Praktikum Kimia Organik/Kelompok 3/S.Genap/2014
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Kelompok 3Della Handayani
1407120933Dhani Nur Miftahudin
1407113410Muhammad Alfin Khairullah1407114830Muhammad Eri
Malindo
1407121368Yuliatmi
1407123694
Percobaan 3
Reaksi SaponifikasiPembuatan SabunAsisten:
Angelina Debbie FSDosen Pengampu:
Drs. Edward, HS. MSi
Program Studi Sarjana Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Riau
2015LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK
Reaksi SaponifikasiPembuatan Sabun
Dosen pengampu praktikum kimia organik dengan ini menyatakan
bahwa :
Kelompok 3:
Della Handayani
1407120933Dhani Nur Miftahudin
1407113410Muhammad Alfin Khairullah1407114830Muhammad Eri
Malindo
1407121368Yuliatmi
1407123694
1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh
Dosen Pengampu/Asisten Praktikum.
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Reaksi Asilasi
Pembuatan Asetanilida dari praktikum kimia organik yang disetujui
oleh Dosen Pengampu/Asisten Praktikum.
Dosen Pengampu
Pekanbaru, 19 Maret 2015 Drs. Edward, HS. MS
DAFTAR ISI
Lembar Revisi/Lembar KendaliiLembar PengesahaniAbstrakiiDaftar
isiiiiDaftar gambarvDaftar tabelviBab 1. Pendahuluan11.1 Latar
Belakang.................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum1Bab 2. Tinjauan Pustaka22.1 Reaksi
Saponifkasi..........................................................................22.2
Pembuatan
Sabun............................................................................42.1
Teknologi Pembuatan
Sabun.............................................................62.2
Fungsi
Sabun.................................................................................72.3
Macam-macam
Sabun......................................................................82.4
Pembuatan Sabun dalam
Industri........................................................12Bab
3. Metodologi
Praktikum....................................................................173.1
Bahan-bahan yang
Digunakan...........................................................173.2
Alat-alat yang
Digunakan..................................................................183.3
Prosedur
Percobaan...........................................................................29Bab
4. Hasil dan Pembahasan204.1 Hasil
Praktikum...........................................................................204.2
Pembahasan.................................................................................23Bab
5. Kesimpulan dan
Saran....................................................................245.1
Kesimpulan.................................................................................
245.2
Saran............................................................................................24Daftar
Pustaka.25Lampiran 126Lampiran 228Lampiran 330DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Stuktur Aspirin4Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Aspirin
6DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data pengamatan14
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan14ABSTRAK
Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
saponifikasi. Reaksi saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam
lemak karena adanya basa lemah (misalnya NAOH). Di dalam sabun
terdapat struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan
bagian ekor bersifat hidrofobik.Tujuan praktikum ini adalah membuat
dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di
laboraturium dan menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan
percobaan yang di lakukan. Pembuatan sabun dilakukan dengan cara
mencampurkan 32 ml minyak zaitun dengan 36 ml etanol kemudian
ditambahkan 20 ml NaOH 2N. Larutan ini lalu dipanaskan hingga bau
etanolnya hilang. Pembentukan sabun terjadi saat penambahan 120 ml
NaCl jenuh ke dalam larutan. Untuk pengujian sifat sabun digunakan
kerosen, kalsium sulfat dan indikator phenofthalein.Pada penambahan
indicator phenofthalein,campuran sabun berubah warna menjadi warna
merah muda.
Kata kunci : Hidrofilik, Lipofilik, Sabun, Saponifikasi,
Surfaktan
ABSTRACT
Soap is a form of a compound resulting from the saponification
reaction. Saponification reaction is the reaction of fatty acid
hydrolysis because of the weak base (eg NaOH). In the soaps are
bipolar structure, the hydrophilic head and the tail are
hidrofobik.The purpose this lab is to create and understand the
reaction of lathering on the soap-making process in the laboratory
and explain some properties of soap based experiments will be
undertaken. Making soap made by mixing 32 ml of olive oil with 36
ml of ethanol was added 20 ml of 2N NaOH. The solution is then
heated to ethanol odor disappeared. Soap formation occurs when the
addition 120 ml of saturated NaCl into solution. To test the nature
of soap used kerosene, calcium sulfate and phenofthalein
indicators. the addition of indicator phenofthalein, soap mixture
changed color to pink.
