12
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
safonifikasi. Safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh
adanya basa lemah (misalnya NaOH). Hasil lain dari reaksi
safonifikasi adalah gliserol. Pada umumnya bahan baku yang
digunakan untuk membuat sabun adalah lemak atau minyak sumber asam
lemak dengan rantai karbon C12 C18 yang berperan terhadap kekerasan
dan deterjennya dan lemak atau minyak sumber asam lemak dengan
rantai karbon C12 C14 yang berperan terhadap pembusaan (Irdoni dan
Nirwana, 2013).
Sabun berdasarkan struktur molekulnya terbagi atas dua bagian,
yaitu bagian hidrofilik (ion karboksilat) dan bagian hidrofobik
(rantai hidrokarbon). Adanya dua gugus tersebut menyebabkan sabun
bertindak sebagai agen pembersih ditunjukkan dengan menurunnya
tegangan permukaan saat kotoran ataupun minyak berinteraksi dengan
sabun sebagai akibat teremulsinya kotoran maupun minyak. Dalam
proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik
oleh ujung lipofilik sabun, kemudian diangkutnya ke dalam air
pencuci dikarenakan ujung lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam
air (Utomo, 2005).
Dewasa ini banyak pabrik yang memproduksi sabun dalam berbagai
macam bentuk dan merek. Masing-masing sabun yang diproduksi
memiliki spesifikasi dan mutu tersendiri, kemajuan ini terjadi
seiring dengan kebutuhan manusia dan perkembangan iptek. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan yang modern saat ini, telah banyak pula
sabun-sabun dibuat untuk pencegahan atau pengobatan terhadap
penyakit kulit, sehari-hari pemakaian sabun sering digunakan
sebagai sabun mandi, di rumah sakit sering dipakai oleh para dokter
dan perawat untuk mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan
operasi atau perawatan terhadap pasiennya. Percobaan pembuatan
sabun ini bertujuan untuk mengontrol sifat fisika alami yang
terdapat pada sabun. Safonifikasi yang terdapat pada minyak diikuti
dengan beberapa bentuk fasa untuk menghilangkan impurity dan uap
air dan juga menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Selain
itu, dapat juga untuk mengetahui bagaimana reaksi yang terjadi
dalam proses pembuatan sabun dari reaksi safonifikasi tersebut
serta memahami sifat dari sabun pada sabun. 1.2 Tujuan
Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan
sabun di laboratorium.
Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang
dilakukan.BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Sabun
Kemungkinan sabun ditemukan oleh orang mesir kuno beberapa ribu
tahun lalu. Pembuatan sabun oleh suku-suku bangsa jerman dilaporkan
oleh Julius Caesar. Teknik pembuatan sabun telah dilupakan orang
dalam zaman kegelapan (dark ages), namun ditemukan kembali selama
renaissance. Penggunaan sabun mulai meluas pada abad ke -18
(Fessenden, 1999).
Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai
seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun
terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun
1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona
menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun
setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas
Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat
dari garam meja biasa. Sabunpun makin mudah dibuat, alhasil sabun
sangat terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun
lahir tahun 1800-an. Pada waktu itu, Para pengusaha sabun
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi
besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah
mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke
rumah.Setelah perang dunia II, dikembangkan detergen sintetik.
Seperti sabun, detergen adalah surfaktan anionikgaram dari sulfonat
atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3-Na+ dan ROSO3-Na+).
Detergen mempunyai keunggulan dalam hal tidak mengendap bersama ion
logam dalam air sadah. Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan
teknik yang digunakan pada zaman yang lampau. Lelehan lemak sapi
atau lemak lain dipanaskan dengan lindi (natrium hidroksida) dan
karenanya terhidrolisis menjadi gliserol dan garam natrium dari
asam lemak. Dulu digunakan abu kayu (yang mengandung basa seperti
kalium karbonat) sebagai ganti lindi (Fessenden, 1999).
2.2 Sabun dan Detergen Sabun adalah garam logam alkali (biasanya
garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung terutama
garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat
dengan atom lebih rendah. Campuran tersebut berupa massa yang
kental, massa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara
penggaraman, bila sabunnya adalah sabun natrium, proses
pengggaraman dapat dilakukan dengan menambahkan larutan garam NaCl
jenuh. Setelah penggaraman larutan sabun naik ke permukaan larutan,
sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan garam dengan
cara menyaring dari larutan garam. Massa sabun yang kental tersebut
dicuci dengan air dingin untuk menetralkan alkali berlebih atau
memisahkan garam NaCl yang masih tercampur. Sabun kental kemudian
dicetak menjadi sabun tangan atau kepingan. Gliserol dapat
dipisahkan dari sisa larutan garam NaCl dengan jalan destilasi
vakum. Garam NaCl dapat diperoleh kembali dengan jalan
pengkistralan dan dapat digunakan lagi (Fessenden, 1999).Sekali
penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol
dipisahkan serta gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol
digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan
kosmetik. (Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang
dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air
itu). Sabunnya dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih
untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl, dan gliserol. Zat
tambahan (additive) seperti batu apung, zat-warna dan parfum
kemudian ditambahkan. Sabun padat itu lalu dilelehkan dan dituang
ke dalam suatu cetakan (Fessenden, 1999).Kegunaan sabun ialah
kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang
dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun.
Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam dalam
zat non-polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion
molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak
itu tidak dapat saling bergabung, tetapi tetap tersuspensi
(Fessenden, 1999).Kekurangan utama dari sabun adalah bahwa mereka
mengendap dalam air sadah (air yang mengandung Ca2+, Mg2+, Fe3+,
dan sebagainya) serta meninggalkan suatu residu (Fessenden,
1999).Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan
komposisi dari komponen asam-asam lemak yang digunakan. Komposisi
asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang
rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat
membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih
dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan
sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam-asam lemak tak
jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara.
Alasan-alasan diatas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan
lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas
(Fessenden, 1999).
Deterjen adalah campuran berbagai bahan yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak
bumi. Dibandingkan dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan
antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air (Sunarya, 2007).
Deterjen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9
C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari
natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari turunan minyak
nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).Sifat umum
sabun dan detergen:
1. Bersifat basaRCOO- + H2O RCOOH + OH-2. Tidak berbuih di air
sadah (garam Ca, Mg dari klorida dan sulfat)
C17H35COONa + CaCl2 Ca (C17H35COO)2 + NaCl3. Bersifat
membersihkan Gugus alkik R (non polar dan hidrofob) akan membelah
molekul minyak dan kotoran menjadi partikel yang lebih kecil
sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan mudah
dipisahkan. Sedangkan gugus COO (polar dan hidrofil) akan larut
dalam air membentuk buih dan mengikat partikel-partikel kotoran
sehingga terbentuk emulsi (Sunarya, 2007).
Seperti yang diketahui deterjen adalah garam natrium dari asam
sulfonat seperti: natrium alkil sulfat, natrium alkilbenzen
sulfonat. Deterjen memiliki gugus fungsional ion sulfonat atau ion
sulfat.Pembuatan deterjen melibatkan pembentukan bagian ekor yang
larut dalam lemak (hidrofob) dan pembentukan bagian kepala yang
larut dalam air (hidrofil). Dua jenis bagian ekor yang telah
dikembangkan adalah dari natrium alkil sulfat dan alkilbenzena
sulfonat.
Rantai alkil sulfat mengandung 10 sampai 18 atom karbon untuk
setiap molekulnya. Rantai ini berasal dari rantai alkohol, misalnya
lauril alkohol yang dihasilkan dari minyak sayuran melalui proses
hidrogenolisis.2.3 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun
adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak
beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing-masing lemak
mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang
antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh
dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida
diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan
natrium hidroksida membebaskan gliserol. Perbedaan antara suatu
lemak dan suatu minyak adalah pada temperatur kamar lemak berbentuk
padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan
adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung
berupa minyak, karena itu bisa terdengar ungkapan lemak hewani dan
minyak nabati (Fessenden, 1999).Lemak dan minyak seringkali diberi
nama tristearin, dan tripalmitat dari gliserol, disebut
tripalmitin. Minyak dan lemak dapat juga diberi nama dengan cara
yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester. Sebagai contoh,
gliseril tristearat dan gliseril tripalmitat. Asam-asam lemak dapat
juga diperoleh dari lilin (waxes), misalnya lilin lebah. Dalam hal
ini, asam lemak diesterkan dengan suatu alkohol sederhana berantai
panjang. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam
merupakan trigliserida campuran, artinya ketiga bagian asam lemak
dari gliserida itu tidaklah sama. Hampir semua asam lemak yang
terdapat dalam alam mempunyai jumlah atom karbon yang genap karena
asam ini dibiosintesis dari gugus asetil berkarbon-dua dalam asetil
koenzim A (Fessenden, 1999).Rantai hidrokarbon dalam suatu asam
lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula mengandung ikatan-ikatan
rangkap. Asam lemak yang tersebar paling merata dalam alam, yaitu
asam oleat yang mengandung satu ikatan rangkap. Asam-asam lemak
dengan lebih dari satu ikatan rangkap adalah tidak lazim, terutama
dalam minyak nabati, ini disebut poliunsaturat (Fessenden,
1999).Konfigurasi di sekitar ikatan rangkap apa saja dalam asam
lemak alamiah adalah cis, suatu konfigurasi yang menyebabkan titik
leleh minyak itu rendah. Asam lemak jenuh membentuk rantai zig-zag
yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik van der
waalsnya tinggi, oleh karena itu lemak-lemak jenuh itu bersifat
padat. Jika beberapa ikatan rangkap cis terdapat dalam rantai,
molekul itu tak dapat membentuk kisi yang rapi dan mampat, tetapi
cenderung untuk melingkar trigliserida tak jenuh-ganda
(polyunsaturated) cenderung berbentuk minyak. Kealiran (fluidity)
yang konstan dari membran sel dalam lingkungan yang berbeda-beda
dipertahankan oleh nisbah (rasio) asam lemak jenuh dan tak-jenuh
dalam membran-membran itu. Misalnya, bakteri yang dibiakkan pada
temperatur yang lebih tinggi akan mengandung lebih banyak asam
lemak jenuh dalam membran sel mereka dibandingkan bakteri yang
tumbuh pada temperatur lebih rendah (Fessenden, 1999).2.4Reaksi
Safonifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin
sapon, = sabun dan fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa
Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan
memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan
17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah
menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas. Sabun dibuat dari proses
saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk
lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon
panjang (C12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil.
Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan
sedikit busa (Yprawira, 2008).2.5 Surfaktan
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan
(dari kata surfaceactive agents), yakni senyawa yang dapat
menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan mengandung
suatu ujung hidrofobik (satu rantai hidrokarbon atau lebih) dan
suatu ujung hidrofilik (biasanya, namun tidak harus, ionik). Porsi
hidrokarbon dari suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom
karbon atau lebih agar efektif (Fessenden, 1999). Surfaktan dapat
dikelompokkan sebagai anionic, kationik, atau netral, bergantung
pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus
karboksilatnya, adalah surfaktan anionik, benzalkonium klorida
(N-benzil amonium kuartener klorida) yang bersifat anti-bakteri
adalah contoh-contoh surfaktan kationik. Surfaktan netral
mengandung suatu gugus non-ion seperti suatu karbohidrat yang dapat
berikatan hidrogen dengan air (Fessenden, 1999).Surfaktan
menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan
hidrogen dari permukaan. Mereka melakukan hal ini dengan menaruh
kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor
hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air (Fessenden,
1999).
Gambar 2.1 Surfaktan anionik dan kationik
Gambar 2.2 Surfaktan (Addyrachmat, 2012)2.6Sifat Fisik Lemak dan
Minyak
Sifat fisik lemak dan minyak yang akan dibahas dibawah ini
adalah:1. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu zat
warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah.1.1
Zat warna alamiah (natural coloring matter)
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di
dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama
minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain
terdiri dari a dan b karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin.
Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning
kecokelatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh
karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan
persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Karotenoid bersifat tidak
stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka
warna kuning akan hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat
dihilangkan dengan proses oksidasi.
2.2 Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang
terdapat dalam minyak
~ Warna gelapWarna ini dapat terjadi selama proses pengolahan
dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan
dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak
teroksidasi.
2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan
suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang
lebih gelap.
3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu,
misalnya campuran pelarut petroleum benzen akan menghasilkan minyak
dengan warna lebih cerah jika dibandingkan dengan minyak yang
diekstraksi dengan pelarut trikloroetilena, benzol, dan heksan.
4. Logam seperti Fe, Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak
diinginkan dalam minyak.
5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak,
terutama oksidasi tokoferol, dan chroman 5,6 quinone menghasilkan
warna kecokelat-cokelatan.
~ Warna cokelat
Pigmen cokelat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak
yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar.
~ Warna kuning
Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna
bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan.2. Kelarutan
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai
polaritas yang sama, yaitu zat polar dapat larut dalam pelarut
bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut nonpolar. Minyak dan
lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil).
Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan
melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan
pelarut-pelarut halogen. Asam-asam lemak yang berantai pendek dapat
larut dalam air, semakin panjang rantai asam-asam lemak maka
kelarutannya dalam air semakin berkurang.Dari segi teknik,
kelarutan asam-asam lemak ini mempunyai arti yang sangat penting.
Misalnya asam-asam lemak tidak jenuh sangat mudah larut dalam
pelarut organik dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh. Sifat
kelarutan tersebut digunakan sebagai dasar untuk memisahkan
berbagai asam lemak yang tidak jenuh, yaitu dengan proses
rekristalisasi. 3. Titik cair dan polymorphisnPengukuran titik cair
minyak atau lemak, suatu cara yang lazim digunakan dalam penentuan
atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni, tidak mungkin
diterapkan disini, karena minyak atau lemak tidak mencair dengan
tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphsin pada
minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari
satu bentuk kristal. Polymorphsin ini penting untuk mempelajari
titik cair minyak atau lemak, dan asam lemak beserta
ester-esternya.Asam lemak dengan ikatan trans mempunyai titik cair
yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis. 4.
Titik didih (boiling point)Titik didih dari asam-asam lemak akan
semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam
lemak tersebut.
5. Titik lunak (Softening point)Titik lunak dari minyak lemak
ditetapkan dengan maksud untuk identifikasi minyak atau lemak
tersebut. Cara penetapannya yaitu dengan menggunakan tabung kapiler
yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan kedalam lemari es
selama satu malam, sehingga minyak akan membeku atau menjadi padat.
Setelah satu malam dalam lemari es, tabung kapiler tadi diikat
bersama-sama dengan termometer yang dilakukan didalam lemari es,
selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi air.
Temperatur akan naik dengan lambat. Temperatur pada saat permukaan
dari minyak atau lemak dalam dalam tabung kapiler mulai naik,
disebut titik titik lunak atau softening point.
