ARSITEKTUR NUSANTARA
Sejarah Perkembangan Arsitektur Nusantara
A. Sejarah NusantaraAncangan Sejarah manapun tidak akan mencapai
tujuannya jika tidak memperhatikan faktor geografis. Berdasarkan
latar belakang historis bahwa tata Nusantara adalah sebuah kata
majemuk yang diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata ini terdiri dari
kata-kata nusa yang berarti pulau dan antara berarti lain. Istilah
ini digunakan dalam konsep kenegaraan Jawa artinya daerah di luar
pengaruh budaya Jawa. Dalam penggunaan bahasa modern, istilah
nusantara biasanya meliputi daerah kepulauan Asia Tenggara atau
wilayah Austronesia. Sehingga pada masa sekarang ini banyak orang
menggunakan istilah geografis ini untuk menunjukkan sebagai satu
kesatuan pulau di Nusantara termasuk wilayah-wilayah di Semenanjung
Malaya (Malaysia, Singapura) dan Filipina bahkan beberapa negara di
wilayah Indochina seperti Kamboja akan tetapi tidak termasuk
wilayah Papua.Di sisi lain, istilah geografis Nusantara saat ini
sering diartikan sebagai Indonesia yang merupakan satu entitas
politik. Fokus dari diskusi buku ajar ini adalah kepada istilah
geografis Nusantara sebagai wilayah Indonesia pada masa sekarang
ini. 1. Sejarah Singkat NusantaraWilayah Nusantara terletak pada
persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,
atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah
menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi
pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya.
Persinggahan para pelayar dan pedagang dari berbagai mancanegara
telah menjadikan Nusantara sebagai tempat kehadiran semua
kebudayaan besar didunia. Bukti-bukti penemuan artefak-artefak
seperti prasasti, uang logam dan gerabah memberikan informasi
kehadiran bangsa-bangsa besar tersebut. Seperti prasasti berbahasa
Tamil ditemukan di desa Lobu Tua pesisir Barat Sumatra (Barus),
porselin dan gerabah Cina ditemukan di Palembang, nisan dan uang
logam Arab ditemukan di Aceh. Dari penemuan-penemuan tersebut, para
arkeolog dan sejarahwan menyusun kronologis sejarah Indonesia.
Dapat dikatakan bahwa sekitar seribu tahun lamanya, dari abad ke-5
sampai ke-15, kebudayaan-kebudayaan India mempengaruhi Sumatra,
Jawa dan Bali, dan Kalimantan bersamaan dengan dataran-dataran
rendah yang luas di Semenanjung Indocina. Kebudayaan India ini
awalnya pada penyebaran agama Hindu dan Buddha dan Islam di
Indonesia. Di Jawa Tengah, candi Borobudur dan Prambanan adalah
monumen yang sama nilainya dengan Angkor dan Pagan.Pada abad ke-7
hingga ke-14, kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang
sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai
daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Pada abad ke-14
juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur,
Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah
Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian
besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum
dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita
Ramayana. Islam tiba di Indonesia sekitar abad ke-12, menggantikan
Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir dekad ke-16 di Jawa dan
Sumatra.Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama
Islam ini dibawa oleh pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui
pembauran. Kesultanan kecil Samudra Pasai disebelah utara Sumatra
menjadi bandar yang ramai pada masa itu. Berdasarkan catatan
Gastaldi (1548), seorang ahli kosmografi dan enjineer dari Italia,
pelabuhan atau bandar kesultanan Samudra sebagai yang terbaik di
pulau tersebut, dan melalui proses evolusi nama, istilah Sumatra
dikenalkan pertama kali oleh orang Eropa Nichol de Conti,
sebelumnya Marcopolo menyebut dengan Samara, kemudian Friar dan
Odoric menyebut dengan Sumoltra, Ibnu Battuta menyebut Samudra.
Melalui evolusi yang sama, nama Borneo pada mulanya adalah nama
sebuah pelabuhan Brunei, yang pada masa itu merupakan nama kerajaan
terpenting di Kalimantan Barat. Di kepulauan-kepulauan di timur,
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada
abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua
agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Penyebaran Islam didorong
hubungan perdagangan di luar Nusantara; umumnya pedagang dan ahli
kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan
penting termasuk Mataram di Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan
Kesultanan Tidore di Maluku di timur.Peradaban Eropa, hadir sejak
abad ke-16, mula-mula dalam bentuk peradaban Iberia (Spanyol dan
Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Marcopolo menjadi
orang Eropa pertama yang bercerita tentang perjalanannya ke
bandar-bandar pantai utara Samara pada tahun 1291. Mulai tahun 1602
Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah Nusantara
dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil
yang telah menggantikan Majapahit. Pada dekad ke-17 dan 18
Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah
Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia
Timur Belanda (Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC
telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas
kolonial di wilayah tersebut oleh parlemen Belanda pada tahun 1602.
Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. VOC menjadi
terlibat dalam politik internal Jawa pada masa itu dan bertempur
dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan
Banten. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir dekad ke-18 dan
setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford
Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada
tahun 1816. Pada 1901 pihak Belanda melancarkan Politik Etis
(Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam
pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik.
Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda
memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang
Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara
Indonesia saat ini. Pada saat ini, Pemerintah Hindia Belanda
mendirikan kota-kota dengan berbagai macam fasilitas seperti
bangunan perkantoran, rumah sakit, bangunan ibadah (masjid dan
gereja) dan lain sebagainya.Penetrasi Jepang di Asia Tenggara pada
tahun 1941 disambut pada bulan yang sama dengan menerima bantuan
Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda.
Pasukan Belanda terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. 2.
