Sirosis Hepatis
SIROSIS HEPATISA. Anatomi Hepar
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah
kanan atas rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah
tua karena kaya akan persediaan darah. Beratnya 1200-1800 gram,
dengan permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-organ abdomen.
Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah
transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. 1
Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan
oleh ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan
dengan ligamentum teres dan diposterior oleh fissura yang dinamakan
ligamentum venosum. Lobus kanan heparenam kali lebih besar dari
lobus kiri dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas,
lobus caudatusdan lobus quadrates. Diantara kedua lobus terdapat
porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh darah, saraf dan
duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan
kapsul glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar
keseluruhan permukaannnya.2,3
Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta
hepatikayang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien
seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan
mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka yang kaya
akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta
hepatis yang kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri
hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus
kanan. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta
mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar
yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan
sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus hati
menyatu untuk membentuk vena hepatika. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus
hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu
yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran
sel hati. Plexus (saraf) hepaticus mengandung serabut dari ganglia
simpatis T7-T10, yang bersinaps dalam plexuscoeliacus, nervus vagus
dexter dan sinister serta phrenicusdexter.3
B. Fungsi Hepar
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh.
Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi empedu. Hati
menghasilkan empedu sekitar satu liter per hari, yang diekskresi
melalui duktus hepatikus kanan dan kiri yang kemudian bergabung
membentuk duktus hepatikus komunis. Selain sekresi empedu, hati
juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut :
1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat,
lemak,protein) setelah penyerapan mereka dari saluran cerna.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta
obat dan senyawa asing lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein
yang penting untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormone
tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak
vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama
dengan ginjal.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang.
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang merupakan produk
penguraian yang berasal dari pemecahan sel darah merah yang sudah
usang.Metabolisme GlukosaSetelah dicerna dan diserap ke dalam
aliran darah, glukosa disalurkan ke seluruh tubuh sebagai sumber
energi. Ketika glukosa masuk ke organ pencernaan (usus) lalu masuk
ke pembuluh darah diperlukan insulin agar mudah diserap di sel
tubuh, apabila masih belum dipakai, glukosa diubah sel hati menjadi
glikogen dan disimpan didalam hati (glikogenesis). Sehingga hati
berperan sebagai penyangga kadar glukosa untuk darah. Apabila kadar
gula darah turun, glikogen diubah menjadi glukosa (glikogenolisis).
Selain itu terdapat glukoneogenesis, terjadi saat penurunan glukosa
diantara waktu makan dengan mengubah asam amino menjadi glukosa
setelah deaminasi (pengeluaran gugus amino) dan mengubah gliserol
dari penguraian asam lemak menjadi glukosaMetabolisme Asam
aminoHati sebagai tempat penyimpanan protein. Setelah pencernaan
asam amino memasuki semua sel dan diubah menjadi protein untuk
digunakan membentuk:1. Enzim dan komponen struktural sel (DNA/RNA
inti, basa purin dan pirimidin, ribosom, kolagen, protein
kontraktil otot).2. Selain itu, sintesis protein digunakan dalam
pembentukan protein serum (albumin, globulin, globulin kecuali
globulin)3. Factor pembekuan darah I, II, V, VII, VIII, IX, dan X;
vitamin K digunakan sebagai kofaktor pada sintesi ini kecuali
factor V)4. Hormon (tiroksin, epinefrin, insulin)5.
Neurotransmiter, kreatin fosfat, heme pada hemoglobin dan sitokrom,
pigmen kulit melanin.
Penguraian protein terjadi ketika asam amino plasma turun
dibawah ambang batas. Ketika tidak ada lagi asam amino yang
disimpan sebagai protein, maka hati melakukan deaminasi asam amino
dan menggunakannya sebagai sumber energi atau mengubahnya menjadi
glukosa, glikogen atau asam lemak. Selama deaminasi asam amino,
terjadi pelepasan amonia yang hampir seluruhnya diubah di hati
menjadi urea yang kemudian diekskresikan lewat ginjal. Selain hati,
ginjal dan mukosa usus ikut berperan sebagai tempat penyimpanan
protein.
Biotransformasi AmoniaAmonia adalah suatu produk sampingan
penguraian protein. Sebelum rangka karbon pada asam amino
dioksidasi, nitrogen terlebih dahulu harus dikeluarkan. Nitrogen
asam amino membentuk ammonia. Amonia ditransformasikan menjadi urea
(sifatnya yang larut dalam urin) di hati dan diekskresikan dalam
urin. Tanpa fungsi hati ini, terjadi penimbunan amonia (bersifat
toksik) yang bisa menyebabkan disfungi saraf, koma, dan kematian.
Walaupun urea adalah produk ekskresi nitrogen yang utama, nitrogen
juga dibentuk menjadi senyawa lain, asam urat (produk penguraian
basa purin), keratin (dari kreatin fosfat), ammonia (dari
glutamine). Semua senyawa ini, selain lewat urin, juga dikeluarkan
melalui feses dan kulit.
Metabolisme asam lemakHampir semua pencernaan lemak melewati
saluran limfe sebagai kilomikron (gabungan dari trigliserida (TG),
kolesterol, fosfolipid (FL) dan lipoprotein (LP)). Kilomikron masuk
ke pembuluh darah melalui duktus torasikus. TG kemudian diubah
menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim-enzim di dinding
kapiler, terutama kapiler hati dan jaringan adiposa. Dari kapiler,
asam lemak dan gliserol dapat masuk ke sebagian besar sel. Setelah
itu memasuki hati dan sel lain menjadi TG kembali. TG disimpan
sampai stadium pasca-absortif. Pada saat ini, TG diubah menjadi
asam lemak bebas dan gliserol. Hormon glukagon, kortisol, hormon
pertumbuhan dan katekolamin berfungsi sebagai sinyal untuk
menguraikan TG. Gliserol dan asam lemak bebas masuk ke siklus kreb
untuk menghasilkan ATP. Sebagian tidak masuk siklus kreb tapi
digunakan hati membentuk glukosa. Hal inilah yang dapat menyebabkan
timbunan keton apabila penguraian TG secara berlebih. Otak tidak
dapat memanfaatkan TG sebagai sumber energi secara langsung kecuali
melalui glukoneogenesis.
Metabolisme KolesterolHati memetabolisme sebagian kolesterol
yang terdapat didalam misel menjadi garam-garam empedu. Sisa
kolesterol lainnya disalurkan ke darah, berikatan dengan FL sebagai
LP. LP mengangkut kolesterol ke semua sel untuk membentuk membran
sel, struktur intrasel, dan hormon steroid. Tingginya kadar LDL
(Low Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
menandakan hati menangani kolesterol dalam jumlah besar. LDL dan
VLDL bisa merusak sel, terutama pada epitel pembuluh darah dengan
membebaskan radikal bebas dan elektron berenergi tinggi selama
metabolismenya. HDL (High Density Lipoprotein) mengangkut
kolesterol dari sel ke hati dan bersifat protektif terhadap
penyakit arteri. Peranan utama pada sintesis kolesterol oleh hati,
sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol dan asam
kolat.Metabolisme pigmen empeduEritrosit pada akhir masa hidupnya
(yang sudah terlalu rapuh dalam sirkulasi) membran selnya pecah dan
hemoglobin yang lepas difagositosis oleh RES. Hemoglobin dipecah
menjadi heme dan globin dan cincin heme dibuka untuk memberikan (1)
besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin, dan (2)
rantai lurus dari empat inti pirol, yaitu substrat yang akan
dibentuk menjadi pigmen empedu. Pertama pembentukan biliverdin
berantai lurus. Biliverdin di konversikan ke bilirubin dengan
reduksi. Bilirubin (bebas) yang bersirkulasi dalam plasma terikat
albumin (karena bilirubin ini larut lemak). Memasuki hati, albumin
melepaskan ikatan dengan bilirubin, dan memasuki hepatosit. Sekitar
80% Bilirubin dikonjugasi oleh asam glukuronat melalui mekanisme
yang melibatkan biilirubin-UDP glukuronosiltransferase menjadi
bilirubin terkonjugasi (larut air), 10% dikonjugasi dengan sulfat
membentuk bilirubin sulfat, dan 10% lainnya berikatan dengan zat
lain.
Hati orang dewasa mempunyai kapasitas cadangan untuk
mengkonjugasi dan mengekskresi 5-10 kali biilrubin normal (500
mol/24 jam). Pada neonatus, enzim ini belum aktif sepenuhnya, misal
aktivitas glukuronosil transferase perlu waktu 3 minggu untuk
berkembang, sehingga hati neonatus hampir tak mempunyai kapasitas
untuk mengekskresi beban bilirubin normalnya dan bisa meningkat
saat terjadi pemecahan eritrosit berlebih. Ikterus sebelum usia 24
jam adalah abnormal, tapi hiperbilirubinemia moderat (80 mol/L)
dalam minggu pertama mungkin tak patologis (ikterus fisiologis)
Ikterus adalah pewarnaan jaringan tubuh menjadi
kekuning-kuningan pada kulit dan jaringan dalam. Penyebab umumnya
karena sejumlah besar bilirubin masuk dalam cairan ekstrasel, baik
bilirubin bebas atau bilirubin terkonjugasi. Konsentrasi bilirubin
normal (baik bilirubin bebas dan terkonjugasi) 0.5 mg/dL plasma.
Kulit mulai tampak kuning ketika konsentrasinya meningkat >3
kali dari normal (>1.5 mg/dL)
Ekskresi Pigmen Empedu Empedu yang dihasilkan oleh hepatosit
mengalir ke kanalikuli biliaris dan masuk ke duktus biliaris hingga
sampai ke usus. Dalam usus besar ia direduksi oleh kerja bakteri
menjadi berbagai pigmen termasuk urobilinogen yang mudah larut dan
akhirnya menjadi sterkobilinogen. Kemudian sterkobilinogen
diekskresikan dalam feses dan mengalami oksidasi dengan udara
menjadi sterkobilin.
Di usus besar, sebagian besar urobilinogen direabsorbsi mukosa
usus kembali ke dalam darah. Sebagian lagi di ekskresikan oleh hati
ke usus, tapi 5% oleh ginjal lewat urin. Setelah terpapar udara,
mengalami oksidasi menjadi urobilin.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Tiap-tiap sel hati
atau hepatosit mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik diatas,
kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag residen
atau yang lebih dikenal sebagai sel Kupffer (Sherwood, 2001). Sel
Kupffer, yang meliputi 15% dari massa hati serta 80% dari total
populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam
menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit (Amiruddin,
2009).C. Definisi Sirosis Hepatis
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang
berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange
yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu
keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal
akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami
fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana
sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem
arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan
terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati
yang mengalami regenerasi.Sirosis didefinisikan secara normal
sebagai proses difus dengan fibrosis dan pembentukan nodulus. Ia
telah mengikuti nekrosis sel hati. Walaupun banyak penyebabnya,
hasil akhirnya sama.1,2,3
Menurut SHERLOCK; secara anatomis sirosis hepatis ialah
terjadinya fibrosis yang sudah meluas dengan terbentuknya
nodul-nodul pada semua bagian hati dan terjadinya fibrosis tidak
hanya pada satu lobulus saja.4Beberapa aspek dari definisi ini,
secara skematis diperlihatkan dengan nyata sebagaimana berikut :
2,51. Proses harus difus dan melibatkan seluruh jaringan hati;
fibrosis fokal atau jaringan parut tidak merupakan sirosis.
2. Fibrosis dapat berupa serat serat halus berjalinan sampai
fibrosis tebal, kadang kadang jaringan parut yang massif. Fibrosis
sering progresif dan biasanya diperkirakan irreversibel, meskipun
dibayangkan sebaliknya. Kolagen, bahkan dalam jaringan parut,
merupakan keadaan yang konstan. Bila penyebab sirosis dapat
dihilangkan, maka regresi dari jaringan ikat septa telah
diobservasi pada binatang percobaan, dan sirosis pada manusia yang
dihubungkan dengan kadar besi yang berlebihan.
3. Timbulnya nodul nodul merupakan keadaan yang pasti terjadi
pada sirosis. Jaringan parut yang terdiri dari jaringan ikat dapat
menutup lobulus tunggal, dengan membentuk fibrosis jembatan dari
satu porta ke porta yang lain; dapat melintasi lobulus,
menghubungkan vena sentralis ke daerah porta untuk membentuk nodul
nodul yang sangat kecil; atau melingkari beberapa lobulus yang
berdekatan membentuk nodul besar. Regenerasi hepatosit yang
dikelilingi parut jaringan ikat dapat menambah pembentukkan nodul
nodul, tetapi seringkali perubahan morfologi proses ini telah
hilang pada saat penderita diperiksa.
4. Pada sebagian besar penderita ( sebagian besar karena
penyebab tidak dapat dihilangkan ), sirosis merupakan kelainan
progresif yang memiliki potensi untuk menjadi hipertensi porta dan
gagal hati.
Fibrosis tidak sinonim dengan sirosis. Fibrosis bisa dalam zona
3 pada payah jantung, atau dalam zona 1 pada obstruksi ductus
bilifer dan fibrosis hati kongenital atau interlobularis dalam
penyakit hati granulomatosa, tetapi tanpa sirosis sejati. 1,2,3D.
Epidemiologi
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki
jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar
40-49 tahun.Peningkatan penyakit ini sebagian disebabkan oleh
insidensi hepatitis virus yang meningkat, namun yang lebih bermakna
agaknya adalah karena asupan alkohol yang sangat meningkat.
Alkoholisme merupakan satu-satunya penyebab terpenting sirosis.
Sirosis akibat alcohol merupakan penyebab kematian nomor Sembilan
pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000
kematian. Di seluruh dunia termasuk Indonesia data epidemiologis
sirosis hepatis berbeda pada tiap-tiap negara. Insiden sirosis
hepatis di China, Srilanka, dan India berkisar antara 4-7 %, Afrika
Timur 6,7%, Chili 8,5% dan Amerika Serikat 2-4%. Di Indonesia
sendiri belum terdapat data yang dapat merepresentasikan jumlah
penderita sirosis hepatis secara akurat. Umumnya angka-angka yang
berasal dari rumah-rumah sakit di kita-kota besar di Indonesia
memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2:1. Secara umum diperkirakan angka
insiden sirosis hepatis di rumah sakit seluruh Indonesia berkisar
antara 0,6-14,5%.
Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus
hepatitis B ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol
yang berlebihan, berbagai macam penyakit metabolik, dan adanya
gangguan imunologis. Di negara maju, sirosis hati merupakan
penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang berusia 45 - 46
tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh
dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering di temukan dalam ruangan
perawatan bagian penyakit dalam.
E. Etiologi morfologi
a) Penyakit infeksi : hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C,
hepatiits D, sitomegalovirus), toksoplasmosis, bruselosis,
ekinokokus, dan skistosomiasis.b) Penyakit keturunan dan metabolik
: defisiensi 1-antitripsin, sindrom Fanconi, galaktosemia, penyakit
Gaucher, penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi
fluktosa herediter, tirosinemia herediter, dan penyakit Wilson.c)
Obat dan toksin : alkohol, amiodaron, arsenik, obstruksi bilier,
penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer,
kolangitis sklerosis primerDi Amerika sendiri penyebab sirosis
hepatic mulai dari yang paring sering :1. Hepatitis C (26%)
2. Alcoholic Liver Disease (21%)
3. Penyebab Cryptogenik/Tidak diketahui (18%)
4. Hepatitis C + Alkohol (15%)
5. Hepatitis B (15%)
6. Lain-lain (5%)F. Patogenesis
Mekanisme terjadinya sirosis hepatis : 2,5,8 Mekanik ( dimulai
dari kejadian hepatitis viral akut ( peradangan luas ( nekrosis
luas ( pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan
nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik.
Imunologis ( dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang
menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging dengan
melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis
hepatis.
Campuran ( mekanisme terjadi secara mekanis disertai adanya
proses imunologis.
Penyakit hati menahun
(Inflamasi sel - sel hati dalam waktu yang lama
(Proses terbentuknya jaringan ikat
(Fibrosis
(Timbul kompensasi hati
(Regenerasi
(Sel - sel hati bertambah
(Terbentuknya nodul - nodul yang mengganggu proses di hati
(Aliran darah berkurang
(Nekrosis hati
(Pengerasan
(SIROSIS HEPATIS
Respon hati terhadap nekrosis sangat terbatas : yang terpenting
kolaps lobulus hati, pembentukan septa fibrosa dipus dan
pertumbuhan kembali sel hati nodular. Sehingga tanpa memandang
etiologi, akhirnya pola histologi hati sama, atau hampir sama.
Nekrosis bisa tidak lagi jelas pada waktu hati sirosis
diperiksa.
Fibrosis mengikuti nekrosis sel hati. Ia bisa sedikit demi
sedikit ( piecemeal ) dalam zona 1 Rappaport yang menyebabkan
jembatan fibrosa porta porta dan fibrosis. Nekrosis berbercak
bercak diikuti oleh fibrosis fokal. Nekrosis diikuti oleh nodulus
yang mengganggu arsitektur hati telah berkembang sirosis penuh.
Vas sinusoideum menetap pada tepi nodulus regenerasi pada tempat
jembatan porta sentral. Darah porta dialihkan melewati jaringan
hati berfungsi yang menyebabkan insufisiensi vaskular pada pusat
nodulus ( zona 3 ) dan bahkan menyebabkan menetapkan sirosis
setelah trauma penyebab awal telah dikendalikan. Membrana basalis
dibentuk dalam ruang Disse, sehingga mengancam pertukaran metabolik
dengan sel sel hati.
Fibroblas baru terbentuk sekeliling sel hati nekrotik dan
ductulus yang berpoliferasi. Fibrosis ( kolagen ) progresif dari
keadaan reversibel ke tak - reversibel, tempat septa permanen
selular telah berkembang dalam zona 1 dan parenkima hati.
Distribusi septa fibrosa dan bervariasi sesuai agen penyebab. Pada
hemokromatosis, besi merangsang fibrosis zona forta. Pada
alkoholisme, fibrosis dominan dalam zona 3. 3,5,9Proses respon
imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan
virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus
ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang
berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.
Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsi hati berulang pada
penderita hepatitis kronis aktif ternyata bahwa proses perjalanan
hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama, bisa lebih dari 10
tahun.2G. Patofisiologis
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada
pendertita sirosis hepatis, yaitu :
Tekanan koloid plasma Tekanan koloid plasma yang biasanya
bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal,
albumin dibentuk di hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka
pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya akan menurun,
sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar
albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk
timbulnya asites.
Tekanan Vena Porta
Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka
kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotik
menurun pula barulah terjadi asites. Sebaliknya bila kadar plasma
protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun
hipertensi portal tetap ada. (Sujono Hadi)
Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravascular
sehingga perfusi ginjal menurun. Hal ini meningkatkan aktivitas
plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron
berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama Na+.
Dengan peningkatan aldostreron maka terjadi resistensi Na+ yang
pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.2Fibrogenesis
Kolagen merupakan kelas protein ekstrasel heterogen yang
ditandai oleh komposisi asam amino unik ( sekitar 30% glisin, 20%
prolin + hidroksiprolin dan kandungan hidroksilisin bervariasi ).
Ada empat jenis berbeda. Hati sirosis memperlihatkan peningkatan
dalam semua jenis kolagen tampa memandang etiologi. Rasio tipe 1
terhadap tipe III meningkat bersama jumlah kolagen yang terbentuk.
Ia bisa mencerminkan lama kronisitas : tipe III melimpah dalam
jaringan fetus, sedangkan tipe I meningkat selama penuaan.
Peningkatan kolagen meragukan dengan mengganggu arsitektur hati dan
dengan mengubah vas sinusoideum menjadi kapiler, sehingga mengancam
perubahan metabolik melalui membrana basalis antara sel hati dan
darah serta menyebabkan hipertensi porta.
Pada sirosis, sintosis kolagen meningkat karena sintetis kolagen
lebih besar per fibroblast dan karena peningkatan jumlah sel
penghasil kolagen. Fibroblast khas hanya ditemukan dalam trias
hepatica.
Sel itu merupakan prekursor fibroblast yang beristirahat dalam
parenkima. Miofibroblast dalam ruang Disse bisa juga menghasilkan
kolagen.
Fibrosis patologi menggambarkan produksi berlebihan atau
kelainan dalam metriks ekstrasel hati yang mengandung kolagen dan
juga banyakproteoglikan dan glikoprotein besar. Pada hati manusia
normal, hepatosit, sel penyimpan lemak dan sel endotel menghasilkan
komponen matriks ekstrasel. Pada fibrosis, hepatosis yang normalnya
tidak mensintesis kolagen tipe III dan tipe IV, bisa
menghasilkannya.
Fibronektin merupakan glikoprotein permukaan sel yang bertindak
melekatkan fibril kolagen dan proteoglikans ke hepatosit. Ia
dibentuk oleh sel sel endotel di dalam ruang Disse. Bersama dengan
kolagen, ia diendapkan dalam area kerusakan sel hati sedini satu
jam setelah cedera. Ia merangsang fibroplasia dan produk
pemecahannya bersifat kemotaktik bagi fibroblast. Ia juga
mengepalai diferensiasi dan fungsi sel, terutama dalam respon
penyembuhan. Fibronektin ditemukan sekeliling semua hepatosit,
tetapi tidak dalam trias hepatica.
Laminin merupakan glikoprotein kaku yang besar, yang dihasilkan
dalam hati tikus normal oleh liposit. Ia tampil dalam matriks
presinusoid dan membentuk distribusi kontinu sekeliling vas
sinusoideum. Ia juga ada dalam membrana basalis ductus, ductulus
dan kapiler. Ia membentuk membrana basalis sekeliling hepatosit
bila bergenerasi atau cedera. TABEL 1
JENIS KOLAGEN
JenisTempatDiwarnai dengan
IZona porta, zona central, parut luasVan Glesen
IIVas sinussoideum ( jaringan elastin )Elastin
IIISerat retikulin ( vas sinusoideum, zona porta )Perak
IVMembrana basalisAsam penyodat
Schiff ( PAS )
Mediator fibrosis. Nekrosis sel hati merupakan rangsangan bagi
pembentukan kolagen. Sel nekrotik dapat menghasilkan faktor
perangsang atau mungkin ada prekursor tak aktif prabentukan didalam
plasma. Dalam biakan satu lapis, hepatosit tikus dapat mensekresi
kolagen-meningkatkan kemungkinan bahwa hepatosit bisa membuat
matriksnya sendiri dan memainkan peranan dalam fibrogenesis.
Sifat perangsang ini belum diketahui. Calonnya mencakup
gamma-interferon, tetapi dalam faktanya interleukin 1- alpha
merupakan perangsang lebih kuat bagi kolagen yang dihasilkan
fibroblast. Dalam infeksi hepatitis Bkronika, produksi interleukin
1 dari sel mononuklear jelas meningkat dan berkolerasi dengan
keparahan fibrosis. Limfokin dan monokin dihasilkan oleh limfosit-T
dan makrofag secara spesifik serta dapat dibentuk tanpa adanya
nekrosis dan peradangan, sehingga menimbulkan kemungkinan bahwa
fibrosis dapat berkembang tanpa diselingi stadium hepatitis aktif
kronika dan nekrosis sel. Mediator bisa berbeda dalam jenis
penyakit hati berbeda. 1,2,3H. Klasifikasi Sirosis
HepatisMorfologi
Dikenal tiga jenis anatomi: mikronodular, makronodular dan
campuran ( hati yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular
). Makronodular ditandai oleh septa tebal teratur, oleh nodulus
kecil regenerasi yang ukurannya sedikit bervariasi dan oleh
keterlibatan setiap lobulus. Hati mikronodular bisa menggambarkan
gangguan kapasitas untuk pertumbuhan kembali seperti dalam
alkoholisme, malnitrisi, usia tua atau anemia. Makronodular
ditandai oleh septa dan nodulus dalam ukuran bervariasi dan oleh
lobulus normal didalam nodulus yang lebih besar. Kolaps sebelumnya
diperlihatkan oleh penjajaran didalam parut fibrosa dari tiga trias
hepatica atau lebih. Regenerasi dicerminkan oleh sel sel besar
dengan inti besar dan oleh lempengan sel dalam ketebalan yang
bervariasi.
Regenerasi dalam sirosis mikronodular menghasilkan penampilan
makronodular atau campuran. Dengan berlalunya waktu, sering sirosis
mikronodular berubah menjadi makronodular. I. Manifestasi dan
Gejala Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih
menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada
etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut:a.
Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia,
mual, munrah, dan diare.b. Demam, berat badan turun, lekas lelahc.
Asites, hidrotoraks, dan edemad. Ikterus, kadang-kadang urin
menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.e. Hepatomegali, bila
telah lanjut hati dapat mengecil karean fibrosis. Bila secara
klinis ditemukan adanya demam, ikterus, dan asites, di mana demam
bukan oleh sebab-sebab lain, dikatakan sirosis dalam keadaan aktif.
Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.f.
Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding
abdomen dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esofagus.g.
Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme,
yaitu :i. Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut
aksila, dan pubisii. Amenore, hiperpigmentasi areola mammaeiii.
Spider nevi dan eritemaiv. Hiperpigmentasih. Jari tabuAda pendapat
lain yang menyatakan bahwa manifestasi klinis pasien sirosis muncul
sesuai dengan patogenesis penyakitnya
1. Fase awal
Keluhan pasien Sirosis Hepatis tergantung pada fase penyakitnya.
Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis
kronis yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hepatis yang
telah terjadi. Dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit
dibedakan hepatitis kronis aktif yang berat dengan permulaan
sirosis yang terjadi (sirosis dini)
2. Fase kompensasi sempurna
Pada fase ini, pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga
keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak
bugar/fit, merasa kurang kemampuan kerja, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, kadang mencret atau konstipasi, berat
badan menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat lelah
akibatdeplesi protein atau penimbunan air di otot. Berat badan
menurun, pengurangan massa otot, terutama mengurangnya massa otot
daerah pektoralis mayor.
3. Fase Dekompensasi
Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan
diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti
eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dinding perut,
ikterus, edema pretibial dan ascites. Ikterus dengan air kemih
berwarna seperti the pekat mungkin disebabkan proses penyakit yang
berlanjut atau transformasi kea rah keganasan hati. Di mana tumor
akan menekan saluran empedu atau terbentuknya thrombus saluran
empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan
pembekuan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, atau haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering
mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis
itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis dan
melena, atau melena saja akibat perdarahan varises esophagus.
Perdarahan bisa massif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam
renjatan. Pada kasus lain pasien datang dengan gangguan kesadaran
berupa ensefalopati hepatic sampai koma hepatik. Ensefalopati bisa
akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat
perdarahan varises esophagus.2J. Pemeriksaan Fisik
Hati ( biasanya hati membesar pada awal sirosis, pada sirosis
hepatis konsistensi hati biasanya kenyal / firm, pinggir hati
biasanya tumpul dan sakit tekan pada perabaan hati.
Limpa diukur dengan 2 cara :
Schuffner ( hati membesar ke medial dan bawah menuju umbilikus (
S I IV ) dari umbilikus ke SIAS kanan ( S V VII )
Hacker ( bila limpa membesar ke arah bawah saja ( H I V )
Perut dan ekstra abdomen ( diperhatikan vena kolateral dan
asites.
Manifestasi diluar perut ( perhatikan adanya spider nevi pada
tubuh bagisn atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussa dan
tubuh bagian bawahK. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan
laboratorium
Darah ( bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer dan hipokrom makrositer.
Kenaikan enzim transaminase SGOT/SGPT
Albumin ( kadar albumin yang rendah merupakan cerminan kemampuan
hati yang kurang
Pemeriksaan CHE ( bila rusak kadar turun
Pemanjangan masa protombin
Peninggian kadar gula darah
Pemeriksaan serologis pertanda virus
Pemeriksaan alfa feto protein penting dalam menentukan apakah
telah terjadi transformasi ke arah keganasan. Nilai AFP . 500-1000
mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.2. Pemeriksaan
penunjang lainnya
Radiologis ( adanya varises esofagus untuk komfirmasi hipertensi
portal
Esofagoskopi ( dapat melihat varises esofagus
Ultrasonografi ( untuk mendukung diagnosis sirosis hepatis,
terutama stadium dekompensata, hepatoma / tumor.
Tomographi
ERCP digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstra
hepatis.
Angiographi ( berguna untuk melihat sirkulasi porta sebelum
mendeteksi tumor atau kista.L. Diagnosis
Diagnosis sirosis tergantung atas pembuktian nodulus yang
tersebar luas didalam hati digabung dengan fibrosis. Ia bisa
dilakukan dengan visualisasi langsung, misalnya pada laparotomi
atau pada laparoskopi. Tetapi laparotomi tidak boleh digunakan
untuk mendiagnosis sirosis, karena ia bisa mencetuskan gagal hati
bahkan pada yang penyakit yang jelas sangat terkonpensasi baik.
Laparoskopi memvisualisasi hati nosular dan memungkinkan biopso
hati langsung. Ia mempunyai sejumlah keuntungan dengan adanya hati
noduler kasar, tempat biopsi hati buta sebenarnya dapat mengambil
jaringan hati normal dari nodulus besar.
Scanning radio-isotop memberikan bukti sirosis yang mengesankan
seperti penurunan generalisata dalam ambilan isotop oleh hati, pola
tak teratur dan ambilan isotop oleh limpa dan sum sum tulang.
Nodulus tak diidentifikasi.
Dengan menggunakan ultrasonografi, sirosis digambarkan oleh area
pantulan padat dengan distribusi tak teratur dan peningkatan
penipisan ( attenuation ). Lobus caudatus membesar relatif terhadap
lobus dexter. Tetapi ultrasonograpi tak dapat diandalkan untuk
diagnosis sirosis kecuali ada asites. Frekuensi demodulasi bisa
bermanfaat dalam mengikuti fibrosis hati . Scan CT efektif biaya
bagi diagnosis dan komplikasinya. Ukuran hati dapat dinilai dan
terlihat permukaan nodular tak teratur. Perubahan perlemakan,
peningkatan densitas karena besi dan lesi desak kurang dapat
dikenal. Setelah kontas intravena, vena porta dan vena hepatika
dapat dikenal didalam hati dan sirkulasi kolateral dengan
splemogali bisa memberikan konfirmasi ke diagnosis hipertensi
porta. Pembuluh kolateral besar biasanya perisplenika atau
paraesofhagus bisa menambah konfirmasi ke diagnosis klinik
ansefalopati porta-sistemik kronika. Asires dapat terlihat. Batu
empedu bisa terlihat didalam vesica biliaris atau ductus
choledochus. CT memberikan catatan objektif bermanfaat untuk
mengikuti perjalanan. Biopsi langsung area terpilih dapat dilakukan
dengan aman.
Diagnosis biopsi sirosis bisa sulit dilakukan, terutama bila
digunakan jarum jenis Menghini dan bisa lebih disukai metode
Trucut. Parenkim lunak bisa di aspirasi yang meninggalkan jaringan
fibrosa ditempatnya. Pewarnaan retikulin dan kolagen penting untuk
memperlihatkan pinggiran fibrosis sekeliling nodulus.
Hal diagnostik bermanfaat mencakup tak adanya trias hepatica,
susunan vaskular abnormal, arteriola hati tidak disertai oleh
vena-porta, adanya nodulus dengan septa fibrosa, variabilitas dalam
ukuran sel hati dan penampilan dalam area berbeda dan penebalan
lempengan sel hati.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang - kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hepatik
Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan :
Splenomegali
Asites
Edema pre - orbital
Laboratorium biokimia khususnya albumin
Tanda kegagalan hati berupa eritema palmaris, spider nervi, vena
kolateral.3,8,9M. Hubungan Klinik dan Patologi
1. Splenomegali dan kolateral dinding abdomen biasanya
menunjukan hipertensi porta.
2. Pankretitis berulang kronika dan klasifikasi pankreas sering
berhubungan dengan penyakit hati alkoholik.
3. Gastrointestinalis. Varises bisa kolaps dan terlewatkan pada
autopsi. Ulkus peptikum sering dengan sirosis alkoholik. Absorpsi
usus bagi glukosa dan kehilangan protein kedalam tractus
gastrointestinalis bersifat normal. Ketajaman dan rasa kecap
penghiduan bisa berkurang.
4. Steatore sering terjadi, bahkan tanpa pankreatitis atau
alkoholisme. Ia dapat berhubungan dengan pengurangan sekresi garam
empedu hati.
5. Hernia abdominalis lazim bersama asites. Ia tak boleh
diperbaiki, kecuali membahayakan kehidupan at6au kecuali sirosis
terkompensasi sangat baik.
6. Kanker hati primer sering dengan semua bentuk sirosis,
kecuali jenis bilier dan kardiak. Kanker metastatik dikatakan
jarang ada, karena pengurangan frekuensi karsinoma ekstrahepatik
pada sirosis. Tetapi bila sekelompok pasien kanker dengan atau
tanpa sirosis dibandingkan, maka insindens metastasis hati sama
dalam tiap kelompok.
7. Batu empedu. Pada autopsi, batu empedu ditemukan dalam 29,4%
pasien sirosis ( tanpa memandang jenis ) dan 12,8% pada populasi
non-sirosis. Biasanya batu empedu jenis pigmen, sehingga tidak
berhbungan dengan empedu litogenik ( sedikit menahan kolesterol ).
Bila ditemukan, intervensi bedah harus dihindari, kecuali
menyelamatkan nyawa, karena pasien mungkin berisiko operasi yang
buruk.
8. Clubbing jari dan osteoertropati hipertropik bisa
mengkomplikasi sirosis, terutama jenis bilier.
9. Pembesaran grandula parotidae dan kontraktur Dupuytren
terlihat dalam sejumlah pasien pecandu alkohol dengan sirosis.
10. Ginjal. Perubahan dalam sirkulasi intrarenalis dan terutama
redistribusi aliran darah menjauhi kortex, ditemukan dalam semua
bentuk sirosis. Ia mempredisposisi ke sindroma hepatorenal. Gagal
ginjal intrinsik mengikuti masa hipertensi dan syok.
Perubahan gromelurus mencakup penebalan tangkai mesangial dan
dalam derajat lebih kecil dinding kapiler ( sklerosis glomerulus
sirosis ). Endapan IgA tersering. Biasanya ia ditemukan pada
penyakit alkoholik. Biasanya perubahannya laten, tetapi kadang
kadang berhubungan dengan perubahan proliferatif dan manifestasi
klinik keterlibatan glomerulus.
11. Infeksi . aktifitas fagisitik sistem retikulo-endotel
terganggu, terutama berhubungan degan pintas porta-sistemik
intrahepatik. Infeksi bakteri ( sering berasal dari usus ) lazim
terjadi, yang mengenai 4,5% pasien sirosis pertahun.
Septikemia sering ditemui dalam sirosis stadium akhir dan harus
selalu dicurigai dalam pasien kemunduran atau pireksia yang
takdapat dijelaskan. Sering diagnosis terlewatkan. Peritonitis
bakterialis spontan harus selalu dipertimbangkan.
Tuberkulosis ( pada umumnya ) menurun, tetapi peritonitis
tuberkulosis masih ditemui dan sering tak dicurigai. Infeksi
saluran pernafasan juga telah menurun dalam keparahan.
12. Kardiovaskular. Pasien sirosis kurang mungkin ke ateroma
coronaria dan aorta dibandingkan populasi lain. Pada autopsi,
insidens infark myocardium sekitar seperempat dari kasus total yang
diperiksa tanpa sirosis. Pasien sirosis konpensata atau
dekonpensata mempunyai tekanan darah arteri lebih rendah daripada
kontrol sehat.
13. Tanda mata. Retraksi palpebra dan kelambatan palpebra ( lid
lag ) meningkat bermakna dalam pasien sirosis dibandingkan dengan
populasi kontrol.
Tidak ada bukti penyakit thyroidea. Tiroksin bebas serum tidak
meningkat.
N. Sirosis laten secara klinik
Penyakit ini bisa ditemukan pada pemeriksaan rutin atau tes
penyaring biokimia atau pada operasi yang dilakukan untuk sejumlah
keadaan lain. Sirosis bisa ducurigai jika pasien menderita pireksia
ringan, spider vaskular, eritema palmaris atau epistaksis yang tak
dapat dijelaskan atau edema pergelangan kaki. Pembesaran kenyal
pada hati dan splenomegali merupakan tanda diagnostik yang
bermanfaat. Dispepsia flatulen dan salah cema pagi hari yang samar
samar bisa merupakan gambaran dini dalam pasien sirosis alkoholik.
Konfirmasi harus dicari dengan tes biokimia dan jika diperlukan
dengan biopsi hati aspirasi.
Tes biokimia bisa cukup normal dalam kelompok ini. Perubahan
tersering merupakan sedikit peningkatan dalam kadar gamma-GT atau
transaminae serum.
Diagnosis dikonfirmasi dengan biopsi hati dengan jarum.
Pasien ini bisa tetap terkonpensasi sampai mereka meninggal
karena sebab lain. Sejumlah berlanjut, dalam masa dari berbulan
bulan sampai bertahun tahun, sampai stadium gagal sel hati. Pada
lainnya masalahnya hipertensi porta dengan perdarahan esophagus.
Hipertensi porta bisa tampil bahkan dengan tes fungsi hati yang
normal. Perjalanan dalam masing masing pasien sangat sulit
diramalkan. O. Sirosis Dekompensata
Biasanya pasien mencari nasehat medis karena asites dan / atau
ikterus. Kesehatan umum rusak dengan kelemahan, atrofi otot dan
penurunan berat badan. Demam ringan kontinyu ( 37,50 38 0 C )
sering karena bakteremia Gram-negatif, karena nekrosis sel hati
kontinu atau karena karsinoma sel hati yang mengkomplikasi. Fetor
hepatikus bisa ada. Sirosis merupakan sebab terlazim ensefalopati
hepatik.
Ikterus berarti bahwa perusakan sel hati melebihi kapasitas bagi
regenerasi dan selalu serius. Lebih hebat ikterus, lebih besar
ketakadekuatan fungsi sel hati.
Kulit bisa depigmentasi, karena peningkatan jumlah melanin.
Clubbing jari tangan kadang kadang terlihat. Purpura diatas legan,
bahu dan tulang kering bisa disertai dengan hitung trombosit yang
rendah. Memar dan eksitaksis spontan mencerminkan defisiensi
protrombin. Sirkulsinya aktif berlebihan. Tekanan darah rendah.
Lanzim bulu badan yang jarang, spider vaskular, eritema palmaris,
kuku putih dan atrofi gonald. 1,2,3Asites biasanya didahului oleh
distensi abdomen. Endema tungkai sering menyertai. Hati bisa
membesar, dengan tepi teratur yang kenyal atau berkontraksi dan tak
dapat dipalpasi. P. Gambaran laboratorium
Urin. Urobilinogen ada berlebihan; bilirubin juga ada jika
pasien ikterus. Ekskresi natrium urina berkurang dengan adanya
asites, dan dalam kasus parah kurang dari 4 mEq yang dikeluarkan
tiap hari.
Perubahan biokimia serum. Disamping peningkatan kadar belirubin
serum, albumin tertekan dan gamma-globulin meningkat. Persentase
kolesterol diesterifikasi tertekan. Fosfatase alkali serum biasanya
meningkat kesekitar dua kali normal; bacaan sangat tinggi kadang
kadang ditemukan terutama dengan sirosis alkoholik. Kadar
transaminase serum bisa meningkat.
Hematologi. Biasanya ada anemia normositik normokromik: kadang
kadang ia makrositik. Perdarahan gastrointestinalis menyebabkan
anemia hipokromik. Hitung leukosit dan trombosit berkurang (
hipersplenisme ). Waktu protombin memanjang dan tidak kembali
normal dengan terapi vitamin K. sumsum tulang bersifat
makro-normoblastik. Sel plasma meningkat sebanding dengan
hiperglobulinemia. 1,2,3Q. Diagnosis biopsi jarum
Jika ada kontraindikasi, seperti asites atau cacat pembekuan
darah, maka ia bisa memberikan petunjuk tentang etiologi dan
aktivitas. Biopsi berseri bermanfaat dalam menilai progresifitas.
1,2,3
Pada sirosis, biopsi yang diarahkan, yang menggunakan
ultrasonografi atau CT, sangat bermanfaat dalam mendapatkan contoh
yang adekuat dan menghindari visera lain terutama vesica biliaris.
1,2,3R. Prognosis
Untuk menilai segi segi pronosis pasien dengan perdarahan massif
akibat sirosis hati, dilakukan penelitian terhadap 204 penderita
dengan kelainan hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka
kematian signifikan tinggi terdapat pada mereka yang berumur lebih
dari 60 tahun, mempunyai Hb kurang dari 8 gram % pada saat masuk
rumah sakit, mempunyai tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg,
denyut nadi lebih dari 120 kali permenit, menunjukkan perdarahan
ulang ( rebledding ) selama perawtan, dating dalam keadaan koma
dengan atau tanpa disertai ikterus. Angka kematian yang paling
tinggi ( mendekati 100 % ), terdapat pada mereka yang perdrahannya
tak dapat dikontrol, dan yang menunjukkan kombinasi koma dengan
ikterus + asites. 6Biasanya sirosis dipercaya tak reversibel,
tetapi fibrosis bisa beregresi seperti terlihat dalam
hemokromatosis atau penyakit Wilson yang diobati dan konsep
tak-reversibel tidak terbukti. 1,2,3
Sirosis tidak perlu suatu penyakit progresif. Dengan terapi,
pengurangan progresivitas bisa terlihat. 1,2,3
Perbaikan hasil bagi transplantasi hati telah menekankan
keperluan membuat prognosis tepat pada pasien sirosis, sehingga
pembedahan bisa dilakukan pada waktu terbaik. 1,2,3
Klasifikasi Child ( tingkat A, B, C ) yang tergantumng atas
ikterus, asites, ensefalopati, konsentrasi albumin serum dan gizi
memberikan penuntun prognostik jangka singkat yang baik. Model
regresi Cox yang menggunakan risiko sebanding telah diterapkan ke
sirosis dan indeks prognosis dirumuskan. Prognosis yang buruk
berhubungan degan indeks protrombin yang rendah, asites yang jelas,
perdarahan GI, usia lanjut, konsumsi alkohol harian yang tinggi dan
kadar albumin yang rendah, sedikit peradangan jaringan ikat hati
serta gizi yang buruk. 1,2,3
Dalam seri pasien sirosis yang sangat besar dai Itali selatan,
yang mula mula kompensata menjadi dekompensata pada kecepatan 10%
per tahun. Asites merupkan tanda pertama dan kelangsungan hidup
enam tahun 54%. Pasien dekompensata mempunyai kelangsungan hidup
enam tahun 21%. Indikator risiko kematian bermakna bagi risiko
kematian adalah usia lanjut, jenis kelamin pria, ensefalopati,
perdarahan, varises, waktu protrombin, positivitas HBsAG dan tentu
saja karsinoma sel hati. 1,2,3
Tes khusus fungsi hepatosit tidak sangat bermanfaat secara
prognostik, walaupun konsentrasi asam empedu serum memberikan hasil
sebanding degan klasifikasi Child. 1,2,3Hal berikut bermanfaat
secara prognostik : 1,2,31. Endologi. Pasien sirosis pecandu
alkohol, jika mereka menghentikannya, berrespon lebih baik dari
pada yang sirosis kriptogenik .
2. Jika dikompensata telah mengikuti perdarahan, infeksi atau
alkoholisme, maka prognosis lebih baik daripada jika ia spontan,
karena faktor pencetus dapat dikoreksi.
3. Respon terhadap terapi. Jika pasien gagal membaik dalam satu
bulan setelah melalui pengobatan rumah sakit, maka harapannya
kecil.
4. Ikterus. Terutama jika menetap, merupakan tanda serius.
5. Komplikasi neurologi. Kemaknaan tergantung atas cara
produksinya. Yang berkembang dlam perjalanan gagal sel hati
progresif membawa prognosis buruk, sedangkan yang berkembang
menahun dan disertai dengan sirkulasi koleteral porta-sistemik yang
luas berespon baik terhadap pembatasan protein diet.
6. Asites memperburuk prognosis, terutama jika diperlukan
diuretika dosis besar untuk mengendalikannya.
7. Ukuran hati. Hati yang membesar membawa prognosis yang lebih
baik dari pada yang lebih kecil karena ia mungkin mengandung lebih
banyak sel sel yang berfungsi.
8. Perdarahan dari varises esofagus. Hipertensi porta harus
dipertimbangkan bersama dengan keadaan sel sel hati. Jika fungsinya
baik, maka perdarahan bisa ditoleransi; jiaka buruk, mungkin koma
hepatikum dan kematian.
9. Tes biokimia. Jika albumin serum < 2,5 gram, maka
harapannya buruk. Hiponatremia ( natrium serum < 120 mEq / liter
) parah, jika tidak berhubungan dengan terapi diuretik.
10. Hipoprotrombinemia menetap dengan memar spontan bersifat
serius.
11. Hipotensi menetap ( tekanan darah sistolik < 100 mHg )
bersifat serius.
12. Perubahan histologi hati. Potongan bermanfaat dalam
mengevaluasi luas nekrosis dan infiltrasi peradangan. Perlemakan
hati berespon baik tehadap terapi.
S. Terapi
Penatalaksanaan pasien sirosis terkompensasi baik adalah deteksi
dini gagal sel hati. Prinsip diet campuran adekuat dan penghindaran
alkohol harus dijelaskan.
Diet 1 gram protein / kg BB adekuat, kecuali pasien jelas
malnutrisi. Tidak diperlukan tamabahan kolin atau metionin atau
berbagai hepato protektif . Penghindaran mentega dan lemak lain,
telur, kopi atau coklat tidak mempunyai nilai terapi apapun.
Obat anti fibrotik
Terapi sirosis bisa terletak dalam penghentian sintesis kolagen.
Penisilamin menghambat pembentukan hubungan silang dalam kolagen.
Penggunaannya dalam sirosis tetap tak jelas dan banyak efek
toksiknya.
Sekresi prokolagen memerlukan polimerisasi mikrotubulus ( suatu
proses yang dapat dihambat oleh obat pengganngu mikrotubulus
seperti kolkisin. Satu uji coba klinik jangka lama melaporkan bahwa
kolkisin memperbaiki kelangsungan hidup pada pasien sirosis. Tetapi
produksi kolagen dalam biakan jaringan dan sel yang diterapi dengan
kolkisin tak berubah dan ia menggambarkan bahwa efek bermanfaat
apapun dalam fibrosis hati di perantarai oleh mekanisme lain yang
mencakup anti peradangan dan rangsangan sekresi kolagenase.
Kortikosteroid merupakan anti peradangan dan menghambat
aktivitas prolil hidroksilase. Ia menghambat sintesis kolagen,
tetapi juga menghambat prokolagenase. Kortikosteroid juga menekan
pembentukan kolagen dengan biakan hepatositik tikus.
Ada obat yang memberi harapan lain bagi terapi fibrosis hati,
seperti alpha - interferon, analog dua oksoglutarat dan
prostaglandin.
Tindakan bedah
Semua operasi pada pasien sirosis membawa risiko tinggi dan
angka kematian yang tinggi. Pembedahan pada pasien sirosis tidak
berdarah mempunyai mortalitas bedah 30% dan angka morbiditas
tambahan 30%. Ia berhubungan dengan tingkatan Child mortalitas 10%
pada pasien tingkat A. 31% pada B dan 76% pada C. operasi pada
saluran empedu untuk penyakit ulkus peptikum atau untuk reseksi
kolon mempunyai prognosis sangat buruk, gambaran ramalan yang buruk
mencakup albumin serum yang rendah, adanya infeksi dan waktu
protrombin yang memanjang. Tindakan bedah harus dilakukan pada
pasien sirosis hanya jika ada indikasi jelas dan bila ia
menyelamatkan nyawa.4,5DAFTAR PUSTAKA
1. Sheila Sherlock. : Sirosis Hepatis. Penyakit Hati dan Sistem
Saluran Empedu. Widya Medika. Jakarta. 1990. PP. 419 32.
2. Pengarapen Tarigan. : Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1996. PP.
271 - 9.
3. Arif Mansjoer., Kuspuji Triyanti., Rakhmi Savitri., Wahyu Ika
Wardhani., Wiwiek Setiowulan. : Sirosis Hepatis. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Media Aesculapius FKUI. 2001. PP.
508 - 10.4. Dini Sundari, Yudi Garnadi : Kumpulan Kasus Ilmu
Penyakit Dalam, edisi pertama , cetakan pertama. media dika, 2000,
116-1595. Daniel W. Foster. : Cirrochis and Liver Failure.
Harrisons Principles of Internal Medicine ). Mc Graw Hill Company.
1995. PP. 2207 17.
6. E. Saefulmuluk. : Penyakit Hati Menahun di Rumah Sakit
Pontianak. Simposium Nasional Penyakit Hati Menahun. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Jakarta 24 29 Maret 1978. P. 35.
7. H.A.M. Akil., Muh. Junus. : Penyakit Hati Menahun. Simposium
Nasional Penyakit Hati Menahun. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
RI. Jakarta 24 29 Maret 1978. P. 43.
8. Soepardi Kartohardjo. : Hati, Sistem Empedu dan Pankreas.
Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Robbins dan Kumar. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.1995. PP. 319 335
9. Bruce A. Runyon. : Care of Patient with Ascites. The New
England Journal of Medicine. Volume 330 : 337 - 342. February 3,
1994. Number 5.
PAGE 1