i LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR : 26 Tahun 2010 TANGGAL : 1 Mei 2010 RINGKASAN PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan satu tahapan rencana pembangunan yang harus disusun oleh semua tingkatan pemerintahan, baik pemerintah pusat maupan pemerintah daerah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UNDANG-UNDANG SPPN). Pemerintah Aceh dalam hal ini sudah mempunyai RPJM Aceh priode 2007 - 2012 yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2007 - 2012. Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang SPPN, RPJM Aceh ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kepala daerah dilantik, dan seterusnya merupakan suatu dokumen yang menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA), sebagai landasan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA). Berdasarkan Undang-Undang SPPN, ditegaskan bahwa RPJMA disusun dengan maksud untuk menjabarkan Visi dan Misi Gubernur kepala daerah jangka waktu lima tahun. Dalam RPJMA harus tergambar rencana pembangunan yang terukur baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan dalam rangka melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik. RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 yang sudah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Aceh pada tanggal 7 Mei 2007 sudah dilaksanakan selama priode 2007, 2008, 2009 dan 2010. Namun demikian dalam pelaksanaannya ada sebagian program/kegiatan yang dilaksanakan tidak tercantum dalam RPJM Aceh tersebut, maka untuk mengadopsi program/kegiatan tersebut perlu dilakukan evaluasi dan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 huruf b Peraturan
206
Embed
RINGKASAN PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012 baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan dalam rangka melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik. RPJM
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR ACEHNOMOR : 26 Tahun 2010 TANGGAL : 1 Mei 2010
RINGKASAN PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan satu tahapan
rencana pembangunan yang harus disusun oleh semua tingkatan pemerintahan,
baik pemerintah pusat maupan pemerintah daerah, sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (UNDANG-UNDANG SPPN). Pemerintah Aceh
dalam hal ini sudah mempunyai RPJM Aceh priode 2007 - 2012 yang ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam 2007 - 2012.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang SPPN, RPJM
Aceh ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah kepala daerah dilantik, dan seterusnya merupakan suatu dokumen yang
menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah
dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA), sebagai landasan
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA).
Berdasarkan Undang-Undang SPPN, ditegaskan bahwa RPJMA disusun
dengan maksud untuk menjabarkan Visi dan Misi Gubernur kepala daerah jangka
waktu lima tahun. Dalam RPJMA harus tergambar rencana pembangunan yang
terukur baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan dalam rangka
melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik.
RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 yang sudah ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur Aceh pada tanggal 7 Mei 2007 sudah dilaksanakan selama priode 2007,
2008, 2009 dan 2010. Namun demikian dalam pelaksanaannya ada sebagian
program/kegiatan yang dilaksanakan tidak tercantum dalam RPJM Aceh tersebut,
maka untuk mengadopsi program/kegiatan tersebut perlu dilakukan evaluasi dan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 huruf b Peraturan
ii
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 - 2014.
Tujuan review dan perubahan RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 adalah
untuk menilai tingkat capaian target dan capaian program kegiatan yang telah dan
akan dilaksanakan serta penyesuaian target nasional. Selanjutnya hasil evaluasi
dan perubahan RPJM Aceh ini dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Aceh
(RKPA) sebagai pedoman penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Aceh (RAPBA).
Selama kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 sudah
dilaksanakan berbagai program/kegiatan pembangunan di Aceh dari berbagai
sumber dana baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), APBA
maupun donor serta swasta. Akan tetapi belum semua program/kegiatan yang
direncanakan sudah dilaksanakan sesuai periode waktu dan sumber dana yang
direncanakan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang mempengaruhi rencana
tersebut, seperti keterbatasan dana yang tersedia, adanya bencana alam yang
terjadi diluar perkiraan sebelumnya serta adanya kebutuhan mendesak yang tidak
dapat ditunda-tunda.
Review dan perubahan RPJM Aceh 2007 - 2012 dilakukan dengan membagi
kelompok program/kegiatan dalam empat kuadran (kelompok). Hasil review dan
perubahan yang dilakukan terhadap RPJM Aceh Priode 2007 - 2012 sebagai
berikut:
1. Kuadran I ; berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM Aceh
2007 – 2012 dan sudah tuntas dilaksanakan (6 persen).
2. Kuadran II ; berisi program/kegiatan yang ada dalam RPJM Aceh 2007 –
2012, tetapi belum mencapai target (26 persen).
3. Kuadran III; berisi program/kegiatan yang ada dalam RPJM Aceh 2007-2012,
tetapi bukan prioritas sehingga tidak dilaksanakan (28 persen).
4. Kuadran IV ; berisi program/kegiatan yang tidak ada dalam RPJM Aceh
2007–2012, tetapi dilaksanakan pada tahun 2007-2010 dan
masih perlu dituntaskan pada tahun 2011-2012 (40 persen).
iii
Hasil evaluasi RPJM Aceh terdiri dari Buku I (berupa narasi) dan Buku II
(berupa rincian program/kegiatan), menggambarkan bahwa realisasi capaian
target yang ingin dicapai masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hal ini
disebabkan karena ada beberapa kegiatan yang mendesak yang harus
dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Program/Kegiatan yang
tertera dalam Buku II RPJM Aceh hasil perubahan merupakan capaian target yang
akan dilaksanakan kedepan, dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran
setiap tahunnya.
Hasil perubahan RPJM Aceh tahun 2007-2012 menjadi pedoman bagi
Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota dalam menyusun program/kegiatan
tahunan.
iv
DAFTAR ISI
RINGKASAN PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012 .............................................. iDAFTAR ISI ......................................................................................................... ivDAFTAR TABEL...................................................................................................... viiiDAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xiBAB I PENDAHULUAN.................................................................................. I-1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ I - 1
1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................... I - 21.3 Landasan Hukum ............................................................................ I - 31.4 Hubungan RPJM dan Review RPJM Dengan Dokumen
Perencanaan Lainnya........................................................................ I - 51.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... I - 6
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH.............................................. II-12.1 Geografis .......................................................................................... II-12.2 Perekonomian................................................................................... II-2
2.2.1 Kondisi Ekonomi Makro........................................................... II-22.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi.............................................. II-22.2.1.2 Tingkat Inflasi .......................................................... II-32.2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka................................. II-42.2.1.4 Tingkat Kemiskinan .................................................. II-6
2.2.2 Sektor-Sektor Produksi ........................................................... II-72.2.2.1 Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura .............. II-8
2.2.2.2 Perkebunan.............................................................. II-102.2.2.3 Peternakan .............................................................. II-132.2.2.4 Kelautan dan Perikanan ........................................... II-152.2.2.5 Kehutanan ............................................................... II-172.2.2.6 Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM.......... II-182.2.2.7 Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk........................ II-222.2.2.8 Ketahanan Pangan ................................................... II-252.2.2.9 Penyuluhan.............................................................. II-292.2.2.10 Perkembangan dan Prospek Investasi........................ II-30
2.2.3 Keuangan Aceh ...................................................................... II-312.2.3.1 Pendapatan Asli Aceh (PAA) ...................................... II-322.2.3.2 Dana Perimbangan ................................................... II-332.2.3.3 Dana Otonomi Khusus .............................................. II-332.2.3.4 Tabungan Pemerintah Aceh ...................................... II-342.2.3.5 Sumber Pendapatan Aceh Lainnya............................. II-342.2.3.6 Pengelolaan Keuangan dan kekayaan Aceh ................ II-35
2.3 Agama, Sosial dan Budaya ............................................................... II-362.3.1 Agama .................................................................................. II-362.3.2 Sosial Budaya ........................................................................ II-392.3.3 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak .................. II-402.3.4 Pemuda dan Olah Raga .......................................................... II-40
2.4 Pendidikan ..................................................................................... II-482.4.1 Pemerataan dan Perluasan Akses ............................................ II-492.4.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing.............................................. II-522.4.3 Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik....................... II-542.4.4 Pendidikan Berbasis Nilai Islami .............................................. II-55
2.5 Kesehatan ........................................................................................ II-562.5.1 Status Kesehatan.................................................................... II-572.5.2 Pelayanan Kesehatan.............................................................. II-612.5.3 Kondisi Kesehatan Lingkungan ................................................ II-642.5.4 Pembiayaan Kesehatan ........................................................... II-662.5.5 Fasilitas Kesehatan ................................................................ II-672.5.6 Sumber Daya Tenaga Kesehatan ............................................. II-67
2.6 Sarana dan Prasarana ....................................................................... II-682.6.1 Sumber Daya Air .................................................................... II-682.6.2 Bina Marga dan Cipta Karya .................................................... II-752.6.3 Perhubungan ........................................................................ II-78
2.6.3.1 Transportasi Darat .............................................. II-792.6.3.2 Angkutan Jalan Rel (Prasarana Kereta Api Aceh) ........ II-822.6.3.3 Transportasi Laut ..................................................... II-832.6.3.4 Transportasi Udara................................................... II-882.6.3.5 Pos dan Telekomunikasi ........................................... II-902.6.3.6 Komunikasi, Informasi dan Telematika ...................... II-92
2.6.4 Lingkungan Hidup ................................................................. II-942.6.5 Pertanahan.……………………….................................................. II-962.6.6 Energi dan Sumber Daya Mineral ............................................ II-962.6.7 Kebencanaan......................................................................... II-102
2.7 Pemerintahan Umum ....................................................................... II-1112.7.1 Pemerintahan Aceh .............................................................. II-1112.7.2 Pemerintahan Mukim ............................................................ II-1172.7.3 Pemerintahan Gampong ...................................................... II-1182.7.4 Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil .......................... II-1202.7.5 Perizinan .............................................................................. II-1232.7.6 Keimigrasian ........................................................................ II-1242.7.7 Ketertiban Umum ................................................................ II-124
2.8 Rencana Aksi Kesinambungan Rekonstruksi Aceh ............................... II-1252.9 Badan Reintegrasi Aceh .................................................................... II-126
BAB III VISI DAN MISI .................................................................................. III-13.1 Visi ............................................................................................... III-13.2 Misi ................................................................................................. III-1
vi
BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN ACEH..................................................... IV-14.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan
Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan.............................................. IV-14.2 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber
Daya Energi Pendukung Investasi...................................................... IV-34.2.1 Sumber Daya Air ................................................................... IV-34.2.2 Bina Marga dan Cipta Karya................................................... IV-44.2.3 Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika.............. IV-54.2.4 Lingkungan Hidup ................................................................. IV-74.2.5 Pertanahan........................................................................... IV-84.2.6 Energi dan Sumber Daya Mineral ........................................... IV-8
4.3 Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar ............................................................................................. IV-104.3.1 Pemerataan dan Perluasan Akses .......................................... IV-104.3.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing............................................ IV-114.3.3 Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik ..................... IV-114.3.4 Penerapan Sistem Pendidikan Bernuansa Islami ..................... IV-11
4.4 Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan ................... IV-124.5 Pembangunan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya ................................ IV-13
4.5.1 Syari’at Islam ....................................................................... IV-134.5.2 Sosial Budaya....................................................................... IV-14
4.6 Penciptaan Pemerintah Yang Baik dan Bersih Serta Penyehatan Birokrasi Pemerintahan .................................................. IV-15
4.7 Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.................................. IV-16
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH............................................ V-15.1 Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan............................................ V-25.2 Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja .................................................. V-65.3 Arah Kebijakan Umum Anggaran ...................................................... V-7
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM .................................................................. VI-16.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan
Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan.............................................. VI-16.2 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber
Daya Energi Pendukung Investasi...................................................... VI-36.2.1 Sumber Daya Air .................................................................. VI-46.2.2 Bina Marga dan Cipta Karya .................................................. VI-56.2.3 Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika ............. VI-66.2.4 Lingkungan Hidup ................................................................ VI-76.2.5 Pertanahan .......................................................................... VI-76.2.6 Energi dan Sumber Daya Mineral........................................... VI-8
6.3 Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar ............................................................................................. VI-96.3.1 Pemerataan dan Perluasan Akses .......................................... VI-96.3.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing............................................ VI-10
vii
6.3.3 Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik..................... VI-106.3.4 Penerapan Sistem Pendidikan Bernuansa Islami..................... VI-11
