pengawasan. Maka bila dilihat dari panduan Reformasi Birokrasi yang dikeluarkan MENPAN, keenam program pembaruan ini merupakan modal yang sangat besar bagi Kejaksaan untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi yang pada hakekatnya merupakan reformasi yang sifatnya lebih menyeluruh dan menyentuh seluruh aspek organisasi.

Faktor lain yang menjadi latar belakang dilaksanakannya Reformasi Birokrasi Kejaksaan saat ini adalah Reformasi Birokrasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara yang mana lembaga penegak hukum dan lembaga-lembaga yang mengelola keuangan negara menjadi prioritas pertama pelaksanaan. Setelah Mahkamah Agung, Departemen Keuangan dan BPK, sebagai lembaga penegak hukum yang melayani kepentingan publik maka Kejaksaan merupakan prioritas selanjutnya dari Reformasi Birokrasi pemerintah. Hal ini sangat wajar mengingat kepastian hukum dan penegakan hukum merupakan faktor utama dalam penataan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Setelah citra Kejaksaan sempat tercoreng akibat tindakan salah satu oknum Jaksa yang berdampak pada citra institusi secara menyeluruh, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Kejaksaan untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi. Kejaksaan percaya bahwa dibalik setiap tantangan akan ada sebuah hikmah besar bila kita mampu berbenah din. Apa yang terjadi pada Kejaksaan bukanlah persoalan yang hanya melanda institusi penegak hukum, ada persoalan fundamental yang terkait dengan profesionalitas dan integritas seorang penegak hukum yaitu dukungan sistem yang lebih rapi, kredibel dan akuntabel. Salah satu diantaranya menyangkut kesejahteraan aparat penegak hukum.

Sebagaimana kita ketahui aparat penegak hukum seperti Hakim, Jaksa dan Polisi merupakan Pegawai Negeri Sipil. Di banyak negara, aparat penegak hukum merupakan pejabat negara yang dibedakan dengan Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu melalui Reformasi Birokrasi inilah sistem reward dan kesejahteraan aparat Kejaksaan akan ditingkatkan sehingga sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup yang layak dan tuntutan lain dalam menjalankan profesi dengan, integritas tinggt, akuntabel dan terhormat. Lebih jauh lagi melalui Reformasi Birokrasi Kejaksaan ini diharapkan akan tercipta suatu organisasi modern yang mengutamakan pelayanan publik dalam penegakan hukum, melalui perubahan sistem yang mencakup pembenahan kelembagaan, bisnis proses dan sumber daya manusia.

Landasan Hukum1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN;

3. Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian;

4. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

5. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

6. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Keuangan dan Pengawasan;

7. Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4401);

8. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Nasional;

9. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;

10. Keputusan Presiden Nomor 86 tahun 1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

11. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; vPeraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;

12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah Nasional;

13. Keputusan Jaksa Agung Rl Nomor: KEP-115/JA/10/1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Rl sebagaimana telah dirubah, terakhir dengan Keputusan Jaksa Agung Rl Nomor: KEP- 558/A/JA/12/2003.

Pedoman Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI

Pelaksanaan program Reformasi Kejaksaan berpedoman pada ketentuan/ peraturan/ juklak yang dikeluarkan oleh MENPAN yaitu Peraturan MENPAN No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi.

Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran1. Visi Reformasi Birokrasi Kejaksaan :Tercapainya aparat Kejaksaan yang profesional dan berintegritas berlandaskan nilai-nilai luhur Satya Adhi Wicaksana demi terciptanya kepastian hukum dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik tahun 20252. Misi Reformasi Birokrasi Kejaksaan :1. Membentuk dan atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum tata kelola Kejaksaan yang baik

2. Memodernisasi birokrasi kejaksaan dengan optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi

3. Mengembangkan budaya, nilai kerja dan perilaku pegawai Kejaksaan yang positif

4. Mengadakan restrukturisasi organisasi (kelembagaan) Kejaksaan

5. Mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan sistem remunerasi -

6. Menyederhanakan sistem kerja, prosedur dan mekanisme kerja

7. Mengembangkan mekanisme pengawasan yang efektif.

3. Tujuan Reformasi Birokrasi KejaksaanTujuan umum Reformasi Birokrasi Kejaksaan :Secara umum, Reformasi Birokrasi Kejaksaan ditujukan untuk membangun/membentuk profil dan perilaku pegawai Kejaksaan dengan :

