BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Berdasarkan konsep Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor
yang pengaruhnya paling besar terhadap status kesehatan masyarakat
disamping faktor pelayanan kesehatan, faktor genetik dan faktor
perilaku. Bahaya potensial terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh
lingkungan dapat bersifat fisik, kimia ataupun biologi. (Departemen
kesehatan RI, 1999)Transisi lingkungan dapat dilihat dengan adanya
masalah yang berkaitan erat dengan traditional hazard akibat belum
terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban keluarga,
pemukiman sehat, vektor penyakit, dll. Disamping itu, mulai muncul
modern hazard yang berupa pencemaran air, udara, dan tanah sebagai
akibat industrialisasi serta penerapan teknologi pembangunan. Beban
ganda (traditional dan modern hazard) ini makin diperburuk dengan
adanya berbagai krisis yang sampai saat ini belum dapat diatasi.
Sementara itu, Indonesia juga sedang mengalami transformasi
kesehatan yang ditandai dengan peningkatan penyakit berbasis
lingkungan, yakni penyakit yang berkaitan dengan lingkungan fisik,
penyakit-penyakit ini cenderung meningkat bila tidak diambil
langkah-langkah antisipatif. (Departemen kesehatan
RI,2002)Penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut antara lain
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Tuberkulosis, Typhoid,
Diare, yang masih merupakan penyebab utama kematian. Surkesnas 2001
mengungkapkan peringkat dan besarnya kontribusi penyakit-penyakit
tersebut terhadap penyebab kematian. Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dan
menyumbangkan 12,7% kematian. Tuberkulosis menduduki peringkat
kedua dan menyumbangkan 9,4% kematian. Penyakit Typhoid menduduki
peringkat ketiga dan menyumbangkan 4,3% kematian. Penyakit Diare
menduduki peringkat keempat dan menyumbangkan 4% kematian. Secara
total penyakit berbasis lingkungan menyumbangakan sekitar 31% atau
sepertiga dari total kematian seluruh kelompok umur. (Rihardi S.
Pencegahan, www. Healt.Irc.com, 1998)Penyakit berbasis lingkungan
yang masih menjadi pola kesakitan dan kematian di Indonesia,
mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi
kesehatan lingkungan, dimana salah satunya adalah kebutuhan akan
air bersih. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok makhluk
hidup sehari-hari. Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia
sebagai air minum atau keperluan rumah tangga lainnya harus
mengetahui syarat kesehatan, antara lain bebas dari kuman penyakit
dan tidak mengandung bahan beracun. Air minum yang memenuhi syarat
kesehatan sangat penting dalam mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat. (Direktorat penyehatan air. Direktorat jenderal PPM
& PLP, 1990)Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawa oleh
air kepada manusia pada saat manusia memanfaatkannya, maka tujuan
utama penyediaan air minum / bersih bagi masyarakat adalah mencegah
penyakit bawaan air. Dengan demikian diharapkan, bahwa semakin
banyak liputan masyarakat dengan air bersih semakin turun
morbiditas penyakit bawaan air. (Juli S, 2004.)Di Indonesia,
liputan penyediaan air bersih telah mulai diperbaiki sejak Pelita
I. Perbaikan ini dimulai dengan liputannya, Indonesia memulainya
dengan melakukan rehabilitasi fasilitas yang ada, dan kemudian
dilakukan pembangunan fasilitas baru. Sampai tahun 1990, Sarana Air
Bersih (SAB) dikelola oleh dua departemen utama, yaitu Departemen
Pekerjaan Umum untuk masyarakat perkotaan dan Departemen Kesehatan
untuk masyarakat pedesaan. Namun sejak Pelita ke lima, semua urusan
konstruksi dan teknis SAB menjadi tanggung jawab Departemen
Pekerjaan Umum, sedangkan Departemen Kesehatan meningkatkan
kualitas manusia pemanfaat SAB. Laporan resmi pada akhir Pelita IV
tentang liputan masyarakat dengan SAB menyebutkan bahwa liputan SAB
di perkotaan mencapai 65 % dan di pedesaan mencapai 30%. Karena
penduduk pedesaan merupakan 70% dari seluruh penduduk Indonesia,
maka liputan SAB di seluruh Indonesia hanya mencakup 44% saja.
Sedangkan liputan untuk sanitasi adalah 31% diperkotaan dan 25%
dipedesaan, sehingga liputan untuk sanitasi untuk seluruh Indonesia
adalah 26,8%. Evaluasi dampak kesehatan dari sektor ini menunjukkan
bahwa liputan SAB dan Sanitasi terus naik, akan tetapi insiden
penyakit bawaan air juga terus meningkat. (Juli S, 2004)Data dari
statistik kesejahteraan rakyat tahun 2002 (BPS) menunjukkan bahwa
rumah tangga di Indonesia yang menggunakan air minum dari sumur
terlindung 34%, ledeng 18,30%, pompa 14,43%, mata air terlindung
7,77%, air kemasan sebesar 1,43%, sumur tidak terlindung 12,89%,
mata air tidak terlindung 4,64%, air sungai 3,34%, air hujan 2,79%
dan sumber lainnya 0,39%. (Departemen kesehatan RI, 2004)Ini
berarti bahwa rumah tangga di Indonesia yang sudah menggunakan
sumber air minum terlindung sebesar 75,93% (air kemasan, ledeng,
pompa, sumur dan mata air terlindung) dan yang masih menggunakan
sumber air minum tidak terlindung sebesar 24,07% (sumur dan mata
air tidak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya).
(Departemen kesehatan RI, 2004)Dalam hubungan dengan penyakit yang
ditularkan melalui air, angka kesakitan maupun kematian karena
penyakit diare masih cukup tinggi. Angka kesakitan 374 per 1000
penduduk, selain itu diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada
balita dan nomor 3 pada bayi serta nomor 5 bagi semua umur. (Depkes
RI, 2004)1.2 PERMASALAHAN
Pembangunan kesehatan saat ini mempunyai visi Indonesia sehat
2010, yaitu memberikan jaminan bagi tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Target yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan Pembangunan Kesehatan dalam program penyediaan air
bersih adalah 94%. Kegiatan pokok penyehatan air dalam pelaksanaan
program penyediaan dan pengelolaan air bersih yaitu Pengawasan
Kualitas Air, Perbaikan Kualitas Air dan Pembinaan Pemakai Air.
Mengingat pada akhir Pelita ke IV liputan PAB hanya mencakup 44%
saja di Indonesia maka kiranya perlu dilakukan penilaian bagaimana
pelaksanaan Program Pengawasan Kualitas Sumber Air Bersih Keluarga,
sejauh mana keberhasilan program-program tersebut dan faktor apa
saja yang mempengaruhi pelaksanaan dan keberhasilan program
tersebut di tingkat kecamatan.1.3 TUJUAN
Tujuan umum
Memahami program kesehatan lingkungan subprogram pengawasan
kualitas sumber air bersih keluarga secara menyeluruh serta dapat
mengevaluasi program tersebut agar dapat meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan kesehatan dalam program pengawasan kualitas
sumber air bersih secara optimal.Tujuan khusus
1. Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan Program Pengawasan
Sarana Air Bersih keluarga .
2. Diketahuinya prioritas masalah dalam pelaksanaan Program
Pengawasan Sarana Air bersih keluarga.
3. Diketahuinya penyebab masalah dalam pelaksanaan program
Pengawasan Sarana Air Bersih keluarga.
4. Dirumuskan alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan
Program Pengawasan Sumber Air Bersih Keluarga.
5. Terpilihnya prioritas pemecahan masalah.1.4. MANFAAT1.4.1
Manfaat Bagi Puskesmas Sukmajaya.
1. Mendapat hasil evaluasi program pengawasan kualitas sarana
air bersih Puskesmas Sukmajaya periode Januari-Desember 2010.
2. Mengetahui Masalah dalam pelaksanaan program pengawasan
kualitas sarana air bersih di Puskesmas Sukmajaya periode
Januari-Desember 2010 beserta penyebab masalah
3. Mendapat masukan mengenai cara penyelesaian masalah bagi
pelaksanaan pengawasan kualitas sarana air bersih di Puskesmas
Sukmajaya periode Januari-Juni 2011.1.4.2 Manfaat Bagi Penulis
1. Mengetahui pelaksanaan program pengawasan kualitas sarana air
bersih di Puskesmas Sukmajaya periode Januari-Juni 2011.
2. Mengetahui cara mengevaluasi program-program puskesmas
khususnya program pengawasan kualitas sarana air bersih di
Puskesmas Sukmajaya periode Januari-desember 2010BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI DASAR
2.1.1Sumber air dan kualitasnya
Air merupakan sumber daya yang mutlak harus ada dalam kehidupan.
Air di dalam tubuh manusia berkisar 50-70% dari seluruh berat
badan, di tulang ( 22 % berat tulang ), di darah dan ginjal (83%).
Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air yang
ada`didalam organ, seperti 80% dari darah terdiri atas air, 25%
dari tulang, 75% dari urat saraf, 80% dari ginjal, 70% dari hati
dan 75% dari otot adalah air. Kehilangan air untuk 15% dari berat
badan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karenanya orang dewasa
perlu minum minimum 1,5 2 liter air sehari. (Juli S, 2004)Fungsi
air bagi kehidupan manusia antara lain adalah untuk pemakaian
domestik (minum, makan, mandi, cuci), industri, listrik,
pertanian/perikanan, rekreasi, penguraian kotoran, dll. Untuk
keperluan sehari-hari air dapat diperoleh dari beberapa macam
sumber diantaranya : air tanah, air hujan dan air permukaan.
(Depkes RI, 2004)Air tanah
a) Sifat air tanah
Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap
kedalam tanah dan akan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan
tempat air tanah, air hujan akan menembus beberapa lapisan tanah
sambil berubah sifatnya.
1) Lapisan air tanah (Topsoil)Pada lapisan ini terjadi kegiatan
bakteria yang cukup banyak sambil melepaskan CO2
sebanyak-banyaknya. CO2 yang banyak ini akan bereaksi dengan air
hujan dan menambah konsentrasi H2CO3. bila dalam lapisan ini
terdapat CaCO3 (batu kapur) maka akan terjadi reaksi CaCO3 dengan
H2CO3 menghasilkan kalsium bikarbonat yang larut dalam air.
2) Lapisan tanah bawah (Subsoil)Kegiatan bakteria tidak seberapa
banyak terjadi disini. Reaksi yang terjadi pada lapisan tanah atas
terjadi juga disini tetapi tidak sebanyak pada lapisan tanah
atas.
3) Lapisan batu kapur ( Limestone)Pada lapisan ini terdapat
batu-batuan, diantaranya batu kapur (CaCO3). Air hujan yang sudah
bereaksi asam karena mengandung H2CO3 itu akan bereaksi dengan
batu-batuan ini.
b) Permukaan air tanah
Air akan mencapai lapisan didalam tanah yang tidak tembus
(impervious) yang disebut aquiclude. Disini air akan mengalir
kelateral membentuk air tanah. Bagian lapisan tanah dimana air
tanah ini mengalir disebut Zone of saturation. Karena berisi air,
ia disebut juga Water table. Bagian atas permukaan Zone saturation
sering dilapisi oleh aquiclude. Permukaan air tanah dapat turun
atau naik tergantung dari banyak air yang terdapat. Arah aliran air
tanah dapat berubah-ubah bila menemui lapisan yang tidak tembus (
impervious).
Air hujan
Merupakan penyubliman awan/uap air murni yang ketika turun dan
melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat di udara,
yaitu gas (O2 , CO2 , N2), jasad-jasad renik, debu dan lain-lain.