Geografi dan LingkunganNusantara beriklim tropis sesuai dengan
letaknya yang melintang di sepanjang garis khatulistiwa. Dataran
Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilometer persegi terletak antara
60 garis lintang utara dan 110 garis lintang selatan serta 950 dan
1400 garis bujur timur. Dataran ini dibagi menjadi empat satuan
geografis yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali,
Kalimantan, Sulawesi), Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumba,
Sumbawa, Komodo, Flores, Alor, Savu, dan Lembata), Kepulauan Maluku
(Halmahera, Ternate, Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya
beserta kepulauan Aru. Seluruh pulau di Indonesia termasuk dalam
zona iklim khatulistiwa dengan suhu yang hampir konstan serta
dipengaruhi oleh angin musim dan angin pasat. Secara geologis,
Nusantara terdiri dari bentukan vulkanik dan nonvulkanik yang
saling berjalin, sehingga Indonesia merupakan wilayah seismik
paling aktif di dunia, tercatat kira-kira 500 gempa bumi setahun.
Sejak akhir tahun 2004 hingga 2006 tercatat lebih dari 1000 kali
gempa bumi. Selain gempa bumi, wilayah Nusantara juga merupakan
wilayah yang rawan tsunami, berdasarkan katalog gempa (1629 - 2002)
di Indonesia pernah terjadi Tsunami sebanyak 109 kali, terakhir
kali bencana tsunami yang paling besar terjadi akhir 2004 melanda
wilayah Naggroe Aceh Darussalam. 3. Keragaman BudayaIndonesia
memiliki 18,018 buah pulau yang tersebar di sekitar khatulistiwa
mulai dari 60 garis lintang utara dan 110 garis lintang selatan
serta 950 dan 1400 garis bujur timur. Diantara puluhan ribu pulau
tersebut terdapat lima pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya, dengan pulau terpadat
penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%)
populasi Indonesia hidup dipulau ini. Flora dan fauna Indonesia
sangatlah beragam jenisnya. Setiap pulau memiliki kekhasan sendiri
dan sering menjadi ikon dalam perkembangan wilayah atau daerah
tersebut. Selain itu, Indonesia juga kaya dengan keberagaman etnis,
terdapat kurang lebih 300 suku yang berbicara dalam 500 bahasa dan
dialek. Berdasarkan sosial linguistik, kebanyakan orang Indonesia
berbahasa Austronesia yang kelompok wilayahnya persebarannya
meliputi banyak pulau di Asia Tenggara, sebagian dari Vietnam
Selatan, Taiwan Mikronesia, Polinesia dan Madagaskar sehingga
memiliki banyak kesamaan warisan budaya. Pengaruh budaya
Austronesia pada budaya Indoenesia terlihat dalam budaya materi,
organisasi sosial, kepercayaan, mitos, serta bahasa. Indonesia,
selain kekayaan bahasa, masing-masing etnis memiliki keunikan adat
istiadat dan budaya yang sering direfleksikan dalam keunikan
arsitektur lokal atau vernakular. Apabila setiap etnik memiliki
satu karakteristik arsitektur vernakular, maka terdapat kurang
lebih 500 arsitektur vernakular di Indonesia yag merupakan kekayaan
tiada tara bagi bangsa Indonesia.
B. Nusantara dan Jaringan AsiaSeperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan,
antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus,
Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah
Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang
terutama dari China ke India atau sebaliknya. Selain kedua bangsa
Asia ini, terdapat juga pengaruh lain dari berbagai budaya hebat di
dunia seperti peradaban Iberia (Spanyol dan Portugis), kemudian
Britania Raya, dan Belanda. Dari luas dan letak wilayahnya,
Indonesia dikategorikan sebagai negara besar yang cukup berpengaruh
di Asia. Jaringan ini telah berlangsung beratus tahun lamanya,
beberapa peninggalan budaya yang nampak atas pengaruh yang pernah
singgah masih ada seperti misalnya kebudayaan India pengaruhnya
mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu Buddha dan
Islam di Indonesia yang bisa diketahui dari tinggalan budayanya
yaitu arsitektur candi dan arsitektur masjid bergaya Moghul di
Indonesia. Sama halnya dengan India, pengaruh kebudayaan China
hingga sekarang ini masih sangat besar dapat terlihat dalam
berbagai sapek kehidupan; kepercayaan, bahasa, makanan, sistem
pertanian dan lain sebagainya. Kemajuan maritim di China pada masa
Dinasti Ming telah membawa pelayar-pelayar tangguh mengarungi
wilayah Nusantara. Perdagangan silang antara China dan India telah
membuat Nusantara dan Asia Tenggara menjadi tempat persinggahan
setiap kali berlayar. Pertukaran budaya terjadi dengan adanya
interaksi perdagangan antara pedagang atau pelayar China dengan
penduduk setempat yang disinggahi. Terdapat banyak tinggalan
sejarah yang mendapat pengaruh peradaban Cina di Indonesia terutama
pada klenteng dan bangunan pertokoan yang tersebar pada kota-kota
lama di seluruh wilayah Indonesia.Budaya Jepang pertama kali masuk
ke Nusantara pada sepertiga abad ke 20. Melalui propaganda militer
saudara tua Jepang dengan leluasa masuk ke wilayah Nusantara.
Penetrasi politik Jepang selama 3,5 tahun tidak banyak meninggalkan
monumen atau tinggalan bangunan bersejarah di Indonesia seperti
halnya India dan Cina, akan tetapi kemiripan pada arsitektur
vernakular yang sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia menjadi
pembahasan yang menarik dalam buku ajar ini. Sebagai salah satu
negara besar dengan konsep arsitektur timur yang kuat pernah
menduduki Nusantara maka sangat penting untuk diketahui bagaimana
sejarah perkembangan dan konsep arsitektur Jepang. Pembahasan buku
ajar ini selain menjabarkan sejarah perkembangan arsitektur di
Indonesia yang mendapatkan pengaruh dari peradaban Asia (India,
Cina dan Jepang) di Indonesia juga membahas konsep dan perkembangan
arsitektur di ketiga negara tersebut. Arsitektur Nusantara, dan
Arsitektur Asia : India, Cina dan Jepang mewakili pemikiran tentang
arsitektur timur. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia
Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan.
Secara umum periodisasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga
bagian besar yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman
Modern, dengan proses oksidentalisasi. Sebenarnya terdapat satu
zaman lagi sebelum zaman Hindu Buddha yaitu Zaman prasejarah akan
tetapi pembahasan serta diskusi tentang zaman ini tidak banyak
contoh yang tersisa dalam bidang arsitektur terutama pada masa
prasejarah awal.Perkembangan arsitektur mulai dari masa Prasejarah
Akhir yang ditandai dengan ditemukannya kubur batu di Pasemah,
Gunung Kidul dan Bondowoso. Kemudian situs-situs megalitikum punden
berundak di Leuwilang, Matesih, Pasirangin. Sebagaimana diketahui
bahwa sejarah budaya yang melahirkan peninggalan budaya termasuk
arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut diatas, maka dapat
dikategorikan sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama
peradaban Islam (bisa termasuk arsitektur lokal atau tradisional,
dan pra modern) dan arsitektur modern (termasuk arsitektur kolonial
dan pasca kolonial). Keberadaan arsitektur lokal yang identik
dengan bangunan panggung berstruktur kayu telah ada sebelum atau
bersamaan dengan pembangunan candi-candi. Hal ini ditunjukkan dari
berbagai keterangan pada relief candi-candi dimana terdapat
informasi tentang arsitektur lokal/domestik atau tradisional atau
vernakular nusantara. Akan tetapi jikalau menilik usia dari
bangunan vernakular yang ada di Indonesia, tidak ada yang lebih
dari 150 tahun. Pembahasan pada buku ajar ini tentang perkembangan
arsitektur Indonesia dapat diurutkan sebagai berikut Arsitektur
vernacular Arsitektur klasik atau candi Arsitektur pada masa
perabadan atau kebudayaan Islam Arsitektur Kolonial Arsitektur
Modern (pasca kemerdekaan)
Pengaruh Kepercayaan/Keyakinan Terhadap Arsitektur Nusantara
A. Pengaruh Aritektur Islam Pada Arsitektur IndonesiaSebelum
Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang
terlampir sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali
mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih)
kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling
mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan
Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan
Hindu dan Budha hilang. Ajaran Islam mulai masuk ke Indonesia
sekitar abad Penyebaran awal Islam di Nusantara dilakukan
pedagang-pedagang Arab, Cina, India dan Parsi. Setelah itu, proses
penyebaran Islam dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam Nusantara
melalui perkawinan, perdagangan dan peperangan.Banyak masjid yang
diagungkan di Indonesia tetap mempertahankan bentuk asalnya yang
menyerupai (misalnya) candi Hindu/Buddha bahkan pagoda Asia Timur,
atau juga menggunakan konstruksi dan ornamentasi bangunan khas
daerah tempat masjid berada. Pada perkembangan selanjutnya
arsitektur mesjid lebih banyak mengadopsi bentuk dari Timur Tengah,
seperti atap kubah bawang dan ornamen, yang diperkenalkan
Pemerintah Hindia Belanda.Kalau dilihat dari masa pembangunannya,
masjid sangat dipengaruhi pada budaya yang masuk pada daerah itu.
Masjid dulu, khususnya di daerah pulau Jawa, memiliki bentuk yang
hampir sama dengan candi Hindu Budha. Hal ini karena terjadi
akulturasi budaya antara budaya setempat dengan budaya luar.Antar
daerah satu dengan yang lain biasanya juga terdapat perbedaan
bentuk. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan budaya
setempat.Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi
tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga
menyangkut perilaku masyarakat Indonesia. Wujud akulturasi dalam
seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana.
Untuk lebih jelasnya silakan Anda simak gambar berikut:
''Masjid Aceh merupakan salah satu masjid kuno di
Indonesia.''
Wujud akulturasi dari masjid kuno seperti yang tampak pada
gambar memiliki ciri sebagai berikut:Atapnya berbentuk tumpang
yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari
tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3
atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan
akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.Tidak dilengkapi
dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar
Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan
kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat.
Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia.Letak masjid
biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau
bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau
dekat dengan makam.Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi
kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam. Untuk itu
silahkan Anda simak gambar 2 makam Sendang Duwur berikut ini:
''Makam Sendang Duwur (Tuban)''
Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat
dari:makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat
yang keramat.makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut
dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga terbuat dari batu.di atas
jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan
cungkup atau kubba,dilengkapi dengan tembok atau gapura yang
menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok
makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung
(beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak
beratap dan tidak berpintu).di dekat makam biasanya dibangun
masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut
adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang
Duwur seperti yang tampak pada gambar tersebut.
1. Masjid Agung Demak
''Tampak depan Masjid Agung Demak''
Masjid Agung Demak adalah sebuah mesjid tertua di Indonesia.
Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini
dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali)
penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas
penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada
umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu
raja pertama dari Kesultanan Demak.Masjid ini mempunyai
bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat
tiang utama yang disebut saka guru. Bangunan serambi merupakan
bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan
tiang yang disebut Saka Majapahit.Di dalam lokasi kompleks Masjid
Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan
para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi
berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.
2. Masjid Menara Kudus
Masjid Menara Kudus (disebut juga sebagai mesjid Al Aqsa dan
Mesjid Al Manar) adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada
tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu
dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama dan terletak
di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah.Yang
paling monumental dari bangunan masjid ini adalah menara berbentuk
candi bercorak Hindu Majapahit, bukan pada ukurannya yang besar
saja, tetapi juga keunikan bentuknya yang tak mudah terlupakan.
Bentuk ini tidak akan kita temui kemiripannya dengan berbagai
menara masjid di seluruh dunia.Keberadaannya yang tanpa-padanan
karena bentuk arsitekturalnya yang sangat khas untuk sebuah menara
masjid itulah yang menjadikannya begitu mempesona. Dengan demikian
bisa disebut menara masjid ini mendekati kualitas genius
locy.''Menara Masjid Kudus merupakan bangunan menara masjid paling
unik di Kota Kudus karena bercorak Candi Hindu Majapahit''
Bangunan menara berketinggian 18 meter dan berukuran sekitar 100
m persegi pada bagian dasar ini secara kuat memperlihatkan sistem,
bentuk, dan elemen bangunan Jawa-Hindu. Hal ini bisa dilihat dari
kaki dan badan menara yang dibangun dan diukir dengan tradisi
Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada
penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen,
namun konon dengan dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara
khusus adanya selasar yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki
menara yang sering ditemukan pada bangunan candi.Teknik konstruksi
tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang
berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat soko
guru yang menopang dua tumpuk atap tajuk. Sedangkan di bagian
puncak atap tajuk terdapat semacam mustoko (kepala) seperti pada
puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di
Jawa yang jelas merujuk pada elemen arsitektur Jawa-Hindu.
