108 RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN Tahun Sidang : 2006 - 2007 Masa Persidangan : IV Jenis Rapat : RDP/RDPU PANJA RUU tentang BHP Sifat : Terbuka Hari/Tanggal : Rabu, 6 Juni 2007 Waktu : Pukul 14.00 Wib s/d Selesai Dengan : Kadinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Prov. DKI Jakarta, Ketua Majelis Pertimbangan Pendidikan Agama Departemen Agama, Direktur Highscope, Direktur Gobel Matsushita, dan Ketua Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia (APSI) Tempat : Ruang Rapat Komisi X DPR-RI Ketua Rapat : PROF. DR. H. ANWAR ARIFIN/WK. KETUA Sekretaris : H. Agus Salim, SH./ Kabag. Set Komisi X DPR-RI Acara : Pembahasan mengenai RUU BHP Anggota Hadir : … dari 23 Anggota Panja RUU BHP DPR-RI, Izin … Anggota PIMPINAN TIMUS RUU TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) : 1. DR. IRWAN PRAYITNO ( F-PKS/KETUA) 2. PROF. DR. H. ANWAR ARIFIN, S.IP, DIDS (F-PG/WK. KETUA) 3. HERI AKHMADI (F-PDIP/WK. KETUA) 4. DRS. ABDUL HAKAM NAJA (F-PAN/WK. KETUA) 5. DRA. HJ. ANISAH MAHFUDZ, M, AP (F-KB/WK. KETUA)
39
Embed
RISALAH RAPAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20200423-020846-2831.p… · RISALAH RAPAT. PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG. BADAN HUKUM PENDIDIKAN.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
108
RISALAH RAPAT
PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
BADAN HUKUM PENDIDIKAN
Tahun Sidang : 2006 - 2007
Masa Persidangan : IV
Jenis Rapat : RDP/RDPU PANJA RUU tentang BHP
Sifat : Terbuka
Hari/Tanggal : Rabu, 6 Juni 2007
Waktu : Pukul 14.00 Wib s/d Selesai
Dengan : Kadinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Prov. DKI Jakarta,
Ketua Majelis Pertimbangan Pendidikan Agama Departemen
Agama, Direktur Highscope, Direktur Gobel Matsushita, dan
Ketua Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia (APSI)
Tempat : Ruang Rapat Komisi X DPR-RI
Ketua Rapat : PROF. DR. H. ANWAR ARIFIN/WK. KETUA
Sekretaris : H. Agus Salim, SH./ Kabag. Set Komisi X DPR-RI
Acara : Pembahasan mengenai RUU BHP
Anggota Hadir : … dari 23 Anggota Panja RUU BHP DPR-RI,
Izin … Anggota
PIMPINAN TIMUS RUU TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) :
1. DR. IRWAN PRAYITNO ( F-PKS/KETUA)
2. PROF. DR. H. ANWAR ARIFIN, S.IP, DIDS (F-PG/WK. KETUA)
3. HERI AKHMADI (F-PDIP/WK. KETUA)
4. DRS. ABDUL HAKAM NAJA (F-PAN/WK. KETUA)
5. DRA. HJ. ANISAH MAHFUDZ, M, AP (F-KB/WK. KETUA)
109
FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA :
6. DRA.HJ. CHAIRUNNISA, MA
7. FIRDIANSYAH, SE, MM.
8. MUSFIHIN DAHLAN
9. DRG. H. TONNY APRILANI M.SC.
10. DRA. TRULYANTI HABIBIE SUTRASNO, M.PSI.
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN :
11. DR. IR. WAYAN KOSTER , MM
12. SUDIGDO ADI
13. DRS. H SOERATAL, HW
14. CYPRIANUS AOER
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN :
15. H. DAROMI IRJADJAS, SH, M.SI
16. DRS. H.A. HAFIDZ MA‟SOME
FRAKSI PARTAI DEMOKRAT :
17. PROF. MIRRIAN S. ARIEF, M.EC. PH.D.
18. ANGELINA SONDAKH, SE
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL :
19. H ADE FIRDAUS, SE.
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA :
20. DRS. H. MUCHOTOB HAMZAH, MM
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA :
21. AAN ROHANAH, M.AG.
FRAKSI BINTANG PELOPOR DEMOKRASI :
22. MUHAMMAD ZAINUL MAJDI, MA
FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA :
23. RUTH NINA M. KEDANG, SE
110
PIMPINAN RAPAT (Prof.Dr.H. ANWAR ARIFIN):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Selamat siang dan salam sejahtera buat kita semuanya.
Yang terhormat saudara Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi… DKI Jakarta.
Yang terhormat Direktur Masusita Gobel.
Yang terhommat saudara Ketua Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia (AFSI).
Yang terhormat saudara Direktur High Scope.
Bapak-bapak ibu-ibu anggota DPR yang hadir.