Kelarutan gas CO2 di dalam air akan membentuk asam karbonat (H2CO3)
yang menjadikan air hujan bereaksi asam. Beberapa macam gas oksida
dapat berada pula didalam udara, diantaranya yang penting adalah
oksida belerang dan oksida nitrogen (S2O4 dan N2O5). Kedua oksida
ini bersama-sama dengan air hujan akan membentuk larutan asam
sulfat dan larutan asam nitrat (H2SO4 dan H2NO3). Setelah mencapai
permukaan bumi air hujan bukan merupakan air bersih lagi.
Air permukaan
Air permukaan merupakan salah satu sumber yang dapat dipakai
untuk bahan baku air bersih. Dalam menyediakan air bersih terutama
untuk air minum, dalam sumbernya perlu diperhatikan tiga segi yang
penting, yaitu mutu air baku, banyaknya air baku dan kontinuitas
air baku. Dibandingkan dengan sumber lain, air permukaan merupakan
sumber air yang tercemar. Keadaan ini berlaku terutama bagi
tempat-tempat yang dekat dengan tempat tinggal penduduk. Hampir
semua buangan dan sisa kegiatan manusia dilimpahkan kepada air atau
dicuci dengan air, dan pada waktunya akan dibuang ke dalam badan
air permukaan. Fauna dan flora juga turut mengambil bagian dalam
mengotori air permukaan. Key (1967) menyebutkan tentang pencemaran
air sebagai berikut ; air disebut tercemar apabila itu berubah
komposisinya atau keadaannya secara langsung sebagai akibat
kegiatan manusia sehingga air itu menjadi kurang berguna bagi
kebutuhan tertentu atau semua kebutuhan dibandingkan dengan apabila
air itu berada dalam keadaan alamiah semua. Empat golongan kotoran
yang dihasilkan manusia (atau disebut juga pencemaran) adalah
sebagai berikut :
a) Kotoran yang berasal dari orang dan hewan, yang mengandung
bakteri dan virus. Kotoran ini dapat dihanyutkan dalam
sungai-sungai dan biasa terdapat dalam tanki-tanki tinja di desa
dan bisa juga berada di dalam sumur-sumur atau mata air yang tidak
terlindungi.
b) Air limbah dari pertanian, sebagai akibat dari usaha
pertanian maka terjadi erosi tanah yang bertambah, kandungan pupuk
dan obat pembasmi serangga dalam air.
c) Kotoran-kotoran rumah tangga misalnya air bekas mandi,
mencuci pakaian, alat-alat dapur. Air ini dapat mengandung sisa
makanan yang banyak sekali.
d) Air buangan industri, sangat bervariasi banyaknya dan
komposisinya. Air buangan dari pertambangan dan pengolahan mineral
tergolong dalam kelompok ini.
Jadi dapat dipahami bahwa air permukaan merupakan badan air yang
mudah sekali dicemari terutama oleh kegiatan manusia. Oleh karena
itu, mutu air permukaan perlu mendapat perhatian yang seksama kalau
air permukaan akan dipakai sebagai bahan baku air bersih.
Kontinuitas dan banyak air dapat dianggap tidak akan menimbulkan
masalah yang besar untuk penyediaan air bersih yang memakai bahan
baku dari air permukaan. Tetapi mengingat mutu air permukaan yang
mudah dicemari maka diperlukan pengolahan yang baik sebelum air
permukaan dipakai sebagai sumber air bersih. Termasuk ke dalam
kelompok air permukaan adalah air yang berasal dari sungai,
selokan, rawa, parit, bendungan, danau, laut (dari lautan) dan
sebagainya.2.1.2 Sarana air bersih
(Direktorat jenderal PPM & PLP. Departemen kesehatan RI,
1995) Dalam memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari diperlukan
sarana air bersih yang sesuai dengan keadaan, kebutuhan dan
peruntukannya. Berikut ini disajikan berbagai sarana air bersih
yang lazim dipergunakan masyarakat dari sumber.
1.Sumur gali
Sumur gali merupakan sarana penyediaan air bersih tradisional
yang banyak dijumpai di masyarakat pada umumnya. Sumur gali
menampung air dangkal atau kurang dari 7 meter.
2.Sumur pompa
Sumur pompa merupakan sarana penyediaan air bersih yang
mempergunakan pompa baik pompa tangan maupun pompa listrik untuk
menaikan air dari lubang sumur. Sumur pompa tangan (SPT)
berdasarkan kedalaman muka air yang diisapnya terdapat 3 jenis
sumur pompa tangan yaitu :
a.Sumur pompa tangan dangkal (SPTDK)
SPTDK merupakan sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan yang
bisa mengisap air secara teoritis dengan tekanan 1 atmosfer, tetapi
dalam praktek (setelah dikurangi daya gesek dan lainnya) dapat
menaikan air dari kedalaman 7 meter atau kurang. Pompa tangan dapat
dipasang pada sumur gali, atau membuat lubang atau sumuran dengan
jalan pemboran maupun penyidukan.
b.Sumur pompa tangan sedang (SPTS)SPTS merupakan sumur yang
dilengkapi dengan pompa tangan yang bisa mengisap air dengan
kedalaman lebih dari 7 meter sampai 20 meter. Hal ini sudah
didesain sesuai dengan peruntukan kedalaman tersebut. Pompa tangan
ini bisa dipasang pada sumur gali dengan kedalaman 7 meter atau
lebih sesuai dengan keadaan kedalaman sumur, namun biasanya membuat
lubang atau sumuran dengan jalan pemboran atau penyidukan.
c.Sumur pompa tangan dalam (SPTDL).
SPTDL merupakan lubang atau sumuran yang dilengkapi dengan pompa
tangan yang bisa mengisap air dengan kedalaman 20 s/d 30 meter.
Lubang atau sumuran yang dibuat biasanya menggunakan cara pemboran.
3.Sumur pompa listrik (SPL)
Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerja SPL sama dengan
SPT, bedanya kalau SPL menggunakan tenaga listrik sedang SPT
menggunakan tenaga manusia. Jenis-jenis SPL seperti SPL untuk sumur
dangkal yaitu 9 meter atau kurang, jet pump untuk kedalaman sampai
30 meter, dan pompa selam (submersible pump) untuk kedalaman sampai
30 meter. 4.Penampungan air hujan (PAH)
PAH merupakan sarana penampungan hujan sebagai persediaan
kebutuhan air bersih pada musim kemarau. Konstruksi PAH bisa
terbuat dari beton, pasangan bata dan plesteran, ferrocement,
fiberglass, dan sebagainya.
5.Perlindungan mata air (PMA)
PMA merupakan suatu bangunan untuk menampung air dan melindungi
sumber air dari pencemaran. Bentuk dan volume PMA disesuaikan
dengan tata letak, situasi sumber, dekat air dan kapasitas air yang
di butuhkan.
6.Perpipaan
Perpipaan merupakan sistem penyediaan air bersih dengan
mempergunakan jaringan pipa. Terdapat 2 tenaga dalam mengalirkan
air yaitu Gravitasi atau dengan gaya berat sendiri dan kemampuan.
Ditinjau dari asal air yang dialirkan terdapat berbagai sumber
antara lain mata air, air tanah melalui pemboran atau dikenal
sebagai artesis, air permukaan disini diperlukan proses pengolahan
terlebih dahulu. Jenis-jenis pipa yang umum dipergunakan ada
berbagai macam antara lain: Pipa besi (galvanized iron), pipa
plastik (polyvinyl chloride), pipa asbes semen (asbestos cement),
pipa besi tulang (last iron), ductile pipe.7.Sarana air bersih
perlengkapan perpipaan
Pada sistem perpipaan untuk menyediakan air bersih bagi
masyarakat perlu dibangun sesuai dengan keadaan sistem kebutuhan
air, dekat air, dan fluktuasi penggunaan air. Beberapa contoh
perlengkapan sistem perpipaan :
a.Sambungan rumah (house connection)Sambungan rumah ini berasal
dari distribusi yang dialirkan melalui pipa langsung ke dalam
rumah. Dirumah sendiri masih dibagi-bagi dan langsung dapat
dialirkan ke tempat-tempat tertentu seperti kamar mandi, dapur,
taman dan sebagainya.
b.Kran umum (public tap)Kran umum merupakan sarana penyediaan
air bersih yang diperuntukan bagi suatu kelompok masyarakat yang
dilengkapi dengan kran yang berjumlah satu atau lebih. Kran umum
ini dibuat untuk dipergunakan sepanjang waktu 24 jam dan air akan
mengalir melalui kran.
8. Hidran umum (public hydran)Penggunaan hidran umum pada
prinsipnya sama dengan kran umum, tetapi hydran umum ini air
dialirkan melalui bak penampung terlebih dahulu yang bisa diambil
melalui kran-kran yang tersedia. Bak penampung dimaksudkan untuk
lebih menjamin ketersediaan air karena adanya keterbatasan debit
air dan fluktuasi penggunaan air oleh masyarakat. Untuk keperluan
hidup sehari-hari, air harus memenuhi syarat tertentu, agar tidak
membahayakan kesehatan. Adapun syarat/standar mutu air minum adalah
:1.Standar fisik terdiri dari :
a.Suhu
Suhu sebaiknya sejuk dan tidak panas terutama agar tidak terjadi
pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat
membahayakan kesehatan.
b.Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estesis dan
untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun
mikroorganisme yang berwarna. Secara alamiah air rawa berwarna
kuning muda karena ada tanin, asam humat dan lain-lain. c.Bau
Air minum yang berbau selain tidak estesis juga tidak diterima
oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas. Bau
anyir karena tumbuhnya algae, dan sebagainya.d.Rasa
Air minum biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak
tawar dapat menunjukan kehadiran berbagai zat yang dapat
membahayakan kesehatan.
e.Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan masih terdapat banyak zat padat yang
tersuspensi.2.Standar biologik terdiri dari :
Air yang mengandung coliform tinja berarti air tersebut telah
tercemar tinja. Tinja dari penderita sangat potensial menularkan
penyakit yang berhubungan dengan air, terutama penyakit-penyakit
saluran pencernaan dan kulit.
3.Standar kimia
a.Air raksa (Hg)
Hg organik dapat merusak susunan saraf pusat dan Hg anorganik
dapat merusak ginjal dan menyebabkan cacat bawaan.
b.Arsen (As)
Keracunan akut menimbulkan gejala muntaber dan dapat meninggal.
Secara kronis menimbulkan anoreksia, diare, iritasi kulit dan cacat
bawaan.
c.Barium (Ba)
Kadar Barium yang berlebihan dapat mengganggu saluran pencernaan
dan sistem saraf pusat.
d.Besi (Fe)
Konsentrasi yang lebih dari 0,3 mg/l dapat menimbulkan warna
kuning, rasa tidak enak pada minuman dan kekeruhan.
e.Fluorida (F)
Konsentrasi yang lebih dari 1,5 mg/l dapat menyebabkan fluorosis
pada gigi.4.Standar radio aktif
Zat radioaktif dalam jumlah yang cukup banyak akan menimbulkan
efek terhadap kesehatan, tetapi hal ini tidak akan terjadi apabila
pengendalian buangan zat radioaktif dilaksanakan dengan sangat
ketat. Namun demikian, zat radioktif dalam jumlah yang sedikit
dapat pula menimbulkan masalah apabila terjadi biomagnifikasi di
dalam organisme akuatik. Besar kecilnya masalah ini sangat
tergantung pada kadar magnifikasi, peran organisme tersebut dalam
rantai makanan, serta lamanya waktu paruh zat radioaktif. Selain
itu, air tersebut biasanya tidak dapat digunakan oleh industri
pembuatan film. 2.1.3 Hubungan air dan kesehatan(Direktorat
jenderal PPM & PLP. Departemen kesehatan RI. Pelatihan
penyehatan air bagi petugas kesehatan lingkungan daerah tingkat II.