1. Masjid Agung Banten
Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km
sebelah utara kota Serang, ibu kota Provinsi Banten ini menjadi
obyek wisata ziarah arsitektur yang sangat menarik, karena gaya
seni bangunan yang unik dan terdapat elemen arsitektur menarik.Sisi
menarik pertama dari bangunan utama masjid, yang dibangun pertama
kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sutan pertama
Kasultanan Demak yang juga putra pertama Sunan Gunung Jati itu
adalah atapnya yang tumpuk lima. Menurut tradisi, rancangan
bangunan utama masjid yang beratap tumpuk lima ini dipercayakan
kepada arsitek Cina bernama Cek Ban Cut. Selain jumlah tumpukan,
bentuk dan ekspresinya juga menampilkan keunikan yang tidak ditemui
kesamaannya dengan masjid-masjid di sepanjang Pulau Jawa, bahkan di
seluruh Indonesia.Yang paling menarik dari atap Masjid Agung Banten
adalah justru pada dua tumpukan atap konsentris paling atas yang
samar-samar mengingatkan idiom pagoda Cina. Kedua atap itu berdiri
tepat di atas puncak tumpukan atap ketiga dengan sistem struktur
penyalur gaya yang bertemu pada satu titik. Peletakan seperti itu
memperlihatkan kesan seakan-akan atap dalam posisi kritis dan mudah
goyah, namun hal ini justru menjadi daya tarik tersendiri.Dua
tumpukan atap paling atas itu tampak lebih berfungsi sebagai
mahkota dibanding sebagai atap penutup ruang bagian dalam bangunan.
Tak heran jika bentuk dan ekspresi seperti itu sebetulnya dapat
dibaca dalam dua penafsiran: masjid beratap tumpuk lima atau masjid
beratap tumpuk tiga dengan ditambah dua mahkota di atasnya sebagai
elemen estetik.Elemen menarik lainnya adalah menara di sebelah
timur yang besar dan monumental serta tergolong unik karena belum
pernah terdapat bentuk menara seperti itu di Jawa, bahkan di
seluruh Nusantara. Dikarenakan menara bukanlah tradisi yang
melengkapi masjid di Jawa pada masa awal, maka Masjid Agung Banten
termasuk di antara masjid yang mula-mula menggunakan unsur menara
di Jawa.Tradisi menyebutkan, menara berkonstruksi batu bata
setinggi kurang lebih 24 meter ini dulunya konon lebih berfungsi
sebagai menara pandang/pengamat ke lepas pantai karena bentuknya
yang mirip mercusuar daripada sebagai tempat mengumandangkan azan.
Yang jelas, semua berita Belanda tentang Banten hampir selalu
menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik
perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau.2. Masjid Sultan
Suriansyah
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang
merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun
di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar
pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan
Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.Masjid
bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap
sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di
tepi sungai Kuin.Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan
pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan
dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan.
Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur
Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu.Identifikasi pengaruh arsitektur
tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu
yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut : atap
meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang
cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan
Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan
lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang
dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling
banyak dan paling tinggi.Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan
Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan
terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan,
memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat)
yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang
melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi
tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti
secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.
B. Pengaruh India di Bidang Arsitektur Arsitektur atau seni
bangunan ala masa India juga bertahan hingga kini. Meski
tampilannya tidak lagi serupa benar dengan bangunan Hindu-Buddha
(candi), tetapi pengaruh Hindu-Buddha membuat arsitektur bangunan
yang ada di Indonesia menjadi khas. Salah satu cirri bangunan
Hindu-Buddha adalah berundak. Sejumlah undakan umumnya terdapat di
struktur bangunan candi yang ada di Indonesia. Undakan tersebut
paling jelas terlihat di Candi Borobudur, bangunan peninggalan
Dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Hal yang khas dari
arsitektur candi adalah adanya 3 bagian utama yaitu kepala, badan
dan kaki. Ketiga bagian ini melambangkan triloka atau tiga dunia,
yaitu: bhurloka (dunia manusia), bhuvarloka (dunia orang-orang yang
tersucikan), dan svarloka (dunia para dewa). Untuk lebih jelasnya,
lihat Figure 1.
Pengaruh sistem 3 tahap hidup religious manusia ini bertahan
cukup lama. Bahkan ia banyak diadaptasi oleh bangunan-bangunan yang
dibangun pada masa yang lebih kekinian. Bangunan-bangunan yang
memiliki ciri seperti ini beranjak dari bangunan spiritual semisal
masjid maupun profan (biasa) semisal Gedung Sate di
Bandung.Arsitektur semacam candi ini sebagian terus bertahan dan
mempengaruhi bangunan-bangunan lain yang lebih modern. Misalnya,
Masjid Kudus mempertahankan pola arsitektur bangunan Hindu ini.
Masjid Kudus aslinya bernama Masjid Al Aqsa, dibangun Jafar Shodiq
(Sunan Kudus) tahun 1549 M. Yang unik adalah, sebuah menara di sisi
timur bangunan masjid menggunakan arsitektur candi Hindu.Selain
bentuk menara, sisa lain arsitektur Hindu pun terdapat pada gerbang
masjid yang menyerupai gapura sebuah pura. Juga tidak ketinggalan
lokasi wudhu, yang pancurannya dihiasi ornament khas Hindu. Banyak
hipotesis yang diutarakan mengapa Jafar Shodiq menempatkan
arsitektur Hindu ke dalam sebuah masjid. Hipotesis pertama
mengasumsikan pembangunan tersebut merupakan proses akulturasi
antara budaya Hindu yang banyak dipraktekkan masyarakat Kudus
sebelumnya dengan budaya Arab-Persia yang hendak dikembangkan. Ini
dimaksudkan agar tidak terjadi Cultural Shock yang berakibat
terasingnya orang-orang pemeluk Islam baru sebab tercerabut secara
tiba-tiba dari budaya mereka. Hipotesis kedua menyatakan bahwa
penempatan arsitektur Hindu diakibatkan para arsitek dan tukang
yang membangun masjid menguasai gaya bangunan Hindu. Ini berakibat
hasil pembangunan mereka bercorak Hindu. Pengaruh arsitektur Hindu
pun terjadi pada bangunan yang lebih kontemporer semisal Gedung
Sate yang terletak di Kota Bandung. Gedung Sate didirikan tahun
1920-1924 dengan arsiteknya Ir. J. Gerber. Ornamen-ornamen di bawah
dinding gedung secara kuat bercirikan ornament masa Hindu
Indonesia. Termasuk pula, menara yang terletak di puncak atas
gedung yang mirip dengan menara masjid Kudus atau tumpak yang ada
di bangunan suci Hindu di daerah Bali.Jika lebih didekati, maka
bagian bawah dinding Gedung Sate memuat ornament-ornamen khas
Hindu. Tentu saja, arsitektur Gedung Sate tidak murni berisikan
arsitektur Hindu. Ia merupakan perpaduan antara arsitektur Belanda
dengan Lokal Indonesia.Bangunan modern lain yang memiliki nuansa
arsitektur Hindu juga ditampakkan Masjid Demak. Nuansa arsitektur
Hindu pada masjid yang didirikan tahun 1466 M misalnya tampak pada
atap limas yang bersusun tiga, mirip dengan candi dimana
bermaknakan bhurloka, bhuvarloka, dan svarloka. Namun, tiga makna
tersebut kemudian ditransfer kearah aqidah Islam menjadi islam,
iman, dan ihsan.Ciri lainnya adalah bentuk atap yang mengecil
dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Atap
tertinggi yang berbentuk limasan ditambah hiasan mahkota pada
puncaknya. Komposisi ini mirip meru, bangunan tersuci di pura
Hindu.
Pengaruh Bidang Pertanian Terhadap Arsitektur Nusantara
A. Arsitektur Dayak 1. Sekilas Tentang DayakDayak merupakan nama
kolektif untuk demikian banyak suku asli di Kalimantan, yang
sebagian besar menghuni daerah pedalaman. Daerah hilir atau daerah
pantai yang mengitari mereka dihuni oleh orang Melayu, Banjar,
Bugis, Jawa, Madura, dan lain-lain. Suku Dayak, sebagaimana suku
lainnya , memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang berlaku bagi
mereka. Kebudayaan Dayak terus mengalami perubahan karena pengaruh
dari luar dan dalam. Beberapa program pembangunan dan pembaharuan,
kurang menghargai nilai-nilai budaya yang hidup dan berkembang di
dalam masyarakat Dayak. Pada perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan kurang memahami pola kehidupan dan cara berpikir
masyarakat Dayak. Contohnya adalah rumah panjang atau rumah betang
orang Dayak, yang dipandang sebagai salah satu faktor penghambat
dalam pembinaan dan pembangunan masyarakat yang modern.2. Makna
RumahRumah betang yang merupakan rangkaian tempat tinggal yang
bersambung telah dikenal hampir oleh seluruh suku Dayak. Orang Iban
menyebutnya betai panjae, dan orang Banuaka menyebutnya sao
langke.Rumah betang memberikan makna tersendiri bagi penghuninya.
Bagi masyarakat Dayak, rumah betang adalah pusat kebudayaan mereka
karena hampir seluruh kegiatan hidup mereka berlangsung disana.
Ralp Linton ( dalam The Culture Background of Personality, New
York: Appleton-Century-Croft, 1945, yang dimuat oleh editor T.O
Ilrohmi dalam buku yang disuntingnya dan diberi judul Pokok-Pokok
Antropologi Budaya ) mengatakan : Kebudayaan adalah seluruh cara
kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai
sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat
dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Keseluruhan ini
mencakup kegiatan-kegiatan dunia seperti mencuci piring atau
menyetir mobil dan untuk tujuan mempelajari kebudayaan, hal ini
sama derajatnya dengan hal-hal yang lebih halus dalam kehidupan.
Karena itu, bagi seorang ilmu ahli sosial tidak ada masyarakat atau
perorangan yang tidak memiliki kebudayaan. Tiap masyarakat
mempunyai kebudayaan, bagaimanapun sederhananya kebudayaan itu dan
setiap manusia adalah makhluk berbudaya, dalam arti mengambil
bagian dari suatu kebudayaan. 3. Kehidupan Komunal Di Rumah
BetangRumah betang yang tersisa pada masyarakat Dayak merupakan
contoh kehidupan budaya tradisional yang mampu bertahan dan
beradaptasi dengan lingkungan. Kiranya perlu diungkapkan lebih jauh
faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Dayak dapat
mempertahankan rumah betang mereka.Masyarakat Dayak memiliki naluri
untuk selalu hidup bersama secara berdampingan dengan alam dan
warga masyarakat lainnya. Mereka gemar hidup damai dalam komunitas
yang harmonis sehingga berusaha terus bertahan dengan pola
kehidupan rumah betang. Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap
individu untuk menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan
bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran
religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai
dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan
masyarakatnya.Dengan mempertahankan rumah betang, masyarakat Dayak
tidak menolak perubahan, baik dari dalam maupun dari luar, terutama
perubahan yang menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan rohaniah
dan jasmaniah mereka.Pola pemukiman rumah betang erat hubungannya
dengan sumber-sumber makanan yang disediakan oleh alam sekitarnya,
seperti lahan untuk berladang, sungai yang banyak ikan, dan
hutan-hutan yang dihuni binatang buruan. Namun dewasa ini,
ketergantungan pada alam secara bertahap sudah mulai berkurang.