6.4 Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan ................... VI-116.5 Pembanguan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya .................................. VI-126.6 Penciptaan Pemerintah Yang Baik dan Bersih Serta
Penyehatan Birokrasi Pemerintahan................................................... VI-146.7 Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.................................. VI-15
BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN ACEH.......................................................... VII-17.1 Midterm Review Pelaksanaan RPJM 2007-2012 ................................. VII-17.2 Revisi dan Penyesuaian RPJM 2007-2012........................................... VII-47.3 Hasil Revisi Program dan Kegiatan..................................................... VII-4
BAB VIII PENUTUP ........................................................................................... VIII-18.1 Program Transisi .............................................................................. VIII-18.2 Kaidah Pelaksanaan.......................................................................... VIII-1
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel II.1 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh Tahun 2008 dan 2009 Menurut Lapangan Usaha...................................................... II-3
2. Tabel. II.2 : Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka di Aceh Selama Periode 2006 – 2010.............................................................. II-5
3. Tabel. II.3 : Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Selama Periode2007-2009............................................................................. II-7
4. Tabel II.4 : Perkembangan Produktivitas Tanaman Pangan Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007-2009 ........................................ II-10
5. Tabel II.5 : Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007-2009 ........................................ II-11
6. Tabel II.6 : Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007–2009* ...................................... II-12
7. Tabel II.7 : Perkembangan Populasi Ternak Menurut Jenis di Aceh Tahun 2008-2009............................................................................. II-14
8. Tabel II.8 : Perkembangan Produksi Telur Menurut Jenisd di Aceh tahun 2008-2009............................................................................. II-15
9. Tabel II.9 : Produksi Perikanan di Aceh Tahun 2007-2009 ......................... II-16
10.Tabel II.10 : Perkembangan Industri Di Aceh Tahun 2007-2009................... II-19
11.Tabel II.11 : Perkembangan Koperasi di Aceh Tahun 2004-2009.................. II-22
12.Tabel II.12 : Kesempatan kerja Menurut Sektor Usaha Tahun 2009 ............. II-23
13.Tabel II.13 : Produksi beberapa komoditi pangan penting tahun 2007-2008 . II-26
14.Tabel II.14 : Kondisi Sebaran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) per Kabupaten/Kota..................................................................... II-29
15.Tabel II.15 : Jumlah BPP dan Koptan per Kabupaten/Kota Tahun 2009 ........ II-30
16.Tabel II.16 : Jumlah Realisasi Sumber Penerimaan Daerah lainnya 2008-2009............................................................................. II-34
ix
17.Tabel II.17 : Jumlah Penduduk Aceh Menurut Kelompok Umur di Provinsi Aceh Tahun 2008 .................................................................. II-41
18.Tabel II.18 : Jumlah Objek Wisata Menurut Jenis di Aceh ........................... II-444
19.Tabel II.19 : Jumlah Kunjungan Wisatawan Tahun 2005-2009..................... II-45
20.Tabel II.20 : Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni Penduduk Usia Sekolah di Aceh 2007 – 2009. II-49
22.Tabel II.22 : Jumlah Sekolah di Aceh Tahun 2008/2009 .............................. II-50
23.Tabel II.23 : Jumlah Guru Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2008/2009.... II-53
24.Tabel. II.24 : 10 (sepuluh) Jenis Penyakit Terbanyak Berbasis Puskesmas dan Rumah Sakit.......................................................................... II-58
25.Tabel: II.25 : Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar di Aceh 2007- 2008 ..................................................................................... II-62
27.Tabel II.27 : Sumber Pembiayaan Kesehatan.............................................. II-66
28.TabelL II.28 : Pengembangan Pengelolaan Wilayah Sungai (Ws) di Aceh ....... II-69
29.TabelL II.29 : Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Aceh............................. II-72
30.TabelL II.30 : Pengembangan Waduk di Wilayah Aceh .................................. II-74
31.Tabel II.31 : Kerusakan Lingkungan di Pemerintah Aceh ............................. II-95
32.Tabel II.32 : Kapasitas Terpasang dan Daya Mampu Pembangkit Wilayah Aceh Tahun 2008 .................................................................. II-97
33.Tabel II.33 : Komposisi Beban Puncak pada Tahun 2008 ............................. II-99
34.Tabel II.34 : Bencana Gunung Api Aceh ..................................................... II-105
35.Tabel II.35 : Rincian Jejang Pendidikan PNS Pada Pemerintah Aceh ............. II-112
36.Tabel II.36 : Jumlah PNS pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Aceh ..................................................................................... II-114
x
37.Tabel 5.1 : Proyeksi dan Prospek Pendapatan Daerah Aceh Tahun 2007-2012............................................................................. V-10
38.Tabel 7.1 : Review Pelaksanaan Kegiatan/Anggaran Pembangunan periode tahun 2007 - 2010 menurut kriteria Kuadran ............... VII-2
39.Tabel 7.2 : Review perubahan RPJM 2007-2012 berdasarkan 7 (tujuh) Prioritas Pembangunan .......................................................... VII-4
xi
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar II.1 : Peta Kejadian Bencana Geologis di Aceh ................................ II-104
2. Gambar II.2 : Peta Kejadian Bencana Hidro-meteorologis di Aceh................. II-107
3. Gambar VII.1 : Skema Kuadran dan Kriteria Review Program RPJM Aceh 2007-2012 ........................................................................... VII-2
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan satu tahapan
rencana pembangunan yang harus disusun oleh semua tingkatan pemerintahan,
baik pemerintah pusat maupan pemerintah daerah, sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Aceh dalam hal ini sudah
mempunyai RPJM Aceh periode 2007-2012 yang ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur Aceh Nomor 21 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Aceh 2007-2012.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional bahwa Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Pemerintah Daerah disusun dengan maksud untuk
menjabarkan Visi dan Misi Gubernur sebagai kepala daerah dalam jangka waktu
lima tahun, kemudian RPJM tersebut harus menggambarkan rencana
pembangunan yang terukur baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan
dalam rangka melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih
baik.
Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 sudah dilaksanakan berbagai
program/kegiatan pembangunan di Aceh dari berbagai sumber dana baik APBN,
APBA maupun Donor dan swasta, namun program dan kegiatan yang
direncanakan belum semuanya dapat dilaksanakan sesuai dengan RPJM. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi rencana tersebut seperti
keterbatasan dana yang tersedia, terjadinya bencana alam serta adanya kegiatan
mendesak lainnya yang harus segera dilaksanakan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014, pasal 2
ayat 3.b yang disebutkan bahwa RPJMN berfungsi sebagai bahan penyusunan dan
perbaikan RPJM Daerah dengan memperhatikan tugas Pemerintah di Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-2
dalam mencapai sasaran Nasional yang termuat dalam RPJM Nasional, dari hal
tersebut maka RPJM Aceh sudah selayaknya dilakukan evaluasi dan penyesuaian
dengan tetap berorientasi pada VISI dan MISI Pemerintah Aceh yang sudah
ditetapkan.
Evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh 2007-2012 dibagi dalam empat
kwadran (kelompok) yaitu: kwadran pertama berisi semua program/kegiatan
prioritas yang ada dalam RPJM dilaksanakan dengan sempurna dan mencapai
target, kwadran kedua berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
dilaksanakan tapi belum mencapai target, kwadran ketiga berisi program/kegiatan
prioritas tidak ada dalam RPJM tapi dilaksanakan dan kwadran keempat berisi
program/kegiatan yang tidak prioritas dalam RPJM tapi dilaksanakan.
Hasil evaluasi dan penyesuaian yang dilakukan terhadap RPJM Aceh Periode
2007-2012 sebagai berikut:
1. Kwadran Pertama yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
Aceh 2007 - 2012 dan dilaksanakan dengan sempurna sebesar 6 persen;
2. Kwadran Kedua yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
Aceh 2007 - 2012 dilaksanakan tapi belum mencapai target sebesar 26 persen;
3. Kwadran Ketiga yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
Aceh 2007-2012 tapi tidak dilaksanakan sebesar 28 persen;
4. Kwadran Keempat yang berisi program/kegiatan yang tidak ada dalam RPJM
Aceh 2007 - 2012 tapi dilaksanakan sebesar 40 persen.
Hasil Evaluasi dan penyesuaian tersebut menggambarkan bahwa realisasi
capaian target yang ingin dicapai masih jauh dari yang diharapkan, maka untuk
mengejar target yang sudah direncanakan perlu dilakukan penyesuaian
program/kegiatan baik yang sudah dilaksanakan maupun yang belum
dilaksanakan dalam periode dua tahun lagi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-undang Nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJM Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-3
kepala daerah dilantik, yang kemudian menjadi suatu dokumen sebagai acuan
untuk penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah dalam bentuk
dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan sebagai landasan
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur Aceh Nomor 21 tahun 2007 sudah dilaksanakan selama priode 2007,
2008, 2009 dan 2010, namun banyak program/kegiatan yang dilaksanakan tidak
ada dalam RPJM Aceh tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi dan penyesuaian
sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 2010 pasal 2 ayat 3 point b.
Tujuan evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh priode 2007-2012 adalah untuk
menilai tingkat capaian target dan program kegiatan yang telah dan akan
dilaksanakan serta penyesuaian target nasional (RPJMN 2010-2014). Selanjutnya
hasil evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh ini akan menjadi acuan untuk
penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Aceh dalam bentuk dokumen
Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) sebagai landasan penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA).
1.3 Landasan Hukum
Beberapa peraturan dan perundang-undangan yang mendasari evaluasi dan
penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh periode
2007-2012 adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom
Provinsi Aceh dan Perubahan Provinsi Sumatera Utara;
2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh;
3. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang;
4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-4
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang;
7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah;
8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4550);
10. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;
11. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom;
13. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2004-2009;
14. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengakhiran Masa Tugas
Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias dan Provinsi
Sumatera Utara dan Kesinambungan Rehabilitasi dan Rekontruksi di Wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara;
15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014;
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-5
16. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tentang Petunjuk
Penyusunan Dokumen RPJP dan RPJM Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
18. Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim Dalam Propinsi
NAD;
19. Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Propinsi
NAD sebagai salah satu Landasan Hukum;
20. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh
(Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 01,
Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11);
21. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian
Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana
Otonomi Khusus (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008
Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor
12).
1.4 Hubungan RPJM dan Review RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya
Sebagaimana kita ketahui bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Untuk mencapai proses tersebut,
maka keterkaitan suatu dokumen perencanaan dengan dokumen perencanaan
lainnya sangat erat dan menentukan. Dalam hal ini hubungan hasil evaluasi dan
penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh ini dengan
Kebijakan Pembangunan Nasional maupun Rencana Pembangunan
Kabupaten/Kota diharapkan tetap sinergis saling berkaitan suatu sama lain sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
Hasil Penyesuaian RPJM Aceh ini menjadi pedoman dalam rangka
penyesuian dokumen-dokumen lainnya seperti:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-6
1. Rencana pembangunan lima tahunan Satuan Kerja Perangkat Aceh yang
selanjutnya disebut Rencana Strategis (Renstra) SKPA;
2. Rencana Pembangunan Tahunan Aceh, yang selanjutnya disebut Rencana
Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) adalah dokumen perencanaan daerah untuk
periode 1 (satu) tahun.
3. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Aceh, yang
selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh (Renja-SKPA)
adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1
(satu) tahun.
Dengan demikian diharapkan akan terciptanya sinkronisasi program
pembangunan antar sektor dan wilayah baik bersifat jangka panjang, menengah,
maupun jangka pendek, sehingga terwujudnya pembangunan yang terpadu dan
berkelanjutan.
1.5. Sistimatika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang; maksud dan tujuan; landasan hukum;
hubungan RPJM dengan dokumen perencanaan lainnya; danSistematika Penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAHDalam bab ini diuraikan kondisi akhir tahun 2009 Terdiri dari kondisi geografis; Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan; Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung Investasi; Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar; Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan; Pembangunan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya; Penciptaan Pemerintah yang Baik dan Bersih serta Penyehatan Birokrasi Pemerintahan; Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.
BAB III : VISI DAN MISI Tetap tidak berubah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-7
BAB IV : STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAHStrategis disesuaikan dengan kondisi akhir 2009 Terdiri dari Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan; Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung Investasi;Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar;Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan;Pembangunan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya; Penciptaan Pemerintah yang Baik dan Bersih serta Penyehatan BirokrasiPemerintahan; Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.
BAB V : ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Disesuaikan dengan kondisi akhir 2009
BAB VI : ARAH KEBIJAKAN UMUMDisesuaikan dengan kondisi 2009Terdiri dari Bidang Pemerintahan, Politik, dan Hukum; Ekonomi; Infrastruktur; Pendidikan; Kesehatan; Agama, Sosial dan Budaya.
BAB VII : PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Disesuaikan dengan hasil pembahasan PokjaTabel Program Pembangunan Daerah 2007-2012
BAB VIII : P E N U T U P
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-1
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI ACEH
2.1 Geografis
Aceh terletak di ujung Barat laut Pulau Sumatera (2o-6o Lintang Utara dan
95o-98o Bujur Timur) dengan Ibukota Banda Aceh, memiliki luas wilayah 5.675.841
ha (12,26 persen dari luas pulau Sumatera), dan sekaligus terletak pada posisi
strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan Nasional dan Internasional
yang menghubungkan belahan dunia timur dan barat.
Aceh memiliki 119 pulau, 35 gunung, 73 sungai besar, 2 buah danau dan
sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan sebesar 3.862.249,26 ha
yang terdiri dari hutan yang dilindungi dan hutan produksi. Hutan yang dilindungi
terdiri dari hutan suaka alam 115.122,15 ha, hutan pelestarian alam 647.344,82,
hutan lindung 2.481.442,86, dan taman buru 84.962,53 ha, selanjutnya hutan
produksi terdiri dari hutan produksi terbatas 13.331,54, hutan produksi
122.781,15 ha, dan hutan produksi konversi 37.284,20 ha. Aceh mempunyai
beragam kekayaan sumberdaya alam antara lain minyak dan gas bumi, pertanian,
bergelombang, 15-25 persen berbukit dan >25 persen bergunung.
