RESUME Resume ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Matematika Dosen Pengampu: Dr. Subanji, M.Si Oleh: FUJIARSO (NIM 130311818890) JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG FEBRUARI 2014
23
Embed
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RESUME
Resume ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan dan
Pembelajaran Matematika
Dosen Pengampu: Dr. Subanji, M.Si
Oleh:
FUJIARSO
(NIM 130311818890)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FEBRUARI 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta yang
menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap apa
yang ada di bumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang berfikir. Dan sungguh berkat
limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan resume ini demi
memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
Penyusunan resume ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu kami mengucapakan banyak terimakasih.
Penulis menyadari bahwa dalam resume ini masih banyak terdapat kekurangan,
sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan datang.
Semoga resume ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi
yang bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, Februari 2014
Penulis
A. LEARNING MATHEMATICS AND CONSTRUCTIVISME THEORY
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
1. Pendekatan Kontrukstivisme
Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan
dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
dan tidak dengan tiba - tiba.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide – ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi
pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan
memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Guru
memberi tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut dari kacamata siswa
sendiri.
a) Belajar Matematika menurut Paham Konstruktivisme
Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik
para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para ahli
konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-
tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif
( Suherman, 2001) Para ahli konstruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari
perspektifnya konstruktivis, belajar matematika bukanlah suatu proses
‘pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir
aktivitas, di mana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas. Selanjut Cobb
( Suherman 2001) mengatakan bahwa belajar matematika merupakan proses di
mana siswa secara aktif menkonstruksi pengetahuan matematika.
Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan
manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja.
Mereka menolak paham matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola
linear. Setiap tahap dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap
makna dan penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada
jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampilan intelegensinya dalam
setting matematika.
Lebih jauh lagi para ahli konstrutivis merekomendasi untuk menyediakan
lingkungan belajar di mana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan
algoritma, proses heuristik dan kebiasaan bekerja sama dan berefleksi . Dalam
kaitannya dengan belajar, Cobb dkk (1992) menguraikan bahwa “belajar
dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk
menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi aktif
dalam latihan matematika di kelas.
b) Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika
Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4
tahap yaitu : 1) apersepsi 2) eksplorasi 3) diskusi dan penjelasan konsep serta 4)
pengembangan dan aplikasi.
Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan
memberikan pertanyaan – pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering
ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang
konsep itu.
Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan
konsep pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan
dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa
keingintahuan siswa tentang fenomena alam di sekelilingnya.
Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada
hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun
pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak
ragu–ragu lagi tentang konsepsinya.
Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik
melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah – masalah yang
berkaitan dengan isu – isu dilingkungannya.
Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, fokus
utama mengajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir
mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli
sebelumnya.
Komentar :
Penggunaan model Konstruktivis secara efektif meningkatkan kemampuan
berpikir siswa dalam memecahkan permasalah-permasalahan matematika. Dalam
diskusi kelompok dengan membaurkan siswa terbukti efektif dalam meningkatkan
konsep dan minat siswa terhadap matematika. Penggunaan model konstruktivis
mengajak siswa berperan aktif dalam menemukan dan mencari solusi dari setiap
permasalahan yang ada. Sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan
mengarahkan saja.
B. TEORI-TEORI BELAJAR
1. TEORI PIAGET (Tahap perkembangan)
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:
a) Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;
b) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya;
c) Interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya
dengan lingkungan social, dan
d) Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme
agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri
terhadap lingkungannya.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Piaget menggambarkan pembelajaran dalam empat tahap :
sensorimotor, pra operasional, konkrit operasional, dan mal operasional.
1) Tahap Sensomotor
sensorimotor stageoccurs terjadi antara kelahiran dan usia 2 - 3 tahun.
Pertumbuhan mental dan Pemahaman matematika dikembangkan pada tahap ini.
Misalnya, anak-anak belajar untuk mengenali orang-orang dan hal-hal dan
menahan gambar mental saat orang-orang atau hal-hal yang dapat tidak lagi
terlihat. Kemampuan ini, disebut object permanence, sangat penting untuk
mengingat pengalaman masa lalu untuk berhubungan dengan pengalaman baru.
2) Tahap pra operasional.
Selama tahap praoperasional ( usia 2-3 sampai usia 6-7 ), anak-anak secara
bertahap berubah dari egosentris dan didominasi oleh persepsi mereka, mulai
menyadari perasaan dan sudut pandang orang lain dalam dunia mereka. Anak-
anak mengembangkan sistem simbol, benda-benda di cluding, gambar, tindakan,
dan bahasa, untuk mewakili pengalaman mereka. Mewakili gagasan dan
tindakan dengan benda adalah langkah penting menuju pemahaman gambar
kemudian simbol.
3) Tahap operasional Konkret.
Selama tahap operasional konkret (usia 7-12 ), anak-anak menguasai struktur
bilangan, geometri, dan pengukuran. Bekerja dengan benda konkret adalah dasar
untuk mengembangkan konsep-konsep matematika yang diwakili dengan
gambar, simbol, dan gambar mental. Anak-anak belajar tentang sistem
klasifikasi berdasarkan atribut objek, peristiwa, dan orang-orang dan bagaimana
mereka sama dan berbeda- beda. Mereka secara bertahap mempertimbangkan
beberapa atribut simultan : kubus berwarna merah, kasar, tebal, dan besar;
segitiga berwarna kuning, tipis, halus, dan kecil.
4) Tahap Mal Opersional
Mulai dari usia 11 - 13, cara berpikir yang lebih canggih tentang matematika,
termasuk penalaran proporsional, dan penalaran correlasional, mulai dan terus
berkembang selama tahun-tahun dari remaja sampai menjadi dewasa. Untuk mal
operational thinking memungkinkan anak-anak dan dewasa untuk membentuk
hipotesis, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan menguji mereka
terhadap realitas.