6. Slipping pointPenetapan slipping point dipergunakan untuk
pengenalan minyak dan lemak alam serta pengaruh kehadiran
komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan
suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan lemak padat.
Temperatur pada saat lemak dalam silinder mulai naik atau
temperatur pada saat lemak mulai melincir disebut slipping point.
7. Shot melting pointShot melting point adalah temperatur pada saat
terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada umumnya minyak
atau lemak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap
titik cairnya.
8. Bobot jenisBobot jenis dari minyak dan lemak biasanya
ditentukan pada temperatur 250C, akan tetepi dalam hal ini dianggap
penting juga untuk diukur pada temperatur 400C atau 600C untuk
lemak yang titik cairnya tinggi. Dalam penetapan bobot jenis,
temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang
pendek.
9. Indeks biasIndeks bias adalah derajat penyimpanan dari cahaya
yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah indeks bias tersebut
pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk
pengujian kemurnian minyak. 10.Titik asam, titik nyala dan titik
apiTitik asap, titik nyala, dan titik api adalah kriteria penting
dalam hubungannya dengan minyak yang digunakn untuk menggoreng.
11.Titik kekeruhan (turbidity point)Temperature pada waktu mulai
terjadi kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (turbidity
point).(Ketaren, 2005)2.7 Sifat Kimia Minyak dan LemakReaksi yang
penting pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi dan
hidrogenasi1. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat
mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena
terdapatnya sejumlah air dan minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini
akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor
dan bau tengik pada minyak tersebut.2.Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlansung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. 3. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagian suatu proses industri bertujuan
untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada
minyak atau lemak. Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada
permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antar molekul-molekul
minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat asam lemak yang
tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks
antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh. Setelah terjadi
penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu
tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus
bereaksi dengan hidrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.
(Ketaren, 2005)2.8. Proses Pembuatan Sabun
Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 macam proses pembuatan
sabun yaitu sebagai berikut:
1. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch
yaitu minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH
yang telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan
sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah
terbentuk pasta ditambahkan NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun.
Endapan sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan
terbentuklah produk utama sabun dan produk samping gliserol.2.
Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan
alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan.
Terjadilah reaksi saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah
sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap.
3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol
dibiarkan didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur
kamar, 250C). Raksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi
eksoterm sehingga dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian
digunakan untuk mereaksikan minyak/lemak dan NaOH. Proses ini
memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan
sabun berkualitas tinggi.
Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai
berikut :
Minyak/lemak yang digunakan harus murni
Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
Temperatur harus terkontrol dengan baik
4. Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah
NaOH sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan
gliserol. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga
tidak dapat menghasilkan busa yang banyak. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penetralan dengan menambahkan Na2CO3 .2.9 Sifat Sabun
Sabun memiliki beberapa sifat tertentu. Berikut beberapa
sifat-sifat sabun: Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut
dalam pelarut lemak Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat
surfaktan yang terdiri dari molekul yang suka air (hidrofil) dan
tidak suka air (hidrofob)
Dalam air sadah tidak berbuih dan mengendap sebagai sabun
kalsium/natrium.
Dalam asam, sabun akan terhidrolisis menjadi asam lemak
kembali.
RCOONa + HCl RCOOH + NaCl
Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil
karboksilat, yang aktif sebagai pencuci (ZAP) Hidrolisa dalam air
bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH, dan ion-ion
RCOO-, OH-, dan Na+. Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat
fisik sabun seperti derajat hidrolisa, suhu titer, dan titik keruh.
Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan 17.2.10Kegunaan SabunKegunaan
sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga
dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut
dalam zat-zat non-polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua,
ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh
ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan
minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak,
maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap
tersuspensi.
Berikut beberapa kegunaan sabun dalam kehidupan:1. Sabun alkali
digunakan sebagai sabun mandi dan untuk mencuci pakaian.2. Industri
tekstil menggunakan sejumlah sabun dalam pembuatan kain katun, kain
wol, dan kain sutera untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan
membuat tekstur kain tersebut lebih halus.3. Sabun memegang peranan
penting dalam proses emulsi-polimerisasi yang digunakan dalam
industri karet dan industri plastik.4. Sabun berperan sebagai
emulsi antara monomer terdispersi dan fasa larutan selama
polimerisasi dalam produksi SBR (Stirena-butadinea rubber).5. Sabun
secara luas digunakan dalam industri kosmetik untuk mengemulsi
sejumlah pembersih dan kondisioner. Sabun ini terbuat dari minyak
nabati, asam-asam lemak, lilin, dan minyak mineral. Produk sabun
ini berbentuk cairan, pasta, atau gel.6. Sabun natrium dan sabun
litium digunakan untuk mengentalkan minyak mineral.7. Sabun
merupakan salah satu komponen insektisida dan fungisida dalam
pertanian.