Jakarta; 1995. p 11- 16, 45 59)Air yang tidak memenuhi persyaratan
sangat baik sebagai media penularan penyakit. Penyakit yang dapat
ditularkan melalui air dapat dikelompokan menjadi 4 kategori, yaitu
:
1.Water borne diseasesAdalah penyakit yang ditularkan langsung
melalui air minum, dimana air minum tersebut bila mengandung kuman
patogen terminum oleh manusia maka dapat terjadi penyakit. Diantara
penyakit tersebut adalah: penyakit cholera, penyakit thypoid,
penyakit hepatitis infektiosa, penyakit disentri dan
gastroenteritis.
2.Water washed diseases
Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk
pemeliharaan hygiene perseorangan. Dengan terjaminnya kebersihan
oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit-penyakit tertentu
dapat dikurangi penularannya pada manusia, dan penyakit ini banyak
terdapat di daerah tropis. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh
cara penularan dan sangat banyak dan dapat dikelompokkan menjadi 3
yaitu :a.Penyakit infeksi saluran pencernaan
Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah penyakit
diare yang merupakan penyakit dimana penularannya bersifat
fecal-oral. Penyakit diare dapat ditularkan melalui beberapa jalur,
diantaranya jalur yang melalui air (water borne) dan jalur yang
melalui alat-alat dapur yang dicuci dengan air (water washed).
Contoh penyakit ini serupa dengan yang terdapat pada jalur water
borne, yaitu : Kholera, Typhoid, Hepatitis infektiosa dan Disentri
basiler. Berjangkitnya penyakit ini sangat erat kaitannya dengan
kesediaan air untuk makan, minum dan memasak, serta kebersihan
alat-alat makan.
b.Penyakit infeksi kulit dan selaput lendir
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan higiene perseorangan
yang buruk. Yang perlu diperhatikan adalah kualitas air bersih
sehingga air tidak mengandung mikroba-mikroba yang menimbulkaan
penyakit seperti: infeksi fungus pada kulit, penyakit
konjunctivitis (trachoma) dan sebagainya.
c.Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh insekta pada kulit dan
selaput lendir.
Penyakit ini sangat ditentukan oleh tersedianya air bersih untuk
hygiene perseorangan yang ditujukan untuk mencegah invasi insekta
parasit pada tubuh. Insekta parasit akan mudah berkembang biak dan
menimbulkan penyakit bila kebersihan perseorangan dan kebersihan
umum tidak terjamin. Yang termasuk parasit ini adalah sarcoptes
scabies, louse borne relapsing fever dan sebagainya.
3.Water based diseasesAdalah penyakit yang ditularkan oleh bibit
penyakit yang sebagian siklus hidupnya di air seperti
schistosomiasis. Larva schistosoma hidup di dalam keong-keong air.
Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi carcaria
dan menembus kulit (kaki) manusia yang ada didalam air tersebut.
Dan air ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia
sehari-hari seperti menangkap ikan, mandi, cuci dan sebagainya.
4.Water related insect vectorsAdalah penyakit yang ditularkan
melalui vektor yang hidupnya tergantung pada air misalnya Malaria,
Demam berdarah, Filariasis, Yellow fever dan sebagainya. Nyamuk
Aedes aegepty yang merupakan vektor penyakit dengue berkembang biak
dengan mudah bila dilingkungan tersebut terdapat tempat-tempat
genangan/penampungan air bersih seperti gentong, pot dan
sebagainya.
2.2PROGRAM PENYEHATAN AIR OLEH PUSKESMAS(Departemen kesehatan
RI, 1999. p 45-50)(Direktorat jenderal PPM & PLP. Departemen
kesehatan RI, 1995 Tujuan
1.Tujuan umum
Upaya penyehatan air dimaksudkan untuk membantu penyediaan air
bersih yang memenuhi syarat kesehatan bagi seluruh penduduk baik
yang di pedesaan maupun yang diperkotaan disertai peningkatan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam pengamanan
kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan.
2.Tujuan khusus
a.Terpantaunya kualitas air minum, air bersih, air kolam renang
dan pemandian umum, sungai dan air limbah.b.Meningkatkan kualitas
air melalui perbaikan kualitas air, pencegahan pencemaran dan
percontohan perbaikan.
c.Meningkatkan peran serta masyarakat pemakai air dalam
penyediaan, pemanfaatan air bersih dan pengawasan serta perbaikan
kualitas air.
d.Meningkatnya keterampilan dan pengetahuan petugas dalam
pengawasan dan perbaikan kualitas air serta kemampuan dalam
pembinaan masyarakat pemakai air.
B. Sasaran
1.Daerah yang masyarakatnya rawan air bersih.
2.Daerah dengan angka penyakit diare tingi.
3.Daerah berpenghasilan rendah.
4.Daerah penduduk padat dan kumuh.
C. Strategi
1.Upaya penyehatan air secara terpadu (pengawasan kualitas air,
perbaikan kualitas air, pembinaan pemakai air) dilaksanakan oleh
pemerintah bersama masyarakat.
2.Kegiatan pokok tersebut diatas dilaksanakan secara
terintegrasi pada upaya pemberantasan penyakit berbasis
lingkungan.
3.Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara terpadu bersama sektor
terkait untuk mendorong kemandirian masyarakat melaksanakan upaya
penyehatan air.
D. Kegiatan
Kegiatan penyehatan air dalam pelaksanaan progam penyediaan dan
pengelolaan air bersih yaitu pengawasan kualitas air. Untuk dapat
melaksanakan kegiatan pokok tersebut diperlukan kegiatan pendukung
seperti pengembangan sarana dan prasarana pendukung yang terdiri
dari pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia, penyediaan dan
pengembangan metode serta pengembangan dan pemantapan informasi
penyehatan air. Penyehatan air diawali dengan kegiatan pengawasan
kualitas air yang di tindak lanjuti oleh perbaikan kualitas air
dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Kegiatan pengawasan kualitas air :
1.Tujuan
a.Tujuan umum
Diketahuinya gambaran mengenai keadaan sanitasi sarana dan
kualitas air sebagai data untuk memberikan informasi bagi
pengamanan kualitas air.
b.Tujuan khusus
1)Tersedianya informasi keadaan sanitasi sarana air bersih dan
kualitas air.
2)Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
perlindungan pencemaran, perbaikan kualitas air terhadap pihak
terkait.
2.Target
Puskesmas harus menetapkan target pengawasan kualitas air yang
akan dicapai . Target ini meliputi cakupan air bersih, inspeksi
sanitasi, pengambilan dan pemeriksaan sampel air.
a.Target cakupan air bersih dilaksanakan dengan target yang
sudah ditetapkan dalam target nasional dan target lokal.
b.Target inspeksi sanitasi adalah seluruh sarana air bersih
(100%) didalam satu desa (sweeping).
c.Pengambilan sampel kimia air tidak berdasarkan tingkat risiko
pencemaran tetapi kualitas air yang tidak memenuhi syarat
fisik.
3.Sasaran
Sasaran kualitas air mencakup :
a.Air yang dipakai untuk kebutuhan rumah tangga (minum, masak
dan air untuk cuci alat rumah tangga)
b.Sarana air bersih dan lingkungannya diutamakan yang digunakan
untuk umum.
4.Kebijaksanaan pelaksanaan
a.Tanggung jawab pelaksanaan pengawasan kualitas air dan
pengembangan laboratorium terletak pada pemerintah daerah Dinas
Kesehatan Depok dengan membentuk jaringan yang menjangkau seluruh
wilayah sasaran.
b.Pengawasan kualitas fisik sarana air bersih dan fisik air
dapat dilakukan oleh masyarakat dengan bimbingan petugas kesehatan
lingkungan setempat.
c.Pengawasan kualitas air bersih dilaksanakan dengan inspeksi
sanitasi, pengambilan sampel, dan pemeriksaan laboratorium serta
rekomendasi untuk tindak lanjut perbaikan dan penyuluhan dalam
pengamanan kualitas air.
d.Tindak lanjut pengawasan kualitas air ini dilakukan oleh
instansi pengelola (antara lain BPAM/PDAM, Dinas Kesehatan, Rumah
Sakit, Puskesmas, Hotel) dan swasta (antara lain LSM, Laboratorium)
serta masyarakat (pokmair/keluarga).
e.Dalam pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui kerjasama
lintas program dan lintas sektor.
5.Strategi
a.Sasaran pengawasan kualitas air diutamakan terhadap air yang
berasal dari sarana air bersih dan air minum yang dipakai secara
bersama-sama (umum).
b.Pelaksanaan pengawasan kualitas air harus didukung tenaga
terampil, laboratorium serta peralatan yang memadai.
c.Pelaksanaan pengawasan kualitas air perlu didukung oleh
peraturan perundang-undangan.
d.Bagi daerah-daerah tertentu yang sulit dijangkau petugas perlu
disediakan peralatan pemeriksaan lapangan dan sarana penunjang
lainnya.
6.Kegiatan
a.Melaksanakan inspeksi sanitasi untuk sarana air bersih.
b.Pengambilan dan pengiriman sampel air kelaboratorium di Dinas
Kesehatan Depok.
c.Pengambilan dan pemeriksaan kualitas air di lapangan (bagi
Puskesmas yang mempunyai peralatan Water test kit).
7.Indikator
Indikator yang digunakan pada kegiatan pengawasan kualitas air
adalah sebagai berikut :
Keluaran
a.Cakupan air besih :
Jumlah keluarga di pedesaan/perkotaan yang menggunakan air dari
sarana air
bersih------------------------------------------------------------------
x 100%
Jumlah keluarga di pedesaan/perkotaan
b.Cakupan inspeksi sarana air bersih (SAB) :
Jumlah SAB yang di inspeksi
----------------------------------------------------------------- x
100 %
Jumlah SAB yang ada
c.Cakupan pengambilan sampel air :
Jumlah SAB yang di ambil sampelnya
------------------------------------------------------------------
x 100%
Jumlah SAB yang adad.Kualitas bakteriologis air bersih :
Jumlah sampel air SAB yg memenuhi syarat bakteriologis
------------------------------------------------------------------
x 100%
Jumlah sampel air yang diperiksa dari SAB sejenis
e.Tingkat risiko pencemaran sarana air bersih :
Jumlah SAB sejenis mempunyai risiko dan pencemaran tinggi &
amat tinggi
---------------------------------------------------------------
x 100%
Jumlah SAB sejenis yang di inspeksi
2.3 ANALISIS SISTEM
(Azwar A, 1996)Untuk mengevaluasi program pengawasan kualitas
sumber air bersih keluarga di Puskesmas Sukmajaya, digunakan
pendekatan dengan analisis sistem. Pendekatan sistem adalah satu
pendekatan analisis organisasi yang menggunakan sifat-sifat dasar
sistem sebagai titik pusat analisis.
A. Pengertian sistem
Telah diketahui bahwa obyek dan subyek kajian administrasi
kesehatan adalah sistem kesehatan (health system). Dengan demikian
untuk melaksanakan administrasi kesehatan, perlu dipahami apa yang
disebut dengan sistem kesehatan tersebut. Namun disinilah terdapat
masalahnya, karena untuk memahami sistem kesehatan tidaklah semudah
yang diperkirakan. Penyebabnya ialah karena dalam pengertian sistem
kesehatan terkandung pengertian sistem dan pengertian kesehatan.
