Top Banner
(Sam Ratu Langie 24 years old in 1914) "We measure ourselves by many standards . . . our strength and our intelligence, our wealth and even our good luck. . . . But deeper than all such things and able to suffice unto itself without them, is the sense of the amount of effort we can put forth. . . .He who can make none is but a shadow; he who can make much is a hero." (The 19th-century psychologist: William James) Sam Ratu Langie in Europe (1913 -1919) (In INDONESIAN and ENGLISH)
35

SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Mar 25, 2016

Download

Documents

About Sam Ratulangie studying in Europe.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

(Sam Ratu Langie 24 years old in 1914)

"We measure ourselves by many standards . . . our strength and our intelligence, our wealth

and even our good luck. . . . But deeper than all such things and able to suffice unto itself

without them, is the sense of the amount of effort we can put forth. . . .He who can make

none is but a shadow; he who can make much is a hero." (The 19th-century psychologist:

William James)

Sam Ratu Langie in Europe

(1913 -1919)

(In INDONESIAN and ENGLISH)

Page 2: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Sam Ratu Langie ke Nederland

(1913)

For English see below

Pada peta kecil diatas kita dapat melihat betapa besar jarak antara

Manado, Jawa dan Amsterdam.

Perjalanan Batavia-Amsterdam di awal abad yang lalu memakan

waktu kurang lebih satu bulan, yakni sekitar 3-4 minggu per kapal dari

Batavia sampai Genoa, Italia, lalu dua-tiga hari per kereta api dari

Genoa ke Amsterdam.

Walaupun demikian banyak pemuda dan pemudi dari "Nederlandsch

Indie" yang memimpikan kemungkinan dapat melakukan perjalanan

ini dengan maksud khususnya untuk menimba ilmu dinegeri jiran.

Page 3: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Sam Ratu Langie (kanan) dengan saudara-saudara sepupunya (1905)

Dibulan Nopember 1912 nenek saya:Augustina RATU LANGIE -

GERUNGAN yang adalah ibunda dari Sam Ratu Langie meninggal di

Tondano, sedangkan suaminya telah wafat beberapa tahun

sebelumnya.

Sam dan kedua kakak perempuannya: Kayes dan Wulan lalu membagi

peninggalan kepemilikan pasangan Ratulangie-Gerungan dan

membuat satu laporan dari pewarisan ini. Dokumen ini kemudian

menjadi bahan rujukan penting pada penyusunan daftar kepemilikan

yang dibuat oleh Sam beberapa bulan sebelum ia meninggal ditahun

1949, yakni sewaktu ia ditahan oleh rejim pendudukan Belanda.

Dalam pembagian yang dilaksanakan antara lain ada satu kintal

berupa rumah di Kampung Pondol kini berada di pusat kota dan

merupakan gereja di Jalan Sam Ratulangi, Manado diwarisi oleh

Wulan dan Sam.

Page 4: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Rumah ini dijual dan hasilnya digunakan untuk pendidikan lanjutan

bagi keduanya. Wulan belajar menjadi guru di Jawa dan Sam ingin

berangkat ke negeri Belanda

Pada seri halaman web ini dan yang berikutnya saya mencoba

menuturkan perihal informasi yang saya temukan di berbagai

dokumen dan buku mengenai masa Sam berada di Eropa. (Lihat

referensi dibawah).

Sam Ratu Langie leaves for Europe (1913)

On the little map above we can see how big the distance between Manado,

Java and Asterdam is.

Traveling that route in the beginning of the previous century took about

one month, which is 3-4 weeks by boat from Batavia (now Jakarta) to

Genoa (Italy) and then two-three days per train from Genoa to

Amsterdam.

Nevertheless there were many youngsters from "Netherlands Indie" who

dreamt about making this journey in order to be able to study overthere.

In November 1912 my Grandmother:Augustina RATU LANGIE -

GERUNGAN who was the mother of Sam Ratu Langie, passed away in

Tondano, Northern Sulawesi. Her husband, my grandfather, had died a

few years earlier.

Sam and his two sisters. Kayes and Wulan made an assessment and

division of the property left by the Ratulangie-Gerungan couple. This was

reported in a document that became an important reference for an

account of Sam’s property that he later made a few months before his

death in 1949 when he was captured by the Durch occupation.

Among the property of the parents was a house in Kampung Pondol, now

in the centre of the city and is now a church at the Jalan Sam Ratulangi.

This property was inherited by Wulan and Sam.

The property was sold and the proceeds used for further education of both.

Wulan studied for teacher in Java and Sam was to go to the Netherlands.

In this and the following websites I try to describe the information found

in various documents and books about the episode of Sam in Europe.

Page 5: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Sam Ratu Langie di Nederland

(1913—1917)

Kebangkitan nasionalisme dalam diri Sam Ratu

Langie

For English text see below

Maka dibulan Mei atau Juni (??) 1913 Sam berangkat dari Manado ke

Amsterdam.Menurut buku yang ditulis oleh Taulu perjalanan Sam

adalah bersama satu keluarga Belanda yang tadinya memiliki

percetakan di Manado dan pada waktu itu akan pulang kenegaranya.

Beberapa waktu setelah tiba di negeri Belanda maka Sam sadar bahwa

ia perlu meningkatkan sumber finansialnya dengan segera bekerja.

Menurut satu sumber yang belum terkonfirmasi Sam mula-mula

bekerja selama beberapa bulan disalah satu pelabuhan di Belanda.

Namun karena Sam adalah seorang pemuda yang cerdas maka ia

segera menyesuaikan dirinya dengan baik dengan situasi setempat. Dan

ia juga menyadari bahwa bakatnya sebagai pengarang dapat

membantunya dalam pencarian nafkah untuk dapat membiayai suatu

kehidupan yang sederhana.

Ia teringat bahwa di sekolah di Tondano maupun di Batavia ia selalu

meraih angka-angka tinggi untuk mata pelajaran Bahasa Belanda.

Page 6: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Karena itu kini ia berupaya dan dapat sukses dalam penulisan naskah-

naskah mengenai "Nederlandsch Indie", nama tanah airnya pada

waktu itu. Tulisan-tulisannya berhasil diterbitkan di berbagai surat

kabar dan mingguan di Nederland.

Tercatat bahwa diakhir 1913 di majalah "Onze Kolonien" telah dimuat

satu tulisan dari tangan Sam yang berjudul "Sarekat Islam" . Dalam

uraian ini ia mengkritik pemerintah (Hindia) Belanda dan pers Eropa

yang tidak mengerti keadaan sebenarnya dari pertumbuhan Sarekat

Islam di Jawa. Pertumbuhan ini menurut hematnya adalah ekspresi

yang tulus dari perasaan rakyat di Jawa dan bukan sebagaimana

secara diskriminatif digambarkan oleh pers Belanda sebagai satu

organisasi yang berbahaya dan perlu dilarang. Kesalah fahaman ini

telah mengakibatkan satu kesenjangan antara rakyat dan pemerintah

kolonial.

Ia sangat memuji pergerakan "Boedi Oetomo" dan pemimpin-

pemimpinnya seperti Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi yang

dianggapnya adalah orang-orang dengan kepribadian tinggi. Pada

penutup uraiannya ia berkata:

"De geschiedenis kan geen enkel volk aanwijzen dat eeuwig

overheerscht is. Moge dan de onvermijdelijke scheiding een

vriendschappelijke zijn, opdat hierna toch steeds de weldadige

wisselwerking van cultuurelementen blijven bestaan tusschen Indie en

Nederland, die zooveel eeuwen door de historie met elkander vereenigt

zijn geweest"

(Sejarah tidak dapat memperlihatkan adanya satupun diantara bangsa-

bangsa terjajah yang mengalami penjajahan untuk selama-lamanya.

Semoga perpisahan (antara Indie dan Nederland) yang memang tidak

akan dapat dielakkan akan berlangsung dalam persahabatan, karena

sesudahnya diharapkan dapat ada hubungan timbal-balik yang

berguna dari unsur-unsur budaya antara Indie dan Nederland yang

telah mengalami kebersamaan dalam sejarahnya selama berabad-

abad.)