Keywords: Hydrophilic, Lipophilic, Soap, Saponification,
Surfactant
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSabun selalu digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama untuk kegiatan yang sesuai dengan
fungsi utamanya yaitu untuk membersihkan. Berbagai jenis sabun
ditawarkan dengan beragam bentuk mulai dari sabun cuci dalam bentuk
krim dan bubuk, sabun mandi dalam bentuk padat dan cair, sabun
tangan dalam bentuk cair serta sabun pembersih peralatan rumah
tangga dalam bentuk krim dan cair.Sabun termasuk salah satu jenis
surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan
mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan
bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu
mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain
itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel
setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut Konsentrasi
Kritik Misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin
dapat melembabkan dan melembutkan kulit,serta menyejukkan sel-sel
kulit. (Utomo , 2005)Percobaan pembuatan sabun ini bertujuan untuk
mengontrol sifat fisika alami yang terdapat pada sabun.
Safonifikasi yang terdapat pada minyak diikuti dengan beberapa
bentuk fasa untuk menghilangkan impurity dan uap air dan juga
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Selain itu, dapat juga
untuk mengetahui bagaimana reaksi yang terjadi dalam proses
pembuatan sabun dari reaksi safonifikasi tersebut serta memahami
sifat dari sabun.
1.2 TujuanTujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu:
Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan
sabun di laboratorium
Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang
dilakukan
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Reaksi Saponifikasi
Gambar 2.1 Reaksi saponifikasi (Perdana F.K, 2009)
Reaksi saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi
ketika minyak / lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua
produk yang dihasilkan dalam poses ini, yaitu Sabun dan Gliserin.
Istilah saponifikasi dalam literatur berarti soap making. Berasal
dari kata sapo dalam bahasa latin yang artinya soap / sabun. Hasil
lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16,
sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat (Nadya,2012).Sabun
adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak
dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam
Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus
(alifatik) panjang dengan jumlah atam C yang bervariasi, yaitu
antaa C12 C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali. Range atom
C diatas mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kalarutan, proses
emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan
sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya
(Anonim,2009).Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester.
Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alcohol dan asam
karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat.
Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat,
sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari
gliserol asam oleat (Ketaren,1986).Sifat sifat sabun (Anonim,2009)
yaitu :
a. Sabun bersifat basa.
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga
akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam
air bersifatbasa.
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH Sodium Stearate Air
Asam Oktadekanoat natrium hidroksidab. Sabun menghasilkan buih atau
busa.
Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini
sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam
air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 Sodium
Stearate Kalsium Sulfat Natrium Sulfat Buih
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan.Sifat ini disebabkan
proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak)
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non
polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul
sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai
ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat
organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik
(suka air) dan larut dalam air.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan (Luis
Spitz, 1996) antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri
reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari
minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu
pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga
fasenya tidak homogen., sedangkan jika basa yang digunakan terlalu
encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan
menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff
:
d lnK H dT RT
Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (H
negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K
(konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika,
kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat
dari persamaan Arhenius berikut ini (Smith 1987) :
k = AeE/RTDalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan
reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah energi aktivasi
(cal/grmol), T adalah suhu (K), dan R adalah tetapan gas ideal
(cal/grmol.K).
Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu
berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi
pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi,
yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi
jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan
menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi
atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga
konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat
dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan
molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul
reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin
besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana
konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin
sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A
(Levenspiel, 1987).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak
yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin
tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya,
penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang
tersabunkan (Perdana F.K, 2009).
2.2 Pembuatan sabun
1. Alkali
Jika alkali berlebih maka dihasilkan : campuran sabun, gliserol,
sisa alkali dan air. Sabun yang terbentuk bersifat basa.Jika alkali
kurang maka akan dihasilkan : campuran sabun, gleserol, asam lemak
yang berasal dari lemak yang terhidrolisa alkali. Campuran hasil
reaksi tersebut berupa masa yang kental (Nadya,2011).Reaksi
sabunRCOOH + NaOH RCOONa + H2OAsam karboksilat Natrium Hidroksida
Garam Air
Jika NaOH berlebih maka :RCOOH + NaOH RCOONa + NaOH + H2O Asam
karboksilat Natrium Hidroksida Garam Natrium Hidroksida AirJika
sabun berlebih maka :
RCOOH + NaOH RCOONa + RCOOH + H2O Asam karboksilat Natrium
Hidroksida Garam Asam karboksilat Air
2. Untuk sabun natrium
Pemisahan masa dengan penggaraman dengan NaCl jenuh pemisahan
gliserol dan larutan garam dengan cara penyaringan. Sabun dicuci
untuk memisahkan dengan garam (Nadya,2011).3. Untuk sabun
kalium
Alkali bebas tidak boleh ada dalam sabun.Untuk sabun mandi harus
berlebih asam lemaknya agar empuk (Nadya,2011). Zat aditif (zat
yang ditambahkan kedalam sabun) ditambahkan sesuai fungsi (pewangi
dll) maksimal 10% (Nadya,2011).2.3Teknologi Pembuatan Sabun
Proses pembuatan sabun dapat dibuat dua tahap yaitu proses batch
atau proses continue (Perdana, F.K dan Ibnu Hakim,
2009).2.3.1Proses Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali
(NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah
selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan
air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali
dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan.