Alhamdulillah kita dapat bertemu pada kesemptan ini dalam keadaan sehat walafiat. Terima
kasih atas kehadirannya memenuhi undangan pimpinan DPR. Kami ingin memperkenalkan dulu teman-
teman karena ini rasanya baru pertama kali ini kita bertemu di sini, yang ujung ini yang paling gagah ini
adalah Bapak Balkan Kaplale, ini ketua Panja RUU APP, jadi rambutnya selalu rapih pak itu beliau dari
Partai Demokrat daerah pemilihan Jawa Timur. Kemudian Pak Ade Firdaus beliau dari PAN daerah
pemilihan Jawa Barat, kemudian paling ujung Pak Daromi Irdjas PPP daerah pemilihan Jawa Tengah,
Pak KH. Hafidz Ma‟soem dari PPP Jawa Timus, kemudian yang di sampingnya yang paling cantik ini
Mba Nina Kedang yang termuda di sini dari PDS NTT, di sebelahnya juga ada dari NTT Pak Cyprianus
Aoer beliau dari PDI Perjuangan, di belakangnya Pak Razak Parosi dari PDI Perjuangan daerah
pemilihan Sulawesi Tenggara, kemudian Pak KH. Ahmad Darodji ini satu-satunya pakai kopiah dari
Golkar daerah pemilihan Jawa Tengah, kemudian di samping kiri saya Pak Irwan Prayitno sekarang
Ketua Komisi X DPR-RI dari PKS daerah pemilihan Sumatera Barat. Saya Anwar Arifin Golkar daerah
pemilihan Sulawesi Selatan.
Bapak ibu sekalian.
Kami ingin menyampaikan hari ini sebenarnya adalah hari Pansus yang kita pinjam untuk
memanfaatkannya sehingga nanti sebentar teman-teman akan bergabung dan ini adalah rapat dengar
pendapat umum (RDPU) jadi tidak memerlukan kourum sebagaimana yang dituntut dari sebuah
persidangan rapat kerja. Baiklah dengan mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim rapat dengar
pendapat umum dengan resmi kami buka.
(KETOK PALU 1 KALI)
(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.15 WIB)
Bapak-bapak dan ibu-ibu rapat ini terbuka untuk umum.
Bapak ibu dan hadirin yang kami muliakan, kami mengundang bapak ibu ini adalah sesi terakhir
dari rangkaian rapat dengar pendapat umum berkaitan dengan RUU tentang Badan Hukum Pendidikan,
yaitu amanah dari Pasal 53 tentang Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, jadi RUU
Badan Hukum Pendidikan ini kami sudah mendengarkan dari berbagai stakeholder pendidikan, dan
terakhir kemarin dari teman-teman dari pemerintah yang non departemen Pendidikan Nasional yang
berkaitan dengan itu dari Departemen Hukum dan HAM, Departemen Agama dan sebagainya
sebelumnya juga sudah.
111
Kami ingin menyampaikan inti masalahnya, yang pertama dalam Pasal 53 itu Badan Hukum
Pendidikan itu ditulis dengan huruf kecil, jadi namanya nama jenis bukan nama diri, jadi pikiran awalnya
itu ya itu memetakan badan-badan hukum untuk pendidikan, antara lain dalam penjelasannya itu Badan
Hukum Milik Negara.
Yang kedua adalah adanya komplikasi antara Undang-Undang Yayasan dengan RUU Badan
Hukum Pendidikan, para penyelenggara perguruan tinggi swasta se-Indonesia menyatakan bahwa
Undang-Undang Yayasan itu bisa menaungi pendidikan, sedangkan Pasal 53 menyebutkan bahwa
satuan pendidikan formal harus berbentuk Badan Hukum Pendidikan. kata pendidikan yang ada dalam
Undang-Undang Yayasan itu, itu bisa ditampung dalam pendidikan non formal, sedangkan AFTISI
menganggap sama dengan yang terakhir saya katakan bahwa Undang-Undang Yayasan tidak bisa
menampung pendidikan formal. Kemudian tuduhan atau kritik bahwa RUU yang dibuat oleh pemerintah
menjurus kepada liberalisasi pendidikan dan komersialisasi pendidikan, jadi artinya negara akan lepas
tangan ya. Kemudian wali amanah ada juga usul tentang wali amanah dan sebagainya, kali ini terakhir
kami mengundang bapak-bapak dan ibu-ibu untuk hadir di sini mewakili lembaga masing-masing, kami
ingin menerima masukan dan termasuk kami mengundang dari Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia itu
untuk memberikan juga masukan bagaimana agar pengembangan bakat dan minat serta kemampuan
mahasiswa itu bisa ditampung di dalam RUU BHP. Karena dari 220 juta penduduk Indonesia
memperoleh pemain bola 17 orang saja ternyata susah, masa bisa kalah sama Irak yang berperang
terus, Singapura yang kecil, dan sebagainya tentunya. Nah inilah nanti kita harapkan masukan-
masukan dari itu, kami sudah mengirimkan bahannya.
Baiklah kami akan mempersilahkan dulu, siapa dulu yang mulai ya, bapak-bapak, Kepala Dinas
dulu ya karena beliau sudah duduk di tengah paling kanan dan biasanya itu kursinya Menteri
Pendidikan Nasional, jangan-jangan nanti dari Kepala Dinas langsung menjadi Menteri Pendidikan
Nasional amiin. Silahkan pak memperkenalkan diri dan teman-temannya kalau ada silahkan.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Terima kasih bapak pimpinan.