2.11 Perbedaan Sabun dan Detergen Sabun adalah senyawa garam
alkanoat, RCOONa. Larutan garam ini dalam air sadah akan
menimbulkan endapan, karena air sadah mengandung ion-ion kalsium
dan magnesium, Ca2+ dan Mg2+. Detergen adalah sabun sintetis,
mengandung natrium asam sulfonat atau natrium hidrogen sulfonat.
Detergen tidak bereaksi dengan air sadah, sehingga tidak dapat
membentuk endapan apapun (Etna, 2012).1. Sabun a. Sabun adalah
garam alkali karboksilatb. Molekul sabun lebih mudah terdegradasi
oleh bakteri penguraic. Tidak bisa dipakai untuk mencuci dalam air
sadah, karena sabun akan bereaksi dengan ion Ca2+ dan Mg2+d. Sabun
adalah hasil proses penetralan asam lemak dengan menggunakan
alkalie. Sabun biasanya digunakan untuk membersihkan suatu produk
yang berhubungan langsung dengan kulit manusia seperti sabun
mandi/sabun handsoap yang membutuhkan pelembab dalam hal ini
biasanya disebut moisture jika suatu sabun memiliki moisture makin
besar maka makin lembut kulit kita menggunakannya.2. Deterjena.
Detergen adalah garam alkali alkil sulfat atau sulfonat.b. Molekul
detergen harganya lebih murah dan sukar terdegradasi oleh bakteri
pengurai.c. Molekul detergen tidak bereaksi dengan ion Ca2+ dan ion
Mg2+
Karena perbedaan diatas, maka orang cenderung lebih menyukai
detergen dibanding sabun. Namun orang harus berhari-hari karena
busa detergen lebih banyak dari sabun, sehingga sering mencemari
lingkungan, karena banyak yang membuang limbah detergen ke selokan.
Orang berpikir dan membuat pertimbangan, sehingga penggunaan sabun
dan detergen dapat berdampingan sesuai dengan sifatnya
masing-masing (Etna, 2012).
Sabun biasanya digunakan untuk membersihkan kotoran yang
berhubungan langsung dengan kulit manusia seperti sabun mandi/sabun
handsoap. Sedangkan, deterjen digunakan untuk membersihkan pakaian,
lantai dan lain-lain yang tidak berhubungan dengan tubuh manusia
(Sandra, 2011).BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:1. Gelas
ukur 10 ml dan 5 ml2. Gelas kimia 1000 ml dan 600 ml3. Batang
pengaduk
4. Penangas air5. Tabung reaksi dan pipet tetes6. Kertas
saring
7. Corong
8. Kaca arloji
9. Pompa vakum
10. Pipet tetes
11. Aluminium foil3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan:
1. Minyak goreng
2. Etanol
3. NaOH 2N
4. Larutan NaCl jenuh
5. Kerosen (minyak tanah)
6. Larutan kalsium sulfat
7. Phenolpthalein
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Persiapan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan2. Membuat
larutan NaOH 2N
3.3.2 Pembuatan Sabun1. 200 ml minyak goreng dimasukkan kedalam
gelas kimia
2. Ditambahkan larutan Etanol dan NaOH 2N masing-masng 150 ml
sambil diaduk
3. Gelas kimia ditutup menggunakan aluminium foil
4. Campuran dipanaskan dalam penangas air sampai hilang bau
alkohol (etanol)
5. Campuran tersebut didinginkan beberapa menit
6. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat
7. Ditambahkan 200 ml larutan NaCl jenuh kedalam campuran
tersebut
8. Perubahan yang terjadi diamati
9. Campuran diaduk, kemudian disaring dengan pompa vakum
10. Hasil pengamatan dicatat3.3.3 Pengujian Sifat Sabun1. 1 ml
kerosen dan 10 ml air dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Campuran dikocok dan hasil pengamatan dicatat
3. Dimasukkan sedikit sabun kedalam tabung reaksi yang berisi
campuran kerosen dan air
4. Campuran tersebut dikocok dan hasil pengamatan dicatat
5. Ditambahkan sedikit sabun jika tidak terjadi peubahan pada
campuran
6. Dalam tabung reaksi yang baru dilarutkan sedikit sabun dalam
5 ml etanol
7. Ditambahkan 8-10 ml tetes larutan kalsium sulfat
8. Dicatat pengaruh kalsium sulfat terhadap air sabun
9. Dalam tabung reaksi baru larutkan sedikit sabun dalam 5 ml
etanol
10. Ditambahkan 2 tetes larutan phenolptalein11. Hasil
pengamatan dicatat
3.4 Rangkaian Alat
Gambar 3.1 Proses pemanasan untuk menghilangkan
etanolKeterangan:1. Gelas kimia
2. Temperatur suhu
3. Power on/off
Gambar 3.2 Proses penyaringan dengan pompa vakumKeterangan: 1.
