MAKALAHRespiratory Distress SyndromeSISTEM REPRODUKSI II
Di susun oleh:Fifi Nur Febriyanti11.321.012M. Firdaus
Y11.321.023Rizky N.F.I11.321.031Samsuri11.321.033Sigit Rio
Virnando11.321.036Yulita L.11.321.041
Kelompok 2
Kelas VI-AS1 KeperawatanSEKOLAH TINNGI ILMU KESEHATANINSAN
CENDEKIA MEDIKAJOMBANG2014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan hidayah-NYA. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tanpa adanya rintangan yang
berarti.Makalah ini disusun dengan tujuan:1. untuk melengkapi tugas
mata kuliah S. Reprooduksi II;1. agar para pembaca pada umunya
dapat mengetahui lebih lanjut tentang Respiratory Distress
SyndromeSesuai dengan tujuan tersebut maka penulis akan menyusun
dengan sebaik-baiknya meskipun masih banyak kekurangannya. Dan
tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyak kepada:1. Dosen pembimbing akademik STIKES ICME
JOMBANG;1. Dosen penanggungjawab mata kuliah S. Reprodusi II,
Muarrofah, S. Kep., Ns. M. Kes.;1. Dosen pengarjar mata kuliah S.
Reproduksi II, Anita Rahmawati, S. Kep., Ns1. Semua pihak yang ikut
serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.Atas rahmat Tuhan
yang Maha Kuasa, penulis berharap Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca. Serta saran dan kritik penulis harapkan, karena
penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangannya dan masih
belum sempurna.
Jombang, April 2014
Penyusun BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangSistem pernafasan merupakan salah satu sistem
organ yang diperlukan manusia untuk memberi suplai oksigen yang
diperlukan dalam metabolisme tubuh untuk menopang kehidupan. Namun
tidak jarang kesehatan sistem pernafasan mengalami gangguan
terutama pada masa awal kehidupan manusia, salah satu yang mungkin
dialami adalah Respiratory Distress Syndrome. Respiratory Distress
Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan
biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami
sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat. Defisiensi surfaktan diperkenalkan
pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab
terjadinya RDS. Penyakit ini adalah penyebab terbanyak dari angka
kesakitan dan kematian pada bayi prematur.Secara tinjauan kasus, di
negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72%
dari kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman modern
sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%. Di negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian
RDS.. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada
bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian
berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak
digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini
RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Berdasarkan
perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau
komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer
2007).Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang
disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan
merupakan suatu campuran lipoprotein aktif yang diproduksi sel
epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II dengan permukaan
yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir
ekspirasi.. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan
mencapai maksimum pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari
fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah
merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir
ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. (Bobak,
2005).Sebagian besar kasus RDS pada bayi dapat diperbaiki atau
dicegah jika ibu yang hendak melahirkan prematur dapat diberikan
glukokortikoid , satu kelompok hormon. Ini akan mempercepat
produksi surfaktan . Untuk pengiriman yang sangat prematur ,
glukokortikoid yang diberikan tanpa menguji kematangan paru janin .
The American College of Obstetricians dan Gynecologists ( ACOG ) ,
Royal College of Medicine , dan organisasi besar lainnya telah
merekomendasikan pengobatan glukokortikoid antenatal untuk
perempuan pada risiko kelahiran prematur sebelum 34 minggu
kehamilan. Beberapa program administrasi glukokortikoid ,
dibandingkan dengan kursus tunggal, tampaknya tidak menambah atau
mengurangi risiko kematian atau gangguan perkembangan saraf anak.
Dari kebanyakan kasus RDS, tindakan yang paling efektif dalam
pengobatan pasien ini adalah pemberian surfaktan eksogen (surfaktan
dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya sangat mahal.
1.2. Tujuan Pembahasan1.2.1. Tujuan UmumUntuk mengidentifikasi
lebih jelas tentang Respiratory Distress Syndrome1.2.2. Tujuan
Khususa. Untuk mengetahui anatomi/fisiologi sistem pernafasanb.
Untuk mengetahui definisi Respiratory Distress Syndromec. Untuk
mengetahui stadium Respiratory Distress Syndromed. Untuk mengetahui
etiologi Respiratory Distress Syndromee. Untuk mengetahui
manifestasi klinis (gejala dan tanda) Respiratory Distress
Syndromef. Untuk mengetahui patofisiologi Respiratory Distress
Syndromeg. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Respiratory
Distress Syndromeh. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis
Respiratory Distress Syndromei. Untuk mengetahui pencegahan
Respiratory Distress Syndromej. Untuk mengetahui komplikasi
Respiratory Distress Syndromek. Untuk mengetahui konsep askep
Respiratory Distress Syndrome
BAB IILANDASAN TEORI2.1. Anatomi/Fisiologi2.1.1. Anatomi
Human Respiratory System2.1.2. Fisiologi Rongga hidung terdiri
dari benjolan seperti rak yaitu turbinat yang bekerja seperti
kisi-kisi radiator untuk menghangatkan, melembabkan dan menyaring
udara inspirasi mukosa rongga ini memiliki banyak pembuluh darah
yang bervariasi. Laring adalah suatu katuk yang rumit pada
persimpangan antara lintasan makanan dan lintasan udara. Laring
terangkat dibawah lidah saat menelan dan karenanya mencegah makanan
masuk ke trakeaaring berperan untuk pembentukan suara dan untuk
melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan karena
itu dapat menyebabkan batuk bila terserang. Trakea dipertahankan
terbuka oleh cincin-cincin kartilago berbentuk huruf c, trakea yang
bercabang menjadi dua brnkus setiap cabang-cabangnya kemudian
bercabang kembali kedalam paru, akhirnya berujung dalam kantog
tipis. Alvioli jalan nafas yang lebih besar ini mempunyai
lempeng-lempeng kartilago dindingnya untuk mencegah kempesnya
selama perubahan tekanan dalam paru-paru. Cabang-cabang trakea
dilapisi dengan silia yaitu epitalium yang menghabiskan lendir,
debu-debu tertangkap mukosa kemudian di sapu kelaring oleh silia
dan dibatukan keluar. Bronkus bercabang lagi dan seterusnya menjadi
makin kecil yang membentuk bronkiolus yang tidak memiliki penyokong
kartilago, tetapi memiliki dinding otot polos yang dapat
berkontraksi untuk penyempitan jalan nafas. Paru-paru adalah
struktur elastis seperti spon, paru-paru berada dalam rongga torak
yang terkandung dalm susunan tulang iga dan letaknya disebelah kiri
dan kanan media stinum. Alveoli dibungkus oleh anyaman kapiler yang
sangat halus yang mengandung darah. Udara dan darah berhubungan
lewat dinding tipis hanyan dua sel yang tebal. Disini pertukaran
gas terjadi melalui difusi ( Monika Ester. 1999 )
2.2. Definisi RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi
pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt),
retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat
penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui
PDA (Stark 1986).Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan
kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ),
frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap
dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya
atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya
hyaline membran pada saat otopsi.Sindrom gawat napas (RDS) (juga
dikenal sebagai idiopathic respiratory distress syndrome) adalah
sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi
terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang
kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara
usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering
kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005).Respiratory
Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut
untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005).RDS
adalah sindrom pada bayi prematur yang disebabkan oleh insufisiensi
perkembangan produksi surfaktan dan ketidak matangan struktural
dalam paru-paru. Sindrom ini lebih sering pada bayi dari ibu
diabetes dan kedua lahir kembar
prematur.http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview#showall
2.3. StadiumBerdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada
4 stadium RDS yaitu :a. Stadium 1 Terdapat sedikit bercak
retikulogranular dan sedikit bronchogram udarab. Stadium 2Bercak
retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke
perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.c.