Yang saya hormati pimpinan dan anggota dewan yang hadir pada hari ini.
Ibu-ibu dan bapak-bapak yang berbahagia.
Saya Margani Muhamad Mustar Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta,
hari ini hadir bersama 3 rekan saya, Bapak K.H. Husein Kepala Bagian Tata Usaha, Bapak Ujang Arifin
Kepala Sub Dinas Standarisasi dan Pengembang Migran, dan Pak Dinas Kepala Seksi Pendataan.
Terus terang seperti yang bapak sampaikan tadi ini adalah pertama kali kami ada di sini
bertemu dengan bapak, pertama kali diundang dan terus terang saya merasa surprise sebagai suatu
dinas di tingkat provinsi bisa diundang di lembaga yang terhormat ini dan karena surprise itu juga rada
grogi jadinya dan mungkin dari itu masukan yang kami sampaikan kurang maksimal. Tapi kami berniat
112
untuk terus mengikuti proses ini dan InsyaAllah pada waktu yang akan datang apabila ada kesempatan
kami tetap akan memberikan masukan.
Ibu dan bapak yang saya hormati.
Saya mungkin akan mengawali masukan ini dengan melaporkan kepada ibu dan bapak secara
ringkas keadaan pendidikan menengah dan tinggi di DKI Jakarta yang mungkin salah satu tipelogi dari
satu daerah yang ada di Indonesia ibu kota. Di DKI Jakarta ada 1.100 SMA dan SMK, 116 SMA Negeri,
60 SMK Negeri dan sisanya adalah swasta. Jadi peran serta swasta untuk pendidikan menengah di DKI
Jakarta itu sekitar 60% melayani penduduk Jakarta.
Perguruan tinggi ada 538 termasuk pendidikan kedinasan, namun walaupun nama kami Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi, tapi pada sektor-sektor tingginya kewenangan kami sangat terbatas,
karena kewenangan masih jauh dipegang oleh Dirjen DIKTI dan Kopertis. Jadi mungkin kami akan lebih
fokus pada pendidikan menengah.
Dapat kami laporkan bahwa kalau kita lihat dari karakter terutama kualitas penyelenggaraan
untuk 116 SMA Negeri dan 60 SMK Negeri, itu relatif kualitasnya homogen, karena semua berada di
bawah pembinaan langsung dari pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui Dinas…, namun untuk
sekolah-sekolah swasta yang berjumlah kurang lebih 500-an untuk SMK dan 490-an untuk SMA, ini
memang terjadi heterogenitas yang cukup tinggi dari segi kualitasnya. Ada sekolah-sekolah swasta
yang sangat baik dan bahkan beberapa lebih baik dari sekolah negeri yang terbaik, tetapi sangat
banyak juga yang kondisinya menengah ke bawah, dan perlu dibantuk karena memprihatinkan, karena
memang kapasitas pengelolaannya yang memang tidak terlalu optimal.
Jadi inilah gambaran ringkas dari pendidikan yang ada di DKI Jakarta, sudah barang tentu
kalau saya bicara tentang kualitas yang tadi ada yang homogen ada yang heterogen itu merupakan
resultante dari berbagai variabel, yaitu variabel tenaga kuantitas dan kualitas guru, variabel sarana dan
prasarana pendidikan, variabel manajemen, dan juga kurikulum serta mekanisme pengelolaannya.
Jadi ini bapak di dalam menyelenggarakan pembinaan pendidikan ada dua tantangan besar
yang kita hadapi, yang pertama adalah bagaimana kita bisa memberikan kesempatan yang sebesar-
besarnya untuk masyarakat mengikuti pendidikan yang setinggi-tingginya, nah ini biasanya kita
terjemahkan di dalam bahasa program adalah dalam bentuk memberikan jaminan terciptanya
pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Kemudian tantangan kedua yang besar buat kita adalah
bagaimana kita menjalankan pelayanan pendidikan yang berkualitas tinggi, untuk DKI Jakarta
tantangannya mungkin tidak hanya kualitas berstandar lokal atau nasional tetapi juga beberapa diantara
sekolah sudah menjalankan pendidikan dengan kualitas standar internasional.
Jadi dua hal itu yang kita alami, untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan dapat kami
laporkan bahwa penyediaan dari sisi pelayanan pendidikan secara kuantitas itu sudah mencukupi di
DKI Jakarta, kalau saya ambil rasio antara jumlah kursi yang ada di SMA dan SMK Negeri dan swasta
dijumlah dibandingkan dengan jumlah anak yang mengikuti ujian SMP dan Madrasah Tsanawiyah, itu
rasionya sudah 130%, artinya dari segi kuantitas ketersediaan pelayanan kita mencukupi. Sementara
113
dari segi kualitas seperti kami sampaikan tadi ada heterogenitas terutama di kalangan pendidikan yang
diolah dikelola oleh swasta.
Jadi ibu dan bapak, saya melihat kepentingan itulah yang utamanya harus bisa diakomodir oleh
Undang-Undang BHP ini, yaitu bagaimana undang-undang ini bisa menjamin ketersediaan atau
terciptanya pemerataan dan perluasan akses pendidikan kebetulan DKI Jakarta sudah memadai dari
segi kuantitas dan diharapkan juga undang-undang itu bisa menjamin terjadinya atau terciptanya
layanan pendidikan yang berkualitas tinggi yang menurut amanat Undang-Undang Pendidikan bahkan
di setiap daerah diminta untuk ada yang berstandar internasional.
Kemudian hal lain yang diharapkan bisa terjamin dengan adanya undang-undang ini adalah
terciptanya efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan kemudian terjadinya prinsip non komersial,
prinsip non komersial ini memang terlihat menjadi salah satu asas di dalam Undang-Undang
Pendidikan, tetapi di dalam pelaksanaannya sampai saat ini masih katakanlah belum terlalu pasti untuk
menilai apakah suatu sekolah sudah tidak menjalankan komersialisasi, atau masih adakah
komersialisasi di satu sekolah, karena dari beberapa contoh yang kami miliki utamanya pada sekolah-
sekolah swasta, misalnya katakanlah pada SMA, ada SMA yang mengambil iuran dari muridnya
sebulan Rp.40.000 kurang lebih, tapi ada juga yang mengambil iuran muridnya sekitar Rp.2,5 juta
sampai Rp.3 juta. Nah saya belum bisa menilai apakah ini sudah bisa kita buktikan mana yang
komersial yang mana yang tidak, nanti akan ada variabel lain yang menyebabkannya terjadinya
pungutan itu.
Kemudian saya melihat juga undang-undang itu bisa mengakomodasi terciptanya peran serta
yang proporsional dan bertanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat. Di dalam pasal yang
terkandung di dalam undang-undang ini saya melihat ada dua ungkapan, yang pertama pemerintah
dapat memberikan dana untuk undang-undang, dan masyarakat juga dapat memberikan, jadi kata-
katanya dua-duanya dapat, tidak ada satu… yang mendapat beban untuk memperoleh kata wajib gitu,
jadi kalau kata-katanya dapat, kalau suatu saat… tidak dapat, mungkin tidak terjadi itu BHP. InsyaAllah
di Jakarta tidak terjadi tapi saya tidak tahu di daerah lain.
Kemudian kami juga berharap undang-undang ini bisa mengakomodasikan heterogenitas yang
ada, seperti yang saya katakan tadi sekolah swasta sangat heterogen. Sekolah swasta di DKI Jakarta
yang jumlahnya kurang lebih 500 untuk SMA, 490 untuk SMK, itu secara garis besar saya bisa
gambarkan misalnya pada saat ujian nasional kemarin, ada 6 sekolah swasta yang tingkat kelulusannya
0%, tapi ada juga banyak sekolah swasta yang tingkat kelulusannya 100%, yang 0% ini kebetulan
memang sekolah swasta yang sangat minim jumlah muridnya antara 7 sampai 15, jadi ini untuk
menggambarkan heterogenitas yang terjadi. Jadi kita berharap BHP ini bisa mengakomodasikan
heterogenitas yang ada.
Ibu dan bapak kami sudah melakukan mencoba melakukan bahasan terhadap rancangan
undang-undang ini dan memang forum yang kami miliki yang mungkin saya merasa kapasitasnya
masih terbatas, melihat bahwa secara umum atau secara keseluruhan Rancangan Undang-Undang
114
BHP ini sudah mengakomodasikan berbagai kepentingan yang tadi saya sampaikan, walaupun untuk
pelaksanaannya saya melihat perlu adanya suatu kesiapan yang matang di masyarakat, jadi ada 3
tahapan yang mungkin bisa saya usulkan untuk bisa mengendors undang-undang ini nantinya yaitu
setelah Undang-Undang ini diterbitkan maka perlu diciptakan rekayasa-rekayasa bagaimana
mekanisme yang terbaik untuk pelaksanaan undang-undang ini, setelah itu dilakukan fase education
atau sosialisasi yang intent setelah itu baru dilakukan enforchment, jadi kami serius… dengan 3E yaitu
Enginering, Education, dan Enforchmen manakala ada sesuatu yang baru dimunculkan.
Jadi ini secara sekilas yang bisa saya sampaikan tanggapan terhadap rancangan undang-
undang ini, ada beberapa masukan yang bersifat redaksional tapi akan kami sampaikan secara tertulis.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Terima kasih Bapak Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi DKI Jakarta. Ini
memang sengaja kami mengundang untuk implementasinya nanti ini bagaimana pak, terutama di
tingkat sekolah menengah.