Corong buchner
2. Erlenmeyer3. Pompa vakum
4. Selang pembuangan gas
5. Power on/off BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil dan Perhitungan
4.1.1 Pembuatan Larutan NaCl 2 N dan Larutan NaOH 2 N Sebanyak
500 ml
1. Massa NaCl yang digunakan : 2. Massa NaOH yang digunakan
:
N = x
N = x 2 = x
2 = x massa = x 58,5
massa = x 40
massa = 58,5 gram
massa = 40 gram4.1.2 Pembuatan Sabun
Volume minyak yang digunakan 200 mlVolume NaOH yang digunakan
150 ml
Volume etanol yang digunakan 150 mlVolume NaCl jenuh yang
digunakan 200 mlNo.BahanPengamatan
1.Minyak goringEtanol dipanaskan
NaOHLarutan tidak menyatu, Menjadi larutan yang memiliki 2
lapisan (lapisan atas bewarna kuning pekat, dan bawah kuning
jingga)
2.Campuran (1) DidinginkanLarutan sabun mulai mengumpal,
terbentuk 3 lapisan. Sabun, gliserol, dan larutan sabun yang
sebagian membeku. Dan tidak terdapat lagi etanol.
3.Campuran (1) + NaCl
Campuran (1) + NaCl dan diadukLarutan mulai menggumpal.
Larutan menggumpal berwarna putih dan terbentuk tiga
lapisan.
4.1.3 Sifat-sifat SabunVolume kerosen (minyak tanah) yang
digunakan 1 ml
Volume air (aquades) yang digunakan 10 ml
Volume air panas yang digunakan 5 ml
Volume larutan kalsium sulfat yang digunakan 8 10 tetes
Volume etanol yang digunakan 5 ml
Volume indikator phenolphtalein yang digunakan 2
tetesNo.BahanPengamatan
1.
2.
Kerosen + Air Dikocok
Larutan Kerosen + Sabun Dikocok
Terbentuk 2 lapisan, minyak dan air berpisah.
Sabun dan larutan kerosen menyatu, dan terdapat buih/busa.
3.
4.
Sabun + Air panas
Sabun + Air Panas + Kalsium Sulfat
Larutan berbuih/berbusa, warna campuran keruh.
Terbentuk endapan dan buihnya menghilang.
5.6.Sabun + EtanolSabun + Etanol + PhenolpthaleinLarutan
berwarna bening
Larutan berubah menjadi merah jambu
4.2PembahasanBahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah minyak makan (minyak goreng) yang berfungsi sebagai bahan
baku pembuatan sabun, NaOH 2 N yang berfungsi sebagai pereaksi,
etanol yang berfungsi sebagai pelarut, NaCl 2 N digunakan sebagai
agen pengendap (mengendapkan) dari sabun yang telah terbentuk dan
untuk melarutkan gliserol sebagai hasil samping dari reaksi
saponifikasi sehingga didapat sabun yang padat.
Tahap pertama adalah pembuatan larutan NaCl 2 N dan NaOH 2 N
sebanyak 500 ml, pada perhitungan didapat massa padatan NaCl yang
dilarutkan sebesar 58,5 gr dan massa padatan NaOH adalah 40 gr.
Larutan NaCl ini akan digunakan pada proses pembuatan sabun sebesar
200 ml, sedangkan NaOH sebesar 150 ml.
Selanjutnya tahap pembuatan sabun. Minyak 200 ml dimasukkan
kedalam gelas kimia dan dilarutkan dengan 150 ml etanol, kemudian
ditambahkan dengan 150 ml larutan NaOH 2 N. Penambahan etanol
dikarenakan etanol memiliki sifat semipolar dan juga bisa bersifat
polar karena ion OH- dan mampu larut dengan minyak, serta sifat
nonpolar dari etanol itu sendiri disebabkan ion CH3+ yang
menyebabkan etanol juga akan larut pada larutan nonpolar seperti
NaOH. Inilah yang menyebabkan NaOH akan larut dengan minyak
sehingga reaksi bisa terjadi lebih cepat dibandingkan tanpa
dilarutkan dengan etanol.
Untuk menghilangkan etanol yang masih terkandung, larutan yang
berada dalam gelas kimia ditutupi dengan alumunium foil dan
dimasukkan dalam penangas air pada suhu sekitar 78oC, ini bertujuan
agar etanol menguap seluruhnya karena etanol memiliki titik didih
78oC dan pada labu didih hanya akan akan terdapat minyak dan NaOH
yang bereaksi sempurna menghasilkan sabun dan gliserol. Langkah
berikutnya, setelah dirasakan tidak ada lagi bau etanol atau
keseluruhan etanol telah menguap, maka gelas kimia didinginkan
terlebih dahulu pada suhu ruangan sebelum didinginkan diatas batu
es. Dikarenakan adanya perbedaan suhu yang ekstrem ketika gelas
kimia sesaat setelah dipanaskan lalu didinginkan dengan suhu rendah
diatas batu es, ini mengakibakan gelas kimia berkemungkinan akan
pecah, mengakibatkan larutan sabun-gliserol akan bercampur kedalam
penangas yang berisi batu es.