Masyarakat Dayak telah mulai mengenal perkebunan dan
peternakan.Rumah betang menggambarkan keakraban hubungan dalam
keluarga dan pada masyarakat. 4. Bagian Bagian Pada Rumah Betang
Suku Dayaka. TanggaTangga untuk naik ke rumah betang berjumlah
tiga, yaitu di ujung kiri kanan dan satu di bagian depan yang
menandakan untuk pengungkapan rasa komunitas dan solidaritas warga
yang berada di dalam rumah tersebut. Anak tangga biasanya mempunyai
hitungan mistik yaitu tonggak(ganjil), tunggak dan tidak boleh
jatuh pada hitungan tinggal (genap). Hitunggan anak tangga dimulai
dari hitunggan dari tonggak dan seterusnya sesuai tinggi rendahnya
rumah, kepala tangga dibuat patung kepala manusia yang dalam
mistiknya sebagai penunggu, penjaga rumah beserta isi keluarga yang
mendiami agar yidak diganggu oleh roh ataupun marabahaya.b. Posisi
tangga Ada rumah betang yang memiliki tangga di kedua sisi ujung
rumah panjang. Biasanya untuk rumah yang ukurannya sangat panjang
(300 400 m) biasanya dibuat dengan tujuan memudahkan akses dari
kedua sisi masing-masing rumah. Ada juga rumah betang yang memiliki
hanya 1 tangga dan terletak di depan dan tengah tengah. Ukuran
panjang rumah ini pun hanya mencapai 200 m. Pada rumah betang yang
baru (kepentingan pariwisata), biasanya di bangun tiga tangga. Dua
tangga di sisi kiri dan kanan dan satu tangga di tengah bagian
depan.c. PanteMerupakan lantai yang berada didepan bagian luar atap
yeng menjorok ke luar, berfunggsi sebagai tempat antara lain:
menjemur padi, pakaian, untuk mengadakan upacara adat lainya.
Lantai pante berasal dari bahan bambu, belahan batang pinang, kayu
bulatan sebesar pergelangan tangan atau dari batang papan.d.
SerambiMerupakan pintu masuk rumah setelah melewati pante yang
jumlahnya sesuai dengan jumlah kepala keluarga. Di depan serambi
ini apabila ada upacara adat kampung dipasang tanda khusus seperti
sebatang bambu yang kulitnya diarut halus menyerupai jumbai-jumbai
ruas demi ruas ( semacam janur ).e. SamiMerupakan ruangan terbuka
milik bersama, digunakan sebagai tempat menerima tamu,
menyelenggarakan kegiatan warga yang memerlukan. Ditempat ini
biasanya para tamu yang datang dipersilahkan duduk dan disuguhi
hidangan oleh tuan rumah di bilik yang didatangi sedangkan keluarga
yang lain biasanya juga ikut memberikan suguhan sebagai tanda
kebersamaan antar keluarga dalam komunitas di rumah panjang ini.f.
DapurDisudut ruangan dalam bilik masing-masing keluarga ada dapur
dengan kelengkapannya ( para api ).g. JungkarMerupakan ruangan
tambahan dibagian belakang bilik keluarga masing-masing yang
atapnya menyambung atap rumah panjang atau ada kalanya bumbung atap
berdiri sendiri tapi masih merupakan bagian dari rumah panjang.
Jungkar ini terkadang ditempatkan di tangga masuk atau keluar bagi
satu keluarga, agar tidak mengganggu tamu yang sedang bertandang.
Jungkar yang atapnya menyambung pada atap rumah panjang dibuatkan
tingaatn ( ventilasi pada atap yang terbuka dengan
ditopang/disanggah kayu ) yang sewaktu hujan atau malam hari dapat
ditutup kembali.[4] 5. Bangunan-Bangunan Tambahan Selain Rumah
Betang Jurokng (lumbung padi) ; biasa berbentuk bujur sangkar dan
berukuran 4x4 atau 5x5 m. Di kalangan Dayak, lumbung merupakan
tempat menyimpan padi cadangan sekaligus tempa diadakan upacara
panen padi tempat bersyukur kepada Ponompa(Tuhan) atas hasil panen
yang ada. Pelaman ;gubuk tempa peristirahatan yang terdapat di
ladang. Sandong ; beberapa sub suku Dayak mempunyai tradisi seperti
suku Indian yakni Totem. Dengan tiang penuh ukiran yang dipuncaknya
terdapat patung enggang mereka meyakini tempat itu adalah
penghubung antara dunia dan dunia di atas dunia. Biasanya juga ada
yang menyimpan tulang para leluhurnya di atas sandong.6. Konstruksi
Rumah Betang Secara UmumAda beberapa jenis rumah betang yang
tersebar di kalimantan. Sesuai dengan yang telah diungkap di atas,
masing-masing sub suku yang beragam (hingga 450 sub suku) membangun
rumah panjang sesuai dengan karakteristik budaya dan kondisi alam.
Secara umum bentuk rumah betang antar sub suku dibedakan dengan
:
Tanpa hiasanRumah betang dengan atap tanpa hiasan merupakan
rumah betang yang terbanyak yang masih dapat ditemui sekarang.
Biasanya masih dihuni sampai sekarang. Seperti di daerah Kapuas
Hulu, Sanggau dan Pontianak Kalimantan Barat.B. Perkembangan Rumah
Adat Toraja atau TongkonanRumah Adat Suku Toraja mengalami
perkembangan terus menerus sampai kepada rumah yang dikenal
sekarang ini. Perkembangan itu meliputi penggunaan ruangan,
pemakaian bahan, bentuk, sampai cara membangun. Sampai pada
keadaannya yang sekarang rumah adat suku Toraja berhenti dalam
proses perkembangan. Walaupun mengalami perkembangan terus menerus,
tetapi rumah adat Toraja atau Tongkonan tetap mempunyai ciri yang
khas. Ciri ini terjadi karena pengaruh dari lingkungan hidup dan
adat istiadat suku Toraja sendiri. Seperti halnya rumah adat
suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan karena bentuk
atapnya, rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas.
Memang mirip dengan rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu
rumah adat suku Toraja tetap memiliki ciri-ciri tersendiri.
Pada mulanya rumah yang didirikan masih berupa semacam pondok
yang diberi nama Lantang Tolumio. Ini masih berupa atap yang
disangga dangan dua tiang + dinding tebing.