Sebelum kita lanjutkan, ini ada teman-teman yang sudah bergabung, saya perkenalan yang di
depan ini Ibu Trully dari Golkar daerah pemilihan Gorontalo, kemudian di belakang adalah Pak Boy dari
Partai Demokrat derah pemilihan Jawa Barat, kemudian Pak Ebby Jauhari dari Golkar daerah pemilihan
Banten, kemudian di belakang Pak Komar dari Demokrat daerah pemilihan Jawa Barat, kemudian Pak
Dedy Sutomo PDI Perjuangan daerah pemilihan Jawa Tengah, kemudian Pak Gusti Syamsumin Golkar
daerah pemilihan Kalimantan Barat. Jadi ini mewakil rakyat, satu anggota ini rata-rata 300 ribu ini bapak
ibu. Kita berusaha untuk menyelesaikan pukul 16.00 WIB ya, bapak ibu jadi mudah-mudahan pukul
16.00 WIB bisa kita selesai. Kita berurut saja ya, berikutnya dari Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia.
Ya silahkan bu.
ASOSIASI PSIKOLOGI SEKOLAH INDONESIA (RENI):
Ya terima kasih ya prof Anwar.
Pimpinan rapat dan anggota dewan yang saya hormati.
Sebelumnya kami memperkenalkan teman-teman yang ikut dalam rombongan ini, sebelah
ujung adalah Ella Sihab fsikolog pemilik Cikal, kemudian Irma fsikolog dari Bobo, kemudian Tia dari
Familyu Discovery, Fitria fsikolog dari High Scope, Fonny fsikolog dari Klinik Anakku, dan Rini Polwan
dari Bhayangkari Serang.
Baik ibu bapak sekalian.
Pertama-tama kami atas nama Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia mengucapkan banyak
terima kasih atas kesempatan yang diberikan pimpinan Komisi X DPR-RI pada hari ini untuk disertakan
dalam RDPU tentang masukan untuk pembahasan RUU BHP. Namun beda dengan teman-teman yang
lain, kami ke sini dengan harapan yang sangat besar agar profesi kami fsikolog dapat diakui sebagai
profesi yang profesional di sekolah, dalam hal ini kami menginginkan agar dimasukkan dalam Bab VI
115
Ketenagaan Pasal 26 tentang Fsikolog Sekolah. Secara teknis tentunya kami serahkan sepenuhnya
kepada anggota dewan yang terhormat bagaimana bunyi nantinya, karena dalam ayat hanya tertulis
karyawan BHP terdiri atas pendidik, tenaga kependidikan lainnya, dan tenaga penunjang. Di dalam
penjelasan atas RUU tersebut, Pasal 26 ayat (1) yang ada hanya tentang tenaga penunjang.
Adapun landasan pemikiran kami mengusulkan fsikolog sekolah dimasukkan dalam karyawan
BHP adalah sebagai berikut: kita kenal untuk pertama kali profesi fsikolog ini adalah pada saat Prof.
Slamet Imam Santoso sebagai guru besar pada GS UI di ITB Februari 22 yang berjudul pemeriksaan
fsikologis sebagai dasar untuk sekolah, hal ini menarik karena beliau adalah fsikiater tetapi mengambil
topik tentang pemeriksaan fsikologis, ternyata dari hasil pemeriksaan sehari-hari sebagai fsikiater Pak
Slamet menemukan banyak karyawan maupun anak sekolah yang depresi yaitu tidak adanya
kesamaan penempatan di sekolah ya bakat dan minatnya. Nah pada kesempatan tersebut Pak Slamet
mengingatkan bahwa fungsi sekolah tidak hanya mendidik anak menjadi pintar tetapi juga fungsi
saringan. Nah fungsi saringan inilah yang selama ini sampai saat ini menjadi membuat ribut di sekolah
karena tidak adanya pemahaman dari masyarakat bahwa ada hukum dari yang disebut survive of the…,
sebenarnya tidak semua orang cocok untuk bersekolah tertentu di sekolah tertentu. Nah hal inilah
kemudian yang saya kira hanya profesi fsikolog yang bisa membantu mengarahkan bakat dan minat.
Tadi dikatakan oleh Prof Anwar bahwa memang tidak semata-mata kognitif tapi itu juga harus
memperhatikan faktor-faktor yang non intelektif.
Nah kenyataannya profesi kita fsikolog di sini hanya dalam konteks pemanfaatan di dalam
pendidikan, baru sebatas tukang tes, jadi kita di luar sekolah pak, jadi hanya memotret IQ siswa berapa,
apakah digunakan atau tidak oleh pihak sekolah itu masih tanda tanya besar. Nah di dalam sekolah
yang menjadi andalan dari pihak sekolah adalah guru BP, yaitu sarjana latar belakangnya BK, namun
juga akhir-akhir ini banyak teman-teman dari S1 fsikologi yang menjadi guru BP. Nah keberadaa
fsikolog sekolah kalau tidak dimanfaatkan adalah mubazir, padahal merekalah yang bisa untuk
memptret potret siswa yang mampu mendeteksi permasalahan, dia mendiagnosis melakukan
pemeriksaan, menganalisis… kelainan pada diri individu sampai dengan memberikan rujukan ke dokter
ahli gizi, terapi dan lain sebagainya.
Nah oleh karena itu kami menyadari bahwa pemahaman ini tentu perlunya fsikolog sekolah
bukan hal yang mudah, kami berharap besar dengan DPR mendukung gagasan bahwa di dalam sistem
NKRI perlu adanya scholl fsikologize. Usul konkrit kami dalam Pasal 26 ayat (1) agar ditambahkan kata
fsikolog atau jika fsikolog akan dijadikan bagian dari ketenaga pendidikan, maka perlu dalam penjelasan
disebutkan hal tersebut.
Untuk informasi bahwa tenaga fsikolog di kesehatan sudah diperjuangkan sudah berhasil dan
menjadi tenaga fungsional. Konsekuensi logis dari usulan ini maka sekolah perlu memiliki seorang
fsikolog atau sekurang-kurangnya bekerja sama dengan kantor konsultan fsikolog. Saya kira
demikianlah apa yang bisa kami masukkan kita berikan kepada anggota DPR, dan sebagai informasi
juga nanti sore kami akan bertemu dengan Menteri Pendidikan Nasional untuk bicara secara panjang
116
lebar mengenai bagaimana teknis dan kita minta bantuan pemerintah agar profesi kami diakui.
Sebelumnya kami juga telah ketemu dengan Menkokesra tentang masalah ini, dan kami berharap
dalam waktu dekat sosialisasi mengenai fsiko sekolah ini bisa dilaksanakan.
Terima kasih pak.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, terima kasih Bu Rani.
Jadi salah satu fraksi ini memang sudah memasukkan dalam draftnya itu ada fsikolog sekolah
ya setiap sekolah Pak Margani seharusnya punya fsikolog, apakah nanti nah mudah-mudahan nanti
bisa diterima oleh pemerintah dan seluruh anggota DPR, kemudian kita teruskan Ibu Direktur Masusita
Gobel kami persilahkan.
DIREKTUR GOBEL MATSUSHITA (ALVIANA COKRO):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Yang terhormat pimpinan rapat dan bapak ibu sekalian.
Selamat sore.
Jadi pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri nama saya Alviana Cokro dari Masusita
Gobel Institut, salah satu unit yang ada di bawah yayasan Masusita Gobel. Menerima kami menerima
undangannya kemarin pak, cuma ini mungkin saya datang kemari bukan untuk memberi masukan detail
mengenai BHP-nya karena tempat kami belum mempunyai sekolah formal pak. Jadi ini juga saya ingin
mengoreksi suratnya karena di sini dikatakan kami sebagai penyelenggara pendidikan asing di
Indonesia. Penyelenggara dalam pemikiran kami adalah suatu badan asing, padahal bukan jadi sedikit
menginformasikan bahwa kami atau Masusita Gobel itu berdiri tahun 1979, untuk merealisasikan mimpi
almarhum dari Pak… Muhammad Gobel dan Ibu… Masusita. Mereka sebagai pribadi mendirikan
Yayasan Masusita Gobel, dan misinya adalah ikut terlibat dalam pengembangan intelektual dan
kesejahteraan dari bangsa Indonesia dan pendidikan di kami adalah pendidikan non formal. Jadi nanti
kalau memang ada waktu kalau memang diperlukan saya ada sedikit untuk mengenal ini siapa sih saya
terus terang kaget kenapa kami bisa dibilang sebagai penyelenggara pendidikan asing, gitu saja
informasinya. Jadi kalau memang diperlukan saya ada bisa tunjukan slide apa aktivitas kami, kalau
ditanya terus hubungannya dengan pendidikan apa, ya kami berhubungan dengan pendidikan tapi
pendidikan kami adalah non formal, jadi memang ada kami seperti kami terlibat dengan Diknas untuk…
kemudian kami ikut terlibat untuk penentuan syarat kompetensi untuk bidang elektronika iya, kemudian
kami juga melakukan pelatihan di bidang teknikal ya, tapi lebih kepada bukan formalnya pak, jadi
informal, aktivitas kami ya kami sudah kemana-mana juga tapi bukan formal.
PIMPINAN RAPAT:
Ada pendidikan asingnya gitu? yang non formal tapi asing?
117
DIREKTUR GOBEL MATSUSHITA (ALVIANA COKRO):
Kami memakai standarnya standar dari luar atau standar Masusita kita pakai. Jadi ini dalam
rangka untuk penentuan standar kompetensi itu pak.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Ya terima kasih bu.
Jadi walaupun pendidikan non formal tapi sudah datang ke sini jadi tak kenal maka tak sayang
ini ya kan kita sudah tahu dan saya kira suatu saat mungkin bisa berkembang nanti menjadi pendidikan
formal begitu.
Baik kita teruskan Ibu Direktur High Scope silahkan.
DIREKTUR HIGHSCOPE (ANTARINA):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Selamat sore dan salam sejahtera.
Yang terhormat pimpinan rapat dan bapak ibu sekalian yang hadir di sini, nama saya Antarina
dari High Scope saya di sini ditemani oleh colega saya Bapak Farid Amir juga dari High Scope kami
berdua sebagai dewan direksi High Scope. Terima kasih atas undangannya untuk memberikan
pendapat mengenai RUU BHP ini.