Tulisan ini mencengangkan publik ditahun 1913 karena seorang dari

Minahasa yakni suatu daerah yang pada waktu itu terkadang dijuluki

Propinsi ke-12 (Twaalfde Provincie) dari Nederland, dan nota bene

berpenduduk mayoritas Kristen itu dapat menulis suatu analisa yang

cermat mengenai perkembangan keadaan di pulau Jawa. Juga

pandangannya yang jauh kedepan mengenai "perpisahan" antara Indie

dan Nederland, kata-kata mana tak lain berarti kemerdekaan

Indonesia, jelas kurang berkenan ditelinga penjajah.

Page 7: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Akibat dari kegiatan tulis-menulis ini adalah bahwa ia mulai terkenal

dikalangan para pemerhati "Indie" ini dan sering kali diundang untuk

memberikan ceramah mengenai aneka topik tentang negerinya. Ia juga

mulai berkenalan dengan baik dengan pemuda-pemuda Indonesia

lainnya yang pada waktu itu mulai datang untuk belajar di Holland.

Sam juga sering menghadiri pertemuan-pertemuan yang

diselenggarakan oleh "Indische Vereeniging" . Perhimpunan ini pada

awalnya khususnya dikunjungi oleh para senior-senior berbangsa

Belanda yang kebanyakannya adalah pensiunan yang setelah selesai

tugas mereka di Indie dan kembali ke tanah airnya. Kemudian

"vereeniging" ini dimeriahkan oleh kehadiran para pemuda pelajar

Indonesia. Perlu diketahui bahwa dengan semakin banyaknya hadirnya

putera-puteri dari Indie "Indische Vereeniging" ini kemudian (ditahun

1928) menjadi "Perhimpoenan Indonesia".

Kesan yang saya peroleh sewaktu membaca buku "In het Land der

Overheerschers" ("Di Negari Penjajah") adalah bahwa pada awalnya

para pengunjung Holland dari Indie biasanya terdiri dari para

Pangeran-pangeran dan bangsawan dari Jawa Tengah yang lazimnya

hanya tinggal untuk waktu yang singkat di Holland. Namun ada juga

para pekerja atau pembantu rumah tangga yang diajak oleh

majikannya sewaktu yang terakhir ini pulang setelah selesai

melaksanakan tugasnya di Indie.

Akan tetapi pada awal dari abad ke 20 mulai berdatang pemuda-

pemuda brilyan dan terpelajar dari Indie ke negeri Belanda.

Kedatangan pemuda-pemudi ini tentunya adalah dalam rangka

menuntut ilmu namun tidak jarang keberadaan mereka di "Negeri

Penjajah" menyebabkan timbulnya keinginan untuk dapat

memperbaiki keadaan ditanah air. Hal ini disebabkan oleh karena

setelah beberapa waktu di Nederland terasa oleh mereka betapa

tertekan sebenarnya bangsa terjajah dinegeri sendiri. Di Nederland

mereka berdiri setaraf dengan orang-orang Belanda pada hal dinegeri

sendiri mereka selalu harus tunduk dan berada dalam status yang lebih

rendah dari pada penguasa kolonial.

Pada seri halaman web yang berikut saya mencoba menuturkan perihal

informasi yang antara lain saya temukan disuatu berkas dokumen yang

saya peroleh dari "Nationaal Archief", den Haag, Holland, mengenai

masa Sam berada di Eropa.

Page 8: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Sam Ratu Langie, awakening nationalism (1913—

1917)

And so it happened that in May or June (??) of 1913 Sam sailed for

Amsterdam. According to sources (Taulu) Sam traveled together with a

Dutch family who had owned a publishing business (drukkerij) in

Manado and was sailing back to Holland. Upon arrival in Holland he

apparently found out that he soon had to look for ways to increase his

financial resources.

According to unconfirmed information he has found a short time job at as

a worker at one of Hollands ports. However being a smart young man he

soon adapted himself to local circumstances. He also found out that his

talent for writing could eventually provide him with some cash to be

earned for a modest living. He remembered that In Tondano and later in

Batavia he always had good marks at school for the "de Nederlandsche

Taal". Therefore now in Holland, he tried to be successful in writing

articles about "Nederlandsch Indie" as was the name of his native

country at that time. He wrote articles in various papers and publications

in the Netherlands.

It is mentioned that at the end of 1913 in the publication "Onze Kolonien"

an article titled"Sarekat Islam" .was published authored by Sam Ratu

Langie. In this article he critisized the colonial government of the

Netherlands Indies and the European press as ignorant of the real

phenomenon of growth of the Sarekat Islam in Java. According to him

this phenomenon of development was a sincere expression of the feelings

of the people of Java, and not as was discriminatively described by the

Dutch press as a dangerous organization which should be prohibited. This

misunderstanding has caused a serious rift between the Javanese people

and the colonial government.

Sam Ratu Langie also gave high appreciation to the "Boedi Oetomo"

movement and its leaders such as Tjipto Mangunkusumo and Soewardi

whom he thought of as being people with high personality. At the end of

the above mentioned article Sam wrote:

"De geschiedenis kan geen enkel volk aanwijzen dat eeuwig overheerscht

is. Moge dan de onvermijdelijke scheiding een vriendschappelijke zijn,

opdat hierna toch steeds de weldadige wisselwerking van

cultuurelementen blijven bestaan tusschen Indie en Nederland, die

zooveel eeuwen door de historie met elkander vereenigt zijn geweest"

Page 9: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

(History has no records of any nation that is colonialized forever. It is

hopeful that the inevitable separation (of Indie and Nederland) will

proceed in a peaceful way, which should make it possible that also

thereafter the good interaction of cultural elements between Indie and the

Netherlands, that are entwined throughout the many centuries of history,

can continue.)

This article surprised the public of 1913 because a Minahasan, from a

region which is provokingly dubbed as the Twelfth Province (Twaalfde

Provincie) of the Netherlands, and nota bene has a majority of inhabitants

of Christian Believe could write such a careful analysis of a development

in Java. Also about his vision on the future which would involve a

separation of Indie and Netherland, which words actually mean the

"independence" of Indonesia, clearly were not pleasant in the ears of the

colonialists.

As a result of his writings Sam became known amongst the people who are

interested in Indie. He therefore was often also invited to present lectures

on various topics of his country. He also beacame good friends with many

young Indonesians, who started to come to Holland.

Sam also often attended the meetings organized by the "Indische

Vereeniging" . This organization was in the beginning mostly frequented

by Dutch seniors, mostly pensionars returning from their duties in the

colonies. At a later stage the younger people, students from Indie started

to join. It is important to note that due to the fact that later more and more

youths from Indie came, the "Indische Vereeniging" in 1928 changed to

"Perhimpoenan Indonesia"

According to records in the book: "In het Land der Overheerschers" (In

the Country of the Oppressor) it seemed that in the beginning those people

who came from Indie to visit Holland were mostly either princes or

noblemen from Central Java, whose stay over there was only for a

relatively short time, or also on the other hand there were servants who

were brought by their Dutch masters to Holland.

But in the beginning of the 20th century bright and educated young man

and women came from Indie to Holland. These young man and women

came to Holland to further their studies. But after some time of being

overseas they recognized how badly the inhabitants of "Indie" were

treated in their home country by the colonialists. In Holland the young

people were treated as equals whilst in their own home country they

always had to bow and to position themselves at a lower status than the

oppressors.

Page 10: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

In the following websites I try to tell something about the experience of my

father based on what I read among others in a bundle of documents which

I obtained some time ago from the "Nationaal Archief" in den Haag,

Holland.

Menimba ilmu untuk menjadi

guru matematika

For English see below

Pada halaman-halaman web saya yang terdahulu saya menulis

mengenai pengalaman-pengalaman ayah saya setelah tiba di

Nederland. Mungkin oleh karena tekanan ekonomi Sam mulai menulis

artikel-artikel mengenai daerahnya dan juga mengenai tanah airnya

pada umumnya, yang dimasa itu masih dinamakan "Nederlandsch

Indie". Tulisan-tulisannya sempat dimuat diberbagai media cetak.