Beberapa menit setelah labu ukur didinginkan, larutan sabun
mulai mengendap dan memisah dari larutan gliserol, serta terdapat
sabun yang membeku akibat terlalu lama didinginkan dalam penangas
yang berisi batu es. Kemudian tambahkan 200 ml NaCl 2 N kedalam
larutan sabun tersebut, penambahan garam natrium bermaksud untuk
memperkecil nilai kelarutan sabun dalam gliserol dengan adanya
penambahan ion sejenis (common ion effect). Jika kita menambahkan
ion senama ke dalam larutan jenuh yang berada pada
kesetimbangannya, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri
membentuk endapan. Terbentuknya endapan ini menunjukkan penurunan
kelarutan. Fenomena ini disebut efek ion senama. Sesuai dengan asas
le Chatelier, "apabila pada sistem kesetimbangan yang sedang
berlangsung dilakukan suatu aksi, timbul reaksi dari sistem
sehingga pengaruh aksi tersebut dapat diperkecil", sehingga sabun
akan mengendap seluruhnya di dasar labu ukur. Lalu larutan
disaring, maka hasil penyaringan adalah sabun hasil reaksi
saponifikasi antara minyak dengan basa NaOH dalam bentuk
endapan.
Untuk pengujian sifat sabun yang didapat, dilakukan 3 pengujian.
yaitu dengan kerosen, CaSO4, dan dengan phenolphtalein.
1. Pengujian dengan kerosen.
Campurkan kerosen dengan air dalam tabung reaksi lalu dikocok,
diamati bahwa larutan tidak larut atau membentuk dua lapisan, ini
karena air yang bersifat non-polar tidak bisa melarut dengan
kerosen yang bersifat polar. Tetapi setelah di tambahkan sabun,
kerosen justru larut dengan air. Hal ini membuktikan bahwa sabun
yang didapat sesuai dengan sifat sabun yang bersifat emulgator,
yaitu dapat melarutkan minyak dengan air.
2. Pengujian dengan CaSO4 Larutkan sabun pada air hangat lalu
dikocok, didapati buih atau busa dipermukaan larutan. Tetapi
setelah penambahan beberapa tetes CaSO4, buih atau busa mulai
hilang sehingga dapat dikatakan bahwa sabun yang dibuat dalam
percobaan tidak bereaksi pada larutan CaSO4, sesuai dengan sifat
sabun yaitu tidak bereaksi (berbuih/berbusa) pada air sadah.Reaksi
antara sabun dengan CaSO4:
2 C17H35COONa + CaSO4
(C17H35COO)2Ca + Na2SO43. Pengujian dengan phenolphtaleinLarutan
sabun yang ditambahkan pada 5 ml etanol akan memberikan warna
bening. Lalu ditetesin indikator phenolphtalein pada larutan
tersebut, didapati warna larutan berubah menjadi merah muda. Dan
dapat disimpulkan bahwa sabun yang telah dihasilkan bersifat basa,
karena indikator phenolphtalein akan berubah warna menjadi merah
muda bila ditetesi pada larutan basa.Dalam air, sabun bersifat
basa. Karena bagian rantai alkil sabun (RCOO-) mengalami hidrolisis
parsial dalam air:
RCOO- + H2O RCOOH + OH-BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN5.1Kesimpulan
1. Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan
mereaksikan antara larutan lemak atau minyak dengam natrium
hidroksida.2. NaCl digunakan untuk menurunkan nilai kelarutan sabun
sehingga akan menggumpal dan menjadi sabun yang berbentuk
padatan.3. Suhu yang digunakan dalam pemanasan campuran larutan
minyak, NaOH, dan etanol pada percobaan adalah 780C. Hal ini agar
seluruh etanol menguap.4. Dari percobaan yang dilakukan dari reaksi
antara minyak dan NaOH menghasilkan sabun dalam bentuk padat serta
gliserol.5. Sabun dengan larutan kerosen akan menghomogenkan
larutan dan membentuk buih, dengan larutan CaSO4 akan membentuk
endapan dan buih yang ada hilang, dengan penambahan larutan etanol
serta indikator phenolphtalein menghasilkan warna merah jambu.
5.2Saran
1. Dalam melakukan praktikum, diharapkan kepada semua praktikan
harus berhati-hati dalam mereaksikan zat-zat kimia yang bisa
membahayakan bagian tubuh.2. Diharapkan kepada semua praktikan,
supaya memakai alat pelindung diri berupa masker dan sarung
tangan.
3. Diharapkan agar teliti ketika menentukan hilang atau tidaknya
bau etanol dan ketika melakukan pengujian terhadap sifat-sifat
sabun agar hasil yang didapatkan lebih baik. Serta jangan terlalu
lama dalam proses mendinginkannya.
DAFTAR PUSTAKAAddyrachmat. 2012.
http://addyrachmat.wordpress.com/2011/10/09/surfaktan-misel-dan-emulsi/.
9 maret 2013Etna. 2012.
http://etnarufiati.guru-indonesia.net/artikel_detail-15706.html. 8
maret 2013.
Fessenden, RJ dan Fessenden .JS. 1999. Kimia Organik. Jilid
1.Edisi 3. Erlangga:Jakarta.