Menjelaskan kedua pengertian ini tidaklah mudah, karena baik
pengertian sistem maupun pengertian kesehatan, keduanya bersifat
majemuk dan abstrak.
Jika menyebut pengertian sistem kesehatan, ada dua pengertian
yang terkandung di dalamnya. Pertama, pengertian sistem. Kedua,
pengertian kesehatan. Terdapat beberapa pengertian sistem yang
dikemukakan oleh berbagai ahli, antara lain :1.Sistem adalah
gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu
proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi
dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans).
2.Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari
fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu
unit organic untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif
dan efisien (John Mc Manama).
3.Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan
membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian
bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran
kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula.
4.Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari
berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang
dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Sesuatu disebut sebagai sistem apabila ia memiliki beberapa ciri
pokok sistem. Ciri-ciri pokok yang dimaksud bila disederhanakan
terdiri dari empat macam, yaitu :
1.Dalam sistem tedapat bagian atau elemen yang satu sama lain
saling berhubungan dan saling mempengaruhi yang kesemuanya
membentuk satu kesatuan, dalam arti semua berfungsi untuk mencapai
tujuan yang sama yang telah ditetapkan.
2.Fungsi yang diperankan oleh masing masing bagian atau elemen
yang membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah
masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
3.Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerja sama
secara bebas namun terkait, dalam arti terdapat mekanisme
pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana
yang telah direncanakan.
4.Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan yang terpadu, bukan
berarti ia tertutup terhadap lingkungan.
B. Unsur sistem
Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan
dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen
tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak
ditemukan, maka tidak ada yang disebut dengan sistem tersebut.
Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya, yang jika
disederhanakan dapat dikelompokan dalam enam unsur saja yakni
:1.Masukan (input)
Yang dimaksud dengan masukan adalah kumpulan bagian atau elemen
yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat
berfungsinya sistem tersebut. Dalam sistem pelayanan kesehatan,
masukan terdiri dari tenaga, dana, metode dan sarana (4M).
2.Proses (process)
Yang disebut dengan proses adalah kumpulan bagian atau elemen
yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah
masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Dalam sistem pelayanan
kesehatan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan penilaian (POAC).
3.Keluaran (output)
Yang dimaksud dengan keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen
yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.
4.Umpan balik (feedback)
Yang dimaksud dengan umpan balik adalah kumpulan dari bagian
atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus
sebagai masukan bagi sistem tersebut.
5.Dampak (impact)
Yang dimaksud dengan dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh
keluaran suatu sistem.
6.Lingkungan (environment)Yang dimaksud dengan lingkungan adalah
dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Keenam unsur sistem ini
saling berhubungan dan saling mempengaruhi yang secara sederhana
dapat digambarkan seperti berikut :
Masukan ----- Proses ---- Keluaran ------Dampak
Umpan balik
Lingkungan
Gambar 2.1. Analisis Sistem
C. Pendekatan sistem
Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu
tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem
tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa
sehingga secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan
kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini
ditetapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka
prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan
sistem (system approach).Pada saat ini batasan tentang pendekatan
sistem banyak macamnya, beberapa yang terpenting adalah :
- Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis
dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang
berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (L.James Harvey).
- Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan
metoda analisa, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan
saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari
pelaksanaan program. Sementara itu, menurut Riecken, evaluasi
adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari
dilaksanakannya program dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dari kedua batasan diatas, terdapat dua pendapat
mengenai evaluasi yakni penilaian hanya dapat dilakukan pada akhir
program, atau dapat dilakukan pada setiap tahap dari program.
Sesuai pendapat bahwa evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap
program, terdapat tiga jenis evaluasi yakni evaluasi formatif
(dilakukan pada tahap awal program), evaluasi promotif (pada tahap
pelaksanaan program), evaluasi sumatif (dilaksanakan pada tahap
akhir program). Ruang lingkup evaluasi program secara`sederhana
dibedakan menjadi empat kelompok yakni evaluasi terhadap masukan,
proses, keluaran dan dampak. Beberapa pendapat juga mengatakan
bahwa evaluasi terhadap lingkungan juga dapat menjadi salah satu
dari ruang lingkup.
D. Penilaian program
Sala satu fungsi administrasi adalah penilaian program atau
evaluasi. Penilaian adalah proses yang teratur dan sistematis dalam
membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur yang ada,
kemudian diambil kesimpulan serta penyususan saran-saran yang dapat
dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program. Untuk dapat
melaksanakan penilaian terhadap program diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1.Memahami program yang akan dinilai meliputi latar belakang
tujuan kegiatan yang dilakukan organisasi dan tenaga-tenaga
pelaksana, sumber-sumber yang digunakan, waktu pelaksanaan, tolok
ukur, kriteria keberhasilan, perencanaan penilaian program.
2.Menentukan ruang lingkup penilaian meliputi tujuan, macam
data, sumber data, cara menarik kesimpulan.
3.Melaksanakan rencana penilaian.
4.Menarik kesimpulan tentang keberhasilan program dan nilai
program dari segi efektifitas dan efisiensi.
BAB III
BAHAN DAN METODE EVALUASI
3.1 INDIKATOR DAN TOLOK UKUR PENILAIAN
Evaluasi dilakukan pada program pengawasan kualitas sumber air
bersih keluarga di Wilayah Puskesmas Sukmajaya dilakukan selama
periode Januari Desember 2010.
Sumber rujukan indikator dan tolok ukur yang di gunakan adalah
:
a. Data Demografi Wilayah Puskesmas Sukmajaya.
b. Stratifikasi Puskesmas tahun 2002.
c. Standar manajemen mutu pelayanan penyediaan air, Dinas
Kesehatan Kota Depok tahun 2002.
d. Buku pedoman kerja Puskesmas Jilid II tahun 1999.
e. Laporan hasil kegiatan pembinaan kesehatan lingkungan
2004.
f. Hasil wawancara dengan staf pelaksana Program Kesehatan
Pengawasan Sarana Air Bersih di Wilayah Puskesmas Sukmajaya.3.2
PENGUMPULAN DATA
Data-data yang diperoleh dari :
a.Sumber data primer
Hasil wawancara dengan koordinator pelaksana program kesehatan
lingkungan di Puskesmas Sukmajaya.
b.Sumber data sekunder
Laporan Puskesmas Sukmajaya periode Januari-Desember 2010.3.3
CARA ANALISIS
Evaluasi program pengawasan kualitas sumber air bersih keluarga
di Puskesmas Sukmajaya dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Menetapkan indikator dan tolok ukur dari unsur keluaran.
2. Mencari kesenjangan antara keluaran pada pencapaian program
terhadap tolok ukur dan menetapkan sebagai masalah.
3. Menentukan prioritas masalah.
4. Kerangka konsep
5. Identifikasi penyebab masalah
6. Membuat alternatif pemecahan masalah.
7. Menentukan prioritas dan cara pemecahan masalah3.3.1PENETAPAN
TOLOK UKUR
Tolok ukur keberhasilan yang digunakan pada evaluasi program ini
ditentukan berdasarkan beberapa sumber rujukan, yaitu:
a.Stratifikasi Puskesmas tahun 2002.
b.Standar manajemen mutu pelayanan penyediaan air, Dinas
Kesehatan Kota Depok tahun 2002.
c.Buku pedoman kerja Puskesmas Jilid II tahun 1999.Indikator
keluaran yang digunakan pada kegiatan pengawasan kualitas air
adalah sebagai berikut:
1.Cakupan Air Bersih:
Jumlah keluarga di pedesaan/perkotaan yang menggunakan air dari
sarana air bersih
x100%
Jumlah keluarga di pedesaan/perkotaanDiambil dari Stratifikasi
Puskesmas tahun 2002
Tolok ukur: 80% penduduk perkotaan menggunakan air bersih.
70% penduduk pedesaan menggunakan air bersih.
Alasan:Sasaran program penyediaan air bersih pada tahun 2002 ini
adalah 70% penduduk pedesaan dan 80% penduduk perkotaan, karena
sebelumnya cakupannya kecil, yaitu 33,0% (perkotaan), 4,6%
(pedesaan). 2.Cakupan inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih
(SAB):
Jumlah SAB yang diinspeksi sanitasi
x 100% Jumlah SAB yang ada
Diambil dari Pedoman Kerja Puskesmas jilid ke-2 (Depkes RI,
1999)
Tolok ukur:100% sarana air bersih diseluruh desa.
Alasan:Puskesmas sudah menetapkan target pengawasan kualitas air
yang akan dicapai, untuk target inspeksi sanitasi adalah seluruh
sarana air bersih (100%) di dalam satu desa. Inspeksi sanitasi
bertujuan mengetahui kondisi fisik sarana air bersih terutama yang
berkaitan dengan aspek sanitasi dengan cara melakukan pengamatan
secara mendalam terhadap sarana air bersih baik yang menyangkut
kondisi fisik sarana maupun lingkungannya, termasuk terhadap
kualitas fisik airnya. 3.Cakupan Pengambilan Sampel Air:
Jumlah SAB yang diambil sampelnya
x 100%
Jumlah SAB yang ada
Diambil dari Materi Pelatihan dan Penyehatan Air (Departemen
Kesehatan RI,1995).
Tolok ukur:80% sampel
Alasan:Sesuai dengan target pengawasan kualitas air yang ingin
dicapai pada akhir Repelita VI yaitu 80% dari SAB sejenis yang
ada.
4.Kualitas Bakteriologis air bersih:
Jumlah sampel air SAB yang memenuhi syarat bakteriologis
x 100%
Jumlah sampel air yang diperiksa dari SAB sejenis
Diambil dari Standar Manajemen Penyehatan Air Kota Depok (Dinas
Kesehatan Sub Dinas Kesehatan Masyarakat, 2002)
Tolok ukur:Tercapainya kualitas bakteriologis air bersih menjadi
100%.
Alasan:Kualitas air secara bakteriologis pada periode era 90-an
masih kurang memuaskan dan ada kecenderungan sulit bertambah baik,
hanya sebesar 48,3% yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga
morbiditas dan mortalitas penyakit yang ditularkan melalui air
meningkat. Pada tahun 2000 dan seterusnya diharapkan kualitas
bakteriologis air bersih tercapai 100% sehinggga angka kesakitan
dan kematian akibat penyakit yang ditularkan melalui air dapat
ditekan.
5.Tingkat Risiko Pencemaran Sarana Air Bersih:
Jumlah SAB sejenis mempunyai resiko dan pencemaran
tinggi dan amat tinggi
x 100%
Jumlah SAB sejenis yang diinspeksi
Diambil dari Standar Manajemen Penyehatan Air Dinas Kesehatan
Kota Depok Sub Dinas Kesehatan Masyarakat, 2002)
Tolok ukur:Tercapainya perlindungan sarana air bersih terhadap
risiko pencemaran air bersih menjadi 100%
Alasan:Pada periode sebelum Repelita V yaitu sekitar tahun 1991
presentase sarana air bersih dengan tingkat risiko pencemaran
tinggi dan amat tinggi meningkat dalam dua tahun berturut-turut
yaitu 30,2% menjadi 32,2%. Tingkat risiko pencemaran air bersih ini
dapat diketahui dari hasil inspeksi sanitasi, dan untuk tingkat
risiko pencemaran tinggi dan amat tinggi tidak perlu diambil sampel
airnya, tetapi langsung dilakukan tindak lanjut. Penyuluhan dan
bimbingan kepada masyarat dan melakukan desinfeksi terhadap sarana
air bersih merupakan tindakan langsung untuk tingkat risiko
pencemaran tinggi dan amat tinggi, sehingga ditargetkan pada akhir
pelita V perlindungan sarana air bersih terhadap risiko pencemaran
air bersih tercapai 100%. Tingkat perlindungan Sarana Air Bersih
(SAB), adalah presentase dari jumlah sarana terlindung pencemaran
non perpipaan hasil inspeksi sanitasi (IS) kategori Rendah dan
Sedang (R&S) dibandingkan jumlah seluruh SAB yang ada dalam
satuan wilayah (desa, kecamatan, kabupaten/kota).
3.3.2MEMBANDINGKAN PENCAPAIAN KELUARAN PROGRAM DENGAN TOLOK UKUR
KELUARAN
Setelah ditetapkan tolok ukur dari setiap indikator keluaran
program, langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian
keluaran program (output) dengan tolok ukur tersebut. Bila
pencapaian indikator keluaran program tidak sesuai dengan tolok
ukurnya, maka ditetapkan sebagai masalah.3.3.3PENENTUAN PRIORITAS
MASALAH
Masalah-masalah pada komponen keluaran tidak semuanya dapat
diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan
Puskesmas. Selain itu adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut
berkaitan satu dengan yang lainnya, dimana bila diselesaikan salah
satu masalah yang di anggap penting, maka masalah lainnya dapat
teratasi pula. Oleh karena itu, perlu ditetapkan prioritas masalah
yang akan dicari solusi untuk memecahkannya.
Cara yang di pakai untuk penetapan prioritas masalah adalah
kriteria yang dituangkan dalam bentuk matriks, yang dikenal dengan
tehnik kriteria matriks (criteria matric technique). Pada tehnik
ini terdapat variable pentingnya masalah/I (Importancy) yang diukur
berdasarkan besarnya masalah/P (Prevalence), akibat yang
ditimbulkan masalah/S (Severity), kenaikan besarnya masalah/RI
(Rate of increase), derajat keinginan masyarakat yang tidak
terpenuhi/DU (Degree of ummet need), keuntungan sosial yang akan
diperoleh apabila masalah itu diatasi/SB (social benefit),
keprihatinan masyarakat/PB (Public Concern), dan suasana politik/PC
(Political climate). Selain itu juga digunakan criteria kelayakan
teknologi dan dana untuk mengatasi masalah/T (Technical
Feasibility). Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat
dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah
tersebut. Begitu juga dengan sumber daya yang dapat dipakai untuk
mengatasi masalah/R (Resources Availability). Berilah nilai 1
(tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting). Masalah yang
dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R
tertinggi.3.3.4MENYUSUN KERANGKA KONSEP
Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan
tersebut, perlu dibuat kerangka konsep prioritas masalah. Hal ini
bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang
berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input,
proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka
konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan
diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.3.3.5IDENTIFIKASI
FAKTOR PENYEBAB MASALAH
Berbagai penyebab masalah yang ada pada kerangka konsep
selanjutnya akan diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah
dilakukan dengan membandingkan antara tolok ukur/standar
komponen-komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan
pencapaiannya dilapangan. Bila terdapat kesenjangan maka ditetapkan
sebagai penyebab masalah yang diprioritaskan tadi.3.3.6MEMBUAT
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat
beberapa alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif
pemecahan masalah tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab
masalah yang telah ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini
dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi
puskesmas.
3.3.7MEMBUAT PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH
Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah
dibuat, maka dipilih satu cara pemecahan masalah yang dianggap
paling baik dan memungkinkan. Pemilihan/penentuan prioritas cara
pemecahan masalah ini dengan memakai tehnik kriteria matriks. Dua
kriteria yang lazim digunakan adalah:
a. Efektivitas jalan keluar
Menetapkan nilai efektivitas (efectivity) untuk setiap
alternative jalan keluar, yakni dengan memberikan angka 1 (paling
tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif). Prioritas
jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk
menentukan efektivitas jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan
sebagai berikut:
Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude)
Makin besar masalah yang dapat siatasi, makin tinggi prioritas
jalan keluar tersebut.
Pentingnya jalan keluar (hiportancy)
Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah.
Makin langgeng selesainya masalah, makin penting jalan keluar
tersebut.
Sensitivitas jalan keluar (veneberality)
Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi
masalah. Makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar
tersebut.b. Efisiensi jalan keluar (C)
Tetapkanlah nilai jalan keluar (efficiency) untuk setiap
alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan
dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan
keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, makin tidak efisien
jalan keluar tersebut. Berikan angka 1 (biaya paling sedikit)
sampai dengan 5 (biaya paling besar). Nilai prioritas (P) dihitung
untuk setiap alternatif jalan keluar, dengan membagi hasil
perkalian nilai MxIxV dengan C, jalan keluar dengan nilai P
tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih.3.3.8. PENYUSUNAN
PROPOSAL PELAKSANAAN PENYELESAIAN MASALAHAlternatif Penyelesaian
masalah / jalan keluar yang telah dipilih kemudian dapat diajukan
untuk dilaksanakan. Rencana pelaksanaan penyelesaian masalah
tersebut dituangkan dalam bentuk proposal rencana penyelesaian
masalah.
BAB IV
PENYAJIAN DATA
4.1. Data Umum Wilayah Puskesmas SukmajayaA. Data Geografi
Puskesmas Sukmajaya berdiri sejak tahun 1981, Puskesmas
Sukmajaya memiliki wilayah kerja seluas sekitar 55.14 Km atau
27.53% dari luas Kota Depok. Wilayah kerja Puskesmas berbatasan
dengan :
Sebelah Utara : Kelurahan Pondok Cina,
Sebelah Selatan : Kelurahan Kalimulya, Cilodong dan
Sukmajaya.
Sebelah Barat : Kelurahan Kemiri Muka dan Depok,
Sebelah Timur : Kelurahan Abadijaya dan Baktijaya.
Wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya meliputi 2 Kelurahan, yaitu
kelurahan Mekarjaya dan kelurahan Tirtajaya, dimana kelurahan
terdekat berjarak 1 Km dan jarak terjauh 5 Km. Adapun keadaan
setiap Kelurahan dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya
NoKelurahanLuas Wilayah (km)Jumlah RWJumlah Posyandu
1Mekarjaya26,60 3128
2Tirtajaya 28,5489
Jumlah 55,143937
Data: Kel. Mekarjaya dan TirtajayaB. Data Demografi
a. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur
Berdasarkan data Kecamatan Sukmajaya, pada tahun 2009 penduduk
di Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya berjumlah 52.858 jiwa.
Mengalami penurunan sebesar 0.35 % dari tahun sebelumnya.
Jika diklasifikasikan menurut jenis kelamin, dari total 52.858
jiwa penduduk di Wilayah Puskesmas Sukmajaya terdapat 25.400 jiwa
atau 48.05 % penduduk laki-laki dan 27.458 jiwa atau 51.95 %
penduduk perempuan. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Di Kota Depok Tahun 2008 s/d 2009
NoGolongan UmurTahun 2008Tahun 2009
LPTotalLPTotal
1
2
3
4
5
6
0 - 1
1 - 4
5 14
15 44
45 64
> 65
507
1.468
4.612
13.231
4.614
1.094521
1.503
4.623
14.324
5.220
1.3301.028
2.971
9.235
27.555
9.834
2.424507
1456
4484
13.228
4.624
1.101516
1.513
4.559
14.323
5.221
1.3261.023
2.969
9.093
27.551
9.845
2.427
25.52627.52153.04725.40027.45852.858
Sumber : Kota Depok Dalam Angka 2009,2008,2007Pada tahun 2009
jumlah penduduk berdasarkan struktur usia yang paling dominan
adalah kelompok usia 15 44 tahun sejumlah 27.551 atau sebesar 52.12
%. Diikuti oleh kelompok umur 45 64 sejumlah 9.845 jiwa atau
sebesar 18.62 %. Selain itu juga terdapat 13.035 jiwa atau 24.66 %
penduduk yang termasuk kelompok usia belum produktif secara ekonomi
(0 14 tahun). Untuk penduduk usia produktif (15 64 ) pada tahun
2009 adalah sebesar 37.396 jiwa atau 70.75 % dari total penduduk di
wilayah Puskesmas Sukmajaya. Prosentase ini tidak jauh berbeda
dengan data tahun 2008 yaitu 70.48 %. Artinya jumlah penduduk usia
produktif lebih dari setengah jumlah penduduk di wilayah Puskesmas
Sukmajaya dan masih mendominasi jumlah penduduk pada umumnya.
Sedangkan jumlah penduduk usia lanjut (> 65 tahun) tahun 2008
sebesar 2.427 jiwa atau 4.59 %. Jumlah Penduduk Menurut Jenis
Kelamin
Per Kelurahan Di Kota Depok Tahun 2009
NoKELURAHANJUMLAH
LPJumlah
1
2
Mekarjaya
Tirtajaya
25.9935.730
26.3955.370
52.39111.000
Puskesmas Sukmajaya31.17331.76563.391
Kelurahan Mekarjaya merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk
terbanyak di wilayah Puskesmas Sukmajaya yaitu 52.391 jiwa dan
Kelurahan Tirtajaya 11.000 jiwa.b. Kepadatan Penduduk dan
Pertumbuhan Penduduk
Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kelurahan
Mekarjaya yaitu 1.718 jiwa/km dan Kelurahan Tirtajaya yaitu 251
jiwa/km. Kepadatan penduduk diwilayah kerja Puskesmas Sukmajaya
yaitu dalam tiap kilometer persegi rata-rata dihuni 959 jiwa.
seperti terlihat pada tabel 2.4. berikut ini.
Kepadatan Penduduk di Kecamatan Kota Depok
Tahun 2009
NoKELURAHANLUAS WILAYAH (km)JUMLAH PENDUDUKKEPADATAN PENDUDUK
Ikm
1
2
Mekarjaya
Tirtajaya
26.60
28.54
52.39111.000
1.718
251
Puskesmas Sukmajaya55.1463.391959
Tabel 2. Distribusi penduduk menurut tingkatan pendidikan
UraianMekarjayaTirtajayaJUMLAH
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SMU
Tamat AK/Diploma
Tamat PT1.283
4.968
5.022
5.897
3.805
2.806578
1.053
1.103
1.189
251
2071.861
6.021
6.125
7.086
4.056
3.013
Sumber : Data Kecamatan tahun 20101. Jumlah Penduduk Menurut
Pendidikan
Berdasarkan data pada tahun 2009, penduduk di Wilayah Puskesmas
Sukmajaya usia 10 tahun keatas yang tidak mempunyai ijazah adalah
sebanyak 1.861 orang, tamat SD/MI/Sederajat sebanyak 6.021 orang
atau, tamat SLTP/Mts/Sederajat sebanyak 6.125 orang, tamat
SMU/MA/Sederajat sebanyak 7.086 orang dan tamat diploma I sampai
dengan Universitas sebanyak 7.069 orang.
Tingginya tingkat pendidikan yang ditamatkan disuatu wilayah
dapat menggambarkan tingkat intelektualitas penduduk wilayah
tersebut. Sementara angka melek huruf mencerminkan kemampuan
minimal masyarakat untuk dapat menerima informasi sekaligus dapat
berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data diatas, dapat
diasumsikan bahwa saat ini wilayah Puskesmas Sukamajaya sebagai
daerah yang sedang berkembang secara relatif masih kurang tingkat
pendidikannya. Secara keseluruhan tingkat pendidikan dan kemampuan
baca tulis penduduk di Wilayah Puskesmas Sukmajaya saat ini
relative masih perlu mendapatkan perhatian, karena tingkat
pendidikan dan kemampuan baca tulis amat mempengaruhi perilaku
hidup sehat masyarakat.2. Jumlah Penduduk Kelompok Rentan
Jumlah Penduduk Kelompok Rentan Per Kecamatan
Di Kota Depok Tahun 2009
KelurahanBumilBulinBayiBalitaAnak SekolahUsila
SDSMPSMA
Mekarjaya2.0982.0031.7834.5566.5141.4961.6153.438
Tirtajaya3713543341.0651.99--513
PKM S. Jaya2.4692.3572.1175.6217.7131.4961.6153.951
Sumber : Puskesmas Sukmajaya Dalam Angka 2009
Proporsi penduduk rentan tertinggi terdapat pada anak SD sebesar
7.713 dari jumlah seluruh penduduk rentan anak sekolah SD sampai
SMA, artinya upaya peningkatan Gizi anak SD. Selain usia sekolah,
bayi dan balita menjadi target sasaran utama dalam pelayanan
kesehatan untuk menunjang pembangunan sumber daya manusia di
wilayah Puskesmas Sukmajaya.3. Jumlah Penduduk Miskin
Wilayah Puskesmas Sukmajaya merupakan wilayah dengan
perkembangan pembangunan yang sangat pesat juga tidak lepas dari
masalah kemiskinan. Pemberantasan kemiskinan merupakan prioritas
dalam pembangunan masyarakat di wilayah Puskesmas Sukmajaya. Jumlah
penduduk miskin di wilayah Puskesmas Sukmajaya masih relatif tinggi
yaitu sebesar 5.970 jiwa dan yang dicakup kedalam program JPKMM
sebesar 4.571 jiwa atau sebesar 76.57 %, namun dengan demikian
masih sedikit penduduk miskin yang menggunakan pelayanan kesehatan
di puskesmas yaitu sebesar 32.45 %.Tabel 4. Derajat Kesehatan
Mortalitas
UraianJUMLAH
Jumlah bayi lahir mati
Jumlah kematian ibu hamil
Jumlah kematian neonatus menurut penyebab :
a. Kematian neonatal
b. Asfiksia berat
c. BBLR
d. Infeksi lain11 orang
-
13 orang
2 orang
6 orang
3 orang
Sumber : P2KT Puskesmas SukmajayaMorbiditasa. Penyakit
Infeksi
1. ISPA
= 15.727 kasus
2. Peny. Pulpa
= 6.436 kasus
3. Diare
= 1.341 kasus
4. Pneumonia
= 565 kasus
5. DBD
= 361 kasus
6. TBC
= 69 kasus
7. Chikungunya
= 22 kasusb. Penyakit Non Infeksi
1. Gastritis
= 1.725 kasus2. Hipertensi
= 1.569 kasus
3. Myalgia
= 1.230 kasus
4. DM
= 506 kasus
5. Gizi buruk
= 23 kasus
C. Sarana Pelayanan Kesehatan
Tabel 5. Keadaan tenaga di Puskesmas SukmajayaJenis TenagaYang
Ada
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat
Bidan
Tenaga Gizi
Tenaga Sanitasi
Perawat Gigi
Asisten Apoteker
Analis Kesehatan
Juru Imunisasi
Tenaga Tata Usaha
Tenaga Loket Pendaftaran
Petugas Kebersihan
Sopir
Sopir Siaga5
2
6
4
1
1
1
1
0
0
1
3
1
1
1
Sumber : ( Kepegawaian 2009 )D. Keadaan fasilitas umum
Tabel 6. Sarana pelayanan kesehatan swasta wilayah kerja
Puskesmas SukmajayaJenis SaranaKel. SukmajayaKel. DepokJumlah
Rumah Sakit
BP/Klinik
Rumah Bersalin
Dokter Praktek Umum
Dr. Spesialis THT
Dr. Gigi
Klinik Fisioterapi
Dr. Spesialis Syaraf
Bidan
Apotik
Optik
Laboratorium
Radiologi
Pengobatan Tradisional
Akupuntur
Toko Obat13
0
1
0
0
0
0
7
1
2
0
0
0
1
035
1
4
1
7
1
1
3
7
6
1
1
4
0
248
1
5
1
7
1
1
10
8
8
1
1
4
1
2
Sumber : Promkes 2009Tabel 7. Sarana yang menyangkut kesehatan
lingkungan
UraianSukmajayaDepokJUMLAH
KELURAHAN BERSIH RAKSA
Rumah Sangat Kurang Bersih
Rumah Kurang Bersih
Rumah Cukup Bersih
Rumah Bersih
Cakupan Rumah (%)
Cakupan Rumah Sehat (%)
Klasifikasi
JAMBAN KELUARGA
Cemplung dan Cubluk
Plengsengan dan Cubluk
Leher Angsa dan Cubluk
Leher Angsa dan Septik tarik
MCK
Total Sarana Jaga
Cakupan Sarana (%)
Jumlah Pemakai Jaga
Jaga Umum
Jaga Pribadi
MCK
Total Pemakai
Cakupan PemakaiSARANA PEMBUNGAN AIR LIMBAH
Saluran / Got
Saluran dan Peresapan
Jumlah SPAL
Cakupan SPAL (%)
Cakupan SPAL Sehat (%)
Jumlah Pemakai SPAL
Cakupan Pemakai SPAL (%)TEMPAT SAMPAH
Tidak Kedap Air
Kedap Air
Kedap Air dengan Penutup
Jumlah Tempat Sampah
Cakupan Sarana (%)
Cakupan Sarana Sehat (%)127
839
2.874
6.054
93
90,2
IV
151
434
-
8.006
-
8.591
80,7
-
42.955
-
42.955
99,2
3.896
4.351
8.247
75,4
-
41.235
95,33.108
6.390
-
9.498
96
67,2183
775
2.261
4.237
93,3
87,1
IV
247
313
-
6.466
1
7.026
88
-
35.130
125
35.255
97,6
1.895
4.591
6.486
81
-
32.43089,8
2.183
3.856
-
6.039
81
63,8310
1.614
5.135
10.29193,15
88,65
IV
398
747
-
14.472
1
15.61784,35-
78.085
125
78.210
98,45.791
8.942
14.733
78,2-73.665
92,555.291
10.246
-15.537
88,5
65,5
Sumber : plkb + kesling4.2. DATA KHUSUS
Pada Puskesmas Sukmajaya data tentang pengawasan kualitas sarana
air bersih data yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Tabel Sarana Air Bersih
Sarana Air BersihMekarjayaTirtajayaJUMLAH
SGL Umum
SGL Pribadi
SPT/Msn Umum
SPT/Msn Pribadi
PMA
Ledeng
Total Sarana
Cakupan SAB (%)---
--
8.9218.921100%-51-
1.282--1.333100%-51-
1.282-8.92110.254100%
Sumber : plkb + keslingBAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN5.1IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara apa yang
ditemukan/observed (keluaran) dengan apa yang ditargetkan/expected
(tolok ukur) dimana kesenjangan ini akan memperlihatkan observed
(keluaran) lebih buruk atau lebih rendah dari pada yang ditargetkan
untuk dicapai, atau bahkan bila observed jauh lebih baik dari pada
yang di targetkan. Sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada
kesenjangan antara unsur sistem lainnya dengan tolok ukurnya
masing-masing. Proses identifikasi masalah di lakukan secara
bertahap, dimulai dari keluaran (out put) program kerja Puskesmas.
Kemudian bila ditemukan kesenjangan antara tolok ukur dengan data
keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab masalah
pada unsur masukan (input) atau proses.Tabel 5.1. Evaluasi Keluaran
Program Penanggulangan air bersih di Puskesmas Sukmajaya tahun
2010.
VARIABELTOLAK UKURPENCAPAIANMASALAH
KELUARAN
1. Cakupan air bersih
Jumlah keluarga diperkotaan/
pedesaan yang mengunakan
air dari sarana air bersih
----------------------------------x100%
Jumlah keluarga di pedesaan/
perkotaan
2. Cakupan inspeksi sarana air bersih
(SAB).
Jumlah SAB yang diinspeksi
---------------------------------x100%
Jumlah SAB yang ada
3. Cakupan pengambilan sampel air
Jumlah SAB yang diambil
Sampelnya
-----------------------------------x100%
Jumlah SAB yang ada
4. Kualitas bakteriologis air bersih:
Jumlah sampel air SAB yang
memenuhi syarat bakteriologis
------------------------------------x100%
Jumlah sampel air yang di
Periksa dari SAB sejenis
5. Tingkat risiko pencemaran sarana air
bersih:
Jumlah SAB sejenis mempunyai
risiko dan pencemaran tinggi &
amat tinggi.
------------------------------------x100%
Jumlah SAB sejenis yang di
inspeksi
Perkotaan 80%
Pedesaan 70%
100 %(seluruh SAB)
80% dari SAB
sejenis yang ada
100%
Perlindungan SAB terhadap risiko pencemaran 100%
81.300 x100%
82.461- Cakupan air bersih adalah 99% 143 X100%
16.260 - Cakupan inspeksi SAB adalah 87,65 % dari jumlah SAB
yang ada
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
Dengan membandingkan hasil pencapaian pelaksanaan program
pengawasan kualitas sumber air bersih keluarga di Puskesmas
Sukmajaya Depok dengan tolok ukur, terlihat kesenjangan pada pada
program pengawasan air bersih keluarga yang di tetapkan sebagai
berikut :
1.Cakupan inspeksi sarana air bersih hanya tercapai 87,65 % dari
target yang di tetapkan.
2.Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air.
3.Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis
air bersih.
4.Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran
sarana air bersih.5.2 PENETAPAN PRIORITAS MASALAH
Setelah dilakukan penyajian data dan ditemukannya beberapa
masalah, maka tidak semua masalah tersebut harus diselesaikan
karena mungkin ada masalah yang saling berkaitan dan karena adanya
keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pokok tersebut.
Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan teknik
kriteria matriks (criteria matrix technique) seperti di bawah
ini:Tabel 5.2. Penentuan Prioritas Masalah Program Penanggulangan
air bersih di Puskesmas Sukmajaya tahun 2011.
NoDaftar MasalahTRJumlah (IxTxR)
P S RI DU SB PB PC
1.
2.
3.
4.Belum tercapainya cakupan inspeksi
SAB.
Tidak dilakukannya cakupan pengam-
bilan sampel air.
Tidak dilakukannya pemeriksaan
tingkat kualitas bakteriologis air bersih.Tidak dilakukannya
pemeriksaan
tingkat resiko pencemaran SAB.5 5 5 3 4 1 1
4 4 4 1 4 1 1
4 4 4 3 4 1 1
4 4 4 3 4 1 1
5
5
5
5
3
3
5
5
22.500
3.840
19.200
19.200
Sumber : Pengantar Administrasi Kesehatan edisi 3
P (prevalence/prevalensi)Belum tercapainya cakupan inspeksi SAB,
diberi nilai 5 karena cakupan inspeksi air bersih di wilayah
Puskesmas Sukmajaya Depok masih rendah yaitu 87,65% dari target
yang telah ditetapkan yaitu 100%.Tidak dilakukannya cakupan
pengambilan sampel air, diberi nilai 4 karena pengambilan sampel
air yang ditargetkan yaitu 80% dan pada kenyataannya pengambilan
sampel ini tidak dilakukan di puskesmas Sukmajaya Depok.
Pengambilan sampel sendiri sangat penting untuk mengetahui tingkat
risiko pencemaran sumber air bersih sudah sejauh mana terjadi.Tidak
dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih,
diberi nilai 4 karena pemeriksaan kualitas air bersih secara
bakteriologis tidak dilakukan. Target yang diharapkan dapat
tercapai untuk kualitas air bersih yang dinilai dari tingkat
kualitas bakteriologis adalah 100%. Tidak dilakukannya pemeriksaan
tingkat risiko pencemaran SAB, diberi nilai 4 karena tingkat risiko
pencemaran air bersih dengan nilai tinggi dan amat tinggi mengalami
peningkatan pada era 90-an, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan.
Hal ini terjadi karena perlindungan SAB terhadap risiko pencemaran
sangat kurang dari yang ditargetkan yaitu 100% SAB terlindung
terhadap pencemaran air.S (saverity/akibat yang ditimbulkan)Pada
masalah belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, diberi nilai 5.
Akibat yang ditimbulkan dari sangat rendahnya cakupan inspeksi
sarana air bersih sangat besar yaitu kemungkinan terjadinya tingkat
pencemaran SAB serta tidak diketahuinya tingkat pencemaran
tersebut. Mengingat inspeksi sanitasi ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi dan kualitas fisik air bersih, yang selanjutnya
akan diketahui pula tingkat pencemarannya. Tingkat risiko
pencemaran air bersih dikatagorikan sebagai Amat Tinggi (AT),
Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R).Pada masalah tidak
dilakukannya cakupan pengambilan sampel air, diberi nilai 4 karena
akibat tidak dilakukannya pengambilan sampel air bersih ini maka
penggunaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan oleh
masyarakat menjadi rendah. Syarat kesehatan untuk air bersih antara
lain adalah rendahnya risiko pencemaran dan terpenuhi syarat air
bersih secara fisika, kimia dan bakteriologis.
Pada masalah tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas
bakteriologis air bersih, diberi nilai 4 karena akibat tidak
dilakukannya pemeriksaan tingkat bakteriologis air bersih ini dapat
meningkatkan terjadinya angka kesakitan akibat penyakit yang
ditularkan melalui air salah satu contohnya adalah diare.
Pada masalah tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko
pencemaran SAB, diberi nilai 4 yaitu masyarakat pada umumnya
mengkonsumsi air yang sudah tercemar.RI (Rate of Increase/kenaikan
besarnya masalah)Belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, diberi
nilai 5 karena inspeksi SAB tidak boleh kurang dari 87,65% tetapi
harus meningkat hingga mencapai 100%.Tidak dilakukannya cakupan
pengambilan sampel air, diberi nilai 4 karena diharapkan puskesmas
melakukan cakupan pengambilan sampel air bersih yang selama ini
tidak dilakukan.Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas
bakteriologis air bersih, diberi nilai 4 karena diharapkan petugas
laboratorium melakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis
air bersih yang diambil sampelnya oleh petugas kesehatan di
puskesmas.Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran
SAB, diberi nilai 4 karena diharapkan pemeriksaan tingkat risiko
pencemaran sarana air bersih dilakukan oleh petugas kesehatan
sebagai rangkaian dari pemeriksaan bakteriologis.DU (Degree of
Unmeet Need/ Keinginan yang tidak terpenuhi)Belum tercapainya
cakupan inspeksi SAB, diberi nilai 3 karena tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap air bersih masih kurang sehingga hal ini tidak
mempengaruhi kebutuhan masyarakat secara langsung terhadap
dilakukannya inspeksi sumber air bersih miliknya.Tidak dilakukannya
cakupan pengambilan sampel air, diberi nilai 1 karena cakupan
inspeksi sarana air bersih yang sudah dilakukan hanya sedikit
sehingga banyak masyarakat yang sarana air bersihnya tidak
terinspeksi. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi cakupan
pengambilan sampel yang tidak terlaksana. Akibatnya tidak ada
kebutuhan masyarakat akan pengambilan sampel air miliknya.Tidak
dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih,
diberi nilai 3 karena dengan tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat
kualitas bakteriologis air bersih tidak mempengaruhi keinginan dan
kebutuhan masyarakat secara langsung karena masyarakat tidak
berperan serta dalam pemeriksaan kualitas bakteriologis air
bersih.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB,
diberi nilai 3 karena masyarakat tidak berperan serta dalam
pemeriksaan tingkat risiko pencemaran sarana air bersih dan
masyarakat tidak mengetahui tentang tingkatan risiko pencemaran
ini.SB (Social Benefit/ Keuntungan Sosial karena selesainya
masalah)Dalam masalah belum tercapainya cakupan inspeksi SAB, cukup
besar dan diberi nilai 4 mengingat dengan meningkatnya cakupan
inspeksi SAB maka informasi tentang pencemaran SAB dapat diketahui
dan dapat segera diatasi, sehingga konsumsi air bersih meningkat
dan derajat kesehatan masyarakat juga meningkat.Dalam masalah tidak
dilakukannya cakupan pengambilan sampel air, cukup besar dan diberi
nilai 4 karena apabila pengambilan sampel air ini dilakukan dapat
diketahui tingkatan tingkatan pencemaran SAB dan cara
penanggulangannya sehingga derajat kesehatan masyarakat akan
meningkat.
Dalam masalah tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas
bakteriologis air bersih, cukup besar dan diberi nilai 4 karena
dengan dilakukannya pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih
ini maka angka kesakitan akibat penyakit yang ditularkan melalui
air nantinya akan berkurang dan tingkat kesehatan dan kesejahteraan
penduduk akan meningkat.
Dalam maalah tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko
pencemaran SAB, cukup besar dan diberi nilai 4 yaitu tingkat
kesehatan masyarakat akan lebih terjamin dengan terpantaunya dan
diketahuinya faktor faktor risiko pencemaran terhadap SAB.PB
(Public Concern/ Keprihatinan)Keprihatinan Masyarakat terhadap
belum tercapainya cakupan inspeksi SAB masih kurang oleh karenanya
diberi nilai 1. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan masyarakat
tentang penyehatan air bersih masih kurangKeprihatinan Masyarakat
terhadap tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air masih
kurang oleh karenanya diberi nilai 1 hal ini disebabkan tingkat
pengetahuan masyarakat tentang sampel air yang rendah, dan tidak
pernah dilakukannya cakupan pengambilan sampel air
diwilayahnya.Keprihatinan Masyarakat terhadap tidak dilakukan
pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air bersih masih kurang
oleh karenanya diberi nilai 1 karena pengetahuan mereka tentang
penyakit berbasis lingkungan kurang.Keprihatinan Masyarakat
terhadap tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran
SAB masih kurang oleh karenanya diberi nilai 1 hal ini disebabkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat masih rendah.PC (Political
Climite/ Suasana Politik)Dalam belum tercapainya cakupan inspeksi
SAB diberi nilai 1 karena cakupan inspeksi sumber air bersih tidak
dipengaruhi dan mempengaruhi secara langsung oleh keadaan
politik.Dalam tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air
diberi nilai 1 karena cakupan inspeksi sumber air bersih tidak
dipengaruhi dan mempengaruhi secara langsung oleh keadaan
politik.Dalam tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas
bakteriologis air bersih diberi nilai 1 karena pemeriksaan kualitas
bakteriologis air bersih tidak dipengaruhi dan mempengaruhi secara
langsung oleh keadaan politik.Dalam tidak dilakukannya pemeriksaan
tingkat risiko pencemaran SAB diberi nilai 1 karena pemeriksaan
tingkat risiko pencemaran air bersih ini tidak dipengaruhi dan
mempengaruhi secara langsung oleh keadaan politik. Dari kriteria
kelayakan teknologi/T (technical feasibility) diberi nilai 5 karena
semua sarana dan prasarana untuk pemeriksaan tingkat risiko
pencemaran air bersih berupa laboratorium sudah tersedia.T
(Techincal Feasibility/Kelayakan Teknologi)Belum tercapainya
cakupan inspeksi SAB diberi nilai 5 karena semua sarana dan
prasarana untuk melakukan inspeksi sumber air bersih sudah
tersedia.
Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air diberi nilai 5
karena semua sarana dan prasarana untuk melakukan pengambilan
sampel antara lain berupa formulir, botol steril, tas/kotak dan
peralatan pengukuran kualitas air bersih dilapangan sudah
tesedia.
Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air
bersih diberi nilai 5 karena semua sarana dan prasarana untuk
pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih berupa laboratorium
sudah tersedia.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB
diberi nilai 5 karena semua sarana dan prasarana untuk pemeriksaan
risiko pencemaran sumber air bersih berupa sudah tersedia.R
(Reseerch Availibiity/ Sumberdaya yang Tersedia)Belum tercapainya
cakupan inspeksi SAB diberi nilai 3 karena sumber daya manusia yang
tersedia untuk mengatasi masalah cakupan inspeksi sumber air bersih
memang masih kurang.
Tidak dilakukannya cakupan pengambilan sampel air diberi nilai 3
karena SDM yang tersedia untuk mengatasi masalah cakupan inspeksi
sumber air bersih memang masih kurang.
Tidak dilakukan pemeriksaan tingkat kualitas bakteriologis air
bersih diberi nilai 5 karena SDM yang tersedia untuk mengatasi
masalah pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih yaitu petugas
laboratorium sangat mencukupi.
Tidak dilakukannya pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB
diberi nilai 5 karena SDM yang tersedia untuk mengatasi masalah
pemeriksaan tingkat risiko pencemaran air bersih yaitu pegawai
laboratorium sangat mencukupi. Dari scoring masalah diatas, maka
prioritas masalah yang ditetapkan adalah belum tercapainya target
cakupan inspeksi SAB di wilayah Puskesmas Sukmajaya
Depok.5.3KERANGKA KONSEP
Untuk mempermudah mengidentifkasi penyebab masalah belum
tercapainya cakupan inspeksi air bersih di puskesmas Sukmajaya
Depok diperlukan kerangka konsep sebagai alur pikir penyebab
masalah dengan menggunakan pendekatan sistem.
KETERANGAN
Dari evaluasi program yang masih belum tercapai pada tahun lalu,
merupakan masukan yang penting bagi perencanaan dan pelaksanaan
program tahun berikutnya, sehingga kekurangan-kekurangan yang ada
pada tahun yang lalu dapat disempurnakan pada program tahun
berikutnya sekaligus berfungsi sebagai masukan.
Jumlah tenaga kesehatan akan berpengaruh secara langsung maupun
tidak langsung terhadap cakupan inspeksi sarana air bersih. Sesuai
tolok ukur yang ada, jumlah tenaga kesehatan lingkungan minimal 2
orang. Namun dalam kenyataannya hanya terdapat 1 orang staf tenaga
kesehatan, sehingga dengan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan
yang ada tersebut, pelaksanaan inspeksi sarana air bersih seperti
yang tertuang dalam rencana program tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Dengan jumlah tenaga yang kurang akan
berakibat pelaksanaan inspeksi akan memakan waktu yang lambat
sehingga jumlah cakupan inspeksi SAB yang ditargetkan untuk waktu
tertentu tidak dapat tercapai.
Kualitas tenaga kesehatan yang ada akan berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tenaga pelaksana kesehatan
lingkungan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus
dibidang kesehatan lingkungan yang diperoleh melalui jalur
pendidikan khusus. Pengaruh secara langsung terjadi kepada
pelaksanaan tugas, dimana apabila tugas dilaksanakan oleh orang
yang tidak profesional, maka hasilnya pun akan tidak maksimal baik
secara kualitas maupun kuantitasnya. Sedangkan pengaruh secara
tidak langsung akan terjadi kepada cakupan inspeksi, dimana target
yang telah ditentukan tidak akan dapat tercapai.
Dana operasional akan berpengaruh terhadap pelaksanaan, cakupan
inspeksi sarana air bersih, serta penyediaan sarana dan prasarana.