Topik-topik yang sering ia pilih adalah yang mengenai hal-hal di

kampung halamannya: Minahasa. Berkaitan dengan kegiatan ini maka

Sam mulai terkenal bagi para pemerhati "Nederlandsch Indie". Orang-

Page 11: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

orang ini adalah terutama para pensiunan yang kembali ke Holland

setelah melaksanakan tugas kolonialnya di Indie.

Namun bukan saja orang-orang yang cukup tua ini yang tergolong

pembaca yang setia dari tulisan Sam, akan tetapi juga pemuda-pemuda

yang brilyan yang datang untuk belajar di Nederland tertarik untuk

membacanya.

Adapun sesungguhnya cita-cita Sam adalah untuk dapat menjadi guru

matematika agar dapat turut mencerdaskan bangsa dengan menjadi

pengajar bagi putera-puteri bangsanya.Oleh karena itu ia

mendaftarkan dirinya pada sek olah guru matematika dari Universitas

Amsterdam (UVA), yang waktu itu belum lama sebelumnya didirikan

oleh Prof. Dr. Korteweg dan asistennya Dr. de Vries. Lembaga ini

sampai kinipun masih ada dan bernama: “Korteweg de Vries Instituut

voor Wiskunde (KdVIW)" dan merupakan bagian dari Faculteit der

Natuurwetenschappen, Wiskunde en Informatica dari Universiteit van

Amsterdam.

Kebetulan pada masa itu (akhir abad ke 19) ilmu alam klasik sedang

berada pada puncak pertumbuhannya, khususnya di Eropa. Dan

agaknya Sam terpukau akan peran matematika dalam mendasari ilmu

alam ini dan juga ilmu-ilmu fisika terapan yang semakin berkembang.

Demikianlah maka setelah dua tahun Sam menempuh ujian untuk

memperoleh Sertipikat K I dan berhasil. Adapun pemegang ijazah ini

mendapat otorisasi untuk menjadi guru ilmu matematika pada sekolah

lajutan.

Page 12: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Ternyata ini hanyalah mungkin JIKALAU seandainya Sam Ratu

Langie berkebangsaan Belanda dan bukan adalah "inlander" yang

adalah nama penghinaan bagi orang pribumi di "Nederlandsch Indie"

pada masa itu.Hal ini dialami oleh Sam sebagaimana diuraikan

dibawah ini.

Ditahun 1916 Sam mengajukan satu permohonan kepada Menteri

Urusan Jajahan agar dapat diangkat menjadi guru matematika di

sekolah menengah atau sekolah teknik yang sesuai di Indie. Hal ini

adalah sesuai dengan cita-citanya seperti yang tersebut diatas. Rupa-

rupanya permohonan ini oleh Menteri diteruskan ke Nederlandsch

Indie melalui Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie (yakni

pejabat tertinggi dari pemerintahan penjajah) dan Sam menunggu

jawaban atas surat lamarannya ini. Sambil menunggu ia berusaha

memperoleh pekerjaan pada kementerian urusan Jajahan ini. Ia

diterima dan ditempatkan dibagian statistik dari kementerian ini.

Adapun rupa-rupanya kinerja Sam pada jabatan ini bagus, sampai-

sampai atasannya mempertimbangkan untuk mengusulkan Sam

sebagai pimpinan pada pendirian "Pensioen Fonds" (Jawatan Dana

Pensiun) yang pada masa itu sadang dipersiapkan dan akan

ditempatkan dikota Bandung. Namun ini jelas hanyalah harapan

belaka. Dan seperti disebut diatas, Sam tetap berpegang pada cita-

citanya untuk menjadi guru matematika dinegeri di tanah airnya dan

menunggukan jawaban atas surat permohonannya. Bagi Sam memang

cukup jelas bahwa pemerintah di Nederland tidak berwenang untuk

menentukan secara langsung penempatan pejabat-pejabat di Indie.

Dalam pada itu Sam telah bertemu dengan seorang gadis Belanda

bernama Emilie Suzanne Houtman kelahiran Batavia, 12 Agustus 1890.

Iapun menikah dengannya pada tanggal 21 Oktober 1915 di

Amsterdam. Suzanne telah lulus menjadi dokter dan sedang

mengerjakan disertasinya di Utrecht.Rupa-rupanya ia adalah seorang

yang menaruh perhatian pula akan perkembangan-perkembangan

politis di Indie. Ia juga berpartisipasi secara aktip pada kegiatan-

kegiatan Indische Vereniging di Holland.

Kembali kepada surat balasan GG yang ditunggu-tunggu dan

diharapkan oleh Sam dan isterinya memang tiba akan tetapi tidak

memberikan jawaban positip . Mula-mula disebutkan bahwa pemilikan

Ijazah K I tidak merupakan bukti langsung bahwa ybs. berkemampuan

untuk mengajar, lalu kemudian diberitakan bahwa kalaupun ada

mungkin ia dapat diterima menjadi guru pada kelas 3 dari suatu

Sekolah Dasar Cina-Belanda ("Hollandsch-Chinese Lagere School")

berarti satu Sekolah DASAR dan bukan sekolah MENENGAH.

Page 13: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Kembali pula Sam harus merasakan satu penghinaan rasial seperti

yang pernah dialaminya sewaktu ia pada umur 18 tahun akan memulai

pekerjaannya sebagai teknisi pada Jawatan Kereta Api ("Staats

Spoorwegen") di Jawa Barat. Namun pengalaman-pengalaman ini

tidak mematahkan semangat Sam karena ia mengerti bahwa perlakuan

semacam ini adalah akibat dari sistim kolonial dimana penduduknya

dianggap manusia kelas dua jika dibandingkan terhadap manusia

penjajah dan hal ini tak tergantung dari pada status intelektualnya.

Ada pula satu surat dari GG yang menyatakan bahwa isteri Sam (Suze

Ratu Langie-Houtman) dapat memperoleh pekerjaan sebagai dokter

pemerintah dengan gaji Fl 300,- per bulan.

Kasus Ratu Langie ini, yang tidak dapat diberikan posisi sesuai dengan

kwalifikasinya sempat sampai masuk ke "Tweede Kamer" (DPR

Belanda). Oleh beberapa Anggauta DPR diajukan pertanyaan kepada

Menteri Urusan Jajahan mengapa bisa sampai ada pemuda terdidik

sekalipun tidak dapat memperoleh pekerjaan ditanah airnya sendiri.

Jawaban yang diberikan oleh menteri adalah bahwa (seperti disebut

diatas) tidak ada bukti bahwa Ratu Langie itu mampu mengajar dan

olehnya ditambahkan bahwa itu hanya dapat dibuktikan bila ia

memiliki ijazah Ilmu Keguruan ("Paedagogiek").

Adapun keinginan Sam begitu besar untuk dapat mengajar di tanah

airnya, sehingga segera setelah ia mendengar jawaban Menteri Urusan

Jajahan atas pertanyaan mengenai kasusnya, iapun langsung

mempersiapakan diri dan mendaftarkan namanya untuk menempuh

ujian Ilmu Keguruan tersebut. Dalam jangka waktu 4 (empat) hari ia

mempersiapkan diri untuk melaksanakan ujian tertulis dan ia lulus.

Untuk ujian lisan ia perlu mengambil les privat selama dua bulan,

dimana ia sambil bekerja sekalipun mempersiapkan dirinya. Ternyata

kali inipun ia berhasil lulus. Keberhasilan ini segera dilaporkan

olehnya kepada Menteri Urusan Jajahan yang meneruskannya ke

Nederlandsch Indie, namun berbulan-bulan ia menunggukan

jawabannya yang tak kunjung-kunjung tiba.

Suze menulis surat terbuka yang diterbitkan diharian "Bataviaasch

Handelsblad" tanggal 10 September 1917 berjudul "De Kortzichtigheid

van de Regering" (Pemerintah yang tidak mempunyai visi) dalam mana

pada intinya menilik pada "kasus Ratu Langie" ia mengatakan bahwa

“Ethische Politiek in Indie” (politik etis di Indie) yang katanya

ditempuh di Indie hanya merupakan lipservice saja dan sama sekali

tidak diimplementasikan. Ia juga memberitakan bahwa kini ybs. telah

berangkat ke Zuerich (Swis) untuk melaksanakan disertasinya dalam

Ilmu Matematika di jurusan Filsafat Alam dari Universitas Zurich,

Page 14: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

ketimbang menunggu-nunggu pada hasil keputusan sesuatu

pemerintahan yang tidak berkenan pada dirinya.

Studying to becaome a mathematics teacher.

In my previous websites I mentioned about the experience of my father,

who, upon arrival in Holland from Manado, presumably, due to financial

pressure, began writing in various Dutch papers about topics that

primarily concerned his country which at time was still known as

Nederlandsch Indie. Especially situations and happenings in his region of

birth: Minahasa were often chosen as topics.

Due to this activity in writing he gradually became known to people who

were interested in “Nederlandsch Indie”. These were primarily the

returned pensioners from their colonial duty, who were generally elderly

people of Dutch nationality. But also gifted youngster from “Indie” who

came to study in Holland.

As for Sam, it was his objective to become a mathematics teacher and to

teach mathematics in his home country. It was the time that the classical

mechanics and physics was at its peak especially in Europe. And Sam,

who seemingly was enchanted by the way mathematics serve these

sciences in its practical applications, enrolled at the mathematics teachers

college of the Universiteit van Amsterdam (UvA) . At that time this

institute of the UvA was newly established by Prof. Dr. Korteweg and Dr.

de Vries, and now it still exists named “Korteweg de Vries Instituut voor

Wiskunde (KdVIW)". (See the "Organogram" above)

And so Sam took up the course to become a middle school teacher in

mathematics at this institute and within two years obtained the certificate

K I which entitled him to teach mathematics at a middle school.

At least that was what usually could be reached IF Sam Ratu Langie

should have been a Dutchman and not an “inlander” which is the name

for the inhabitants of “Nederlandsch Indie”.

In 1916 he submitted a request to the Minister for Colonies, to be able to

obtain a position as a teacher in mathematics at a suitable middle or

technical school in his home country. The Minister forwarded the request

to the Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie (which is the highest

post in the colonial government of Ned. Indies.

Page 15: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Whilst awaiting for the answer Sam found a job at the Statistics

Department of the “Ministerie voor Kolonien”. At this job he apparently

performed well. The Department Head even had considered to propose

Sam as leader in a soon to be established “Pensioenfonds” in Bandoeng.

But this were of course only dreams and Sam still maintained his ideals to

become a teacher in his home country and he therefore stood by his

request to the Minister to send him to Ned. Indie for that purpose. Sam

understood that it was beyond the authority of the officials of the

Ministerie in Holland to suggest and decide directly over personnel

positions in Nederlandsch Indie.

In the mean time Sam had met a girl named and married Emilie Emilie

Suzanne Houtman born on 12 August 1890 in Batavia. They married on

21 October 1915 in Amsterdam. Suzanne had studied medicine in Utrecht

and was working on her dissertation in Utrecht. She was apparently

politically interested and actively participating at the meetings in the

Indische Vereeniging in Holland.

At last there was a letter from the Gouverneur Generaal van Nederlandsch

Indie in which however no positive response to the requests of Sam and

his wife was given. In the beginning it was mentioned that there was an

opinion from the involved authorities in Ned. Indie that having a K I in

mathematics certificate “does not automatically proof that the owner of

the certificate was able to teach” later it was written that EVENTUALLY

Sam could teach at the third grade of the Hollandsch-Chinese LAGERE

School (which means at a PRIMARY school).

Again a humiliating and discriminating experience for the Sam, who

previously already had a taste of racial discrimination when he was 18

years old and was starting his job as a technician at the “Staats

Spoorwegen” in West Java. These experiences did not discourage Sam but

he understood that these were the consequences of being from a country

which is colonialized and where its inhabitants are second rated as

compared to the colonializers, whatever their intellectual status. There was

a letter however mentioning that Sam’s wife (Suze Ratu Langie -

Houtman) could eventually be accepted as a “Gouvernementsch arts” to

be placed in Ned. Indie on a salary of Fl 300,- per month.

The case of Ratu Langie who could not get a teaching position according

to his qualifications even reached the Dutch Parliament, "de Tweede

Kamer" in the Netherlands. A few members of the parliament questioned

the Minister for Colonies on how it was possible that a well educated

young person from Indie could not get reasonable appreciation to be able

to work in his home country. The answer given by the Minister was that

Page 16: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

there was no proof that Ratu Langie could be a good teacher, as such only

could be guaranteed by having a Teachers College Certficate.

Sam’s eagerness to reach his ideal job was so big that he directly tried to

fulfill this demand and registered to obtain his degree in Paedagogiek

(teaching). Within four days after the anouncement at the parliament he

succeeded in passing his written examination. Further on he had to take

private lessons for two months, besides of working at the Ministry, to

prepare himself for the oral examination in Paedagogiek. In this again he

succeeded smoothly.

This progress was reported by him to Minister who again furthered it to

the Ned. Indie government and Sam waited for months and months and

still no answer was obtained to his request. His wife wrote a letter that was

placed in the “Bataviaasch Handelsblad” of 10 September 1917 in which

she informed the public about the case Ratu Langie as being what she

called: “De Kortzichtelijkheid der Regering” (The myopia of the -colonial-

government ) in which she said that the words of “Ethische Politiek in

Indie” (The ethical Policy in Indie) really were only words and that they

are not implemented at all. She also added that Sam Ratu Langie had

already left for Zuerich in Zwitserland to make his dissertation over there,

rather than to keep waiting for decisions from a government that does not

approve of him.

G.S.S.J. Ratu Langie, Zuerich,

Swiss (1917 - 1919)

Belajar dan membina persahabatan internasional.

Page 17: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Zurich University (rear view)

For English see below

Sebenarnya keinginan Sam adalah untuk meneruskan pelajarannya

pada Prof. Dr. Korteweg dari Universiteit van Amsterdam.

Kepribadian,jiwa kepeloporan, pandangan dan pesona professor ini

agaknya cocok dengan jiwa Sam. Jiwa pembaharu yang membutuhkan

suatu keyakinan yang tentunya juga ditopang oleh penguasaan

keahlian dibidangnya seperti yang dimiliki oleh Prof. Korteweg seakan-

akan mejadi suri tauladan bagi Sam.

Sam ingin melaksanakan disertasi dibidang matematika di lembaga ini

dan rupa-rupanya telah meminta tugas ataupun tema untuk ini.

Prosedur administratip pun dimulai dengan mengajukan permohonan

kepada pihak universitas. Namun nama Ratu Langie telah mulai

mendengung diarena politik Belanda berkaitan dengan tulisan-

tulisannya di berbagai media dan juga terkait interpelasi di Tweede

Kamer mengenai tidak diperolehnya bidang pekerjaan bagi Sam di

Nederlandsch Indie.

Page 18: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Walaupun didukung oleh Prof. Korteweg permohonan Sam ditolak

oleh Dewan Universitas. Alasannya adalah karena Sam tidak memiliki

Ijazah Hogere Burgerschool (HBS), Lyceum ataupun Gymnasium hal

mana (katanya) dipersyaratkan untuk dapat diizinkan menempuh

ujian doktor. Sam hanya memiliki ijazah Sekolah Teknik, dan ternyata

ijazah K 1-nya sama sekali tidak dipertimbangkan. Pada hal ada satu

kasus pendahulu mengenai seorang yang berkebangsaan India yang

pernah berhasil mengerjakan dan lulus pada ujian doktor di UVA

walaupun tidak memiliki ijazah HBS, Lyceum atau Gymnasium.

Berkat hubungan baik yang diperoleh Sam melalui Indische

Vereeniging, dimana ia pernah menjadi ketua selama satu periode

(1915-1916) maka Sam mempunyai banyak kenalan orang Belanda

(senior) antara lain seorang yang bernama Mr.J.H.Abendanon .