1. Integritas tinggi yaitu perilaku pegawai Kejaksaan yang senantiasa dalam bekerja menjaga sikap profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas (kejujuran, kesetiaan, komitmen) serta menjaga keutuhan pribadi

2. Produktivitas tinggi dan bertanggung jawab yaitu hasil optimal yang dicapai oleh pegawai Kejaksaan dari serangkaian program kegiatan yang inovatif, efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya yang ada serta ditunjang oleh dedikasi dan etos kerja yang tinggi

3. Kemampuan memberikan pelayanan yang prima yaitu kepuasan yang dirasakan oleh publik sebagai dampak positif dari hasil kerja birokrasi yang profesional, berdedikasi dan memiliki standar nilai moral yang tinggi pegawai Kejaksaan dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan masyarakat

Tujuan khusus Reformasi Birokrasi Kejaksaan :Adapun tujuan khusus dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kejaksaan adalah untuk membangun/membentuk:

1. Birokrasi yang bersihyaitu birokrasi Kejaksaan yang bekerja atas dasar aturan dan nilai nilai yang dapat mencegah timbulnya berbagai tindak penyimpangan dan perbuatan tercela (mal-administrasi) seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.

2. Birokrasi yang efisien, efektif dan produktifyaitu birokrasi Kejaksaan yang mampu memberikan dampak kerja positif (manfaat) kepada masyarakat dan mampu menjalankan tugas dengan tepat, cermat, berdayaguna dan tepat guna (hemat waktu, tenaga dan biaya).

3. Birokrasi yang transparanyaitu birokrasi Kejaksaan yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak diskriminatif dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

4. Birokrasi yang melayani masyarakatyaitu birokrasi Kejaksaan yang tidak minta dilayani masyarakat, tetapi birokrasi yang memberikan pelayanan prima kepada publik

5. Birokrasi yang akuntabelyaitu birokrasi Kejaksaan yang bertanggungjawab dan dapat dipertanggungjawabkan atas setiap proses dan kinerja atau hasil akhir dari program maupun kegiatannya sehubungan dengan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan untuk mencapai tujuan sesuai dan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

4. Sasaran Reformasi Birokrasi KejaksaanSecara umum, sasaran Reformasi Birokrasi Kejaksaan adalah mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen. Secara khusus, sasaran yang ingin dicapai mencakup berbagai segi yaitu:

1. Kelembagaan (organisasi), dengan membentuk Organisasi Kejaksaan yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right size)

2. Budaya organsasi, dengan membentuk Birokrasi Kejaksaan yang profesional dan memilki kinerja yang tinggi

3. Ketatalaksanaan, dengan membangun sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, sesuai dengan prinsip prinsipgood governance.

4. Regulasi dan deregulasi, dengan menciptakan birokrasi Kejaksaan yang menjalankan regulasi dan deregulasi secara lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif

5. Sumber daya manusia, dengan menciptakan SDM Kejaksaan yang berintegritas, kompeten, profesionai, berkinerja tinggi, sejahtera dan terhormat.

Faktor Penentu KeberhasilanPelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kejaksaan pada dasarnya tidak berangkat dari titik nol, gagasan, kesadaran dan komitemen untuk melakukan reformasi telah tumbuh dan berkembang sejak lama dan kemudian memperoleh penguatan dengan dicanangkannya Agenda Pembaruan Kejaksaan pada tahun 2005. Fakta sejarah ini memberikan dasar dan fundamen untuk mendorong keberhasilan percepatan program reformasi birokrasi kejaksaan. Beberapa faktor penentu yang sangat mempengaruhi keberhasilan reformasi birokrasi kejaksaan, antara lain adalah :

1. Kemauan dan komitmen politik yang kuat mulai dari pimpinan tertinggi Kejaksaan Rl sampai dengan level pimpinan terendah dan diikuti oleh seluruh pegawai Kejaksaan;

2. Rasa kepemilikan terhadap program Pembaruan Kejaksaan semakin kuat;

3. Adanya persamaan persepsi, kepahaman, pandangan, dan cara berpikir setiap insan Kejaksaan bahwa Reformasi Birokrasi harus dijalankan demi peningkatan kualitas hidup seluruh pegawai Kejaksaan;

4. Konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan Reformasi Birokrasi harus dijalankan sesuai dengan rancangan induk Reformasi Birokrasi dan Peraturan Perundang-undangan yang ada;

5. Tersedianya dukungan dana untuk pelaksanaan seluruh program Reformasi birokrasi dan peningkatan kesejahteraan pegawai;

6. Dukungan dan partisipasi masyarakat.

7. Program Percepatan (Quick Wins) yang jelas dan terarah yang terdiri dari :

1. Percepatan penanganan perkara dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam penegakan hukum

2. Ketersediaan akses informasi perkara kepada publik

3. Transparansi penanganan pengaduan masyarakat

8. Program Komunikasi Terpadu

1. Program Komunikasi Internal (Pembenahan komunikasi internal antar unit)

2. Program Komunikasi Eksternal (Pembenahan komunikasi dengan stakeholders Kejaksaan)

3. Pembenahan sistem informasi publik, website Kejaksaan

Struktur Pelaksana Reformasi Birokrasi Kejaksaan

Untuk melaksanakan Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan Tahap I, kejaksaan telah membentuk Tim, sebagai berikut:

Tim Pengarah dan Sekretariat

Tim-Tim Tehnis

Tim Asistensi

Peraturan Perundang-Undangan

Strategi Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan

TujuanMemetakan peraturan, melakukan perubahan terhadap peraturan dan menyusun peraturan baru di Kejaksaan RI yang sesuai dengan kebutuhan Reformasi Birokrasi di Kejaksaan RI.

SasaranAdanya peraturan dan kebijakan yang efektif mendorong berjalannya sistem yang dihasilkan dalam proses Reformasi Birokrasi di Kejaksaan.

PEMETAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI KEJAKSAAN RIa. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004Era reformasi membawa perubahan ke institusi Kejaksaan khususnya dengan digantikannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. Penyempurnaan tersebut berjalan efektif jika ditunjang dengan peraturan pelaksananya. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 mengamanatkan diterbitkannya beberapa peraturan pelaksana, yaitu:

1. Peraturan Presiden tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan;

2. Peraturan Pemerintah tentang pelarangan rangkap jabatan oleh Jaksa;

3. Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan fungsional jaksa yang terkena pemberhentian;

4. Peraturan Presiden tentang tunjangan jabatan fungsional jaksa; dan

5. Peraturan Presiden tentang Komisi Kejaksaan.

Dua peraturan pelaksana yang diamanatkan tersebut sudah diterbitkan, yaitu: Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan RI dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2008 tentang tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan fungsional jaksa yang terkena pemberhentian.

Sedangkan tiga peraturan lainnya perlu segera diterbitkan, terutama yang menyangkut struktur organisasi dan tata kerja Kejaksaan RI. Hingga saat ini struktur organisasi dan tata kerja Kejaksaan masih berdasar pada Keputusan Presiden yang mengacu pada Undang-Undang Kejaksaan yang lama.

Beberapa area persoalan dalam penelitian tentang struktur organisasi dan tata kerja Kejaksaan RI secara sinergis dijawab setidaknya melalui beberapa kegiatan Reformasi Birokrasi Kejaksaan, selain Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Analisis Jabatan dan Evaluasi Jabatan serta Profil Kejaksaan 2025. Khusus yang terkait dengan kegiatan Analisis Jabatan dan Evaluasi Jabatan, hasilnya diharapkan akan menjadi acuan bagi penyusunan peraturan tentang larangan rangkap jabatan dan tunjangan jabatan fungsional bagi jaksa.

b. Identifikasi Peraturan yang Telah AdaKejaksaan menyusun Himpunan peraturan tentang Pembinaan Kepegawaian Kejaksaan RI pada tahun 2006 dan Himpunan Petunjuk Teknis Kejaksaan Agung RI pada tahun 2008. Dengan demikian maka Kejaksaan telah memiliki kumpulan peraturan baik yang mencakup bidang pembinaan pegawai, maupun bidang teknis penanganan perkara.

