RINITIS ALERGI PENDAHULUAN Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi yang terus meningkat serta dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya.Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe 1 yang diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung dengan gejala karakteristik berupa bersin-bersin, rinore encer, obstruksi nasi dan hidung gatal. Gejala terjadi pada hidung dan mata dan biasanya terjadi setelah terpapar debu, atau serbuk sari musiman tertentu pada orang-orang yang alergi terhadap zat ini. (1) Berdasarkan atas saat pajanan rhinitis alergi diklasifikasikan menjadi rhinitis alergi musiman (seasonal) dan rhinitis alergi tahunan (perennial). ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma ) bekerjasama dengan WHO 2001 membuat klasifikasi baru rhinitis alergi berdasarkan parameter gejala dan kualitas hidup penderita. Berdasarkan atas lama dan beratnya penyakit, rhinitis alergi diklasifikasikan menjadi intermiten ringan, intermiten sedang berat, persisten ringan dan persisten berat.Ini merupakan kondisi yang sangat umum, mempengaruhi sekitar 20% dari populasi. Rhinitis alergi bukanlah kondisi yang mengancam jiwa, namun komplikasi masih dapat terjadi dan menyebabkan kondisi yang secara signifikan dapat mengganggu kualitas hidup.(2) Dua pertiga dari pasien memiliki gejala rinitis 1
sedikit info mengenai rhinitis alergika, semoga dapat membantu sesama sejawat dan sesama yang membutuhkan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RINITIS ALERGI
PENDAHULUAN
Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi yang terus
meningkat serta dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya.Rinitis
alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe 1 yang diperantarai oleh IgE pada
mukosa hidung dengan gejala karakteristik berupa bersin-bersin, rinore encer,
obstruksi nasi dan hidung gatal. Gejala terjadi pada hidung dan mata dan biasanya
terjadi setelah terpapar debu, atau serbuk sari musiman tertentu pada orang-orang
yang alergi terhadap zat ini. (1) Berdasarkan atas saat pajanan rhinitis alergi
diklasifikasikan menjadi rhinitis alergi musiman (seasonal) dan rhinitis alergi tahunan
(perennial). ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) bekerjasama dengan
WHO 2001 membuat klasifikasi baru rhinitis alergi berdasarkan parameter gejala dan
kualitas hidup penderita. Berdasarkan atas lama dan beratnya penyakit, rhinitis alergi
diklasifikasikan menjadi intermiten ringan, intermiten sedang berat, persisten ringan
dan persisten berat.Ini merupakan kondisi yang sangat umum, mempengaruhi sekitar
20% dari populasi. Rhinitis alergi bukanlah kondisi yang mengancam jiwa, namun
komplikasi masih dapat terjadi dan menyebabkan kondisi yang secara signifikan dapat
mengganggu kualitas hidup.(2) Dua pertiga dari pasien memiliki gejala rinitis alergi
sebelum usia 30, tapi kejadiannya dapat terjadi pada usia kapanpun. Alergi rhinitis
tidak memiliki predileksi seksual. Ada kecenderungan genetik yang kuat untuk rhinitis
alergi. Satu orang tua dengan riwayat rhinitis alergi memiliki sekitar 30 persen
kesempatan untuk memproduksi keturunan dengan gangguan tersebut Resiko
meningkat sampai 50 persen jika kedua orang tua memiliki riwayat alergi. Pasien
dapat sangat dibatasi dalam kegiatan sehari hari,sehingga dalam waktu yang
berlebihan dari sekolah atau bekerja. 4
1
DEFENISI
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan alergen spesifik tersebut ( Von Pirquet,1986).
Defenisi menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma )
tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperentarai oleh IgE. 1
EPIDEMIOLOGI
Meskipun insiden rinitis alergika yang tepat tidak diketahui, tampaknya menyerang
sekitar 10% dari populasi umum (Norman, 1985). Polip hidung dan sinussitis
tampaknya meningkat pada penderita rinitis alergika. Suatu kumpulan berupa
kepekaan terhadap aspirin, polip hidung, dan asma brokhial telah ditemukan pada 2 %
dari 28 % penderita asma bronkhial (Giraldo dkk; MC Donald dkk). Penderita
demikian serngkali akan mengalami masalah dengan agent-agent anti radang non
steroid seperti indometasin dan ibuprofen. 2
ETIOLOGI
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi
genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat
berperan pada ekspresi rinitis alergi.
Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan
ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti
urtikaria dan gangguan pencernaan.
Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa
pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi
musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang
tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu
2
Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang
peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.. Faktor resiko untuk terpaparnya debu
tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor
kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk
tumbuhnya jamur. Riwayat hobi berkebun/rekreasi ke pegunungan membantu
identifikasi untuk terpaparnya serbuk sari.
Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor
nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau
merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.
ANATOMI & FISIOLOGI HIDUNG
Anatomi Hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan
pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid
dengan bagian-bagian dari atas ke bawah : pangkal hidung, (bridge), dorsum nasi,
puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung. 4
Gambar 1 : Hidung luar 4
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis),
prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka
3
tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah
hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis
inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, beberapa pasang kartilago ala
minor dan tepi anterior kartilago septum.
Gambar 2 : Hidung bagian dalam 4
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring.Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrase. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior.Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid,
vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan
adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi oleh
perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang,sedangkan
diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.Bagian depan dinding lateral hidung licin,
4
yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi
sebagian besar dinding lateral hidung. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah
konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya
rudimenter. 4
Gambar .3 : Concha nasalis 4,7
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari
labirin etmoid.
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat ronga sempit yang disebut
meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior
terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral ronga hidung.
Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius
terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius
terdapat pula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid.
Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara
sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang
merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat sinus etmoid
terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior merupakan
dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior
atau atap hidung sangat sempit dan di bentuk oleh lamina kribriformis, yang
memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. 4
5
PATOFISIOLOGI
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2
fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC)
yang berlangsung secara kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late
Phase Allergic Reaction atau reaksi tipe lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung
sampai 24-48 jam 1,5
.Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell /APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah di proses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung denganmolekul
HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC kelas II ( Major Histocompatility
Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel
penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th0
untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL 3,IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya dipermukaan sel
limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh
reseptor IgE dipermukaan sel mastoid atau basofil (sel mediiator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi
terpapar dengan alergen yanng sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen
spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan
akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk ( Preformed Mediators)
terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly formed mediators antara