Adapun Mr. Abendanon ini adalah pensiunan Direktur Pendidikan dan

Kebudayaan (Departement Onderwijs en Eeredienst) di Batavia dan

merupakan sosok pemerhati putra-putri bumi putera yang berbakat.

Isteri Mr. Abendanon adalah kawan pena dari R.A. Kartini yang mana

surat-suratnya kemudian diterbitkan dalam satu buku: "Door

Duisternis tot Licht" (Dari gelap terbitlah terang).

Sam memohon nasihat kepada Mr. Abendanon dan beliau

mengusulkan agar Sam berupaya meneruskan studinya ke Negeri Swis,

misalnya di Universitas Zuerich. Hal ini dilaksanakan oleh Sam, dan

dengan membawa Ijazah serta surat rekomendasi dari Prof. Korteweg

mendaftarkan dirinya pada Natur-Philosophischen Fakultaet

Universitas Zuerich. Ia berhasil diterima untuk meneruskan studi

doktoralnya.

Untuk membiayai kehidupannya di Swis Sam harus banyak menulis

dan juga memberi ceramah. Ia sempat ditugaskan sebagai wartawan

oleh suatu media cetak dari Nederland untuk mengcover satu

Konperensi Internasional di Wien.

Di celah-celah pembahasan resmi konperensi itu di Press-room ada

pula diselenggarakan satu pertandingan tidak resmi, dimana antara

para wartawan yang hadir ditandingkan kemampuan penguasaan

berbagai bahasa. Yang menguasai paling banyak bahasa ternyata

adalah kakak kandung dari R.A. Kartini, bernama R. Sosrokartono

yang diutus dari Amerika Serikat dimana ia sedang bekerja sebagai

wartawan. Beliau ini menguasai lebih dari duapuluh macam bahasa

sedangkan yang kedua adalah Sam yang mampu berbahasa Belanda,

Jerman, Inggeris, Perancis, Melayu dan Tondano.

Page 19: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Pada waktu itu negeri Swis banyak dikunjungi pemuda-pemudi dari

berbagai negara. Hal ini disebabkan oleh karena Swis adalah negara

yang netral dalam Perang Dunia ke I yang waktu itu sedang melanda di

Eropa. Universitas-universitas Swis Juga menarik bagi para pemuda

dari Asia untuk belajar. Sam yang bersifat mudah bergaul banyak

mendapat kawan dari berbagai negara. Konon sebagai rekan Sam

tercatatJawaharlal Nehru, pejoang kemerdekaan India. Bersama

kawan-kawannya mereka bersefaham untuk mendirikan satu asosiasi:

"Association d'Etudiantes Asiatique" (Asosiasi Mahasiswa Asia), dan

Sam dipilih untuk menjadi Ketua yang pertama asosiasi ini.

Dalam pada itu di Holland, khususnya di Ministerie van Kolonien

(Kementerian Urusan Jajahan) masih terus diproses permohonan Ratu

Langie untuk memperoleh pekerjaan sebagai guru matematik di Indie.

Dalam kumpulan dokumen-dokumen dari Nationaal Archief ada

laporan dari satu rapat pada sekretariat kementerian tersebut dimana

dinyatakan bahwa Menteri ingin mengetahui APA yang sebenarnya

sedang diperbuat Ratu Langie itu di Swis.

Kebetulan Menteri mengenal Rektor dari Universitas Zuerich yang

bernama Prof. Dr. C. Schroeter. Menteri pernah bertemu dengan

profesor ini sewaktu berkunjung ke Suriname. Iapun melayangkan

surat kepada profesor tersebut dalam mana ia memohon kiranya dapat

diberikan informasi secara konfidensial perihal seorang mahasiswa

yang bernama Ratu Langie yang katanya membuat disertasinya dalam

ilmu matematika.

Ternyata Rektor menjawab atas permintaan ini dalam dua surat:

dalam surat pertama (23 Oktober 1917) rektor mengatakan bahwa ia

telah mengecheck pada pengajar ilmu matematika : Prof. Dr. Fueter,

yang mengatakan bahwa memang ada mahasiswa yang bernama Ratu

Langie sedang rajin mengerjakan disertasinya dan akan selesai dalam

beberapa waktu lagi. Dalam surat yang kedua (15 Desember 1917)

beliau mengucapkan terima-kasih atas kiriman majalah-majalah

(mungkin khusus mengenai Suriname) dan juga memberi kabar bahwa

beliau telah sempat menghadiri satu seminar yang diselenggarakan

oleh Persatuan Mahasiswa Belanda di Zuerich, bernama "Hollandia".

Pada acara ini Sam Ratu Langie menjadi penceramah dan ia

membahas perihal "Volksbewegung" (Pergerakan Nasional) di

negerinya: Ned. Indie. Prof. Schroeter menilai presentasi ini sangat

menarik dan komentarnya adalah bahwa materi disajikan dengan

sangat objektip dan "loyaal" (Editor: Mungkin dimaksudkan disini

adalah "setia kepada Kerajaan Belanda"). Rektor menyatakan bahwa

pada umumnya ia mendapat kesan yang sangat baik dari pemuda itu.

Memang pada waktu itu sekalipun, Sam sudah tahu bahwa ia harus

Page 20: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

berhati-hati dalam tutur kata, agar tidak diberikan predikat "opruier"

(penghasut). Namun karena ia memiliki perbendaharaan kata yang

cukup luas ia berhasil menjaga keselamatan dirinya, dan tidak pernah

mendapat kesulitan dengan pihak berwajib selama di Eropa.

Selain dari pada upaya untuk mengetahui tindak-tanduk Ratu Langie

di Swis melalui para pengajar, menteri juga merasa perlu mengetahui

mengenai persyaratan dan peraturan yang berlaku untuk dapat

melaksanakan "doktorarbeit" (karya doktor) pada universitas di

negeri Swis. Informasi ini diperolehnya dari tangan Mr. Abendanon.

Dibulan Maret 1918 Mr. Abendanon menyampaikan dua surat kecil

(kattebelletje) yang mana mencantum nama pengirim dipojok kiri atas.

Gambar 1.

Dalam surat yang pertama ia memberitahukan bahwa judul thesis yang

sedang dilaksanakan oleh Sam adalah: "Lineare Kegelschnitten

(Systemen/Geweben) in vollstaendigen Ebenen und ihre raumliche

analogen." (Lihat Gambar 1). Diberitahukan juga bahwa topik ini

termasuk bidang "Synthetische Geometrie" dimana ahli-ahli khusus

bidang ini yang ada di Nederland adalah: Dr. Hendrik de Vries,

Amsterdam (Editor: murid dari Prof. Korteweg, Amsterdam), Dr. Jan de

Vries dari Utrecht dan Prof. Dr. Schuh dari Delft. Selain dari pada itu

sebagai lampiran beliau sampaikan sebuah booklet berjudul

"Reglement ueber die Erteilung der Doktorwuerde an der

mathematisch-naturwissenschaftlichen Abteilung der philosophischen

Fakultaet der Universitaet Bern" yang dititipkan oleh Sam Ratu Langie

kepadanya. (Sebagaimana diketahui: Bern adalah satu kota di Swis

yang berdekatan dengan Zurich.)

Page 21: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Gambar 2.

Dalam surat kedua (Lihat Gambar 2) tercantum nama-nama 6 (enam)

Orang Belanda yang lulus Doktor di Universitas Swis dan mendapat

kedudukan yang cukup tinggi di Ned. Indie yakni: Dr. Bernard, Kepala

dari "Stasiun" teh (Bogor), Dr. .... (?) Kepala dari ....."Stasiun"

garam(?), Dr. Visser (?), Kepala dari "Stasiun" tembakau (Medan), Dr.