Untuk lebih jelasnya sebenarnya pendidikan kami dimulai dari usia dini sampai SMA, tapi kami
hanya menggunakan lisensi atau metodeloginya saja dari luar dari asing, tapi sekolahnya sendiri
sebenarnya sekolah nasional untuk anak-anak Indonesia kebanyakan, memang ada sedikit mungkin
orang asingnya tapi lebih banyak orang Indonesianya. Kemudian dari segi pendanaan kami bukan
asing, kami nasional. Namun demikian sehubungan dengan RUU ini kami merasa kalau merujuk
kepada Pasal 2 dalam RUU ini, dimana dinyatakan bahwa penyelenggara persatuan pendidikan ini
dapat berupa BHP, jadi sebenarnya berupa dapat jadi berarti sebenarnya kami dari segi pendidikan
formal ini tidak harus BHP, kalau di perguruan tinggi mungkin harus BHP, tapi kami memberikan juga
pendapat mengenai itu, karena di bawah-bawahnya seolah-olah pendidikan ini harus BHP gitu, padahal
di Pasal 2 itu hanya dapat.
Tentang pendidikan dasar dan menengah, kami melihat lagi pada dasarnya undang-undang ini
dibuat karena kembali kepada subtansi, sebenarnya kan ada permasalahan di dalam pendidikan
nasional, dalam hal pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan nasional itu
tanggung jawab pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 45, dan kemudian juga mungkin ada
tuntutan dari Education for All dan NDG bahwa pemerintah harus mencapai satu pendidikan berkualitas,
tapi permasalahannya pemerintah tidak mempunyai cukup dana dalam penyelenggaraannya. Kami
melihat di sini undang-undang ini kemudian dianggap sebagai satu solusi untuk masalah pendanaan
tapi bukan ke substansi pendidikannya itu sendiri, jadi ke masalah pendanaannya.
118
Nah kalau dari segi kami sebagai pihak swasta, kami merasa sekolah jadi tanggung jawab
pemerintah ini seolah-olah dilimpahkan kepada swasta artinya negeri dan swasta menjadi sama, nanti
tidak ada lagi sekolah negeri dan tidak ada lagi sekolah swasta karena semuanya sama dalam bentuk
BHP. Padahal peranan swasta di sini kan sebenarnya membantu pemerintah, mereka membantu
pemerintah dalam penyelenggaraannya, tadi dikatakan oleh Bapak Kepala Dinas swasta 60%, jadi
banyak sekali ininya, Cuma kelihatannya dengan adanya undang-undang ini seolah-olah sepertinya
event swastapun harus diseragamkan distandarisasi, sepertinya di Indonesia takut sekali dengan
adanya keanekaragaman, semua harus sama, semua harus berbentu seperti BHP, ini menurut saya
salah satu produk sekolah lama dimana factory style itu menghasilkan orang-orang semua harus
seragam harus sama, padahal kalau di negara maju, itu swasta itu tidak harus sama dengan
pemerintah, bahkan dia tidak harus ikut kurikulum pemerintah, tidak harus mengikuti semua aturan
pemerintah, hanya ada secara minimum yang mereka harus ikutkan, tapi kalau dengan adanya BHP ini
seolah-olah event swastapun harus mengikuti semua aturan pemerintah, rasanya ini justru nanti akan
mematikan pihak swasta untuk berkembang dan lebih berkreasi di dalam penyelenggaraan ini.
Sekarang swasta sudah cukup maju dan banyak membantu, tapi kalau terlalu banyak diatur, nanti
swastanya juga jadi mati malah jadi menimbulkan masalah baru bagi pendidikan nasional.
Nah kalau seharusnya pemerintah tetap menganggap bahwa peranan dari penyelenggaraan
pendidikan itu tetap di tangan pemerintah, bahwa pemerintah sekarang belum mampu tidak apa-apa
tapi itu kan merupakan target di suatu saat untuk bisa dicapai, kalau ini sudah di undang-undang kan
berarti pemerintah tidak harus memiliki target dan dengan pasal-pasal di dalamnya menyebutkan siapa-
siapa saja yang menjadi anggota BHP atau menjadi unsur di dalam BHP itu bisa saja dimanfaatkan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga justru tujuan pendidikan nasional untuk akses
itu tidak tercapai karena pemerintah di situ sudah tidak ada campur tangannya lagi, mungkin hanya
wakil saja MWA hanya wakil di situ, yang lainnya adalah unsur-unsur swasta bisa masuk di situ. Yang
berakibat nanti mungkin malah pendidikan menjadi mahal, sementara tujuan pemerintah pendidikan
akan gratis kapan tercapainya karena tidak ada tanggung jawab pemerintah lagi di situ, dan kalau di
Sisdiknas ada 20% APBN di sini letaknya dimana gitu, jadi agak ada perbedaan gitu diantara Undang-
Undang Sisdiknas dengan Undang-Undang BHP ini gitu.
