12 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2014: 37). Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu (Irwanto, 2002: 105). Dalam proses belajar terjadi hubungan peserta didik dengan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan adanya perubahan tingkah laku dari peserta didik. Gage dan Berliner (Dimyati & Mudjiono, 2015: 116) belajar merupakan suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman yang diperolehnya. Belajar merupakan usaha peningkatan mental siswa (Dimyati & Mudjiono, 2015: 4). Siswa adalah subjek yang mengalami proses dan peningkatan kemampuan mental. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar dimana ukuran keberhasilannya adalah siswa mampu memecahkan masalah (Dimyati & Mudjiono, 2015: 8). Menurut Gagne (Dimyati & Mudjiono, 2015: 10) setelah belajar orang akan memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Menurut Hudojo (1988: 1) pengetahuan ketrampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan oleh proses belajar. Karena itu, seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri
25
Embed
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3259/3/BAB II.pdf · 2018. 8. 15. · A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA)
Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik,
2014: 37). Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum
mampu menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu (Irwanto,
2002: 105). Dalam proses belajar terjadi hubungan peserta didik dengan lingkungan
sekitarnya yang menyebabkan adanya perubahan tingkah laku dari peserta didik.
Gage dan Berliner (Dimyati & Mudjiono, 2015: 116) belajar merupakan suatu
proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman yang diperolehnya.
Belajar merupakan usaha peningkatan mental siswa (Dimyati & Mudjiono,
2015: 4). Siswa adalah subjek yang mengalami proses dan peningkatan kemampuan
mental. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di
lingkungan sekitar dimana ukuran keberhasilannya adalah siswa mampu
memecahkan masalah (Dimyati & Mudjiono, 2015: 8). Menurut Gagne (Dimyati &
Mudjiono, 2015: 10) setelah belajar orang akan memiliki ketrampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai.
Menurut Hudojo (1988: 1) pengetahuan ketrampilan, kebiasaan, kegemaran dan
sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan oleh proses
belajar. Karena itu, seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri
13
orang tersebut menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan
tingkah laku. Bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar adalah
adanya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, yang sebelumnya tidak ada
atau tingkah lakunya tersebut masih lemah atau kurang. Perubahan tingkah laku
dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama yang disertai usaha orang
tersebut sehingga orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi
mampu mengerjakan sesuatu.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku dan peningkatan mental siswa yang diperoleh
dari lingkungannya yang menghasilkan ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2014: 57). Berdasarkan
Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang sistem pendidikan
nasional menjelaskan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Menurut BSNP (2006: 17) kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan
kegiatan belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar
peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar. Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua
kegiatan, yaitu belajar tertuju kepada yang harus dilakukan peserta didik dan
mengajar berorientasi kepada yang harus dilakukan guru.
14
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi antara siswa, guru dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk
mencapai suatu kompetensi dasar.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
mengembangkan daya pikir manusia (BSNP, 2006: 387). Matematika sebagai ilmu
pengetahuan menjadi salah satu mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Matematika
mampu membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu
berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Matematika yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan tidak sama dengan
matematika sebagai ilmu. Pembelajaran matematika memiliki tujuan menekankan
kepada menata penalaran dan membentuk kepribadian siswa dan menekankan
kepada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika (Ekawati,
2011). Berdasarkan BSNP (2006: 388)
Tujuan pembelajaran matematika untuk jenjang sekolah menengah atas adalah
agar peserta didik mempunyai kemampuan sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
15
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran matematika SMA membekali
peserta didik dalam kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerja sama dengan tujuan agar peserta didik mampu
memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah,
mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
a. Pengertian Masalah Matematika
Persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat sepenuhnya
dikatakan sebagai suatu masalah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Menurut
Gorman (Dewanti, 2011: 32) masalah atau problem adalah situasi yang
16
mengandung kesulitan bagi seseorang dan mendorongnya untuk mencari solusi.