Endapan sabun bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian
dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali.
Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan
campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen
dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan
lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa
bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam
pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah
sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun
wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan
udara di dalamnya) (Luis Spitz, 1996).2.3.2 Proses Continue
Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak
atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi,
dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak
dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam
lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang
berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian
dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun (Perdana, F.K dan
Ibnu Hakim, 2009).2.4 Fungsi Sabun
a. Sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa,
RCOOK, RCOONH4b. Sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air
yang tidak permananen (RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al
Sabun yang digunakan sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari
basa natrium yang direaksikan dengan asam lemak berantai panjang.
Cara pembuatan sabun secara singkat dapat diihat sebagai berikut
(Nadya,2011) :Pemasakan minyak/lemak dalam larutan alkali (NaOH
atau KOH) pada suhu mendidih (95 100 0C). OH2C-O-C-R
H2C-OH
O NaOH, hidrolisa
HC-O-C-R
HC-OH + 3 RCOOH
O pada suhu mendidih
H2C-O-C-R
H2C-OH
Lemak/minyak
gliserol asam lemak
penyabunan
RCOOH + NaOH
RCOONa
Gambar 2.2 Reaksi Penyabunan (Perdana F.K,2009)
2.5 Macam-macam sabun Ada beberapa macam sabun, (Sagita, 2011)
diantaranya:
a. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya
adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan
perbandingan 2:1.
b. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan
minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan
kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol.
c. Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar
parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan
bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun
ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan
Dp300 dan sulfur.d. Sabun ChipPembutan sabun chip tergantung pada
tujuan konsumen dalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci
atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun
chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan,
atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk
batangan.
e. Sabun Bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk
mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium 2.6
Pembuatan Sabun dalam Industria. Saponifikasi Lemak NetralPada
proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan
tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis
dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk
sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan
suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang
dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat
dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH
3RCOONa + Gliserin
NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x
[MV(NaOH)/MV(KOH)]
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul.
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor
autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai
dengan kondisi reaksi.
Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave.
Temperatur
campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian
dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak
tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut
kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk
memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari
sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa-sisa larutan alkali
dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan
ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran
(78-83 % TFM) yang siap untuk diproses menjadi produk akhir.
b. Pengeringan SabunSabun banyak diperoleh setelah penyelesaian
saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum
spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada
sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan.
Jenis-jenis vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi
sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan
sabun.
Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan
sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan
dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah
dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan
dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang
mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan
mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan
lebih efisien daripadadryer sistem tunggal.
c. Netralisasi Asam LemakReaksi asam basa antara asam dengan
alkali untuk menghasilkan sabun
berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan
alkali.
RCOOH + NaOH
RCOONa + H2O
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu
paduan asam lemak dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung
dengan
persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang
dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak. Operasi sistem
ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu
menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut
mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan
sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun
tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai.
Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran
potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian
dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun
butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan (Sagita,
2011).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Data PengamatanTabel 4.1.1 Data
Pengamatan Pembuatan SabunNo.BahanData Percobaan I
1.32 ml minyak zaitun dimasukkan ke dalam cawan penguap + 20 ml
etanol + 20 ml NaOH 2N, diaduk lalu dipanaskan dengan suhu
78oCCampuran saling terpisah
2.Campuran didinginkanTerdapat dua larutan, yaitu larutan minyak
zaitun dan NaOH, sedangkan larutan Etanol sudah menguap
3.Tambahkan 120 ml larutan NaCl jenuh ke dalam campuranLarutan
minyak zaitun dan NaOH belum tercampur sempurna
4.Campuran diadukLarutan menjadi homogen dan berbusa
Tabel 4.1.2 Data Pengamatan Pengujian Sifat
SabunNoBahanPengamatan
1Kerosen + airLarutan terpisah menjadi dua bagian
2DikocokLarutan menjadi keruh dan kerosene berada dibagian atas
karna massa jenis lebih rendah
3Larutan kerosen + sabumLarutan berwarna keruh
4DikocokLarutan berwarna keruh dan kerosen larut dalam air
5Sabun + air panasBerbusa dan berwarna putih susu (keruh)
6Larutan sabun + kalsium SulfatBusa menghilang dan terdapat
endapan putih pada dasar tabung reaksi
7.Sabun + etanolLarutan berwarna keruh
8. Sabun + etanol + PhenolpthaleinLarutan berwarna merah muda
bening
4.2 Reaksi reaksi yang Terjadi Reaksi Saponifikasi
C3H3(O2CR)3 + 3NaOH 3RCOONa + C3H5(OH)3Lemak/MinyakAlkali
Sabun Gliserida
Reaksi Etanol dan NaOH
C2H5OH + NaOH
C2H5ONa + H2O
4.3 Pembahasan
Sabun dibuat dengan mereaksikan suatu lemak atau minyak dengan
larutan natrium hidroksida pekat. Hasil reaksi (sabun) adalah suatu
senyawa garam natrium dari asam lemak yang digunakan. Proses reaksi
ini disebut penyabunan (saponifikasi). Pada umumnya bahn baku yang
digunakan untuk membuat sabun adalah lemak / minyak. Sumber asam
lemak dengan rantai karbon C16 C18 yang berperan terhadap kekerasan
dan deterjensinya dan lemak / minyak sumber asam lemak dengan
rantai karbon C12 C14 yang berperan terhadap pembusaan. Sabun keras
dibuat menggunakan NaOH, seperti Na-Palmitai dan Na-Stearat,
sedangkan sabun lunak dibuat dari lemak dengan KOH, seperti
K-Palmitat dan K-Stearat (Irdoni & Nirwana, 2015).Bahan-bahan
yang digunakan pada percoban ini adalah 32 ml minyak zaitun yang
berfungsi sebagai bahan baku pembuatan sabun, 20 ml NaOH bertindak
sebagai reaktan, 36ml etanol sebagai pelarut dan 120ml NaCl jenuh
yang berfungsi untuk mengendapkan sabun yang telah terbentuk dan
untuk melarutkan gliserol sebagai hasil samping dari reaksi
saponifikasi sehingga didapat sabun mentah.Etanol digunakan sebagai
pelarut karena etanol merupakan suatu pelarut yang baik untuk
senyawa-senyawa organik, dalam hal ini adalah untuk melarutkan
minyak zaitun yang digunakan. Etanol adalah alkohol dengan dua atom
C. Etanol merupakan senyawa organik yang bersifat semipolar yaitu
senyawa yang dapat bersifat polar karena mengandung gugus OH dan
bersifat nonpolar yaitu CH3+. Dengan pelarut inilah NaOH terlarut
dan dapat bercampur dengan lemak dalam reaksi penyabunan.
Menghasilkan larutan yang berwarna kuning, berbuih, dan terbentuk
endapan-endapan putih. Tanpa adanya etanol, reaksi NaOH dengan
lemak tetap berlangsung. Namun, reaksinya akan berlangsung
lama.
Pada pembuatan sabun dipanaskan dengan suhu 70-80oC,
menghasilkan campuran larutan yang tidak menyatu, setiap larutan
terpisah dan berwarna kuning. Suhu harus terus dijaga agar tidak
mempengaruhi reaksi saponifikasi yang sedang berlangsung. Jika suhu
terlalu tinggi dapat merusak struktur ikatan molekul dari minyak
dan senyawa lain yang digunakan.
Kemudian campuran didinginkan dan larutan mengendap dan semakin
mengental dan larutan etanol telah menguap selama proses pemanasan.
Campuran di tambah NaCl jenuh kemudian diaduk, larutan menjadi
homogen dan berbusa. Endapan sabun akan terbentuk dengan adanya
reaksi ion senama antara garam NaCl jenuh dan ion Na+ pada sabun.
NaCl jenuh akan memperbesar konsentrasi ion Na+.
Campuran yang telah mengental kemudian disaring dengan vacuum
pump. Zat yang tinggal pada kertas saring tersebut adalah sabun
dari hasil percobaan. Setelah sabun selesai dibuat, maka dilakukan
pengujian terhadap sifat sabun.
Dari percobaan yang telah dilakukan berdasarkan pengujian
sifat-sifat sabun, diperoleh bahwa sabun yang telah dibuat memenuhi
sifat-sifat sabun, yaitu: Pada tabung reaksi pertama, sabun dapat
melarutkan minyak dalam air, dikarenakan sabun memiliki bagian
hidrokarbonyang bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non
polar (seperti tetesan minyak), sedangkan ujung ion bersifat
hidrofilik dan larut dalam air. Sehingga sabun dapat melarutkan
minayk dalam air, dan tidak terlihat lagi lapisan yang memisahkan
kedua cairan tersebut dikarenakan telah menyatu setelah ditambahkan
dengan sabun. Pada tabung reaksi kedua, sabun tidak bekerja pada
air yang mengandung mineral dengan menggunakan larutan kalsium
sulfat (CaSO4), pada air sadah sabun tidak berbusa karena ion
stearat bereaksi dengan kalsium, sehingga menjadi keras dan
membentuk komponen yang disebut scum yang tidak larut dalam
kalsium, dan berwarna putih, tanpa ion stearat maka daya
membersihkan dari sabunpun hilang yang ditandai dengan tidak adanya
busa sabun ketika dikocok secara berulang. Bersifat basa karena
berwarna merah muda pada pengujian dengan menggunakan indikator
phenolphtalein. Hal itu menandakan bahwa sabun yang dihasilkan
menggunakan bahan baku minyak zaitun bersifat basa. Karena seperti
yang kita ketahui, bahwa range dari phenolphtalein sebagai
indikator basa pHnya adalah di atas 7 dan warnanya dari bening-pink
kuat (ungu).
CH3(CH2)16COONa + PP
Merah MudaBAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sabun dapat dibuat dengan reaksi saponofikasi, dengan
mereaksikan minyak atau lemak dengan alkali (basa) yang digunakan
etanol sebagai pelarut dan melalui proses pemanasan dengan gliserol
sebagai hasil samping.
2. Penambahan NaCl jenuh mempermudah pengendapan sabun karena
adanya ion sejenis.
3. Sabun bersifat emugulator, karena dapat menghomogenkan
larutan air dengan kerosen.
4. Sabun tidak bekerja pada air sadah, karena tidak terdapat
busa dan membentuk endapan garamnya.
5. Sabun bersifat basa, karena berwarna ungu dengan pengujian
menggunakan indikator phenolphtalein.5.2 Saran
1. Diharapkan kepada praktikan agar memakai pelindung diri
berupa masker dan sarung tangan guna mengantisipasi kontak langsung
dengan zat-zat kimia.
2. Dalam melakukan , diharapkan kepada praktikan agar
berhati-hati dalam mereaksikan zat-zat kimia karena dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain.3. Pemberian warna dan
pewangi sebaiknya diberikan pada saat sabun dan gliserol telah
dipisahkan.Daftar PustakaIrdoni. Nirwana, 2015, Modul Praktikum
Kimia Organik, Pekanbaru: Universitas RiauUtomo, M, F, 2005,
Sintesis dan Karakterisasi Sabun Seng Oleat dan Seng Stearat.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri
Malang.
LAMPIRAN 1
DOKUMENTASI1. Pembuatan Sabun
2. Uji Sifat Sabun
LAMPIRAN 3PERHITUNGANDari data pengamatan
- Berat NaOH Kristal untuk membuat NaOH 2N 250ml : Jumlah
AnionNaOH
Na+ + OH- Berat EkivalenBE = BE = BE = 40
Berat NaOHN = QUOTE
x 2N= 80N = 4 grgr = 20 gram NaOHGambar 14. Campuran
etanol+sabun
Gambar 15. Campuran (14)+indikator PP
Gambar 13. Campuran Kalsium Sulfat+sabun
Gambar 12. Campuran air panas+sabun
Gambar 10. Campuran air+kerosen
Gambar 11. Campuran (10)+sabun
Gambar 9. Sabun yang dihasilkan setelah di vakum
Gambar 8. Campuran disaring menggunakan pompa vacum
Gambar 7. Campuran + NaCl
Gambar 6. Campuran didinginkan
Gambar 5. Campuran (4) di panaskan dan di tutup
Gambar 4. Campuran (3) + NaOH 2 N
Gambar 3. Campuran Minyak Zaitun+Etanol
Gambar 1. Minyak Zaitun
Gambar 2. NaOH 2 N
=
Catatan Tambahan:
Reaksi Asilasi Pembuatan Asetanilida