Bentuk kedua dinamakan Pandoko Dena. Bentuk ini biasa disebut
pondok pipit karena letak-nya yang diatas pohon. Pada prinsipnya
rumah ini dibuat atas 4 pohon yang berdekatan dan berfungsi sebagai
tiang. Hal pemindahan tempat ini mungkin disebabkan adanya gangguan
binatang buas.
Perkembangan ketiga ialah ditandai dengan mulainya pemakaian
tiang buatan. Bentuk ini memakai 2 tiang yang berupa pohon hidup
dan 1 tiang buatan. Mungkin ini disebabkan oleh sukarnya mencari 4
buah pohon yang berdekatan. Bentuk ini disebut Re'neba
Longtongapa.
Berikutnya adalah rumah panggung yang seluruhnya mempergunakan
tiang buatan. Dibawahnya sering digunakan untuk menyimpan padi
(paliku), ini bentuk pertama terjadinya lumbung.
Perkembangan ke-5 masih berupa rumah pangqung sederhana tetapi
dengan tiang yang lain. Untuk keamanan hewan yang dikandangkan
dikolong rumah itu. Tiang-tiang dibuat sedemikian rupa, sehingga
cukup aman. Biasanya tiang itu tidak dipasang dalam posisi vertikal
tetapi merupakan susunan batang yang disusun secara horisontal
.
Lama sesudah itu terjadi perubahan yang banyak. Perubahan itu
sudah meliputi atap, fungsi ruang dan bahan. Dalam periode ini
tiang-tiang kembali dipasang vertikal tetapi dengan jumlah yang
tertentu. Atap mulai memakai bambu dan bentuknya mulai berexpansi
ke depan (menjorok). Tetapi garis teratas dari atap masih datar.
Dinding yang dibuat dari papan mulai diukir begitu juga tiang
penyangga. Bentuk ini dikenal dengan nama Banua Mellao Langi.
Berikutnya adalah rumah adat yang dinamakan Banua Bilolong
Tedon. Perkembangan ini terdapat pada Lantai yang mengalami
perobahan sesuai fungsinya.
Pada periode ini hanya terjadi perkembangan pada lantai dan
tangga yang berada di bagian depan.
Pada periode ini letak tangga pindah ke bawah serta perubahan
permainan lantai Banua Diposi merupakan nama yang dikenal untuk
perkembangan kesembilan ini. Perubahan ini lebih untuk
menyempurnakan fungsi lantai (ruang). Berikutnya adalah perobahan
lantai yang menjadi datar dan ruang hanya dibagi dua. Setelah
periode ini perkembangan selanjutnya tidak lagi berdasarkan adat,
tetapi lebih banyak karena persoalan kebutuhan akan ruang dan
konstruksi. Begitu juga dalam penggunaan materi mulai dipakainya
bahan produk mutakhir, seperti seng, sirap, paku, dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terakhir merupakan
puncak perkembangan dari rumah adat Toraja.
Pengaruh Suku Primitif Terhadap Arsitektur Nusantara
A. Arsitektur Rumah Adat Kajang
Gbr. Rumah Adat Suku Kajang
1. Proporsi dan Harmoni Di Tana Toa, arah rumah semua menghadap
Barat. Barat adalah sebuah arah di mana simbol dari nenek moyang
pertama Tana Toa (Pakrasangan Iraya).
2. Keseimbangan, Ritme Di Tana Toa, semua rumah warga dibangun
dengan bentuk yang sama. Konsep ini menunjukkan kesederhanaan dan
sebagai simbol keseragaman. 3. Bagian Rumah Adat KajanSecara
vertikal, rumah adat Kajang dapat dibagi 3 bagian, yaitu:
4. Bagian atas/atap
Bagian atas rumah kajang disebut Para yang merupakan tempat
menyimpan bahan makanan. Di bawah atap bagian kiri dan kanan
terdapat loteng yang berfungsi sebagai rak (para-para) tempat
penyimpanan barang dan alat.5. Bagian tengah/badanBagian tengah
atau Kale Balla berfungsi sebagai tempat hunian.6. Bagian
Bawah/kaki
Bagian bawah atau kaki rumah(kolong)berfungsi sebagai tempat
melakukan kegiatan menenun, menumbuk padi atau jagung dan tempat
ternak.7. Bagian Atas/Atap
Atap terbuat dari daun rumbia dan lembaranlembarannya kurang
lebih 1,5 m. Pada bubungan atas depan dan belakang dipasang hiasan
kayu (anjong) berupa ekor ayam. 8. Bagian Tengah/Badan
Gbr. Denah rumah adat kajang
Secara horisontal, rumah adat Kajang juga terdiri atas 3 bagian,
yaitu: Ruang depan(latta riolo)yang digunakan sebagai dapur dan
ruang tamu. Ruang tengah(latta tangaga)digunakan untuk ruang makan,
ruang tamu adat, dan juga ruang tidur untuk anggota keluarga. Ruang
belakang(Tala)menjadi bilik kepala keluarga dan dibatasi oleh
dinding papan atau bambu. Lantai bilik ini lebih tinggi sekitar 30
cm (3 latta =genggam pemilik rumah) dari lantai ruang tengah dan
dapur.
Dinding terbuat dari papan yang di ketam dan di pasang
melintang. Jendelajendela kecil yang berukuran 40 x 60 cm yang
diletakkan sedikit lebih tinggi dari lantai. Pintu keluar hanya ada
satu buah, yaitu yang diletakkan pada bagian tengah muka bangunan.
Cat sama sekali tidak mereka gunakan. Mereka banyak menggunakan
pasak dan tali sembilu bambu. 9. Bagian Bawah/Kaki
Tiangtiangnya ditanam ke dalam tanah dan kayunya hanya dapat
bertahan kurang lebih 10 tahun. Kayu ini biasanya disebut Nanasayya
dan istimewanya bila ada yang lapuk bisa langsung diganti tanpa
perlu membongkar rumah. Tinggi tiang ke lantai kurang lebih 2
meter, sehingga di bagian bawah rumah dimungkinkan melakukan
kegiatan, seperti : menenun, menumbuk padi atau jagung, tempat
ternak, dan sebagainya. Jumlah tiang 16 buah (4 x 4) dengan jarak
antar tiang 12 meter. Luas rumah sekitar 6 x 9 meter. Pada tiang
tengah, benteng tangngaya biasanya digantungkan tanduk kerbau yang
pernah dipotong untuk upacara, misalnya : upacara perkawinan.