Kalau dari point yang ada di dalam sini disebutkan bahwa akan terjadi komersialisasi ini ada di
point 4 permasalahan BHP terjadi swastanisasi, liberalisasi, kemungkinan bisa saja terjadi di sana.
Sebenarnya kan yang harus dibenahi adalah komersialisasi itu kan hubungannya dengan kualitas, jadi
kalau pendidikan itu mahal kualitasnya tidak baik itu komersial, tapi kalau bilang pendidikan biayanya
murah itu tidak benar, pendidikan itu biayanya mahal sekali. Sekarang bagaimana biaya pendidikan
mahal kualitas tinggi itu bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, nah itu kan kalau di negara maju
itu kan tugas pemerintah, undang-undang ini seolah-olah melarikan itu semua menjadi tugasnya
masyarakat, karena di sini masyarakat terus yang diinikan. Bagaimana sebaiknya pemerintah itu
mentargetkan suatu saat dia bisa membiayai pendidikan, bahwa sekarang dalam masa transisi belum
119
bisa, mungkin kita mencari jalan keluarnya yang lain, tapi jangan dihilangkan seolah-olah sudah bukan
tanggung jawab lagi pemerintah. Kalau dari kita sendiri swasta, mohon swasta jangan terlalu banyak
harus ini harus itu, nanti kreativitas swasta menjadi tidak berkembang malah mati malah menimbulkan
masalah.
Jadi intinya kalau dilihat dari undang-undang ini lebih banyak mudaratnya daripada
manfaatnya, kalau kami melihatnya seperti itu, belum tentu masalah dengan undang-undang ini
masalah pendidikan akan selesai, karena banyak sekali, walaupun pemerintah punya 20% saja dana,
masalah pendidikan itu masalah kualitas itu sangat sulit menyelesaikannya, jadi ini belum tentu
menyelesaikan masalah pendidikan nasional, mungkin itu dari kami.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, terima kasih bu.
Yang sudah menyampaikan beberapa masukan yang memang dana kemajemukan itu juga
muncul beberapa hari yang lalu begitu, cuma saya ingin menyampaikan kepada kita mengingatkan saja
bahwa Pasal 53 itu sesungguhnya dari Undang-Undang Pendidikan Nasional itu adalah penyelenggara
dan atau satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat itu
berbentuk badan hukum. Ya terus terang saja saya waktu itu ketua panitia lupa memasukkan
pemerintah daerah di situ. Jadi sebenarnya ide dasarnya memang dari SD sampai perguruan tinggi ya
biar berbentuk badan hukum pendidikan, karena waktu itu Undang-Undang Yayasan itu menurut versi
pemerintah ya saya baru tanya tadi Direktur Perundang-undangan dari Departemen Hukum dan HAM di
Pansus Haji, menganggap bahwa Undang-Undang Yayasan itu tidak bisa menaungi pendidikan formal
ya begitu sebenarnya, karena di situ badan usaha jadi yayasan itu membentuk badan usaha, bahkan
tadi disampaikan itulah sebabnya RUU yang dibuat oleh pemerintah itu huruf besar, nah baru juga saya
paham, mungkin yang kemarin ikut itu memahami, itulah sebabnya maka SMA dan apapun juga ikut
dalam undang-undang itu.
Jadi RUU BHP ini saya lupa sampaikan kepada bapak dan ibu adalah akibat dari keluarnya
Undang-Undang Yayasan itu, ya itulah sebenarnya salah satu yang mendorong RUU BHP itu lahir
karena pemahaman waktu itu bahwa Undang-Undang Yayasan itu tidak bisa menaungi pendidikan
yang nirlaba tentunya kecuali pendidikan yang mau komersial, artinya pendidikan itu mencari
keuntungan, mungkin kursus-kursus mungkin bisa ternaungi.
Yang kedua bu, kita dalam Undang-Undang Dasar itu pendidikan dasar itu wajib dan
pemerintah menyediakan anggarannya, jadi apakah anak itu sekolah di negeri atau swasta seharusnya
harus gratis, saya diprotes oleh Walikota Makasar kenapa anak walikota juga harus gratis gitu, ya
memang maksudnya filosofinya waktu itu supaya anak itu tahu bahwa dia berhutang kepada negara,
karena kalau dari TK sampai perguruan tinggi membayar, anak itu tidak merasa berhutang kepada
negara begitu. Jadi SD, SMP itu 9 tahun harus tidak dipungut biaya, itu negara harus tanggung jawab,
karena orang tuanya sudah membayar pajak, masa anaknya lagi dipajak, itu kira-kira filosofinya bu.
Jadi nanti bagaimana mengaturnya ya tentulah kita minta supaya undang-undang ini bisa kita buat.
120
Mohon maaf Bapak H. Jamaluddin Hakam ini maaf tadi karena memilih tempat duduk di
belakang, ini dari Majelis Pertimbangan Pendidikan Agama Departemen Agama Republik Indonesia,
sekarang kami persilahkan pak untuk menyampaikan masukan.
KETUA MAJELIS PERTIMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA DEPAG (DJAMALUDIN):