Schmidt, Kepala dari "Stasiun" gula (Pasuruan), Dr. Nieuwenhuis,

Pejabat Pemerintah (Kolonial) di Batavia dan Dr. Burger, Pejabat pada

Departemen Pertanian. Data-data ini disampaikan oleh Mr. Abendanon

kepada Kementerian Urusan Jajahan dari dan atas permintaan Sam

Ratu Langie.Dari isi kedua kattebelletje ini kita dapat simpulkan

bahwa hubungan Mr. Abendanon dengan Sam Ratu Langie adalah

sangat dekat dan bagaikan hubungan seorang "mentor" terhadap anak

asuhnya.

Studying and gaining international

friendships in Switzerland (1917 - 1919)

Actually it is Sam's desire to continue his studies as a doctoral candidate

of Prof. Dr. Korteweg of the Universiteit van Amsterdam. This Professor's

character: his personality, his drive to open up new "territories"in

science, his views, which of course were based on his expertise in his field,

seemed to synchronize with those of Sam's.

As he intended to continue his studies in this institution, for which he

seemingly already obtained an asignment, he began with the

administrative procedures. However because Sam's name was already

associated with his writings in the various media and especially also in

Page 22: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

relation to what had happened in the Dutch Parliament, the University did

not approve his request although he was recommended by Prof. Korteweg.

The reason for this as mentioned by them was due to the fact that Sam did

not possess a certificate of neither the Hogere Burger School (HBS) nor

the Lyceum or Gymnasium, which as they claim was necessary for the

doctoral studies at the UVA. Sam only had a certificate of a technical

school, and his K 1 certificate was totally ignored. This was even though

there was a previously nearly similar case that happened to a doctoral

candidate from India who was allowed to further study at the UVA to

finish his doctoral study even though he was not in the posession of

mentioned higher middle school.

Among the good relations which Sam had through the Indische

Vereniging, where he was chosen to be a chairman for one period (1915-

1916) was Mr.J.H.Abendanon . The latter was previously Director of

Education and Culture in Batavia, and was very friendly to gifted students

from Nederlandsch Indie. This attitude he maintained even after his

retirement when he returned to the Netherlands. His wife was a penfriend

of R.A. Kartini and these letters were later published in a book titled

"Door Duisternis naar Licht" (From Darkness to Light).

Sam sought advice from Mr. Abendanon about what he should do. Mr.

Abendanon suggested to him to try to finish his doctoral studies at

theNatur-Philosophischen Fakultaet of the University of Zuerich. This

was done by Sam and he brought with him his certificates and also a

recommendation letter from Prof. Korteweg. This time he was successful

to be accepted and he could start to continue his doctoral studies.

To provide for his living in Switzerland Sam had to work hard and he

wrote many articles and gave various presentations. He even was send by

a Dutch newspaper to cover a conference in Vienna. Parallel to the

official conference in Munich, an in-official competition was arranged in

the pressroom. The question was WHO of the available journalists had

good command of the most number of languages. It turned out that the

winner was an Indonesian: R. Sosrokartono , who at that time was

assigned by an American (US) newspaper as journalist to cover the

conference. He was able to speak over twenty different European and

Asian languages. Sosrokartono was the elder brother of R. A. Kartini. And

as second in place came Ratu Langie who could speak at least six

languages fluently: Dutch, German, English, French, Melayu and the

Tondanese language.

At that time Switzerland was visited by many young people from abroad. It

was because the country took a neutral stance in the First World War that

was going on in Europe. Swiss universities were also attracting young

Page 23: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

people from the east to study. Since Sam had an easy going character he

got many friends from other Asian countries. It was said that among the

friends of Sam was also a student from India who was visiting Swiss

named Jawaharlal Nehru when he was in Switzerland. Together with his

Asian friends Sam established a student association: "Association

d'Etudiantes Asiatique", and became its first chairman.

In the mean time in Holland, specifically at the Ministry for Colonial

Affaires, Sam's request for a mathematics teaching job in Indie was being

processed further. Among the documents from the Nationaal Archief in

my posession is a report of a meeting in which the Minister mentioned that

he wanted to know WHAT actually was done by Ratu Langie in

Swtzerland.

It was a coincidence that the Minister was aquainted with the Rector of

the Zurich University named Prof. Dr. C. Schroeter whom he has met

during a visit to Suriname. A letter was sent to the professor asking about

a student named Ratu Langie. There were two letters as answer from the

Rector to the minister. The first was that there gave the information that

the student Ratu Langie is indeed studying diligently, working at his

Doktoarbeit and this might be completed within two semesters more. was

indeed a student named Ratu Langie. He further informed that he willask

the Mathematics professor of the University: Prof. Dr.Fueter about this

student. In the second letter the of Prof. Scroeter he thanked the Minister

for sending him periodicals about Suriname. He further Prof. Schroeter

also informed that he has attended an event organized by the Dutch

student association "Hollandia". On this occasion Ratu Langie gave a

lecture about the developments in the social movement in his country.

Prof. Schroeter found the presentation very interesting and assured the

Minister that it was held in an objective and "loyal" tone. (It might be that

herewith was meant :"loyal to the Kingdom of the Netherlands". It was

true that even at that Sam already knew that he should be very careful in

the choice of his words, in order not to be alleged as an "opruier" (A

person who drives other people to negative actions). But due to Sam's vast

vocabulary he was always able to safe himself from any dificulties with the

Dutch government officials as long as he was in Europe.

Besides of the efforts of the minister to know the activities of Sam through

his Professors, he also wanted to know what the criteria and regulations

are for someone to be able to make his doctoral studies at a University in

Switzerland. In the month of March 1918 Mr. Abendanon delivered two

small letters: the so called "kattebelletjes" carrying his name on the left

upper corner. In the first letter he informed the Minister

Page 24: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Exhibit 1.

In the first letter Mr. Abendanon informed the Minister of the title of

Sam's dissertation was: "Lineare Kegelschnitten (Systemen/Geweben) in

vollstaendigen Ebenen und ihre raumliche analogen." He also added that

this topic belongs to the area of "Synthetische Geometrie" and that the

experts in this field in Holland are: Dr. Hendrik de Vries, Amsterdam

(Editor: Assistent of Prof. Korteweg, Amsterdam), Dr. Jan de Vries of

Utrecht and Prof. Dr. Schuh dari Delft. Besides of that he also attached a

booklet titled: "Reglement ueber die Erteilung der Doktorwuerde an der

mathematisch-naturwissenschaftlichen Abteilung der philosophischen

Fakultaet der Universitaet Bern" which he forward from Sam Ratu

Langie's hands.

Exhibit 2.

In the second letter Mr. Abendanon mentioned the names of 6 (six)

individuals who were Doctorates of the University of Zurich and had high

positions in Nederlandsch Indie: Dr. Bernard, Head of the Tea Station at

Bogor, Dr. .... (?) Head of the Salt Station(?), Dr. Visser (?), Head of the

Page 25: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Tobaco Station (Medan), Dr. Schmidt, Head of the sugar Station

(Pasuruan), Dr. Nieuwenhuis, Government Official at Batavia and Dr.

Burger, Official at the Agricultural Department. All f these data were

submitted by Mr. Abendanon to the Minister of Colonies on kind request

of Sam Ratu Langie. From all of this we may conclude that Mr.

Abendanon was as a "mentor" to Sam Ratu Langie.

Menteri Urusan Jajahan, Gubernur Jenderal dan Sam Ratu Langie

Membaca dokumen-dokumen dari Nationaal Archief sangat

mengasyikkan. Pertama-tama perlu dikagumi ketekunan dalam

berarsip dimana semua dokumen yang saya dapatkan tertata rapih.

Kemungkinan besar selama bertahun-tahun disimpan dengan baik dan

belakangan ini mungkin dalam bentuk microfiche.

Adapun dokumen-dokumen yang saya peroleh kebanyakannya berupa

draft (konsep) surat dan juga ada beberapa laporan intern dan

beberapa surat masuk. Sebagaimana biasa, draft ini disusun oleh

Sekretaris. Pada dokumen-dokumen yang saya temukan draft setiap

halaman dibagi dua. Paruh halaman sebelah kanan dipakai untuk

menulis draftnya.Paruh halaman sebelah kiri dipakai untuk koreksi

yang dirasakan perlu ditulis oleh pejabat yang berwenang, dalam hal

ini Menteri Urusan Jajahan waktu itu. Kesemuanya ditulis tangan

dengan tulisan zaman dulu yang dalam bahasa Belanda disebut

"schoonschrift" (tulisan indah).