Stadium 3Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak
terlihat, bronchogram udara lebih luas.d. Stadium 4Seluruh thorax
sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
012
Frekuensi nafas< 60x/menit60-80 x/menit80 x/menit
RetraksiTidak ditemukanRinganBerat
SianosisTidak ditemukanSianosis hilang dengan O2Sianosis menetap
meski dg O2
Air EntryUdara masukPenurunan ringanPenurunan berat
MerintihTidak ditemukanTerdengar dengan stetoskopTerdengar tanpa
alat bantu
Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe
Kriteria:Skor < 4Gangguan pernafasan ringan
Skor 4 5gangguan pernafasan sedang
Skor > 6gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)
2.4. EtiologiRDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan,
karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin
besar pula kemungkinan terjadi RDS. Berikut adalah faktor penyebab
RDS yaitu: Prematur Asfiksia perinatalPenyebab defisiensi
surfaktan
Maternal diabetes Seksual sesaria Gangguan traktus respiratorius
: Transient tachypnoe of the newborn (TTN). Paru-paru terisi
cairan, sering terjadi pada bayi Caesar karena dadanya tidak
mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran
cairan dari dalam paru. Infeksi (pneumonia) Sindroma aspirasi
(tersedak air ketuban) Pembesaran kelenjar thymus saat bayi telah
lahir Hipoplasia paru Hipertensi pulmonal Kelainan paru congenital
(choanal atresia, hernia diagfragma) Pleural effusion Kelumpuhan
saraf frenikus Luar traktus respiratoris: Kelainan jantung
congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP. Kelaianan pembuluh
darah
2.5. Manifestasi klinis (Gejala dan Tanda)Berat dan ringannya
gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,
semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Menurut Surasmi, dkk
(2003), manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran
serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan. Gejala klinikal yang timbul dalam 48-96 jam pertama
setelah lahir yaitu: Takhipneu (>60 x/menit) Pernafasan dangkal
Mendengkur Sianosis Pucat Kelelahan Apneu dan pernafasan tidak
teratur Penurunan suhu tubuh Retraksi suprasternal, substernal dan
intercostal Pernafasan cuping hidung (nasal flaring)
2.6. PatofisiologiFaktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS
pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga
kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan
surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru
sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat
dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan
asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung
90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara
dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang
progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen,
menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks
fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi
alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
WOC
2.7. Pemeriksaan Diagnostika. Foto rontgenMenunjukan adanya
atelektasisb. Analisa gas darahanalisis gas darah arteri dengan
PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHgc. Imatur lecithin/
sphingomyelin (L/S)lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan
bahwa paru sudah maturd. pemeriksaan darah, urine, dan glukosa
darah (untuk mengetahui hipoglikemia).e. Kalsium serum (untuk
mementukan hipokalsemia)f. Tes Kematangan Paru Tes yang saat ini
dipercaya untuk menilai kematangan paru janin yang biasanya
dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah
terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes
tersebut diklasifikasikan sebagai: Tes Biokimia (Lesithin -
Sfingomyelin rasio)Paru-paru janin berhubungan dengan cairan
amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk
menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru,
dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari
cairan amnion. Tes ini pertama kali diperkenalkan oleh Gluck dkk
tahun 1971, merupakan salah satu test yang sering digunakan dan
sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes yang lain. Rasio
Lesithin dibandingkan Sfingomyelin ditentukan dengan thin-layer
chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus dan dipisahkan
dengan bpelarut organik, ditentukan dengan chromatography dua
dimensi; titik lipid dapat dilihat dengan ditambahkan asam sulfur
atau kontak dengan uap iodine. Kemudian dihitung rasio lesithin
dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organic dari
lesithin dan sfingomyelin. Sfingomyelin merupakan suatu membran
lipid yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari
cairan amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal
adalah < 0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara
bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2
dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan
bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S >
2. Beberapa penulis telah melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan
hasil yang sama. Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi
harga absolut rasio L/S bayi immatur dapat memprediksi perjalanan
klinis dari neonatus tersebut dimana rasio L/S merupakan prediktor
untuk kebutuhan dan lamanya pemberian bantuan pernapasan. Dengan
melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik yang signifikan antara
rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan. Adanya
mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini.Pada
studi yang dilakukan telah menemukan bahwa mekonium tidak
mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi mengandung suatu
bahan yang tak teridentifikasi yang susunannya mirip lesithin,
sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu Tes Biofisika:1) Shake
test diperkenalkan pertamakali oleh Clement pada tahun 1972.Test
ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat
dan menjaga agar gelembung tetap stabil . Dengan mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein,
garam empedu dan asam lemak bebas. Pengenceran secara serial dari 1
ml cairan amnion dalam saline dengan 1 ml ethanol 95% dan dikocok
dengan keras. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran
lebih dari 2 kali (cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi
maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai
prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk
terjadinya neonatal RDS.2) TDX- Maturasi paru janin (FLM II) tes
lainnya yang berdasarkan prinsip teknologi polarisasi fluoresen
dengan menggunakan viscosimeter, yang mengukur mikroviskositas dari
agregasi lipid dalam cairan amnion yaitu mengukur rasio
surfaktan-albumin. Tes ini memanfaatkan ikatan kompetitif fluoresen
pada albumin dan surfaktan dalam cairan amnion. Bila lompatan
fluoresen kearah albumin maka jaring polarisasi nilainya tinggi,
tetapi bila mengarah ke surfaktan maka nilainya rendah. Dalam
cairan amnion, polarisasi fluoresen mengukur analisa pantulan
secara otomatis rasio antara surfaktan dan albumin, yang mana
hasilnya berhubungan dengan maturasi paru janin. Menurut referensi
yang digunakan oleh Brigham and Womens Hospital, dikatakan immatur
bila rasio < 40 mg/dl; intermediet 40-59 mg/dl; dan matur bila
lebih atau sama dengan 60 mg/dl. Bila terkontaminasi dengan darah
atau mekonium dapat menggangu interpretasi hasil test.
2.8. Penatalaksanaan Medisa. Memberikan lingkungan yang optimal.
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas
normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam incubator.
Kelembapan ruangan juga harus adekuat.b. Pemberian oksigen
(mertahankan PO2 serta asam baas dalam batas normal)Konsentrasi
oksigen dan ventilator ditentukan oleh status pasien. Hal ini
dipantau dengan gas darah arteri. Tekanan ekspirasi-ahir positif
(PEEP) atau tekanan udara positif kontinu (CPAP) adalah bagian
penting dari pengobatan RDS . PEEP dan CPAP meningkatkan kapasitas
residual fungsional (FRC) dan melawan kolaps alvelar dengan menjaga
agar alveoli tetap terbuka, mengakibatkan perbaikan oksigen arteri
dan reduksi dalam keseimbangan (V/Q). Hipotensi sistemik dapat
terjadi pada pasien RDS karena hipovolemia sekunder terhadap
kebocoran cairan kedalam ruang interstisial. Hipovolemia harus
diatasi tanpa menyebabkan kelebihan cairan lebih lanjut. Larutan
kristaloid intravena diberikan pemantauan yang cermat status paru.
Agen inotopik atau vasopresor mungkin diperlukan. Pemberian oksigen
harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks pada
bayi premature. pemberian oksigen yang terlalu banyak dapat
menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan kerusakan retina.
Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen sebaiknya
diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas
untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen
diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari 40% sampai gejala
sianosis menghilang.c. Pemberian cairan dan elektrolit Tindakan ini
sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan
dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah
yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125
ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena yang berguna
untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak ada
fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi
langsung melalui tetesan dengan campuran larutan glukosa 5-10% dan
NaHCO3 1,5% dalam perbandingan 4:1. Kateter tekanan paru arteri
digunakan untuk memantau status cairan pasien.Dukungan nutrisi yang
adekuat adalah penting dalam mengobati RDS karena dapat terjadi
malnutrisi yang bisa menyebabkan berhentinya fungsi organ tubuh
(kegagalan organ multipel). Pasien dengan RDS membutuhkan 35 sampai
45 kal/kg sehari untuk memenuhi kebutuhan normal d. Pemberian
antibiotic.Bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk mencegah
infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis
50.000-100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan
atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.e. Pemberian
SurfaktanKemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah
pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar) yang berasal dari
hewan dan surfaktan sintetik bebas protein, dimana surfaktan
natural secara klinik lebih efektif. Adanya perkembangan di bidang
genetik dan biokimia, maka dikembangkan secara aktif surfaktan
sintetik. Surfaktan paru merupakan pilihan terapi pada neonatus
dengan RDS sejak awal tahun 1990 (Halliday,1997), dan merupakan
campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan pada air-tissue interface .
Semua surfaktan derifat binatang mengalami berbagai proses untuk
mengeluarkan SP-A dan SP-D, menurunkan SP-B dan SP-C, dan merubah
fosfolipid sehingga berbeda dengan surfaktan binatang. Semua
golongan surfaktan secara in vitro menurunkan tegangan permukaan,
terutama terdapat pada surfaktan kombinasi protein, dapat
menurunkan pemakaian kebutuhan oksigen dan ventilator dengan cepat.
Pada suatu studi meta analisis yang membandingkan antara penggunaan
surfaktan derifat binatang dengan surfaktan sintetik bebas protein
pada 5500 bayi yang terdaftar dalam 16 penelitian random, 11
penelitian memberikan hasil yang signifikan bahwa surfaktan derifat
binatang lebih banyak menurunkan angka kematian dan pneumothorax
dibandingkan dengan surfaktan sintetik bebas protein. Golongan
derifat binatang yang sering digunakan pada meta-analisis adalah
Survanta. Beberapa studi membandingkan efektifitas antara surfaktan
derifat binatang, dan yang sering dibandingkan pada golongan ini
adalah Survanta dan Curosurf . Penelitian di Inggris oleh Speer dkk
(1995) yang membandingkan terapi Survanta dosis 100 mg/kg dan
Curosurf dosis 200 mg/kg, pada bayi dengan RDS yang diberi terapi
Curosurf 200 mg/kg memberikan hasil perbaikan gas darah dalam waktu
24 jam. Penelitian lain oleh Ramanathan dkk (2000) dengan dosis
Curosurf 100 mg/kg dan 200 mg/kg dibandingkan dengan Survanta dosis
100mg/kg dengan parameter perbaikan gas darah menghasilkan
perbaikan yang lebih baik dan cepat pada terapi Corosurf dengan
kedua dosis tersebut, tetapi pada penelitian ini tidak didapatkan
data yang lengkap pada jurnalnya. Data tentang penggunaan terapi
surfaktan sintetik masih terbatas. f. Intubasi jika perlu dengan
tekanan ventilasi positifg. Mencegah hipotermi
2.9. PencegahanTindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk
mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah
terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan sectio caesar yang
tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang
tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi. Tindakan
yang efektif utntuk mencegah RDS adalah: Mencegah kelahiran
premature. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai
dengan indikasi medis. Management yang tepat. Pengendalian kadar
gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM. Optimalisasi
kesehatan ibu hamil. Pengawasan penggunaan kortikosteroid pada
kehamilan kurang bulan yang mengancam. Obat-obat tocolysis
(-agonist : terbutalin, salbutamol) untuk relaksasi uterusContoh
:Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma:
5 mg/ml). Salbutamol 5 mg dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit
dgn monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu >
140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan. Steroid
(betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, dexametason 5 mg
setiap 12 jam untuk 4 x pemberian) Cek kematangan paru (lewat
cairan amniotik ddengan pengukuran rasio lesitin/spingomielin :
> 2 dinyatakan mature lung function).
2.10. Koplikasi PneumothoraxAkhibat Ruptur Alveoli
Pneumodiastinum Pulmonary intertistitial dysplasia Broncho
pulmonary dysplasia (BPD)merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi Patent ductus arterious (PDA)PDA dengan
peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya
Hipotensi Asidosis Menurunnya pengeluaran urine Hiponatremi
Hipernatremi Hipokalemi Hiperkalemi Disseminated intravascular
coagulation (DIC) Kejang Intraventricular hemorraghePerdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik Retinopathy pada
prematureKegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi Infeksi sekunderJangkitan penyakit
karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah
leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan
invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
2.11. Konsep AskepA. Pengkajian1. Biodata KlienBerisi identitas,
nama, alamat, nama ibu, tanggal MRS dan nomor registrtasi1. Riwayat
Kesehatan1. Keluhan UtamaBerupa keluhan klien ( dari penuturan ibu)
saat klien dibawa kw rumah sakit1. Riwayat Penyakit
SekarangPengkajian terhadap status kesehatan ibu yang behubungan
dengan faktor pencetus terjadinya RDS pada bayi1. Riwayat Penyakit
DahuluPengkajian terhadap riwayat kesehatan dan kehamilan ibu yang
dirasa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin, seperti
konsumsi obat, suplemen lain dan alkoholisme1. Riwayat Penyakit
KeluargaPengkajian status kesehatan pada silsilah anggota keluarga
yang memiliki riwayat sama dengan klien1. Riwayat
PerkembanganDitanyakan kemampuan perkembangan meliputi : Personal
sosial (kepribadian / tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
reflek menangis, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi cepat, misalnya memegang jari ibu, memegang
suatu benda, dan merentangkan tangan. Gerakan motorik kasar :
berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh Kognitif dan Bahasa :
kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
1. Pola aktivitas Sehari-hariPengkajian terhadap Activity Daily
Life klien yang meliputi pola nutrisi, eleminasi, psikososial,
spiritual, dan personal hygine
1. Pemeriksaan Fisik1. Keadaan UmumPada kasus RDS, kebanyaka
klien memiliki keadaan umum yang apatis dengan nilai GCS 2341.
Tanda-tanda VitalPemeriksaan TD, nadi, RR dan suhu.1.
AntropometriPengukuran terhadap BB, panjang badan klien, lingkar
kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar perut, lingkar
paha dan lainnya.1. Pemeriksaan Kepala dan Leher Ada atau tidaknya
lesi, Palpasi permukaan kepala dan leher, ada nyeri tekan atau
tidak Perhatikan warna kulit, distribusi rambut, konjungtiva
mata,turgor kulit, dan kebersihan rambut kepala.1. Pemeriksaan
Thoraks Bunyi nafas tambahan (wheezing dan mengi) Frekuensi,
kedalaman dan retraksi otot dada saat bayi melakukan pernafasan
Bentuk lapang thoraks simetris atau tidak1. Pemerikasaan Abdomen
Keadaan, kelembaban dan tingkat hygine tali pusat (bila belum lepas
semuanya)1. Pemeriksaan GenetaliaPemeriksaan uretra untuk
mendeteksi kemungkinan stenosis meatus, stirktur uretra, karsinoma
maupun fimosis.1. Pemeriksaan neurosensoryPada pemeriksaan
neurosensori, syaraf yang dijadikan titik utama pemeriksaan antara
lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS1. Pemeriksaan
IntegumenTerdiri dari warna, kelembapan suhu, temperatur, turgor
lesi atau tidak.
1. Pemeriksaan MuskulokeletalPada tahap pemeriksaan ini, yang
diperiksa adalah kekuatan tonus otot.xxxx
Dengan ketentuan nilai pada x:5=normal/kekuatan penuh4=mampu
mengangkat benda namun tidak mampu melawan tahan yang diberikan
pemeriksa3=mampu mengangkat berlawanan gaya gravitasi2=hanya mampu
bergerak1=hanya telihat kedutan- kedutan otot 0 =paralisis
1. Dampak HospitalisasiKarena berada dalam perawatan di rumah
sakit, maka akan timbul efek hospitalisasi pada klient antara lain:
Perubahan peran keluarga b.d terganngunya fungsi anggota keluarga
lain seperti ayah dan ibu klien sebagai tulang belakang dan IRT.
Ansietas (orang tua) berhubungan dengan perubahan status kesehatan
bayi
B. Diagnosa Keperawatan1) Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran alveolar-kapiler.2) Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan sindrome hipoventilasi3) Resiko injuri
berhubungan dengan hipoksia jaringan.4) Ketidakefektifan performa
peran berhubungan dengan kurang model peran (hospitalisasi)5)
Resiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko kehilangan
cairan yang tidak disadari (insensible water loss).
C. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
http://adoen-berbagiilme.blogspot.com/2012/04/rds-respiratiry-distress-syndrome.html?m=1
http://urangcijati.blogspot.com/2009/06/respirasi-distress-syndrome.html?m=1
http://bernarsimatipang.wordpress.com/2012/27/askep-respiratori-distress-sindrom/
http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview#showall