Fessenden, RJ dan Fessenden JS. 1999. Kimia Organik. Jilid
2.Edisi 3. Erlangga:Jakarta.Irdoni dan Nirwana. 2013. Modul
Praktikum Kimia Organik, Pekanbaru, Fakultas Teknik Universitas
Riau.Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan.
Universitas Indonesia: Jakarta.Sandra. 2011.
http://sabunthenaturalstory.blogspot.com/2012/06/deterjen-vs-sabun-alami.html.
8 maret 2013.
Sunarya, yayan. 2007. kimia umum berdasarkan prinsip-prinsip
kimia modern. Alkemi Grafisindo Press(AGP): Bandung Utomo, M, F.
2005. Sintesis dan Karakterisasi Sabun Seng Oleat dan Seng Stearat.
FMIPA, Universitas Negeri Malang: Malang.Yprawira. 2008.
http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun.
5 maret 2013.
LAMPIRANDOKUMENTASI PRAKTIKUM
Gambar 1.2 Pembuatan larutan NaCl 2N
Gambar 1.1 Pembuatan larutan
NaOH 2N
Gambar 1.3 Penambahan larutan NaOH Gambar 1.4 Penambahan larutan
etanolpada larutan minyak
pada campuran larutan minyak + NaOH Gambar 1.6 Pemanasan larutan
minyak +
NaOH + etanolGambar 1.5 Campuran larutan minyak
+ NaOH + etanol
Gambar 1.7 Larutan sabun dan gliserol
yang didapat setelah dipanaskan
Gambar 1.8 Larutan sabun dan Gliserolsetelah penambahan
NaClGambar 1.9 Penyaringan sabun dari
gliserol dengan pompa
vakum Gambar 1.10 Campuran sabun +
larutan kerosen dan
dikocokGambar 1.11 Campuran Gambar 1.12 Campuran Gambar 1.13
Sabun yang
sabun +
sabun +
telah dicetak
air panas +
etanol +
CaSO4
PPLAPORAN PRAKTIKUM
REAKSI SAFONIFIKASIPEMBUATAN SABUNOLEH:KELOMPOK 3
KELAS C
KARTONO
(1207113637)
REZA ANDREANO D(1207121306)
NURHASANAH(1207136508)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013ABSTRAK
Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
safonifikasi. Reaksi safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam
lemak karena adanya basa lemah (misalnya NaOH). Di dalam sabun
terdapat struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan
bagian ekor bersifat hidrofobik. Tujuan praktikum ini adalah
membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun
di laboraturium dan menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan
percobaan yang di lakukan. Pembuatan sabun dilakukan dengan cara
mencampurkan 200 ml minyak goreng dengan 150 ml NaOH 2N kemudian
ditambahkan 150 ml etanol. Larutan ini lalu dipanaskan hingga
seluruh etanol mengguap. Pembentukan sabun terjadi saat penambahan
NaCl jenuh ke dalam larutan. Untuk pengujian sifat sabun digunakan
kerosen, kalsium sulfat dan indikator phenofthalein. Pada
penambahan indikator phenofthalein, campuran sabun berubah warna
menjadi warna ungu. Dalam percobaan tersebut dihasilkan bahwa
reaksi antara NaOH dan etanol menghasilkan sabun dan gliserol.
Sabun tersebut diujikan dengan mereaksikan larutan kerosen akan
menghomogenkan larutan tersebut, dengan CaSO4 akan membentuk
endapan dan buih yang ada hilang, dengan penambahan etanol serta
indikator phenolphthalein menghasilkan warna merah jambu.
Kata kunci: Hidrofilik, Lipofilik, Sabun, Safonifikasi,
Surfaktan
ABSTRACT
Soap is a form of a compound resulting from the saponification
reaction. Saponification reaction is the reaction of fatty acid
hydrolysis because of the weak base (eg NaOH). In the soaps are
bipolar structure, the hydrophilic heads and hydrophobic tail
section. Purpose of this lab is to create and understand the
reaction of lathering on the soap-making process in the laboratory
and explain some properties of soap based experiments will be
undertaken. Making soap made by mixing 200 ml of cooking oil with
150 ml of 2N NaOH was then added 150 ml of ethanol. The solution is
then heated until all ethanol evaporates. Soap formation occurs
when the addition of saturated NaCl into solution. To test the
nature of soap used kerosene, calcium sulfate and phenofthalein
indicators. In addition phenofthalein indicator, the soap mixture
changed color to purple. In these experiments produced the reaction
between NaOH and ethanol producing soap and glycerol. Soap was
tested by treating a solution of kerosene will homogenize the
solution, with CaSO4 will precipitate and form a froth that is
missing, with the addition of ethanol and generate phenolphthalein
indicator pink.
Keywords: Hydrophilic, Lipophilic, Saponification, Soap,
Surfactant
1
3
O CH3
C11H23CO- Na+ CH2 N+ C12H25 Cl-
CH3
Suatu surfaktan Suatu surfaktan kationik
anionik (suatu benzalkonium klorida)
18
3
2
1
3
1
4
2
5
21
26
27
28
29
30
i
i
ii
_1424113941.vsdheater
78,478,0
power