B. Rumah Tradisional Papua
Sebagai salah satu rumah khas tradisional asal Tanah Papua,
Honai memang tergolong unik. Selain menjadi istana pemberi
kenyamanan bagi penghuninya, di dalam Honai pun terkandung
nilai-nilai filosofis budaya yang tinggi.
Perlengkapan Dan Bahan Pembuat HonaiKebiasaaan dari suku atau
orang dani dalam membangun honai yaitu mereka mencari kayu yang
memang kuat dan dapat bertahan dalam waktu yang lama atau
bertahun-tahun. Bahan yang digunakan sebagai berikut: Kayu besi
(oopir) digunakan sebagai tiang tengah Kayu buah besar Kayu batu
yang paling besar Kayu buah sedang Jagat (mbore/pinde) Tali
Alang-alang Papan yang dikupas Papan las,dll
Honai sejak lama dikenal sebagai rumah tradisional suku Dani di
Kabupaten Jayawijaya dan suku-suku asli yang mendiami wilayah
pegunungan tengah Papua. Hingga kini, masyarakat di wilayahini
masih membangun honai secara turun temurun sesuai tradisi budaya
dan kondisi setempat. Istilah honai berasal dari dua kata, yakni
Hun yang berarti pria dewasa dan Ai yang berarti rumah. Dari
klasifikasinya, terdapat dua jenis honai, yakni honai bagi kaum
laki-laki dan perempuan. AtapHonai memiliki bentuk atap bulat
kerucut. Bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh
permukaan dinding agar tidak mengenai dinding ketika hujan
turun.Atap honai terbuat dari susunan lingkaran-lingkaran besar
yang terbuat dari kayu buah sedang yang dibakar di tanah dan diikat
menjadi satu di bagian atas sehingga membentuk dome. Empat pohon
muda juga diikat di tingkat paling atas dan vertikal membentuk
persegi kecil untuk perapian.Penutup atap terbuat dari jerami yang
diikat di luar dome. Lapisan jerami yang tebal membentuk atap dome,
bertujuan menghangatan ruangan di malam hari.Jerami cocok digunakan
untuk daerah yang beriklim dingin. Karena jerami ringan dan lentur
memudahkan suku Dani membuat atap serta jerami mampu menyerap
goncangan gempa.Secara umum honai merupakan rumah adat tempat
bermusyawarah untuk kepentingan mengadakan pesta adat dan perang
suku. Honai bagi kaum perempuan disebut Ebeai,yang terdiri dari dua
kata, yakni Ebeatau tubuh dalam pengertian kehadiran tubuh dan
Aiyang berarti rumah. Namahonai laki-laki dalam bahasa Lani disebut
ap inakunu dan honai perempuan disebut kumiinawi. Orang Lani
mempunyai tiga honai, yakni honai bagi kaum laki-laki, honai
perempuan dan honai yang dikhususkan untuk memberi makan atau
memelihara ternak seperti babi.
Jadi tidak benar jika sejauh ini ada anggapan miring bahwa
masyarakat asli di Pegunungan Tengah Papua biasanya tidur bersama
ternak babi di dalam honai mereka. Sebab ada honai yang dibangun
khusus untuk memelihara babi.Dari modelnya, honai sering dibangun
berbentuk bulat dan pada atap bagian atasnya yang berbentuk kerucut
atau kubah (dome) di tutup dengan alang-alang. Garis tengah
(diameter) mencapai 5 sampai 7 meter, tergantung tujuan
pemanfaatannya. Honai bagi kaum perempuan, bentuknya lebih
pendek.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam kajian ini dapat ditarik dua
simpulan sebagai berikut.1. Tekanan rasionalitas atas moralitas
arsitektur Nusantara dalam modernisme menjadikan fungsi dan makna
esensial (moralitas) dari berarsitektur bukan lagi menjadi
pertimbangan dominan untuk menjaga keselarasan alam dan ruang
bersama masyarakatnya, tetapi digantikan oleh pertimbangan nilai
tukar yang akan diperoleh. Oleh karenanya, moralitas yang dikandung
arsitektur Nusantara hendaknya senantiasa dipertahankan dan
dikembangkan dalam konteks kekinian sehingga arsitektur Nusantara
tidak lagi diposisikan sebagai produk budaya kuno yang
eksistensinya begitu terikat pada masa lalu, namun dimaknai sebagai
arsitektur masa depan yang mampu menjaga keselarasan alam dan ruang
bersama masyarakat. 2. Arsitektur Nusantara sebagai bahasa (sarana
komunikasi visual) dalam membangun kesadaran kolektif masyarakatnya
memerlukan bahasa yang dikuasai dan dipahami oleh masyarakat itu
sendiri yang lazim disebut bahasa ibu, yaitu bahasa yang bersumber
pada lokalitas dan moralitas masyarakat pendukungnya yang
selanjutnya disebut dengan kearifan lokal. Oleh karenanya, kearifan
lokal hendaknya dijadikan dasar pengembangan arsitektur Nusantara
yang selalu berorientasi pada kebenaran, keindahan, dan kebaikan
dalam menjaga keselarasan alam dan ruang hidup bersama
masyarakat.
Daftar Pustaka
http://queensha66.blogspot.com/2010/07/sejarah-perkembangan-arsitektur.html
http://arsitektur.blog.gunadarma.ac.id/?p=292
http://arsitektur.blog.gunadarma.ac.id/?p=292
http://adhycoken.blogspot.com/2012/10/arsitektur-rumah-adat-betang-suku-dayak.html
http://elliana063.blogspot.com/2013/02/arsitektur-islam-di-indonesia.html
http://chandrati09.blogspot.com/2011/05/pengaruh-india-di-bidang-arsitektur.html
http://adhycoken.blogspot.com/2012/10/arsitektur-tradisional-tongkonan-toraja.html
Arsitektur NusanataraPage 39