Karakteristik lahan di Aceh pada Tahun 2008 sebagian besar didominasi
oleh hutan, dengan luas 3.549.813 Ha atau 58,15 persen. Penggunaan lahan
terluas kedua adalah perkebunan besar dan kecil mencapai 827.030 Ha atau 13,65
persen dari luas total wilayah Aceh. Luas lahan pertanian sawah dan pertanian
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-2
tanah kering semusim mencapai 449,514 Ha atau 7.59 persen dan selebihnya
lahan pertambangan, industri, perkampungan perairan darat, tanah terbuka dan
lahan suaka alam lainnya dibawah 5.99 persen.
2.2 Perekonomian
2.2.1 Kondisi Ekonomi Makro
2.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Jika diukur dari kenaikan PDRB, perekonomian Aceh secara keseluruhan
(termasuk migas) selama dua tahun terakhir (2008-2009) secara berturut-turut
mengalami pertumbuhan negatif yaitu sebesar -5,27 persen dan -5,58 persen.
Akan tetapi tanpa migas perekonomian Aceh selama periode tersebut justru
mengalami perkembangan yang menggembirakan yaitu mengalami pertumbuhan
positif secara berturut-turut sebesar 1,88 persen dan 3,92 persen.
Penyebab utama pertumbuhan negatif (kontraksi) perekonomian Aceh
secara keseluruhan (termasuk migas) selama beberapa tahun terakhir adalah
disebabkan oleh semakin menurunnya kontribusi minyak dan gas bumi terhadap
PDRB. Akibat masih dominannya kontribusi minyak dan gas bumi terhadap PDRB
Aceh menyebabkan perubahannya berdampak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan.
Jika tanpa memperhitungkan nilai kontribusi minyak dan gas bumi, selama
periode 2008-2009 semua sektor usaha mengalami pertumbuhan positif.
Pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor listrik dan air bersih yang diikuti oleh
sektor keuangan, industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa,
pengangkutan dan komunikasi, pertanian, bangunan, serta pertambangan dan
penggalian.
Pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2008 dan 2009 menurut lapangan usaha
(sektor-sektor) secara lebih terinci dapat dilihat pada Tabel II.1 dibawah ini:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-3
Tabel II.1Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh
Tahun 2008 dan 2009 Menurut Lapangan Usaha
Sumber : BPS Aceh, 2010Catatan : *) angka sementara **) angka sangat sementara
Mencermati perkembangan partumbuhan ekonomi Aceh yang semakin
meningkat selama beberapa tahun terakhir khususnya pertumbuhan ekonomi
tanpa migas, bahwa pertumbuhan tersebut masih jauh dibawah pertumbuhan
ekonomi nasional yang tumbuh sekitar 4,5 persen pada tahun 2009.
2.2.1.2 Tingkat Inflasi
Jika diamati perkembangan harga-harga barang di dua kota utama Aceh
(Banda Aceh dan Lhokseumawe), tingkat inflasi yang terjadi di Aceh pada tahun
2009 tercatat sangat rendah selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009
tingkat inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh adalah sebesar 3,5 persen jauh
LAPANGAN USAHAPertumbuhan (persen)
2008 2009**
(1) (2) (3)
1. Pertanian 0,81 3,09
2. Pertambangan dan Penggalian -27,31 -49,24
- Tanpa Gas -1,01 1,38
3. Industri Pengolahan -7,73 -6,06
- Tanpa Gas 3,57 5,03
4. Listrik dan Air Bersih 12,73 27,07
5. Bangunan -0,85 3,16
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,59 3,28
7. Pengangkutan dan Komunikasi 1,38 4,68
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 5,16 9,61
9. Jasa – Jasa 1,21 4,68
PDRB -5,27 -5,58
PDRB TanpaMigas 1,88 3,92
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-4
lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 10,27 persen. Sedangkan
tingkat inflasi di Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 3,96 persen juga
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat inflasi yang terjadi pada tahun
2008 yaitu sebesar 13,78 persen.
Tingkat suku bunga yang relatif rendah selama tahun 2009 ternyata tidak
memberi pengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Aceh dalam kurun waktu
yang sama. Rendahnya inflasi yang terjadi selama tahun 2009 jika dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya cenderung terutama dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah yang tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif
Dasar Listrik (TDR) selama tahun 2009.
Disamping itu, berkurangnya secara drastis aktifitas rehabilitasi dan
rekonstruksi Aceh selama tahun 2009, dari sisi demand telah menyebabkan
turunnya permintaan terhadap barang dan jasa kebutuhan kegiatan
pembangunan. Sedangkan dari sisi supply, perbaikan infrastruktur, unit-unit
produksi dan system distribusi barang telah menciptakan pasar yang lebih
sempurna, dan fenomena tersebut juga memberi andil cukup besar terhadap
rendahnya tingkat inflasi selama tahun 2009.
Rendahnya tingkat inflasi di Aceh pada tahun 2009 jika dibandingkan
dengan tingkat inflasi yang terjadi pada beberapa tahun sebelumnya, maka
kondisi tersebut minimal perlu dipertahankan agar pembangunan ekonomi terus
dapat ditingkatkan.
2.2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan salah satu indikator yang
dapat menggambarkan kondisi umum perekonomian suatu wilayah, dan sekaligus
memberikan gambaran aktivitas masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. TPT
diukur berdasarkan persentase jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi sosial, budaya, dan
ekonomi lingkungan, serta kondisi internal angkatan kerja itu sendiri.
Jumlah angkatan kerja di Aceh pada tahun 2009 mencapai 1,897 juta orang
mengalami penambahan sekitar 104 ribu orang dari kondisi 2008 yang hanya
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-5
sebanyak 1,793 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun
2009 adalah sebanyak 1,732 juta orang atau bertambah sekitar 110 ribu orang
dari tahun 2008 yang hanya sebanyak 1,622 juta orang. Peningkatan jumlah
orang yang bekerja lebih besar dari peningkatan jumlah angkatan kerja yang
terjadi pada tahun 2009 telah menyebabkan menurunnya TPT di Aceh. Kondisi
yang yang sama, juga terjadi selama beberapa tahun sebelumnya, akibat semakin
bertambahnya kesempatan kerja dan semakin luasnya lapangan usaha yang
tercipta.
Semakin kondusifnya keamanan daerah dan semakin baiknya kondisi
berbagai sarana dan prasarana daerah, serta semakin terbukanya akses daerah
terhadap dunia luar telah mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam
akselerasi pembangunan Aceh. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
tumbuh unit-unit usaha kecil dan menengah baik oleh pelaku-pelaku ekonomi lokal
maupun tumbuh melalui kemitraan dengan pengusaha-pengusaha luar daerah dan
asing.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh pada tahun 2009 (kondisi
bulan Agustus) adalah sebesar 8,71 persen yaitu mengalami penurunan sebesar
0,85 persen dari TPT tahun 2008 (pada bulan yang sama) yang mencapai 9,56
persen. Pada tahun 2010 (kondisi Februari), TPT di Aceh semakin menurun yaitu
8,60 persen yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,11 persen selama satu
semester.
Perkembangan TPT di Aceh selama 5 tahun terakhir adalah seperti
diperlihatkan pada Tabel II.2 dibawah ini:
Tabel. II.2Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
di Aceh Selama Periode 2006 - 2010
TAHUN Tingkat Pengangguran(%)
2006 10,43
2007 9,84
2008 9,562009 8,71
2010*) 8,60Sumber : BPS Aceh, 10 Februari 2010*) kondisi Februari 2010
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-6
Walaupun TPT di Aceh terus mengalami penurun selama lima tahun
terakhir, namun kondisi tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan TPT
nasional yang pada tahun 2009 sebesar 8,14 persen. Kondisi tersebut perlu
menjadi perhatian dan memerlukan beberapa kebijakan agar TPT di Aceh mampu
ditekan minimal setara dengan nasional.
2.2.1.4 Tingkat Kemiskinan
Kondisi damai yang masih terpelihara dengan baik saat ini merupakan
suatu modal yang sangat besar bagi Aceh dalam melaksanakan berbagai program
pembangunan, terutama yang berdampak langsung terhadap pemberdayaan
ekonomi masyarakat dan diharapkan dapat berimbas terhadap menurunnya
jumlah penduduk miskin.
Tingkat kemiskinan di Aceh selama periode 2007-2009 terus mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 tingkat kemiskinan di Aceh
adalah sebesar 26,65 persen yang pada tahun-tahun selanjutnya terus menurun
menjadi 23,53 persen di 2008 dan 21,80 persen pada tahun 2009.
Sebagaimana halnya dengan kondisi penyebaran penduduk miskin secara
nasional, bahwa penduduk miskin di Aceh juga lebih banyak berdomisili di daerah
perdesaan dibandingkan dengan yang bermukim di perkotaan. Berdasarkan data
statistik tahun 2009, bahwa dari total jumlah penduduk miskin yang mencapai
892.900 jiwa yang berdomisili di pedesaan adalah sebanyak 710.700 jiwa,
sedangkan yang berdomisili di perkotaan sebesar 182.200 jiwa. Secara
persentase, bahwa 24,34 persen penduduk desa adalah tergolong miskin,
sedangkan penduduk kota hanya 15,45 persen yang tergolong miskin. Tingginya
persentase pendudk miskin di pedesaan cenderung disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah masih rendahnya rata-rata tingkat pendidikan (skill),
minimnya infrastruktur, serta terbatasnya akses terhadap arus informasi
pembangunan dan teknologi.
Perkembangan penduduk miskin di Aceh selama periode 2007-2009 dapat
dilihat pada Tabel II.3 dibawah ini:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-7
Tabel. II.3
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Selama Periode 2007-2009
Tahun Jumlah Penduduk Miskin(ribu orang)
Persentase Penduduk Miskin(%)
2007 1.083,6 26,65
2008 956,7 23,53
2009 892,9 21,80Sumber : BPS Aceh tahun 2009
2.2.2 Sektor-Sektor Produksi
Secara umum, sektor pertanian dalam arti luas masih menjadi penyumbang
utama terhadap PDRB Aceh dimana pada tahun 2009 kontribusinya adalah
sebesar 33,69 persen. Dengan demikian sektor pertanian menjadi penyokong
utama perekonomian Aceh, disamping juga masih sebagai mata pencaharian
utama masyarakat. Akan tetapi dalam pengembangannya, sektor ini masih banyak
menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan, antara lain adalah:
a. Masih tingginya konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan yang
ditunjukkan dengan tingginya konversi lahan pertanian sehingga hal ini dapat
mengancam tingkat produksi pertanian;
b. Masih kurang memadainya infrastruktur pertanian, terutama jaringan irigasi,
jalan usaha tani, saluran tambak, pelabuhan perikanan, dan balai
pembibitan/perbenihan, sehingga produktivitas sektor pertanian tergolong
masih rendah;
c. Pengembangan komoditi belum fokus pada komodi unggulan yang memiliki
prospek pasar serta nilai tambah yang tinggi
d. Skala usaha pertanian rakyat tergolong masih sangat kecil, terutama jika
dibandingkan dengan potensi ketersediaan lahan yang ada
e. Masih lemahnya aplikasi teknologi dalam proses produksi dan pengolahan
hasil akibat belum optimalnya mekanisasi dan penyuluhan pertanian.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-8
f. Lemahnya akses petani terhadap sumber informasi terutama yang berkaitan
dengan teknologi, pasar, dan permodalan/perbankan; dan
g. Masih lemahnya kelembagaan petani dan kemitraan usaha.
2.2.2.1 Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Produksi komoditi pangan Aceh dalam beberapa tahun terakhir secara
keseluruhan menunjukkan perkembangan yang positif. Tahun 2009 (berdasarkan
angka sementara), produksi padi mengalami peningkatan sebesar 10,23 persen
yaitu dari 1.402.287 juta ton pada tahun 2008 meningkat menjadi 1.545.769 ton
pada tahun 2009. Produksi tersebut terdiri dari padi sawah (1.528.737 ton) dan
padi ladang (17.032 ton). Sedangkan komoditi pangan yang mengalami
peningkatan produksi paling signifikan adalah jagung dan kedelai, dimana pada
tahun 2009 peningkatannya mencapai di atas 20 persen. Produksi jagung
mengalami peningkatan sebesar 22,16 persen yaitu sebesar 112.894 ton pada
tahun 2008 meningkat menjadi 137.910 ton pada tahun 2009. Produksi kedelai
bahkan mengalami peningkatan yang luar biasa yaitu sebesar 44,55 persen, dari
43.885 ton pada tahun 2008 meningkat menjadi 63.436 ton pada tahun 2009.