Rekapitulasi kumpulan peraturan bidang pembinaan pegawai sebagaimana terurai di atas dapat terlihat melalui tabel berikut di bawah ini:

Tabel III E.2.b.1. : Identifikasi Peraturan Perundang-Undangan

No.KategoriUUPPPerpresKepmenKepjaInsjaSEJALainLainI.

Umum

1

-

2

-

4

1

-

-

II.

Organisasi Tata kerja

-

-

1

-

6

-

-

-

III.

Kepegawaian

2

23

7

11

38

5

3

4

IV.

Pengawasan

-

3

3

9

-

-

-

1

SubTotal

3

26

13

20

48

6

3

5

Total

123 PeraturanHimpunan Petunjuk Teknis Kejaksaan Agung RI terklasifikasi dalam sistematika yang terurai melalui tabel berikut di bawah ini.Tabel III.E.2.b.2. : Klasifikasi Juknis Kejagung

No.BidangKeppresInpresPerjaKepjaInsjaSEJATotalI.

Intelijen

-

-

1

2

1

-

4

II.

Pidana Umum

2

2

-

4

3

7

18

III.

Pidana Khusus

1

-

-

1

1

18

21

IV.

Perdata dan TUN

-

-

-

1

-

-

1

Total

3

2

1

8

5

25

44Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa Agenda Pembaruan di Kejaksaan telah menghasilkan paket Peraturan Jaksa Agung (Perja) yang menitikberatkan pada aspek Sumber Daya Manusia. Paket Perja tersebut terdiri dari enam Perja sebagai berikut:

1. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-064/A/JA/07/2007 tentang Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil dan Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia;

2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-065/A/JA/07/2007 tentang Pembinaan Karir Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia;

3. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-066/A/JA/07/2007 tentang Standar Minimum Profesi Jaksa;

4. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa;

5. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-068/A/JA/07/2007 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia; dan

6. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-069/A/JA/07/2007 tentang Ketentuan-Ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia.

c. Kebutuhan Peraturan Untuk Melaksanakan Reformasi BirokrasiUntuk bidang organisasi, tata kerja dan pengelolaan SDM beberapa peraturan yang dibutuhkan terdiri dari:

1. Peraturan Presiden tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan,menggantikan Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1999;

2. Peraturan Jaksa Agung sebagai turunan dari Peraturan Presiden tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan, menggantikan Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-155/A/JA/10/1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia dan perubahannya;

3. Peraturan Peraturan Pemerintah tentang pelarangan rangkap jabatan oleh Jaksa;

4. Peraturan Presiden tentang tunjangan jabatan fungsional jaksa, menggantikan Keputusan Presiden Nomor 158 Tahun 2000 yang mengatur hal yang sama;

Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-065/A/JA/07/2007 tentang Pembinaan Karir Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia menyebutkan beberapa peraturan yang dibutuhkan oleh Kejaksaan, sebagai berikut:

1. Keputusan Jaksa Agung tentang Komponen dan mekanisme Penilaian Prestasi;

2. Keputusan Jaksa Agung yang mengatur pola jenjang karir, tata cara dan mekanisme mutasi bagi pegawai Kejaksaan Republik Indonesia,

3. Keputusan Jaksa Agung yang mengatur rincian jabatan yang tidak mengelola fungsi jaksa sesuai dengan susunan organisasi dan tata kerja Kejaksaan;

4. Keputusan Jaksa Agung tentang tata cara pengajuan berhenti dan pensiun; dan

5. Instruksi Jaksa Agung untuk hal-hal yang belum diatur dalam Perja ini.

Petunjuk pelaksanaan juga dibutuhkan oleh Kejaksaan untuk mengimplementasikan Perja tentang Rekrutmen, Diklat dan Kode Perilaku Jaksa, serta pemberlakuan Standar Minimum Profesi Jaksa. Khusus mengenai Kode Perilaku Jaksa, hingga laporan ini disampaikan, telah dibuat rancangan petunjuk pelaksanaannya dan masih dalam kajian di Biro Hukum pada Jaksa Agung Muda Pembinaan.