Cara menulis ini saya masih sempat pelajari, yakni dengan irama

"dun-dik" (tipis-tebal). Namun jikalau yang harus ditulis berjumlah

besar maka tulisan sang sekretaris sudah tidak begitu "schoon" lagi,

bahkan sulit bagi saya untuk membacanya. Perlu diingat bahwa waktu

itu belum semua instansi yang mampu membeli mesin tik, sedangkan

mesin fotokopy belum ada sama sekali. Jadi kebanyakan dokumen

yang saya peroleh berupa "surat keluar" hanya draft-nya saja,

sedangkan asli dari surat keluar tidak ada. Hal ini walau

bagaimanapun memberikan satu "insight" juga mengenai nuansa-

nuansa yang (mungkin) ada dalam pemikiran pejabat kolonial terkait.

Disamping ini perlu juga diingat bahwa bahasa Belanda seratus tahun

lalu (sangat) berbeda dengan yang digunakan sekarang. Apalagi bahasa

resmi yang wajib digunakan dalam surat/dokumen dulu terkadang

sangat sulit dikomprehensikan oleh saya.

Page 26: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Misalnya antara lain terdapat satu DRAFT untuk surat dari Menteri

Urusan Jajahan masa itu (1917 - 1919) kepada Gouverneur Generaal

(masa itu). Surat ini dikirim tanggal 16 Maret 1918 dimana satu

potongan dari draftnya adalah seperti tertera pada Gambar 3.

Didalamnya tertera bahwa setelah uraian panjang lebar mengenai

temuan-temuan yang diperoleh dalam rangka penelitian (lihat Website

terdahulu) yang telah dilaksanakan oleh Menteri mengenai "de zaak

Ratu Langie" (Kasus Ratu Langie) ia menulis (lihat koreksi diparuh

kiri Gambar 3.):

Gambar 3.

"...... en alsdan dient mijns inziens, .... ter voorkoming van den indruk,

dat de Regering het ondernemen van hoogere studien door Inlanders

onwelwillend gezind is, over formeele bedenkingen tegen de plaatsing

van den heer Ratu Langi in Landsdienst, zoveel mogelijk te worden

heen gestapt. Gaarne zou ik dan ook van U.E. vernemen of na

kennisneming van het voorstaande, nog bepaald overwegende bezwaren

tegen de uitzending van den heer Ratu Langie blijven bestaan, zoo niet

dan stel ik mij voor hem na zijn promotie daarvoor uit te zenden."

" ..... dan menurut pendapat saya, .... untuk menghindari kesan bahwa

Pemerintah tidak menyukai upaya para "Inlander", untuk menuntut

Page 27: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

ilmu pendidikan tinggi, kiranya keragu-raguan formal mengenai

penempatan tuan Ratu Langi sedapat mungkin dapat teratasi. Karena

itu saya akan sangat menghargai untuk dapat mengetahui apakah dari

pihak Yang Terhormat Tuan (Gubernur Jenderal) masih ada

keberatan-keberatan tentang pengiriman Ratu Langie, dan jika tidak

maka saya mengusulkan untuk mengirimnya setelah ia menyelesaikan

promosinya."

Jawaban atas usul ini disusun oleh Gouverneur Generaal dalam satu

telegram yang dikirim dari "Weltevreden"(Jakarta, Menteng) tanggal

19 Nopember 1918 dan diterima di 's Gravenhage (den Haag) pada

tanggal 29 Nopember 1918.Telegram adalah sebagai balasan dari surat

tanggal 13 Maret 1918 (!!!) dan pada intinya menyampaikan bahwa

Gubernur Jenderal setuju dengan usul Menteri.

The Minister for Colonial Affairs, the Governor General and Sam Ratu Langie

Reading the articles of the Nationaal Archief is extremely interesting.

Firstly I salute the consistence in the archiving, where all documents

which I obtained were very orderly put together. Many decennia the

documents were kept safely and it could be possible that lately they were

kept as microfiches in the archive.

The documents which I received mainly were copies of "drafts" of letters

and internal reports and also some incoming letters. As usually done

drafts are made by the Secretary, at those documents which I got most of

the sheets were divided in two parts. The right half was used to write down

the draft whilst the left part was used by the executive involved, in this

case the Minister for Colonies at that time. It was all written inwhat the

Dutch called " Schoonschrift" (the beautiful writings). This way of

writing even I had to learn when I was at the Grammar School. This

writing has a rythm of "thin-bold-thin-bold" and really looks beautiful

when done well. But when you have to write much and fast it becomes

rather distorted and not "schoon" anymore, and for me difficult to read.

It should be kept in mind that at that time not all offices are able to buy

typing machines, whilst the photocopying machine was not invented yet.

This however on the other side made it possible for me to get some insight

on the nuances which possibly were in the mind of the respective

colonialists. Besides that it is important to note that the Dutch language

differs (very much) of that used today. Especially the formal written

Page 28: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

language that one was obliged to use sometimes turned out to be difficulut

to comprehend for me.

As an example there was a letter of the then Minister for Colonial Affairs

(1917-1919) to the Governor General (of the time). This letter was dated

March 16th 1918 and a part of it I scanned as is on Exhibit 3. In that

letter, after a long story about the investigations made by the Minister in

Holland regarding the "Zaak Ratu Langie" (Ratu Langie Case) (see my

previous website) it was stated that (as can be seen at the left half of

Exhibit 3):

Exhibit 3.

"...... en alsdan dient mijns inziens, .... ter voorkoming van den indruk, dat

de Regering het ondernemen van hoogere studien door Inlanders

onwelwillend gezind is, over formeele bedenkingen tegen de plaatsing van

den heer Ratu Langi in Landsdienst, zoveel mogelijk te worden heen

gestapt. Gaarne zou ik dan ook van U.E. vernemen of na kennisneming

van het voorstaande, nog bepaald overwegende bezwaren tegen de

uitzending van den heer Ratu Langie blijven bestaan, zoo niet dan stel ik

mij voor hem na zijn promotie daarvoor uit te zenden."

Page 29: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

" ..... and according to my opinion, .... to prevent the impression that the

Government dislikes the effort of the "Inlander" to the pursuit of higher

education, the formal uncertainties of the assignment of Mr. Ratu Langi

in the countries service, should be overcome as much as possible.

I would appreciate it to know from Your Excelence side after being

informed of the previously mentioned, whether there still are any

complaints against sending Mr. Ratu Langie, and if not I would propose

to send him after his promotion."

The answer on this proposal was given in a telegram from the Governor

General sent from "Weltevreden" (Jakarta, Menteng) on the November

19th, 1918 and received in 's Gravenhage (the Hague) on November 29th,

1918 (!!!) and essentially informed that the Governor General agreed with

the proposal of the Minister.

Surat penting dari Dr.G.S.S.J. Ratu Langie dan lampiran yang hilang.

Didalam berkas saya ada kopy dari 9 (sebilan) surat dari Sam Ratu Langie kesemuanya diarahkan kepada Y.M. Menteri Urusan Jajahan. Surat yang ke enam tertanggal 2 Januari 1919 saya scan dan hasilnya adalah seperti pada Gambar 4:

Page 30: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Gambar 4.

Surat itu pada pokoknya memberitakan bahwa : Pada tanggal 17 Desember 1918 ia telah lulus di Zurich memperoleh "Doctorsgraad" dalam bidang Ilmu Pasti dan Alam (Filsafat).

Juga bahwa ia mendengar tentang adanya lowongan untuk pengajar ("leeraar") ilmu pasti (pada sekolah menengah di Indie) dan memohon agar ia dipertimbangkan untuk mengisi lowongan itu.

Disamping itu pula bahwa bersama surat itu ia melampirkan "Afschrift" dari Ijazah Doktor-nya dimana "aslinya telah dilihat oleh Yang Mulia Tuan Sekretaris Menteri".