Dana yang dimaksudkan adalah dana yang disediakan oleh pemerintah
melalui APBD, dari dana yang tersedia hanya terpenuhi sebanyak
87,65 % dari tolok ukur yang telah ditentukan. Kondisi tersebut
akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dilapangan,
dimana metoda dan rencana yang telah dibuat pada akhirnya tidak
dapat dilaksanakan karena biayanya tidak mencukupi. Sedangkan
pengaruh langsung juga terjadi kepada hasil cakupan, karena hasil
cakupan yang akan diperoleh hanya sebatas kemampuan dana yang
tersedia, serta sarana dan prasarana penyediaannya tidak sesuai
kebutuhan.
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melakukan inspeksi
air bersih antara lain adalah formulir pemeriksaan, botol steril,
tas/kotak pengepakan botol, formulir pengiriman sampel, alat tulis,
sarana transportasi dan sarana pengukuran kualitas air dilapangan.
Apabila sarana dan prasarana yang tersedia mencukupi maka pada
pelaksaan inspeksi sarana air bersih akan sesuai dengan metode dan
rencana yang telah ditetapkan.
Perencanaan program secara tertulis akan berpengaruh terhadap
koordinasi dan pelaksanaan cakupan inspeksi air bersih baik secara
langsung maupun tidak langsung. Perencanaan memuat latar belakang,
tujuan, metode pelaksanaan, sasaran, tenaga, dana, dan alokasi
waktu. Perencanaan program yang telah dibuat sebaiknya
dikoordinasikan dengan petugas-petugas kesehatan yang nantinya akan
menjalankan program tersebut dilapangan, agar dalam pelaksanaanya
sesuai dengan metode yang telah direncanakan dan tercapainya
cakupan inspeksi sarana air bersih sesuai yang diharapkan.
Koordinasi yang tidak jelas antara tenaga kesehatan yang
bertugas akan berpengaruh secara langsung kepada pelaksanaan tugas
dilapangan dimana pada pelaksanaannya akan terjadi kesimpang
siuran/kerancuan, kondisi ini dapat menyebabkan terhambatnya
pelaksanaan tugas di lapangan. Dengan terhambatnya pelaksanaan
tugas di lapangan, maka koordinasi yang tidak jelas akan
berpengaruh secara tidak langsung terhadap cakupan inspeksi SAB,
dimana cakupan inspeksi tidak akan tercapai.
Pelaksanaan suatu program harus sesuai dengan rencana maupun
metode yang telah ditetapkan. Pada pengawasan kualitas air bersih
ini dilakukan pendataan dan pemeriksaan sarana air bersih secara
berkala minimal 2x/tahun, pengambilan sampel dan pengiriman sampel
air ke laboratorium, analisa laboratorium, pencatatan dan
pengolahan hasil kegiatan. Kenyataannya program pengawasan kualitas
air bersih pada pelaksaannya tidak sesuai dengan rencana antara
lain pendataan jumlah SAB yang tidak sesuai target, tidak dilakukan
pengambilan sampel dan pengiriman sampel kelaboratorium. Akibatnya
sudah dapat dipastikan bahwa program tersebut pasti tidak akan
berhasil. Dengan demikian maka pelaksanaan akan berpengaruh secara
langsung terhadap keberhasilan program yaitu cakupan inspeksi
SAB.
Pencatatan dan pelaporan yang sistemik secara berkala merupakan
tindak lanjut dari inpeksi sarana air bersih yang sudah dilakukan
sebelumnya. Bila pelaksanaannya baik maka pencatatan dan pelaporan
akan baik pula begitu sebaliknya.
Kondisi lingkungan akan berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung baik terhadap cakupan inspeksi maupun pelaksanaan. Apalagi
dalam kegiatan ini obyeknya adalah sarana air bersih yang merupakan
kebutuhan pokok seluruh lapisan masyarakat. Pengaruh secara
langsung akan terjadi pada pelaksanaan dilapangan, dimana
kepedulian masyarakat akan sangat diperlukan. Dengan tingkat
kepedulian yang rendah maka akan berpengaruh kepada hasil yang akan
dicapai dilapangan, karena pelaksanaan kegiatan akan menjadi tidak
lancar. Pengaruh secara tidak langsung akan terjadi pada cakupan
inspeksi, karena dukungan masyarakat yang rendah akibat kondisi
sosial ekonomi, tingkat pendidikan maupun pengetahuan yang
terbatas, akan mengakibatkan cakupan inspeksi yang dihasilkan juga
akan menurun. 5.4IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH
Berdasarkan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan,
dicari beberapa penyebab masalah, baik dari unsur input, proses,
umpan balik dan lingkungan. Tabel 5.3. Identifikasi Penyebab
Masalah Program Penanggulangan air bersih di Puskesmas Sukmajaya
tahun 2010.
VARIABELTOLAK UKURPENCAPAIANMASALAH
INPUT1. Tenaga
2. Dana
3. Sarana
4. Metoda
PROSES
1 Perenca-
naan
2 Pengorga- nisasian
3 Pelaksanaan
4 Pengawas-
an
LINGKUNGAN
1. Fisik
2. Non Fisik
UMPAN BALIKTersedianya minimal 2 orang tenaga pelaksana
kesehatan lingkungan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
dibidang kesehatan lingkungan.Tersedianya dana yang cukup berasal
dari APBD untuk petugas, yaitu Rp 7.500 x 82.461 kel =Rp
6.184.575Terdapatnya formulir pemeriksaan dan inspeksi sanitasi air
bersih, botol steril, tas/kotak pengepakan botol, formulir
pengiriman sampel (formulir detail sample), alat tulis, sarana
transportasi dan peralatan pengukuran kualitas air bersih di
lapangan ( water test kit ).Pendataan jumlah dan sarana air bersih,
pemeriksaan/inspeksi sarana air secara berkala minimal 2 x setahun,
pengambilan air dilapangan, pengiriman sampel ke laboratorium,
pemeriksaan sampel air di lapangan, analisa lab, pencatatan dan
pengolahan hasil kegiatan, membuat laporan hasil kegiatan, saran
dan tindak lanjut berdasarkan hasil kualitas air.Terdapatnya
perencanaan program tertulis yang memuat : latar belakang, tujuan,
metode pelaksanaan, sasaran, sarana, tenaga, dana, alokasi waktu
yang disetujui oleh Dinkes Kota Depok.
Adanya struktur organisasi dan staf pelaksana program, pembagian
tugas dan tanggung jawab yang jelas serta koordinasi dengan pihak
lain.
Sesuai dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan,
dilaksanakan secara berkala : pengumpulan data 1 x setahun dan
pengawasan kualitas air bersih 2 x setahun.
Adanya pencatatan dan pelaporan yang sistemik secara berkala
tentang kegiatan pengawasan kualitas air ke tingkat Kodya minimal 3
bulan sekali dan apabila terjadi kejadian luar biasa karena
penurunan kualitas air minum
- Semua lokasi sarana air dapat dijangkau dengan sarana
transportasi yang ada.
- Iklim tidak mempengaruhi pelaksanaan program.- Keadaan sosial
ekonomi masyarakat dapat mempengaruhi keberhasilan program.
- Tingkat pendidikan dapat mem-pengaruhi keberhasilan
program.
- Perilaku masyarakat dalam me-nggunakan air bersih dapat
mempengaruhi keberhasilan program.
Adanya pencatatan dan pelaporan yang diserahkan ke Dinas
Kesehatan yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
perbaikan program selanjutnya.1 orang staf kesehatan lingkungan
yang bertugas sebagai tenaga pelaksana dan melakukan pencatatan
serta pelaporanDana yang didapatkan cukup untuk melakukan inspeksi
ke 143 lokasi.
Terdapat formulir pemeriksaan dan inspeksi sanitasi air bersih,
botol steril, tas/kotak pengepekan botol, formulir pengiriman
sampel (formulir detail sampel), alat tulis, sarana transportasi
dan peralatan pengukuran kualitas air bersih di lapangan (water
test kit).Pendataan jumlah dan sarana air bersih,
pemeriksaan/inspeksi sarana air bersih secara berkala minimal 2 x
setahun pengambilan sampel air dilapangan, pengiriman sampel ke
laboratorium, pemeriksaan sampel air di lapangan, analisa lab,
pencatan dan pengolahan hasil kegiatan, membuat laporan hasil
kegiatan, saran daan tindak lanjut berdasarkan hasil kualitas
air.
Perencanaan program tertulis yang memuat latar belakang, tujuan,
metode, kegiatan, sasaran, sarana dana, tenaga, waktu yang
disetujui Dinkes Kota Depok.
- Terdapat struktur dan pembagian tugas yang jelas Kepala
Puskesmas
(dr. Wahyudin) Kepala seksi pelayanan Kes Mas
Koordinator Kesehatan Lingkungan (ibu Neneng.S.)
Staf TU (Ibu Rosmiyati)- Koordinasi belum jelas.
Sudah dilakukan pengumpulan data mengenai jumlah dan macam SAB 1
x setahun serta sudah dilaksanakannya inspeksi SAB ( walaupun tidak
memenuhi target). Namun belum dilaksanakannya kegiatan pengambilan
sampel , pemeriksaan tingkat bakteriologi air bersih dan
pemeriksaan tingkat risiko pencemaran SAB.
Pencatatan dan laporan sistematik tentang kegiatan pengawasan
kualitas air bersih ke Dinkes Depok setiap kali kegiatan selesai
dilaksanakan.
- Lokasi sarana air bersih mudah di-jangkau dengan sarana
transportasi yang ada.
- Iklim tidak mempengaruhi pelaksanaan program.
- Keadaan sosial ekonomi dan pendi-dikan ,dan perilaku yang
rendah mempengaruhi keberhasilan program.
Tidak ada data
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)(+)
5.5 PENYEBAB MASALAH
Berdasarkan tabel diatas, ditetapkan penyebab masalah program
pengawasan kualitas sumber air bersih keluarga di Puskesmas
Kecamatan Sukmajaya sebagai berikut :
A. Komponen masukan (input) :
- Jumlah tenaga pelaksana kesehatan lingkungan.
Pada Puskesmas Sukmajaya Depok, koordinator dan pelaksana
melakukan pencatatan dan membuat laporan hanya satu orang. Jumlah
ini jelas tidak memenuhi standar yang telah ditentukan untuk
program kesehatan lingkungan.
- Dana yang tidak mencukupi.
Dana yang ada`hanya untuk kegiatan inspeksi 143 lokasi SAB,
sedangkan untuk kegiatan inspeksi sisa lokasi yang ada, pengambilan
sampel air maupun pemeriksaan bakteriologi sampel air tidak
tersedia dana. Hal ini tentu tidak memenuhi persyaratan kegiatan
pengawasan kualitas SAB.
- Umpan balik (tidak adanya evaluasi program).
B. Komponen proses :
- Koordinasi antara antara penanggung jawab program dan petugas
pelaksana yang tidak jelas.
- Pelaksanaan program yang dilakukan tidak sesuai dengan metode
rencana yang di tetapkan.C. Komponen lingkungan.
Tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan perilaku masyarakat dalam
menggunakan air bersih yang masih rendah, sehingga dapat
mempengaruhi keberhasilan program.5.6 PENETAPAN PRIORITAS PENYEBAB
MASALAH
Melalui kerangka konsep dan analisa masalah serta menggunakan
pendekatan system penyebab masalah program pengawasan kualitas
sumber air bersih keluarga di Puskesmas Sukmajaya Depok adalah
:
Komponen masukan (input), penyebab masalah pertama adalah
kurangnya jumlah tenaga pelaksana program. Mengingat sangat sulit
untuk menambah tenaga pelaksana program lebih banyak lagi, maka
dianjurkan untuk mengoptimalkan tenaga kesehatan yang ada melalui
peningkatan pengetahuan dan mel