Komoditi pangan yang mengalami pertumbuhan produksi negatif adalah
kacang tanah dan kacang hijau. Produksi kacang tanah pada tahun 2009 hanya
mencapai 5.899 ton atau menurun sebesar 423 ton (-6,69 persen) jika dibanding
dengan tahun 2008 yang produksinya mencapai 6.322 ton. Sedangkan kacang
hijau yang terjadi penurunan sebesar 439 ton (-24,70 persen) jika dibandingkan
dengan produksi tahun 2008 yaitu sebesar 1.439 ton menurun menjadi 1.338 ton
pada tahun 2009
Dinilai dari sisi produktivitas, pada tahun 2009 hampir semua komoditi
tanaman pangan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya
kecuali pada komoditi kacang tanah dan kacang hijau. Peningkatan produktivitas
salah satunya mencerminkan sejauhmana penerapan teknologi pertanian yang
diaplikasikan oleh petani untuk meningkatkan hasil produksinya per satuan luas,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-9
seperti penggunaan benih unggul, aplikasi teknologi pendukung lainnya (seperti
pupuk dan pengendalian OPT), dan dukungan infrastruktur seperti irigasi teknis.
Peningkatan produktivitas pertanian pangan dan hortikultura harus tetap
menjadi prioritas ke depan, mengingat produktivitas yang tinggi akan berdampak
pada peningkatan kesejahteraan petani ke arah yang lebih baik. Laju
perkembangan produktivitas komoditi pangan di Aceh untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel II.4.
Permasalahan yang sangat substansial dalam pengembangan komoditi
pangan dan hortikultura adalah permasalahan ketersediaan bibit/benih unggul dan
pemasaran. Penggunaan varietas unggul sering menjadi kendala dimana petani
masih sangat tergantung dari bantuan pemerintah akibat belum tersedianya unit
produksi bibit/benih unggul yang representatife dan mudah diakses oleh
masyarakat. Selama ini sebagian besar kebutuhan bibit/benih unggul masih
didatangkan dari luar daerah dengan harga yang mahal sehingga penggunaan
bibit/benih unggul oleh petani masih sangat minim dan cendrung bergantung dari
bantuan pemerintah.
Sedangkan persoalan utama pemasaran adalah masih rendahnya harga jual
komoditi ditingkat petani, terutama disaat panen raya. Pada saat musim panen
raya petani cenderung menjual dengan harga murah akibat belum
berkembangnya industri pengolahan dan masih lemahnya system mata rantai
perdagangan (supplay chain). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka
sangat diperlukan dukungan ketersediaan unit pengolahan hasil dengan kapasitas
yang cukup dan modern, serta terbentuknya sistem perdagangan komoditi yang
tangguh dan berkeadilan. Dengan demikian nantinya diharapkan petani lebih
termotivasi untuk berusaha di sektor pangan dan hortikultura dengan prinsip
agribisnis, dan daerah dapat memperoleh nilai tambah yang lebih besar.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-10
TABEL II.4Perkembangan Produktivitas Tanaman Pangan
Menurut Komoditi di AcehTahun 2007 - 2009
No KomoditiProduktivitas (Kwt/Ha) Perkembangan
2007 - 2009(%)2007 2008 2009*)
1 Padi 42,51 42,51 43,32 0,63
2 Jagung 34,03 33,04 34,67 0,62
3 Kedelai 12.99 13,34 14,08 2,93
4 Kacang Tanah 12,11 12,12 12,59 1,30
5 Kacang Hijau 11,04 10,44 10,49 -1,69
6 Ubi Kayu 124,02 124,16 127,47 0,92
7 Ubi Jalar 98,49 99,41 100,68 0,73Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Aceh, Februari 2009 (data diolah).Keterangan: *) 2009 merupakan Angka Sementara.
2.2.2.2 Perkebunan
Sektor perkebunan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti
terhadap perekonomian daerah termasuk sumber pendapatan masyarakat.
Sedangkan dari sisi aspek sosial, usaha perkebunan telah mampu memberikan
lapangan pekerjaan yang cukup luas bagi masyarakat dimana secara langsung
ikut mengurangi pengangguran. Disamping itu usaha perkebunan juga ikut
mendukung kelestarian sumberdaya alam seperti pelestarian sumberdaya air dan
penyediaan oksigen bagi kehidupan dalam konteks mendukung visi Aceh Green.
Luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2009 di Aceh mencapai
900.080 Ha, mengalami peningkatan sebesar 10,67 persen dari tahun 2008,
dimana hal ini cenderung disebabkan karena semakin kondusifnya keamanan di
Aceh. Peningkatan luas areal tertinggi terjadi pada komoditi kemiri yang
mengalami kenaikan sebesar 57,94 persen, kemudian diikuti oleh nilam sebesar
32,48 persen. Kelapa Sawit masih mendominasi luas areal perkebunan di Aceh,
yakni 313.813 Ha atau 34,86 persen, yang diikuti oleh Karet 132.694 Ha (14,74
persen) dan Kopi 121.938 Ha (13,54 persen) serta Kelapa Dalam 101.150 Ha
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-11
(11,30 persen). Lebih jelas mengenai luas areal berbagai komoditi unggulan
perkebunan di Aceh tahun 2007-2009 disajikan dalam Tabel II.5.
TABEL II.5Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar
Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007 – 2009
NO KOMODITILUAS AREAL PERTUMBUHAN
2007 2008 2009 2008 2009
1 KARET 111.872 114.661 132.694 2,49 15,73
2 KELAPA SAWIT 269.885 287.104 313.813 6,38 9,30
3 KELAPA DALAM 108.421 101.996 101.750 -5,93 -0,24
4 KOPI 112.138 111.880 121.938 -0,23 8,99
5 CENGKEH 22.165 22.187 22.117 0,10 -0,32
6 PALA 17.773 18.230 20.256 2,57 11,11
7 PINANG 35.320 35.984 37.895 1,88 5,31
8 KAKAO 50.101 74.547 78.805 48,79 5,71
9 LADA 1020 974 1022 -4,51 4,93
10 KEMIRI 24.306 13.725 21.677 -43,53 57,94
11 NILAM 3144 3205 4246 1,94 32,48
12 TEMBAKAU 836 829 943 -0,84 13,75
13 KELAPA HYBRIDA 3.867 3.760 2.209 -2,77 -41,25
14 GAMBIR 233 214 200 -8,15 -6,54
15 KUNYIT 807 772 446 -4,34 -42,23
16 JAHE 1.214 433 609 -64,33 40,65
17 TEBU 6.233 6.407 6.706 2,79 4,67
18 ANEKA TANAMAN 35.056 16.417 32.754 -53,17 99,51
JUMLAH 804.391 813.325 900.080 1,11 10,67
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tahun 2009 (data diolah)
Total produksi berbagai komoditi perkebunan pada tahun 2009 tidak
mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2008.
Pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada komoditi nilam yaitu 291,03 persen
yang diikuti oleh kakao 225,51 persen dan tebu 103,34 persen, sedangkan
terendah terjadi pada komoditi cengkeh sebesar -61,11 persen. Produksi kelapa
sawit masih merupakan yang tertinggi diantara komoditi perkebunan lainnya
yaitu sebesar 311.045 ton TBS atau (46,73 persen), dan produksi minyak sawit
sebesar 286.452 ton serta inti sawit sebesar 129.412 ton. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam Tabel II.6.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-12
TABEL II.6Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar
7Volume Usaha (Rp Juta ) 234,308 280,698 780,107 823,975 1.054.440 604.589
8Sisa Hasil Usaha (Rp Juta )
21,403 24,197 56,960 163,159 383.343 45.530
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, 2009Keterangan: *) Sampai dengan Juni 2009
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-22
2.2.2.7 Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk
Perkembangan tingkat penganguran di Aceh selama periode 2006-2009
menunjukkan tren yang terus menurun, dimana pada tahun 2006 Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh adalah sebesar 10,43 persen, tahun 2007
turun menjadi 9,84 persen, tahun 2008 turun lagi menjadi 9,56 persen, dan pada
tahun 2009 kembali menjadi 8,71 persen. Bila diamati perkembangan jumlah
angkatan kerja di Aceh yang setiap tahun terus bertambah, dimana pada tahun
2006 adalah sebanyak 1.813.000 orang dan pada tahun 2009 menjadi 1.898.000
orang atau mengalami kenaikan sebesar 4,67 persen. Sebaliknya jumlah
pengangguran di Aceh justru mengalami penurunan yang signifikan yaitu 189.000
orang pada tahun 2006 dan menjadi 165.000 orang pada tahun 2009, atau
mengalami penurunan sebesar 12,70 persen atau rata-rata turun 4.2 persen per
tahun.
Lebih besarnya persentase penurunan jumlah orang yang menganggur jika
dibandingkan dengan persentase kenaikan jumlah angkatan kerja mengakibatkan
TPT terus dapat ditekan setiap tahunnya. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari
semakin luasnya lapangan kerja yang tercipta dan semakin meningkatnya peluang
kesempatan berusaha bagi masyarakat. Sektor pertanian masih menjadi andalan
penyerapan tenaga kerja. Disamping itu dengan semakin membaiknya iklim usaha
di masyarakat sehingga tumbuh suburnya usaha-usaha rakyat di sektor informal
yang ikut menyumbang untuk penyerapan tenaga kerja.
Kesempatan kerja dan berusaha pada tahun 2009, masih di dominasi oleh
sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan yaitu sebesar
48,89 persen diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
sebesar 19,13 persen, sedangkan yang terendah sektor industri pengolahan yaitu
sebesar 4,66 persen. Berdasarkan jenis kelamin masih didominasi oleh kaum pria
yaitu sebesar 63,48 persen, dari uraian tersebut, menggambarkan bahwa serapan
tenaga kerja berdasarkan sektor lapangan usaha tersebut, terindikasi pada sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan masih merupakan lapangan
usaha utama bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-23
membuka peluang berusahan dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya. Untuk
lebih jelas dapat dilihat dalam tabel II.12
Tabel II.12Kesempatan kerja Menurut Sektor Usaha
Tahun 2009
NO. SEKTOR USAHA LAKI-LAKI PEREMPUAN (L+P)
1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
514.096 332.999 847.095
2. Industri Pengolahan 36.882 43.890 80.772
3. Perdangan Besar, Enceran, Rumah Makan dan Hotel
157.642 106.811 264.453
4. Jasa Kemasyarakatan 193.294 138.214 331.508
5. Lainnya (Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan danKomunikasi, Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan)
202.345 6.388 208.733
JUMLAH 1.104.259 628.302 1.732.561
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk, 2009
Angkatan kerja Aceh pada tahun 2009 mencapai 1,9 juta orang. Angkatan
kerja tersebut didonominasi oleh angkatan kerja muda yang berumur antara 20-39
tahun. Sampai 20 tahun kedepan angkatan kerja ini masih berada dalam umur
produktif. Ini merupakan aset Aceh mengejar pertumbuhan ekonominya. Akan
tetapi sayang produktifitasnya masih rendah. Rendahnya produktivitas ini dan
relatif tingginya UMR masih menjadi masalah yang harus segera diatasi.
Penetapan UMR Aceh Rp 1 juta per bulan lebih tinggi dari nasional berdampak
terhadap tingkat daya saing Aceh dalam menarik investasi di sektor formal.
Produktivitas tenaga kerja yang rendah juga sangat mempengaruhi daya saing
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-24
daerah. Produktivitas pekerja Aceh memang masih sangat rendah. Kemajuan yang
diharapkan nampaknya belum membuahkan hasil yang memadai.
Walupun angka pengangguran terus mengalami penurunan, namun
prosentasenya masih cukup tinggi yang berada di atas rata-rata nasional yang
berada pada level 7.8 persen. Hal ini disebabkan salah satunya oleh daya serap
pekerja formal yang masih sangat rendah. Rendahnya daya serap pekerja formal
terkait dengan berbagai permasalahan dan hambatan dalam berinvestasi yang
mewarnai kondisi pasar kerja. Untuk itu, tantangan yang dihadapi dalam beberapa
tahun mendatang adalah upaya mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan
yang memiliki produktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas
tinggi. Sehingga dalam pembangunan jangka panjang Aceh, hal ini dapat teratasi
dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisah dengan pengurangan angka
kemiskinan.
Dalam upaya pengembangan kawasan dan percepatan pertumbuhan
kawasan tertinggal di Aceh, sejak tahun 1976 telah dilakukan pembukaan
permukiman baru, pada tahun 2009 jumlah lokasi 160 lokasi transmigrasi dan
jumlah penempatan 41.358 KK atau 169.188 jiwa. Sejak periode tahun 2007
hingga 2009 telah dilakukan penempatan pada 18 lokasi untuk 1.928 KK, dengan
rincian pada tahun 2007 sebanyak 1.119 KK, pada tahun 2008 dan 400 KK pada
tahun 2009. Selanjutnya untuk rencana penempatan terhadap pengembangan
kawasan, pembukaan lokasi permukiman transmigrasi untuk tahun 2010 sebanyak
4 lokasi dan 145 KK. Selanjutnya untuk tahun 2011 sebanyak 13 lokasi untuk 1600
KK dan tahun 2012 direncanakan sebanyak 6 lokasi untuk 880 KK.
Berdasarkan Undang-Undang Kependudukan Nomor 1992, pembangunan
kependudukan diarahkan pada pengendalian kualitas penduduk, pengerahan
mobilitas dan pengembangan penduduk sebagai Sumber Daya Manusia (SDM)
agar menjadi kekuatan pembangunan. Pembangunan kependudukan harus
dilaksanakan merata yang dilakukan secara bersama, menyeluruh, terpadu,
terarah, bertahap dan berkelanjutan. Sehubungan dengan itu pemerintah pusat
telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengambil
langkah yang lebih realistis dalam melaksanakan program kependudukan sesuai
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-25
dengan aspirasi masyarakat, sehingga pemerintah daerah dapat merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan dan memonitor terhadap pembangunan
kependudukan di Aceh. Namun dalam pelaksanaan pengembangan kawasan
tertinggal untuk pembangunan permukiman penduduk telah mengalami
pergeseran dan perubahan kebijakan penyelenggaraannya dan mengakibatkan
ruang lingkup perencanaan berubah seiring dengan perkembangan.
2.2.2.8 Ketahanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia baik untuk
kebutuhan biologis tubuh maupun kebutuhan aktivitas manusia sehari-hari oleh
karena itu pemenuhan pangan bagi masyarakat adalah mutlak harus dipenuhi. Hal
ini jelas diamanatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, bahwa
pemerintah bersama masyarakat mempunyai kewajiban untuk mengwujudkan
ketahanan pangan.
Berdasarkan data-data tentang produksi bahan pangan, walaupun
mengalami fluktuasi pertumbuhan baik kelompok serealea, kacang-kacangan,
umbi-umbian, daging, sayur-sayuran dan buah-buahan, namun produksi pangan
Aceh mengalami surplus sehingga mampu memasok sebagian produksi ke daerah
lain setiap tahunnya. Kondisi surplus tersebut diasumsikan karena jumlah produksi
pangan melebihi kebutuhan pangan penduduk dan kebutuhan lainnya seperti
industri makanan.
Berdasarkan hasil pemantauan selama ini bahwa, kebutuhan komoditi
pangan pokok di Aceh merupakan hasil produksi lokal, kecuali untuk beberapa
komoditi seperti gula, minyak makan, terigu, sebagian buah-buahan, telur, susu,
kedelai dan lain-lain merupakan hasil pasokan dari daerah lainnya. Hal ini
mencerminkan bahwa industri pengolahan bahan makanan di Aceh belum
berkembang dengan baik.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-26
Lebih jelasnya produksi beberapa komoditi pangan di Aceh dapat dilihat pada
tabel II.13 berikut:
Tabel II.13
Produksi beberapa komoditi pangan penting tahun 2007-2008
No Komoditas Pangan Produksi (ton) Pertumbuhan
(%)Tahun 2007 Tahun 2008I. Pangan Nabati1 Beras 878.346 870.055 (0,94)2 Jagung 121.388 112.894 (7,0)3 Kedele 18.945 43.885 131,644 Kacang Tanah 7.917 6.322 (20,15)5 Ubi Kayu 41.873 38.402 (8,29)6 Ubi Jalar 14.974 13.173 (12,03)II. Pangan Hewani1 Daging rumaninsia 10.515 11.227 6,762 Daging unggas 16.677 16.951 1,703 Telur 23.114 23.830 3,104 Ikan 154.265 157.020 1,78
Sumber : Data Distan/Disnak/Diskan diolah BKP2 Aceh
Dari aspek kerawanan pangan, kondisi masyarakat miskin indentik dengan
kelompok masyarakat yang mengalami rawan pangan, karena mempunyai
keterbatasan dalam mengakses pangan untuk kebutuhan sehari-hari. Tingkat
kemiskinan di Aceh tergolong masih sangat tinggi yaitu 21,8 persen pada tahun
2009 jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional yang hanya 14,2
persen, sehingga kerawanan pangan masih menjadi kendala dalam sistem
ketahanan pangan daerah
Menurut analisis parameter kerawanan pangan, telah disusun peta
kerawanan pangan (Food Insecurity Atlas/FIA) atas survey Tahun 2009 bahwa di
Aceh terdapat Kabupaten-Kabupaten rawan pangan dengan kategori 2 dan 3.
Untuk katagori prioritas 2 terdapat 3 kabupaten yaitu: Kabupaten Nagan Raya,
Gayo Lues dan Aceh Singkil, sedangkan katagori prioritas 3 sebanyak 2 kabupaten
yaitu : Aceh Jaya dan Aceh Utara.
Perkembangan harga pangan pokok dan strategis merupakan salah satu
indikator yang dapat digunakan untuk mengamati situasi pasokan pangan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-27
Ketersediaan pangan yang cukup dan distribusi yang lancar sangat menentukan
terhadap perilaku pasar.
Pada tahun 2009, harga beras pada tingkat konsumen adalah Rp.5.300,-
hingga Rp. 7.800,- per kg, terjadi ketidak stabilan harga yang sangat signifikan,
sementara harga gula pasir relatif stabil, dengan kisaran harga untuk gula pasir
dalam negeri berkisar Rp. 9.900 hingga 10.400,-. Sedangkan harga rata-rata
tepung terigu stabil berkisar Rp.7.200,- hingga Rp.9.000,- per kg, sedangkan
minyak goreng stabil berkisar Rp. 9.800,- hingga Rp. 11.500,- per kg. Di samping
itu harga telur ayam ras tidak stabil dengan kisaran harga Rp. 16.500,- hingga
Rp. 26.8000, per kg.
Secara umum harga ikan stabil namun terjadi gejolak yang relatif kecil
terutama pada saat peralihan musim, sedangkan cabe sangat berfluktuasi
sepanjang tahun dengan kisaran harga Rp. 8.500,- hingga Rp. Rp.42.000,- per kg.
Sementara itu komoditas bawang merah juga mengalami fluktuasi harga yang
cukup tinggi, dengan harga kisaran Rp. 10.000 hingga Rp. 22.000,- per kg.
Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk
memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi
seimbang dan aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi
kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Indikator untuk
mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan
masyarakat adalah dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 95 dan
diharapkan dapat dicapai pada tahun 2015.
Berdasarkan data Susenas tahun 2008 konsumsi beras di Aceh yaitu 114,13
kg/kapita/tahun, telah terjadi penurunan konsumsi 16,15 kg/kap/tahun
dibandingkan tahun 2004 sebesar 131,32 kg/kap/thn, namun penurunan tersebut
belum mencapai target yang ditetapkan dalam WNPG tahun 2004 yaitu sebesar
91,25 kg/kap/tahun
Tingkat konsumsi pangan rata-rata orang Indonesia diukur dari konsumsi
energi pada tahun 2008 sebesar 2.038 kkal/kap/hari sudah melebihi anjuran
WNPG (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi) VIII tahun 2004 sebesar 2.000
kkal/kap/hari. Begitu pula dengan rata-rata konsumsi protein sebesar 57.49
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-28
gram/kapita/hari, telah melebihi angka anjuran sebesar 52 gram/kapita/hari.
Meskipun demikian, pencapaian tersebut belum diiringi dengan pemenuhan
kualitas konsumsi pangan penduduk yang ditandai dengan skor keragaman
konsumsi pangan sebesar 81,9 pada tahun 2008 untuk Aceh baru tercapai 73,4
dari target skor Pola Pangan Harapan (PPH) senilai 95. Untuk Aceh konsumsi
protein baru tercapai 30,1 gr protein/kapita/hari, belum sesuai dengan anjuran.
Analisis terhadap data SUSENAS tahun 2008 juga menunjukkan bahwa pola
konsumsi pangan penduduk Indonesia hingga tahun 2008 masih terdapat
ketimpangan, karena (1) masih tingginya konsumsi padi-padian; (2) masih
kurangnya konsumsi pangan hewani; dan (3) masih rendahnya konsumsi umbi-
umbian, sayur dan buah, serta kacang-kacangan, dan pangan hewani. Data
tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan konsumsi pada padi-padian
terutama beras sebagai pangan pokok masih sangat tinggi, sedangkan
pemanfaatan sumber–sumber pangan lokal seperti umbi, jagung, dan sagu masih
rendah.
Sesuai dengan hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun
2004, bahwa sasaran angka kecukupan konsumsi total energi adalah sebesar
2.000 Kkal/kap/hari yang akan dicapai pada tahun 2020 untuk Indonesia.
2.2.2.9 Penyuluhan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam pasal 1 disebutkan bahwa penyuluhan
merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam
mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya
sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan dan
kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Penyuluh adalah ujung tombak dalam mencerdaskan dan memberdayakan
petani yang merupakan pelaku utama pembangunan pertanian.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-29
Saat ini jumlah penyuluh di Aceh adalah sebanyak 3.204 orang yang terdiri dari
PNS 1.246 orang dan penyuluh THL-TB sebanyak 1958 orang. THL- TB adalah
Tenaga Harian Lepas Tugas Bantu Penyuluh Pertanian yang direkrut oleh
Kementrian Pertanian dan ditempat di wilayah binaan masing-masing. Sebaran
penyuluh di 23 kabupaten/Kota secara rinci dapat dilihat pada tabel II.14 di bawah
ini:
Tabel II.14Kondisi Sebaran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) per Kabupaten/Kota
No. KABUPATEN/KOTA Ket.
PNS THL-TB Jumlah1 2 3 4 5 6
1 PROVINSI 55 - 55 2 Banda Aceh 9 62 71 3 Aceh Besar 115 190 305 4 Pidie 60 213 273 5 Pidie Jaya 18 109 127 6 Bireuen 149 138 287 7 Aceh Tengah 68 127 195 8 Aceh Utara 147 129 276 9 Kota Lhok Seumawe 12 14 26
10 Aceh Timur 106 140 246 11 Langsa 23 22 45 12 Aceh Tamiang 30 70 100 13 Aceh Tenggara 56 113 169 14 Gayo Lues 13 88 101 15 Aceh Jaya 28 42 70 16 Aceh Barat 68 83 151 17 Nagan Raya 60 57 117 18 Simelue 16 5 21 19 Abdya 45 62 107 20 Aceh Selatan 56 158 214 21 Aceh Singkil 40 56 96 22 Subulussalam 13 - 13 23 Sabang 13 3 16 24 Bener Meriah 46 77 123
Total 1,246 1,958 3,204
Penyuluh (Org)
Kondisi penyuluh pertanian setelah otonomi daerah sangat memprihatikan,
banyak tenaga penyuluh senior dan ahli telah beralih status dari fungsional ke
struktural disamping memasuki masa pensiun, hal ini mengakibatkan kekurangan
tenaga penyuluh lapangan baik secara kuantitas maupun kualitas dan berakibat
tidak optimalnya proses pendampingan dan pembinaan di kelompok-kelompok tani
atau Gapoktan.
Pada tahun 2009 kelembagaan penyuluhan di Aceh adalah berjumlah 246
Balai Penyuluh Pertanian (BPP) dari 276 BPP yang dibutuhkan (89,13 persen) atau
masih dibutuhkan sebanyak 30 BPP lagi. Sedangkan kelembagaan petani
berjumlah 10.561 Kelompok tani, yang tersebar di 23 Kabupaten/Kota. Secara
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-30
rinci jumlah BPP dan Kelompok Tani per masing-masing kabupaten/kota dapat
dilihat pada tabel II.15 berikut ini:
Tabel II.15Jumlah BPP dan Koptan per Kabupaten/Kota Tahun 2009
No. KABUPATEN/KOTAKecamatan Desa BPP Koptan
1 2 3 4 5 61 Banda Aceh 9 110 2 90 2 Aceh Besar 23 604 8 603 3 Pidie 23 727 25 1,062 4 Pidie Jaya 8 222 8 611 5 Bireuen 17 609 18 783 6 Aceh Tengah 14 270 10 166 7 Aceh Utara 27 854 29 852 8 Kota Lhok Seumawe 4 74 2 54 9 Aceh Timur 24 512 24 998
10 Langsa 5 51 3 98 11 Aceh Tamiang 12 214 11 424 12 Aceh Tenggara 16 386 16 962 13 Gayo Lues 11 136 11 557 14 Aceh Jaya 6 172 6 227 15 Aceh Barat 12 321 13 494 16 Nagan Raya 8 222 9 746 17 Simelue 8 137 8 125 18 Abdya 9 133 3 209 19 Aceh Selatan 16 248 16 418 20 Aceh Singkil 10 116 10 189 21 Subulussalam 5 74 6 175 22 Sabang 2 36 2 49 23 Bener Meriah 7 232 6 669
Total 276 6,460 246 10,561
Jumlah Jumlah Kelembagaan
Fasilitas penyuluh pertanian terutama kenderaan roda 2 (dua) dan mobil
Penyuluhan Keliling (Luh-ling Unit) sangat minim dan fasilitas ini sangat
dibutuhkan guna meningkatkan mobilitas penyuluh untuk menjangkau wialayah
yang cukup luas dan jauh, namun selama otonomi pertambahan kenderaan
operasional penyuluh sangat kecil. Tahun 2009 jumlah tenaga penyuluh PNS di
Aceh sebanyak 1.246 orang dan hanya sebanyak 1.191 orang berada di lapangan.
Dari total Penyuluh di lapangan, baru 354 orang yang memiliki kenderaan
operasional.
2.2.2.10 Perkembangan dan Prospek Investasi
Pembangunan ekonomi suatu daerah disamping dari sumber dana
Pemerintah juga membutuhkan berbagai sumber lainnya seperti investasi dari
swasta baik PMA (Penanaman Modal Asing) maupun PMDN (Penanaman Modal
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-31
Dalam Negeri). Dari data yang tersedia jumlah perusahaan PMA dan PMDN di
Aceh hingga akhir tahun 2009 adalah 269 perusahaan yang terdiri dari 121
perusahaan PMA dan 168 perusahaan PMDN.
Dari 121 perusahaan PMA, sebanyak 36 perusahaan yang tidak aktif/macet,
11 perusahaan yang telah berproduksi serta 74 perusahaan dalam tahap
pembangunan/persiapan. Sedangkan perusahaan PMDN sebanyak 168
perusahaan terdiri dari 105 perusahaan yang tidak aktif/macet, 47 perusahaan
telah berproduksi serta 16 perusahaan yang masih tahap pembangunan/
persiapan. Sementara itu, realisasi investasi sampai dengan akhir tahun 2009
untuk PMA sebesar US$ 143.318.795.166 dan PMDN Rp. 6.280.047.045.730.
2.2.3 Keuangan Aceh
Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Undang-undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Sumber Keuangan Aceh menjadi lebih
luas. Sumber-sumber keuangan tersebut adalah Pendapatan Asli Aceh (PAA),
Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus.
Selama beberapa tahun terakhir Aceh telah menerima arus masuk
pendapatan yang belum pernah terjadi sebelunya. Tingkat sumber daya keuangan
Aceh diperkirakan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Pendapatan
terebut teruma karena adanya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintah Aceh yang mulai diimplementasikan sejak tahun 2008. Melalui
Undang-Undang tersebut Aceh mendapat hak berupa dana tambahan bagi hasil
Migas dan dana otonomi khusus. Akan tetapi hak tersebut terbatas pada masa
waktu 20 tahun. Penerimaan Aceh dari dana otonomi khusus yang dimulai sejak
tahun 2008 terus meningkat. Pada tahun 2008 kemampuan fiskal Aceh meningkat
sangat signifikan dengan nilai mencapai Rp 5.167.853.549.264. kemudian pada
tahun 2009 meningkat lagi menjadi Rp 6.786.212.000.000. Ini merupakan
kekuatan fiskal Aceh yang harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-32
mengejar pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Aceh.
2.2.3.1 Pendapatan Asli Aceh (PAA)
Pendapatan Asli Aceh (PAA) terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah,
keuntungan perusahaan daerah, zakat dan berbagai sumber PAD lainnya. Secara
komposisi pajak daerah merupakan sumber pemasukan utama terhadap PAA.
Pajak daerah yang menjadi kewenangan provinsi terdiri atas Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan
Bakar Kenderaan Bermotor (PBBKB), Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan, Pajak Kendaraan di Atas Air, serta Bea Balik Nama Kendaraan di Atas
Air. Penerimaan pajak daerah hingga tahun 2009 masih didominasi oleh jenis PKB,
BBNKB, dan PBBKB.
Realisasi penerimaan pajak daerah dua tahun terakhir cenderung tidak
mengalami peningkatan. Tahun 2008 dan Tahun 2009 pemasukan PPA dari pajak
daerah persis sama yaitu berjumlah Rp 476.975.000.000,-
Selain pajak daerah, retribusi dan zakat juga merupakan bagian dari PAA
yang memiliki prospek cukup baik untuk memperkuat kemampuan keuangan
daerah pada masa yang akan datang. Walaupun retribusi selama 5 tahun terakhir
realisasi penerimaannya belum mampu mengimbangi realisasi penerimaan pajak
daerah, namun perkembangannya setiap tahun juga terus mengalami
peningkatan. Tahun 2008 Restribusi Darah mencapai Rp 12.705.574.475 dan
tahun 2009 meningkat menjadi Rp 13.264.165.424 atau meningkat 4.39. Hal ini
ditandai mulai membaiknya kondisi ekonomi dan membaiknya penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Zakat sebagai salah satu sumber PAA belum dikelola
dengan baik. Hal ini disebabkan belum adanya Qanun yang mengatur lebih lanjut
tentang zakat sebagai sumber PAA seperti yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Penerimaan zakat juga terus
mengalami peningkatan. Tahun 2008 penerimaan dari zakat hanya mencapai
Rp 1.836.000.000, meningkat tajam pada tahun 2009 menjadi Rp 3.000.000.000.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-33
Peluang penerimaan dari zakat akan terus dapat ditingkatkan apabila Baitul Mal
yang berwenang mengelola zakat mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Secara kesuluruhan PPA dua tahun terakhir sedikit mengalami peningkatan.
Adapun jumlahnya secara berturu-turut adalah Rp. 795.709.401.264 dan
Rp 795.872.000.000,-.
2.2.3.2 Dana Perimbangan
Dana perimbangan bersumber dari APBN, dimaksudkan untuk memberikan
kepastian pendanaan daerah berdasarkan pasal 10 ayat (1) Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Dana perimbangan tersebut terdiri atas :
a. Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak;
b. Dana Alokasi Umum (DAU), dan;
c. Dana Alokasi Khusus (DAK).
Akibat adanya sumber pumasukan dari Tambahan Bagihasil Migas sesuai
dengan UU PA maka Penerimaan dari sumber Dana Perimbangan mengalami
peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2009 yang mencapai Rp
2.262.058.000.000,-. meningakat 191.88 persen. Tahun sebelumnya hanya
berjumlah Rp 775.001.250.000,-.
2.2.3.3 Dana Otonomi Khusus
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA),
berdasarkan pasal 183 ayat 2, Pemerintah Aceh mendapatkan dana otonomi
khusus selama 20 tahun dengan rincian untuk tahun pertama yaitu mulai tahun
2008 sampai tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 persen (dua persen)
dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional dan untuk tahun keenam belas
sampai dengan tahun kedua puluh setara dengan 1 persen (satu persen) dari
plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional.
Dana otonomi khusus yang diterima oleh pemerintah Aceh pada tahun 2008
sebesar Rp. 3.590.142.898.000 dan tahun 2009 meningkat menjadi
Rp 3.728.282.000.000. Pendapatan dari sumber Otonomi Khusus ini diperkirakan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-34
akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang
diperkirakan terus membaik dan memberi dampak terhadap pendapatan nasional.
2.2.3.4 Tabungan Pemerintah Aceh
Tabungan Pemerintah Aceh adalah kemampuan daerah menyisihkan
sebagian pendapatan untuk mendanai pelayanan publik meliputi pelayanan
prasarana dan sarana serta fasilitas publik. Tabungan pemerintah ini berasal dari
seluruh pendapatan daerah dikurangi dengan belanja rutin/aparatur yang harus
dilakukan oleh pemerintah Aceh.
2.2.3.5 Sumber Pendapatan Aceh Lainnya
Sumber pendapatan daerah lainnya berasal dari pemerintah (sumber-sumber
yang sah dan tidak mengikat), di antaranya terdiri atas bantuan dana
penyeimbang murni, bantuan dana penyeimbang kebijakan (ad.hoc) dan bantuan
dana penyeimbang formasi pegawai. Berdasarkan struktur APBA tahun 2010, jenis
penerimaan daerah lainnya disesuaikan dengan jenis pendapatan hibah, dana
darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, dana
penyesuaian dan otonomi khusus serta bantuan keuangan dari provinsi atau
pemerintah daerah lainnya. Realisasi sumber Pendapatan lainnya yang sah sejak
tahun 2008 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada Tabel II.16.
Tabel II.16Jumlah Realisasi Sumber Penerimaan Daerah
lainnya 2008-2009
NO TAHUN REALISASI (Rp)
1 2008 3.597.142.898.000
2 2009 3.728.282.000.000
Sumber: Dinas Pengelolaan Kekayaan Aceh 2010
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-35
2.2.3.6 Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh
Sesuai dengan yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun
2006, bahwa penyelenggaraan urusan Pemerintahan Aceh diikuti dengan
pemberian sumber pendanaan dan pengelolaan keuangan harus tertib, taat asas,
proporsional, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel dengan memperhatikan
asas keadilan, kepatutan, kewajaran, dan memberi manfaat yang besar bagi
masyarakat. Mengacu pada hal tersebut, maka setiap tahunnya ruang lingkup
pengelolaan keuangan Aceh meliputi:
1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi Aceh serta
melakukan pinjaman;
2. Kewajiban Aceh untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan Aceh,
melaksanakan pembangunan Aceh dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Pengelolaan pendapatan Aceh;
4. Pengelolaan belanja Aceh;
5. Pengelolaan pembiayaan Aceh yang meliputi aspek kekayaan Aceh yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,
barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah, kekayaan pihak lain yang
dikuasai oleh pemerintah Aceh dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan Aceh dan/atau kepentingan umum.
Ruang lingkup pengelolaan keuangan dilakukan agar pelaksanaan program
dan kegiatan yang telah direncanakan dapat dicapai sesuai dengan target capaian
tahunan. Pengelolaan keuangan Aceh dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi dan diwujudkan dalam APBA dengan mengacu kepada penyusunan
anggaran berbasis kinerja berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang
berlaku. APBA tersebut lazimnya ditetapkan setiap tahun melalui Qanun Aceh.
Arah dan kebijakan keuangan Aceh tahun 2007 - 2012 yang ditempuh dalam
meningkatkan Pendapatan Aceh adalah:
1. Menghimpun penerimaan dari semua sumber pendapatan daerah secara
optimal sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku;
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-36
2. Mengupayakan peningkatan Pendapatan Asli Aceh dari masing-masing bagian
pendapatan Aceh sehingga kebutuhan pembiayaan Pemerintah Aceh dapat
dipenuhi secara tepat dan cukup; dan
3. Memberdayakan segenap potensi yang dimiliki untuk dapat meningkatkan
pendapatan Aceh.
2.3 Agama, Sosial dan Budaya
2.3.1. Agama
Pelaksanaan Syari`at Islam secara kaffah di Aceh mengacu pada Al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah (Al-Hadits) yang penjabarannya lebih lanjut didasarkan
pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang secara teknis akan diatur dengan
Qanun Aceh. Masyarakat Aceh sejak awal kemerdekaan sudah memperjuangkan
agar Syari`at Islam secara formal dan resmi menjadi sumber nilai dan sumber
penuntun perilaku dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tataran kehidupan
pribadi, kehidupan bermasyarakat, maupun dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam pepatah Aceh disebutkan bahwa hubungan syari`at dengan
adat adalah seperti hubungan benda dengan sifatnya: hukom ngoen adat lage zat
ngoen sifeut. Artinya hukum syari`at dengan adat di Aceh menyatu sedemikian
rupa, merasuk dan menyusup ke dalam semua segi dan sendi kehidupan.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Aceh
memiliki hak untuk melaksanakan Syari`at Islam secara lebih luas, di dalam
berbagai bidang kehidupan dan pemerintahan. Pemerintah Aceh memiliki hak
menyusun dan menerapkan hukum materil di bidang perdata kekeluargaan,
perdata keharta-bendaan, pidana serta hukum acara perdata dan pidana
berdasarkan Syari`at Islam dengan cara menuangkannya ke dalam Qanun Aceh.
Begitu juga dengan pemberian sanksi (hukuman) untuk pelanggaran pidana di
dalam Qanun Aceh ini juga dapat mengikuti ketentuan yang ada dalam Syari`at
Islam secara penuh, tidak dibatasi oleh peraturan perundangan yang ada.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-37
Selanjutnya sebagai upaya pemantapan pelaksanaan Syariat Islam,
Pemerintah Aceh membentuk Mahkamah Syar`iyah yang berwenang menangani
perkara perdata dan pidana berdasarkan Syari`at Islam, yang telah dituangkan ke
dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam. Dalam
pelaksanaan penuntutannya tetap dilakukan oleh kejaksaan, sedangkan
penyidikan dilakukan oleh Wilayatul Hisbah (WH) yang merupakan bagian dari
Polisi Pamong Praja dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bawah koordinasi
Kepolisian Republik Indonesia.
Sebagian hukum yang berlaku di Aceh adalah hukum berdasar Syari`at
Islam, namun dalam pelaksanaannya lembaga dan aparatur pusat belum
maksimal dalam memahami qanun-qanun Aceh. Oleh karena itu Pemerintah Aceh
perlu memberikan dukungan berupa sosialisasi, pelatihan dan pemahaman kepada
aparat hukum yang berada di bawah instansi vertikal di Aceh sehingga
pelaksanaan tugas penerapan Syariat Islam dapat berjalan dengan baik dan
sempurna. Di samping itu, Pemerintah Aceh perlu melakukan koordinasi dan
konsultasi yang lebih intensif mengenai pembiayaan lembaga dan aparat
pemerintah yang melaksanakan tugas khusus (otonomi khusus) yang pada saat ini
masih belum memadai.
Penyediaan tenaga pelaksana penegakan hukum sebagai perangkat provinsi,
yaitu WH sebagai Polisi Pamong Praja dan PPNS, belum terintegrasi antara satu
dengan lainnya ke dalam sistem yang ada secara memadai. untuk itu, Pemerintah
Aceh perlu menetapkan model yang dianggap sesuai dengan kondisi Aceh yang
menjalankan Syari`at Islam secara kaffah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam upaya mempercepat implementasi Syariat Islam dan adat Aceh hingga
ke tingkat pemerintahan paling rendah (gampong), Pemerintah Aceh saat ini
sedang berupaya menata kembali pemerintahan gampong dan mukim sesuai
dengan tuntunan dan aturan adat, antara lain dengan mengembalikan pimpinan
gampong kepada Keuchik dan Teungku Imeum bersama Tuha Peuet, serta
membentuk kembali Lembaga Mukim dengan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003
tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tetapi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-38
upaya ini belum maksimal karena belum semua unsur perangkat pemerintahan
gampong dan mukim diatur dengan peraturan yang setara. Sebagai contoh,
keberadaan Keuchik telah diatur dengan Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2003
tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
Sedangkan keberadaan Teungku Imeum Meunasah diserahkan pengaturannya
kepada Qanun Kabupaten/Kota.
Pelatihan dan pengenalan kembali fungsi dan peran teungku Imuem perlu
menjadi prioritas dalam penerapan syariat Islam. Dengan pelatihan tersebut
diharapkan teungku Imeum dapat mengenali semua tugasnya dengan baik,
seperti; menjadi pengawas atas wali anak yatim, melindungi harta anak yatim,
serta mengelola zakat dan harta agama yang ada di gampong dengan tertib dan
memanfaatkannya secara tepat. Di samping itu, teungku Imeum hendaknya dapat
meningkatkan kualitas pelayanan peribadatan dan kemasyarakatan, misalnya;
menghidupkan meunasah dengan shalat berjamaah dan pengajian, membimbing
dan mengawasi kegiatan warga masyarakat agar sesuai dengan syariat Islam,
serta menyelesaikan sengketa dalam keluarga dan masyarakat berdasarkan
syari`at yang telah menyatu dengan adat.
Persoalan lain yang dihadapi saat ini adalah kurangnya pemahaman dan
pengamalan ajaran agama di kalangan masyarakat khususnya di daerah
perbatasan. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah adalah
dengan penempatan da’i di daerah perbatasan.
Pelayanan kehidupan beragama juga dinilai belum memadai. Hal ini terlihat
dari belum optimalnya pemanfaatan tempat peribadatan, kurangnya tenaga
pelayanan baik dalam kualitas maupun kuantitas, serta belum optimalnya
pengelolaan dana sosial keagamaan dan harta agama. Selain itu, kesadaran
masyarakat terhadap pembayaran dan pendistribusian zakat masih sangat rendah,
padahal zakat merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Aceh (PAA), sesuai
dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 Pasal 180. Demikian juga harta
agama dalam bentuk wakaf belum dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang
tidak terurus dan terlindungi dengan baik, sehingga perlu disusun dan ditetapkan
sebuah sistem dan mekanisme pengelolaan yang tepat.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-39
Baitul Mal sebagai badan pengelola harta agama perlu dibenahi dan
dioptimalkan fungsinya sehingga harta agama dan zakat dapat dikelola secara
lebih baik, diharapkan dapat membantu pembiayaan pembangunan khususnya
dalam pengentasan kemiskinan.
2.3.2 Sosial Budaya
Budaya Aceh sangat terikat dengan nilai-nilai agama Islam, namun demikian
ada beberapa bagian dalam kalangan masyarakat yang masih terpengaruh oleh
kebiasaan sebelum datangnya Agama Islam, misalnya adat istiadat seperti kenduri
tolak bala, kenduri laot, kenduri blang, kenduri glee dan lain-lain. Pemerintah Aceh
dalam rangka menggali kembali, memelihara, melestarikan dan mengembangkan
adat dan budaya Aceh sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan
Syariat Islam telah membentuk Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang tertuang dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2004.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menunjukkan bahwa pasca konflik
dan gempa bumi di susul gelombang tsunami mengakibatkan menurunnya tingkat
kesejahteraan sosial masyarakat Aceh. Permasalahan kesejahteraan sosial sesuai
data terakhir menunjukkan jumlah fakir miskin ±495.668 KK, anak terlantar
±83.114 jiwa, anak jalanan 590 jiwa, anak nakal 1.832 jiwa, anak korban tindak
Bandara T. Cut Ali - Tapaktuan, Bandara Kuala Batu - Blang Pidie, Bandara
Alas Leuser - Kutacane.
b. Bandar Udara Khusus yakni di Lhoksukon Bandara Point “A“ dengan kapasitas
CN 235 yang dikelola oleh Exxon Mobile Oil.
Gambaran umum terhadap kondisi eksisting beberapa infrastruktur bandara
adalah sebagai berikut:
1. Bandara Sultan Iskandar Muda - Banda Aceh mulai beroperasi pada tahun
1952, jarak dari pusat kota Banda Aceh ± 16 km, runway (2.500 x 45) m, saat
ini mampu didarati oleh pesawat berbadan lebar jenis B-737 dan A-330.
Bandara ini melayani penerbangan nasional dan internasional juga berfungsi
sebagai pangkalan TNI-AU (Lanud) Iskandar Muda. Kondisi saat ini bandara
SIM melayani sekitar 16 kali fligt (landing dan take off) setiap hari oleh
maskapai penerbangan nasional dan internasional.
2. Bandara Maimun Saleh – Kota Sabang, jarak dari pusat kota Sabang ± 7 km,
runway (1.850 x 30) m, saat ini mampu didarati oleh pesawat dengan jenis
F-28. Bandara ini menjadi entry point transportasi udara untuk Pulau Weh
(Sabang). Melayani penerbangan perintis dan logistik Pangkalan TNI-AU
(Lanud) Maimun Saleh serta operasional logistik pasca tsunami. Bandara ini
dipersiapkan menjadi bandara internasional terbatas.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-89
3. Bandara Cut Nyak Dhien – Kabupaten Nagan Raya runway (1.400 x 30) m,
saat ini mampu di darati oleh pesawat dengan jenis Cassa 212 dan F-27.
Bandara ini menjadi entry point transportasi udara untuk wilayah pantai Barat
Aceh, melayani penerbangan perintis dan logistik TNI AU serta operasional
bantuan logistik pasca tsunami. Pada saat ini telah selesai dilakukan rehabilitasi
dan rekonstruksi bandara dan sudah dioperasionalkan.
4. Bandara Kuala Batee - Kabupaten Abdya, jarak dari pusat kota Blang Pidie ±
15 km, runway (800 x 23) m, saat ini mampu didarati oleh pesawat dengan
jenis Cassa 212. Saat ini bandara ini sudah melayani kembali penerbangan
perintis rute Banda Aceh - Blang Pidie - Tapaktuan - Medan (PP).
5. Bandara T. Cut Ali - Tapaktuan, beroperasi pada tahun 1976, jarak dari pusat
kota Tapaktuan ± 21 km, runway (750 x 23) m, saat ini mampu didarati oleh
pesawat dengan jenis Cassa 212 / Dash-7. Saat ini selain melayani
penerbangan perintis rute Banda Aceh - Blang Pidie - Tapaktuan - Medan (PP),
juga telah melayani penerbangan komersial yang dilakukan oleh maskapai
penerbangan Wings Air.
6. Bandara Lasikin - Sinabang, beroperasi pada tahun 1978, jarak dari pusat kota
Sinabang ± 11 km, runway (900 x 23) m, saat ini mampu didarati oleh
pesawat dengan jenis Cassa 212/Dash-7 dan jenis F-28 Pada saat ini telah
diselesaikan rehabilitasi dan rekonstruksi termasuk pengembangan runway
menjadi (1.200 x 23) m dan telah beroperasi secara lebih maksimal dengan
tetap malayani penerbangan perintis dengan rute Sinabang – Medan –
Meulaboh B. Aceh.
7. Bandara Malikussaleh - Lhokseumawe, beroperasi pada tahun 1985, jarak dari
pusat kota Lhokseumawe ± 35 km, runway (1.850 x 30) m, saat ini mampu
didarati oleh pesawat dengan jenis F-28 dan B-737 seri 200 (terbatas). sampai
saat ini tetap melayani penerbangan khusus PT. Arun LNG dan komersil
dengan rute Medan - Lhokseumawe.
8. Bandara Rembele - Takengon, jarak dari pusat kota Takengon ± 20 km,
runway (1.200 x 30) m, mampu didarati oleh pesawat dengan jenis F-27,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-90
Cassa 212 dan Dash 7. Sampai saat ini tetap melayani penerbangan perintis
dengan rute Medan - Takengon - Banda Aceh.
9. Bandara Syekh Hamzah Fansyuri - Singkil, jarak dari pusat kota Singkil ± 22
km, runway yang direncanakan (800 x 23) m diperuntukkan untuk
penerbangan perintis dengan jenis pesawat Cassa 212. Bandara baru ini
diharapkan bisa menjadi pintu masuk transportasi udara untuk wilayah
Kabupaten Aceh Singkil dalam rangka pengembangan wilayah yang memiliki
potensi SDA yang cukup banyak seperti hasil hutan, perkebunan sawit, dan
lain-lain.
10.Bandara Alas Leuser - Kutacane, jarak dari Kutacane ± 20 km, memiliki
runway (1.200 x 30) m yang dibangun dengan bantuan dana Uni Eropa dan
APBA Pemerintah Aceh untuk fasilitas sisi darat lainnya, memiliki kapasitas CN -
212 dan Fokker 50, saat ini melayani penerbangan perintis dengan rute Banda
Aceh - Kutacane - Medan.
2.6.3.5 Pos dan Telekomunikasi
Bidang Pos dan Telekomunikasi merupakan salah satu Bidang yang bernaung
dibawah Dinas Perhubungan Komunikasi, Informasi dan Telematika Aceh dengan
tugas utama melaksanakan pengawasan dan pengendalian serta evaluasi kegiatan
usaha jasa pos dan jasa telekomunikasi serta pembinaan terhadap organisasi yang
bergerak dibidang komunikasi radio.
Pelayanan Pos di Aceh telah menjangkau ke seluruh kabupaten/kota sampai
dengan ke pelosok desa, hal ini ditunjang oleh sebanyak 102 unit kantor pos
didukung oleh 31 unit pelayanan pos bergerak keliling kota, 66 unit pelayanan pos
bergerak keliling desa dan 93 unit pelayanan pos non kantor lainnya serta
didukung oleh usaha jasa swasta yang bergerak dibidang perposan yakni usaha
jasa titipan yang berjumlah 49 unit baik yang bersifat lokal, nasional dan
internasional dan tersebar di seluruh Kabupaten/Kota.
Demikian pula halnya dengan jasa telekomunikasi, kondisi saat ini
masyarakat disuguhkan oleh berbagai kemudahan pelayanan di bidang
telekomunikasi dengan kehadiran berbagai operator telekomunikasi yang semakin
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-91
banyak dengan tarif yang bersaing dan mampu memberi kemudahan dalam
berkomunikasi. Sampai akhir tahun 2009 Operator Telekomunikasi yang sudah
mempunyai izin beroperasi di Aceh sejumlah 6 (enam) perusahaan yaitu PT.
Telkomsel, PT. Excecomindo Pratama, Kandatel Aceh, PT. Gallery Smart Telecom
BNA, PT. Indosat dan PT. Huchison Cp. Telkom BNA.
Untuk pelayanan dibidang telekomunikasi baik fixed telepon maupun selular
telepon telah menjangkau keseluruh Kabupaten/Kota dalam wilayah Aceh.
Kapasitas terpakai untuk fixed telepon telah mencapai 88.766 SST (Satuan
Sambungan Telepon), persentase keberhasilan panggil sebesar 75,64 persen serta
didukung oleh 881 unit warung telekomunikasi. Sedangkan untuk telepon selular
terjadi persaingan yang sehat antar sesama operator telepon selular dalam
pengembangan area layanan, hal ini ditandai dengan menjamurnya pembangunan
Tower Base Transceiver Stasion di Aceh. Pada akhir tahun 2010 akan terbangun
tower pada 13 titik yang tersebar pada 4 Kabupaten/Kota, yaitu Kota Sabang,
Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Jaya. Tower
Telekomunikasi yang akan dibangun sejumlah 56 titik dan tersebar di seluruh
Aceh dengan ketinggian 80 m, 90 m dan 100 m dan dapat difungsikan sebagai
Tower Bersama.
Meskipun demikian, masih banyak daerah-daerah pedesaan yang belum
menikmati fasilitas telekomunikasi, hal ini merupakan tanggung jawab dari
pemerintah pusat dengan program USO (Universal Service Obligation) dan tidak
tertutup kemungkinan pemerintah daerah berpeluang untuk memperluas
pelayanan dibidang telekomunikasi dengan cara kerja sama operasi (KSO) dengan
operator yang telah ada atau membangun jaringan telekomunikasi tersendiri yang
diusahakan oleh suatu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Disamping itu terdapat organisasi pengguna frekuensi radio yang menjadi
binaan Dinas Perhubungan Aceh yaitu RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia)
yang sampai dengan saat ini telah beranggotakan sebanyak 1.036 orang dan
ORARI (Organisasi Radio Amatir Indonesia) sebanyak 652 orang. Penggunaan
frekuensi radio oleh organisasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
dalam menanggulangi keadaan darurat dan bencana alam. Setiap anggota
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-92
organisasi berkewajiban memberikan prioritas pengiriman dan penyampaian
informasinya kepada Dinas Perhubungan Aceh sehingga diharapkan para
pengambil keputusan dapat mengetahui adanya musibah dan dapat mengambil
tindakan yang diperlukan dengan cepat dan akurat.
Pelayanan penggunaan frekuensi radio merupakan pelayanan publik tidak
seluruhnya dikelola secara sentral, regulasinya ditetapkan secara nasional namun
pengelolaannya dapat diatur secara bertingkat sesuai ruang lingkup jangkauan
pelayanannya diharapkan dapat meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Hal ini harus didukung oleh regulasi yang tegas, sumber daya manusia
yang handal serta sarana dan prasarana yang memadai sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh khususnya dibidang komunikasi dan informasi.
2.6.3.6 Komunikasi, Informasi dan Telematika
Pembangunan bidang Komunikasi, Informasi dan Telematika meliputi
pembangunan dan pengembangan Sistim Informasi Manajemen Daerah (SIMDA),
penyediaan infrastruktur, penyediaan dan pengelolaan data serta melakukan
pembinaan terhadap sumber daya aparatur di bidang teknologi komunikasi dan
informasi.
Berdasarkan kebijakan, program dan kegiatan yang dilaksanakan, indikator
kinerja yang telah dihasilkan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Adanya Pengembangan dan Pembinaan terhadap penyiaran daerah untuk
menertibkan siaran Media Radio dan Televisi yang berkualitas;
2. Membangun fasilitas-fasilitas Media Center untuk mendukung penyebaran
informasi secara cepat dan akurat terhadap seluruh masayarkat;
3. Pembangunan dan pengembangan infrastruktur jaringan komunikasi data
dan informasi yang telah tersedia berupa Bandwidth untuk kebutuhan
Dinas/Badan/Lembaga Daerah dengan kapasitas 20 Mbps yang terdiri dari 15
Mbps untuk download dan 5 Mbps Upload;
4. Untuk Jaringan 23 Kabupaten/kota bandwith yang disediakan sebesar 3 Mbps
Simetris termasuk di dalamnya untuk bandwith transforder SCPS 7.936 Kbps
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-93
dan BVP 7963 Kbps. Semua SKPA dan 23 kabupaten memiliki server masing-
masing dan saling terkoneksi;
5. Dalam kaitan ini juga sudah dilakukan pengembangan Infrastruktur
Telematika berupa jaringan interkoneksi Pemerintah Aceh telah dikembangkan
pada perangkat kerja di Pemerintah Aceh, yaitu pada 17 (tujuh belas) Dinas,
19 (Sembilan belas) Badan) dan 1 (satu) Lembaga;
6. Di samping itu Pemerintah Aceh merencanakan akan membangun
Telekomunikasi Aceh (TELCO) menggunakan Teknologi BWA, dimana
pembangunannya akan dilakukan secara bertahap selama 5 tahun dan
diharapkan selesai pada tahun 2015;
7. Untuk mendukung penerapan sistem informasi manajemen pemerintah daerah
telah dibangun sejumlah infrastruktur (perangkat keras) dan aplikasi sistem
informasi (perangkat lunak) pengolah data untuk Dinas/Badan/Lembaga
Daerah, namun belum terpenuhi seluruhnya dan terhadap aplikasi yang telah
selesai dibangun;
8. Database yang telah selesai dibangun meliputi database kepegawaian, sarana
dan prasarana umum pemerintahan, korban konflik, korban tsunami,
pertambangan dan energi, kesehatan, pendidikan, anak yatim, perikanan,
pimpinan pemerintahan, diklat aparatur, koperasi dan UKM, pariwisata dan
database sms Center Gubernur;
9. Pembangunan dan Pengembangan portal pemerintah daerah adalah
penyediaan situs www.bappeda.provaceh.go.id sebagai media penyebaran
informasi Pemerintah Provinsi Aceh melalui internet dan kegiatan ini telah
diselenggarakan kembali mulai pasca tsunami;
10. Untuk ketersediaan data di dalam database dan portal www.nad.go.id telah
dilaksanakan kegiatan pengumpulan data, verifikasi data, updating dan
backup data.
11. Gambaran umum kondisi eksisting terkait dengan sumber daya aparatur
adalah sebagai berikut:
- PNS Tenaga Teknis di bidang ICT Pemerintah Aceh dengan latar belakang
pendidikan Teknologi Komputer, khususnya pada Dinas Perhubungan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-94
Komunikasi Informasi & Telematika (Dishubkomintel) yang mempunyai
fungsi tugas serta kewenangan menjalankan Telematika Pemerintah Aceh
sebanyak 16 orang dengan berbagai bidang keahlian (programmer,
operator jaringan, design grafis, master web, pengelola sistim informasi)
belum termasuk PNS Tenaga teknis Komputer yang berada pada SKPA lain;
- Menjalin hubungan dengan out resourching (UNSYIAH, KPLI, Yayasan Air
Putih & Komunitas IT lainnya);
- Melakukan pengiriman PNS Tenaga Teknis Komputer untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan di Luar Daerah dalam bidang teknologi Informasi
& komunikasi;
12. Pembinaan dan pengembangan sumber daya aparatur bidang teknologi
komunikasi dan informasi telah dilaksanakan Bimbingan Teknis, Workshop dan
sosialisasi serta proses alih teknologi informasi lainnya yang dilaksanakan
pada saat pengembangan sistem infromasi kepada egawai negeri sipil baik di
lingkungan Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota.
Diharapkan pada masa yang akan datang dapat terlaksananya penerapan
e-Government, tersedianya database pada masing-masing Dinas/Badan/Lembaga
Daerah, tersedianya sumberdaya aparatur yang handal dibidang teknologi
komunikasi dan informasi serta tersedianya infrastruktur telematika daerah.
2.6.4 Lingkungan Hidup
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tidak terkendali
dapat menimbulkan kecendrungan pemanfaatan sumberdaya alam yang
berlebihan (over exploitation), sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan dan
penurunan kualitas daya dukung lingkungan. Keluhan masyarakat yang menuntut
perbaikan kualitas lingkungan ditujukan kepada Pemerintah Daerah sehingga
program kegiatan pengelolaan lingkungan melalui koordinasi pemantauan,
pengawasan dan upaya pemulihan kualitas dan fungsi lingkungan mutlak
diperlukan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-95
Kondisi lingkungan semakin terpuruk akibat eksploitasi sumber daya alam
hutan secara besar-besaran tanpa diimbangi dengan kegiatan rehabilitasi atau
pemulihan fungsi hutan secara proporsional, begitu juga akibat kegiatan
penambangan galian C yang tidak terkendali menyebabkan kerusakan daerah
aliran sungai yang berdampak hancurnya infrastruktur pendukung ekonomi.
Secara rinci dapat dilihat pada tabel II.31.
Tabel II.31
Kerusakan Lingkungan di Pemerintah Aceh
No. Ekosistem Luas Dampak
1. Terumbu Karang 97.250 Ha2. Manggrove 25.000 Ha3. Padang Lamun 600 Ha4. Muara Sungai 7,5 Km5. Sumber air 1000 sumur6. Hutan 48.925 Ha7. Restorasi pantai 300 Km8. Kehilangan lahan 53.735 titikSumber : CGI (2005)
Kegiatan pemantauan, pengawasan dan upaya pemulihan perlu dilakukan
pengkajian/penelitian lebih lanjut terhadap dampak dari kerusakan yang
diakibatkan oleh limbah tsunami, pencemaran udara yang terjadi akibat aktivitas
rehabilitasi dan rekonstruksi (debu, polusi kendaraan). Selanjutnya permasalahan
krusial yang sering muncul dalam pengelolaan lingkungan hidup antara lain:
perubahan iklim, perambahan kawasan hutan, iIllegal logging, illegal mining,
kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), pencemaran air dan udara, serta kerusakan
kawasan pesisir.
Alih fungsi lahan berupa perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian ke
pemukiman, dari lahan konservasi ke kawasan budidaya ditemukan di beberapa
Kabupaten/Kota seperti di Aceh Besar, Aceh Utara, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Barat,
Nagan Raya, Aceh Selatan, Subulussalam, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Gayo
Lues, Aceh Timur, dan Tamiang membuat lingkungan menjadi rentan terhadap
ancaman banjir, erosi dan tanah longsor.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-96
Pada saat ini, terdapat 1.626.800 ha lahan kritis dimana 788.600 ha berada
di dalam kawasan hutan (14.7 persen dari total wilayah hutan) dan 738.200 ha
berada di luar kawasan hutan (13.7 persen total wilayah hutan). Menurut
peruntukan lahan seluas 232.902,35 ha (4,24 persen) lahan diklasifikasikan
sebagai lahan kritis. Lahan kritis tersebut terdiri dari padang rumput/ilalang seluas
223.985 ha (3,91 persen), tanah terbuka (tandus, rusak, pembukaan lahan) seluas
18.574,35 ha dan lahan pertambangan 443 ha (0,01 persen). Lahan kritis tersebut
berpotensi mengakibatkan erosi dan sedimentasi di sekitar DAS.
2.6.5 Pertanahan
Tanah merupakan salah satu asset masyarakat yang sangat berharga dan
perlu mendapatkan jaminan hukum melalui sertifikasi, Pemerintah Aceh sesuai
dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 mengamanatkan Badan
Pertanahan Nasional menjadi Badan Otonomi Daerah. Hal ini sangat diharapkan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pengsertifikatan lahan sebagai salah satu
modal usaha bagi masyarakat. Sampai saat ini sertifikasi yang sudah diserahkan
kepada masyarakat diperkirakan sebanyak 68.855 sertifikat baik melalui
APBA/APBN dan BRR.
Selain itu inventarisasi lahan dan registrasi penguasaan kepemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T), penataan pulau-pulau kecil terluar
diperbatasan. Di masa yang akan datang Badan Pertanahan menjadi Badan
Otonomi di daerah baik provinsi maupun kabupaten.
2.6.6 Energi dan Sumber Daya Mineral
Pelayanan listrik Aceh dilakukan oleh PT. PLN, Pemerintah Aceh hanya
memfokuskan melakukan usaha pelayanan pada daerah-daerah terpencil yang
belum terjangkau oleh PT PLN. Kondisi ketenagalistrikan di Aceh dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Kebutuhan energi listrik untuk Aceh saat ini di suplai dari beberapa sistem
dengan porsi, yaitu:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-97
a. Sistem Transmisi 150 kV Sumut-Aceh sebesar 70,12 persen
b. PLTD Isolated sebesar 26,62 persen
c. Sistem Distribusi 20 kV dari wilayah Sumut sebesar 3,26 persen.
d. PLTMH Isolated sebesar 0,75 persen.
Kondisi kelistrikan yang tersambung dalam sistem 150 kV Sumut-Aceh masih
mengalami defisit. Untuk mengatasi defisit tersebut sering harus dilakukan
penurunan tegangan (brown out) dan dalam kondisi tertentu terpaksa
dilakukan pemadaman bergilir.
Daerah isolated yang masih mengalami defisit adalah daerah Aceh Tengah,
dan Aceh Singkil. Untuk mengatasi defisit pada kedua daerah tersebut
dilakukan dengan memanfaatkan suplai 20 kV dari Gardu Induk yang
terdekat.
2. Kapasitas terpasang, pembangkit di Aceh saat ini sebesar 146,5 MW dengan
daya mampu rata-rata 98 MW. Sebagian dari pembangkit tersebut merupakan
isolated murni dan sebagian lagi tersambung ke sistem transmisi 150 kV
melalui jaringan distribusi 20 kV. Pembangkit tersebut sebagian besar (99
persen) adalah jenis PLTD dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Gambaran daya mampu dan daya terpasang pembangkit tertera pada tabel
II.32.
Tabel II.32Kapasitas Terpasang dan Daya Mampu Pembangkit
Wilayah Aceh Tahun 2008
NO. SYSTEM JENISDAYA
TERPASANG (MW)
DAYA MAMPU
(MW)I. GRID 150 Kv * 28.7 21.9
1 Sistem Sumut-Aceh PLTD 15.1 14.02 Sistem Sigli PLTD 13.6 7.9
II. SISTEM ISOLATED 114.2 73.31 Sistem Sabang PLTD 8.1 4.22 Sistem Takengon PLTD 12.8 8.33 Sistem Meulaboh PLTD 34.1 21.6
Kota Banda AcehKota SabangKabupaten Aceh BesarKabupaten PidieKabupaten BireunKabupaten Aceh UtaraKota LhokseumaweKabupaten Aceh TengahKabupaten Bener MeriahKabupate Aceh TimurKabupaten AcehTamiangKabupaten Kota LangsaKabupaten Aceh TenggaraKabupaten Gayo Lues Kabupaten Aceh Singkil Kabupaten Aceh Selatan Kabupaten Aceh Barat DayaKabupaten Nagan RayaKabupaten Aceh BaratKabupaten Aceh JayaKabupaten Simelue