Namun, sayang dibalik sayang, dalam berkas yang saya peroleh "Afschrift" Ijazah Doktor itu TIDAK ADA. Entah bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi saya sampai kini tidak mengerti.

Dokumen-dokumen selanjutnya adalah mengenai persetujuan Menteri Urusan Jajahan untuk mengangkat (Draft Surat Keputusan) Dr. G.S.S.J. Ratu Langie untuk ditempatkan di Indie sebagai guru ilmu pasti pada salah satu sekolah menengah, sedang isterinya diangkat sebagai

Page 31: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

pejabat kesehatan, masing-masing dengan gaji bulanan yang cukup besar sehingga memberikan kesempatan kepada kedua-duanya untuk hidup layak bagaikan layaknya orang kolonial di Nederlandsch Indie.

Ternyata jabatan ini oleh Sam Ratu Langie hanya diemban selama 2 tahun lebih. Alasan untuk berhenti dari jabatan yang telah diperjuangkannya selama bertahun-tahun dengan begitu gigih belum saya temukan, akan tetapi satu kemungkinan adalah bahwa ia jenuh dengan hidup bagaikan "zwarte Hollander" (Belanda Hitam). Pergaulan dengan berbagai Ondernemings Directeuren (Direktur-direktur Perkebunan) dan orang-orang Bule sejenisnya sesuai dengan "rang en stand" (pangkat dan tingkat hidup) pegawai negeri Belanda. Rekreasi di "Societeit" yang hanya teruntuk bagi orang kulit putih yang arogan dan melihat rendah pada "inlander" yang patutnya (menurut mereka), hanya cocok sebagai jongos dan babu saja.

Dalam satu kesempatan ia turut serta dalam satu Seminar mengenai Ilmu Pasti di Bandung dan menyampaikan satu kertas kerja yang berkenaan dengan Euclides. Mungkin disana pula ia bertemu dengan rekan-rekan seperjuangan dulu di Nederland dan atas dasar pertemuan ini ia memutuskan untuk berwira-swasta dan pindah ke Bandung.

Ia mendirikan perusahaan asuransi yang dinamakannya "Assurantie Maatschappij Indonesia". Papan nama yang terpampang didepan kantor domana tercantum: "Indonesia"menarik perhatian dari seorang mahasiswa Technische Hoogeschool yang kebetulan liwat dengan bersepeda. Mahasiswa itu masuk dan bertemu dengan pemilik Assurantie Maatschappij ini. Ternyata mahasiswa tersebut adalah Soekarno, bakal Presiden Pertama Republik Indonesia.

Meninjau kembali sambil menulis ini, hanyalah dua pertanyaan yang timbul pada benak saya pertanyaan pertama adalah: "Mengapakah mesti begitu sulit untuk Ayah saya agar ia dapat mengajar kepada anak-anak bangsanya sesuai dengan haknya dan keahliannya?" Jawaban akan pertanyaan ini bagi kita telah tahu dan tak perlu dikemukakan disini lagi. Jawabannya adalah sama dengan jawaban pada pertanyaan: "Mengapakah Ayahanda dari Sam Ratu Langie yakni Jozias Ratu Langie (Kakek saya) setelah selesai dengan studinya menjadi guru di negeri Belanda ditahun 1887 - 1889 tidak diizinkan meneruskan pendidikan untuk menjadi pendeta karena ditolak oleh Pemerintah (kolonial) Nederlandsch Indie?"

Sedangkan pertanyaan kedua adalah: "Mengapakah setelah lebih dari 50 tahun ayah saya meninggal masih ada yang merasa perlu untuk menjelekkan namanya dengan melancarkan berbagai isyu?" Bahkan sekarang juga masih ada dilaksanakan "penelitian" yang bertujuan dijadikan isyu baru untuk mendiskreditkan Alm. Ayah saya.

Page 32: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

Pertanyaan kedua ini tidak terjawab semudah pertanyaan pertama, namun kita simak sendiri-sendiri saja.

An important letter of Dr.G.S.S.J. Ratu Langie and a missing attachment.

In my folder there are copies of 7 (seven) letters of Sam Ratu Langie, alladdressed to the Minister for Colonial Affaires. I have scanned the sixth letter and the resuld is on Exhibit 4:

Exhibit 4.

Page 33: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

In essence the letter conveys the following informations:

That on 17 December 1918 he obtained his "Doctors degree" in Mathematics and Physics (Philosophy).

Also that he had information on a vacancy for a teacher in mathematics at a secondary school in Indie and he applies for to fill this vacancy.

He also informed that attached with that letter was an "Afschrift" (written copy) of his Doctor Certficate, of which the original has already been seen by "His Excellency the Secretary of the Minister". But it is truly a pity that this document (the written copy of the Doctor Certificate) was not in the file which I received. How this could be possible I do not understand until now.

Further documents are about the approval of the Minister for the appointment of Dr. G.S.S.J. Ratu Langie as a science teacher at a secondary school, whilst his wife became an officer at the health department, each of them with good renumeration to be able to live well as a colonial official in Netherlandsch Indie.

It turned out later that Sam Ratu Langie only was at that position for somewhat more than two years. I can only make guesses about the reason why he quit the job for which he had fought fiercely for years, but one of the reasons could be that he was fed up with a life as a "black Dutchman" amongst plantation directors and other white people of that kind, according to "rang en stand" (position and standing) as expected of a Dutch Government official.

Recreation at the "Societeit" which is only for arrogant whites who in fact look down at the "inlander" who (according to them) are only suitable to become jongoses and maids.

There was an opportunity for him to attend a Seminar on Mathematics in Bandung where he presented a paper on something related to Euclid. It was possible that there he met again with his "old comrades" from the time he studied in Holland.

He decided to become self employed and opened an insurance company: "Assurantie Maatschappij Indonesia". The billboard with the company name "Indonesia" attracted the attention of a student of the Technische Hogeschool who happend to be a passerby on his bike. The student entered the office and met with the owner of the company. It turned out that the student involved was Soekarno, the future first President of the Republic of Indonesia.

Page 34: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

In retrospect whilst writing this there are only two questions which have to be answered: "Why must was it made so difficult for my father to be able to teach youngsters of Indonesia according to his rights and expertise?" The answer to this question is clear to everyone now and might be the same answer as to the question: " Why was it that the father of Sam Ratu Langie: Jozias Ratu Langie, after finishing his teachers education in Holland in (1887 - 1889) was not allowed to proceed to study to become a cleric by the colonial government of Nederlandsch Indie?"

Whilst the second question is: "Why must it be so that even more than 50 years after my fathers death it is for some people still of importance to discredit him with sorts of issues?" Even now there are some people doing "research" with the objective to find new issues to discredit my father.

The answer to this question is not easy to be found, but let each of us try to find out anyhow.

Menghadap Presiden Soekarno di Istana Yogyakarta pada 22 Maret 1948,setelah dilepaskan oleh Belanda dari pengasingan di Serui, Papua (Visiting President

Soekarno in the Yogyakarta Palace on March 22nd,1948 after release from exile in Serui, Papua, by the Dutch colonial government)

REFERENCES:

1. "In het land van de overheerser" Harry A. Poeze, Foris Publications,

Dordrecht, Holland (1986), pages 104-7, 111-2, 116, 120, 122, 125, 129-

30, 136-8, 156

2. Inv. Nr. 1804 Ministerie van Kolonien (1901-1950), Alg Rijksarchief

Depot (87 pages)

3. Inv. Nr. 1939 Ministerie van Kolonien (1901-1950), Alg Rijksarchief

Depot (32 pages)

Page 35: SAM RATU LANGIE in EUROPE (1913 - 1919)

4. Other Documents and Communications.

UCAPAN TERIMA KASIH / ACKNOWLEDGEMENT

Terima kasih kepada Ny. Madelon HARLAND di Melbourne, Australia

untuk tip mengenai item # 2 dan 3 diatas

Many thanks to Mrs. Madelon HARLAND of Melbourne, Australia for

her tips on item # 2 and 3 above.