Menurut Hudojo (1988) menyatakan bahwa sesuatu disebut masalah bagi siswa
jika: (1) pertanyaan yang dihadapkan kepada peserta didik harus dapat
dimengerti oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan
tantangan baginya untuk menjawab dan (2) pertanyaan tersebut tidak dapat
dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui peserta didik.
Cooney, dkk (1975) menyatakan bahwa:
“... for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot
be resolved by some routine procedure known to the student”.
Artinya sebuah pertanyaan akan menjadi sebuah masalah apabila menjadi
tantangan yang tidak dapat diselesaikan dengan beberapa cara yang telah
diketahui siswa.
Menurut Saad & Ghandi (2008: 119), masalah matematika merupakan
situasi yang memiliki tujuan yang jelas tetapi berhadapan dengan halangan
akibat kurangnya algoritma yang diketahui untuk menguraikannya agar
memperoleh sebuah solusi. Sementara itu, Polya (1973: 154-155) menjelaskan
masalah matematika dalam dua jenis, yaitu masalah mencari (problem to find)
dan masalah membuktikan (problem to prove). Masalah mencari yaitu masalah
yang bertujuan untuk mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai objek
tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memberi kondisi yang sesuai.
Sedangkan masalah membuktikan yaitu masalah dengan suatu prosedur untuk
menentukan suatu pernyataan benar atau tidak benar.
Berdasarkan pengertian mengenai masalah dan masalah matematika di atas
dapat disimpulkan bahwa masalah matematika meruapkan situasi yang
17
terhalang karena kurangnya algorimta dalam mencari solusi. Terdapat dua jenis
masalah matematika, yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari nilai yang
dicari dan masalah yang bertujuan untuk membuktikan suatu pernyataan dalam
matematika benar atau tidak benar.
b. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Masalah adalah kondisi yang memerlukan penyelesaian. Setiap individu
memiliki cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Perbedaan tersebut bergantung pada kemampuan pemecahan masalah yang
dimiliki oleh setiap individu. Polya (1973: 3) mendefinisikan pemecahan
masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Krulik dan
Rudnick (1995: 4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan
sebuah sarana di mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah pada situasi
yang tidak biasa. Menurut Fauziah dan Sukasno (2015: 12) pemecahan masalah
adalah proses menyelesaikan soal yang tidak rutin yang kompleks dengan
menggunakan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Pimta, et al (2009: 381) menyatakan bahwa:
“problem-solving is considered as the heart of mathematic learning because
the skill is not only for learning the subject but it emphasizes on developing
thinking skill method as well”.
Artinya pemecahan masalah dianggap sebagai jantungnya matematika karena
tidak hanya kemampuan penyelesaian masalah namun juga kemampuan untuk
berpikir.
18
Branca (Syaiful, 2011: 216) juga mengemukakan bahwa: (1) kemampuan
pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan
sebagai jantungnya matematika; (2) pemecahan masalah meliputi metode,
prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika; dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam
belajar matematika. kemampuan memecahkan masalah menjadi sangat
dibutuhkan oleh siswa. Karena pada dasarnya siswa dituntut untuk berusaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat.
Kemampuan memecahkan masalah matematika sangat dibutuhkan oleh
siswa. Karena pada dasarnya siswa dituntut untuk berusaha sendiri mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga
menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Anderson (2009: 1) menyatakan
bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan ketrampilan hidup yang
penting yang melibatkan berbagai proses termasuk menganalisis, menafsirkan,
penalaran, memprediksi, mengevaluasi, dan merefleksikan. Wahyuningtyas
(2014: 3) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang meliputi
kemampuan memahami masalah matematika, membuat rencana penyelesaian,
menyelesaikan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil
penyelesaian yang didapat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematika adalah kemampuan individu dalam
19
menerapkan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk
menemukan solusi dari situati yang tidak biasa.
c. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematika
Menurut Polya (1973: 5-17) terdapat empat langkah yang harus dilakukan
dalam memecahkan suatu masalah yaitu; (1) memahami masalah, (2)