2. TEORI VYGOTSKY
Lev Vygotsky percaya bahwa interaksi antara pelajar dan dunia fisik, banyak
dipengaruhi oleh interaksi sosial; teorinya disebut konstruktivisme sosial. Menurut
Vygotsky (1962), pembelajaran ditingkatkan sebagai orang dewasa dan teman
sebaya menyediakan bahasa dan umpan balik, sementara peserta didik pengalaman
process. Zona proksimal mengembangkan hanya di luar kemampuan peserta didik
dapat dicapai dengan bantuan dari orang dewasa atau rekan-rekan. Scaffolding/
pengetahuan berjenjang terjadi ketika orang dewasa atau teman sebaya peserta didik
mendukung mereka membangun makna dari pengalaman mereka.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip
seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
a) Pembelajaran sosial (sosial leaning).
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif.
Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan
orang dewasa atau teman yang lebih cakap
b) ZPD (Zone of Proximal Development).
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada
dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan
masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan
orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak
mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat
kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.
c) Masa Magang Kognitif (Cognitif Apprenticeship).
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan
intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau
teman yang lebih pandai;
d) Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks,
sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan
masalah siswa.
3. TEORI BRUNER (Tingkat Representasi)
Menurut Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu:
a) Tahap Informasi (tahap penerimaan materi)
Yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru. Dalam
setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan
pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam
b) Tahap Transformasi (tahap pengubahan materi)
Yaitu tahap memahami, mencerna, dan menganalisis informasi baru. Dan
informasi tersebut ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
c) Tahap evaluasi
Yaitu tahap untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap kedua benar
atau tidak.
Jerome Bruner ( 1960) menyatakan tertarik pada bagaimana anak-anak
mengenali dan mewakili konsep. Seperti Diena, penemuan Bruner menganjurkan
belajar dan belajar melalui berbagai kegiatan. Kajian Bruner menekankan
perkembangan kognitif anak-anak. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi
dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut
Bruner, perkembangan kognitif juga melalui peringkat-peringkat tertentu. Peringkat-
peringkat tersebut adalah seperti berikut:
1. Peringkat enaktif ( 0 – 2 tahun )
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan
cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang
lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
2. Peringkat ikonik ( 2 – 4 tahun )
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak
mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan
konsep kesegitigaan.
3. Peringkat simbolik ( 5 – 7 tahun )
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik
dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau
pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-
konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu
cara kombinatorial.
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome
Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning).
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar anak hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka
untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu, antara lain:
a) Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka
untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban.
b) Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara
mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi
informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja
c) Hasilnya lebih berakar daripada cara belajar yang lain
d) Lebih mudah dan cepat ditangkap
e) Berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan
beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
a) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
b) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
c) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran anak dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas.
4. TEORI GUILFORD
Teori Guilford banyak membicarakan struktur intelegensi seseorang yang
banyak mengarah pada kreativitas. Guilford mengeluarkan
satu model untuk menjelaskan kreativitas manusia yang disebutnya sebagai Model
Struktur Intelek (Structure of Intellect). Dalam model ini, Guilford menjelaskan
bahwa kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan
proses berpikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah cara berfikir untuk
memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berpikir divergen adalah
proses berfikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka
ragam. Kemampuan berfikir divergen dikaitkan dengan kreativitas ditunjukkan oleh
beberapa karakteristik berikut:
1) Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau
solusi masalah dalam waktu singkat.
2) Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan berbagai
pendekatan untuk masalah tertentu.
3) Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide asli.
4) Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur rincian
ide di kepala dan membawanya keluar.
5. TEORI BELAJAR GAGNE
Menurut Gagne, terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa dalam belajar
matematika, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung adalah
transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,
disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika. Sedangkan objek langsung
belajar matematika adalah fakta, keterampilan, konsep dan prinsip.
a) Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta.
Contoh lainnya fakta : “+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus
adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri.
b) Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan
cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian
pecahan.
c) Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan
objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari
adalah merupakan konsep dalam matematika.
d) Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah
sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut.
Contoh prinsip adalah dua segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak
dan sudut apitnya kongruen.
Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8
tipe belajar yaitu:
1) Belajar Isyarat
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul
sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon
emosional pada individu yang bersangkutan.
2) Belajar stimulus respon
Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda
dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati
atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki
suatu stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya
otot-otot kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan
langsung yang terpadu antara stimulus dan respon.
3) Belajar rangkaian gerak
Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan
atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian
berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam
rangkaian yang sama.
4) Belajar rangkaian verbal
Kalau tadi pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka
pada belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian
verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.
Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon
lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.
5) Belajar memperbedakan
Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon
sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam
merespon lingkungannya, anak membutuhkan keterampilan-keterampilan
sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan
membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua macam belajar
memperbedakan yaitu memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak.
6) Belajar Pembentukan Konsep
Belajar Pembentukan Konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari benda-
benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu.
7) Belajar Pembentukan Aturan
Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan
merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah: teorema, dalil,
atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring
sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan
aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih.
8) Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan
lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar
memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat
formulasi penyelesaian masalah.
6. TEORI BELAJAR DIENES
Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu
a) Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan
konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar
konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi
kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul.
Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya
dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-
konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari
benda yang dimanipulasi.
b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola
dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin
terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya.
Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui
permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana
struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan
dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena
akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik
memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman,
dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan
permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun
yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda
berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan
merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak
merah (biru), hijau, kuning).
c) Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk
melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka
dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi
ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan
semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak
dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
d) Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang
sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah
mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi
yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak
untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan