PENDAHULUAN Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Saat ini diperkirakan minimal terjadi 300 juta kasus malaria akut dan 280 juta orang sebagai carrier di dunia setiap tahunnya. 1,3 Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria dalam kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil merupakan kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak balita. Di Afrika, kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak 1500 kasus/hari. Di daerah-daerah endemik malaria, 20—40% bayi yang dilahirkan mengalami berat lahir rendah. 1,3,4 Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai juga merupakan daerah endemis malaria. Di daerah endemik, malaria diperkirakan bertanggung jawab atas 20% dari berat badan lahir rendah 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDAHULUAN
Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh
dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang
termasuk Indonesia. Saat ini diperkirakan minimal terjadi 300 juta kasus malaria akut
dan 280 juta orang sebagai carrier di dunia setiap tahunnya.1,3
Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin,
tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria dalam
kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan
penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil merupakan
kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan
diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak
balita. Di Afrika, kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak
1500 kasus/hari. Di daerah-daerah endemik malaria, 20—40% bayi yang dilahirkan
mengalami berat lahir rendah.1,3,4
Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai
juga merupakan daerah endemis malaria. Di daerah endemik, malaria diperkirakan
bertanggung jawab atas 20% dari berat badan lahir rendah (BBLR) bayi dan faktor
resiko terbesar pada mortalitas bayi.1,5
Hepatitis merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai wanita
hamil. Hepatitis virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2 % dari seluruh
kehamilan. Kejadian abortus, IUFD dan persalinan preterm merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi pada wanita hamil dengan infeksi hepatitis. Hepatitis dapat
disebabkan oleh virus, obat-obatan dan bahan kimia toksik dengan gejala klinis yang
hampir sama. Sampai saat ini telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus
hepatitis A, B, C, D, E dan G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering menimbulkan
komplikasi dalam kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB & VHE).17
1
Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara tranplasental dan 20
% dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang menjadi kanker hati
primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Oleh karena itu bayi yang lahir dari ibu
carier HBsAg harus diimunisasi dengan memberikan immunoglobulin dan vaksin
hepatitis B.
Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria dan hepatitis B selama
kehamilan perlu mendapat perhatian khusus dalam memahami diagnostik dan
penanganan malaria dan hepatitis B pada ibu hamil untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas untuk ibu dan janinnya.1,3
MALARIA PADA KEHAMILAN
A. DEFINISI
2
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit
Protozoa dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles
dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran
limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ
misalnya otak, hati, dan ginjal. Diduga penyakit ini berasal dari Afrika dan menyebar
mengikuti gerakan migrasi manusia melalui pantai Mediterania, India dan Asia
Tenggara. Nama malaria mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi, dan berasal
dari kata Italia malaria atau “udara kotor” dan disebut juga demam Romawi.
B. EPIDEMIOLOGI
Setiap spesies Plasmodium memiliki daerah endemik tertentu walaupun
seringkali memiliki geografi yang saling tumpang tindih. Infeksi malaria tersebar
pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika Selatan, Amerika Tengah,
Hispaniola, India, Timur Tengah dan daerah Oceania dan Kepulauan Caribia. Lebih
dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta
dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu
Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura,
Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar
dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik. Walaupun demikian, di negara
tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang diimpor karena pendatang dari
negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.2,4
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya dijumpai pada
semua negara dengan malaria. Di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya
Plasmodium Falciparum. Adapun Plasmodium Vivax banyak di Amerika Latin. Di
Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya Plasmodium
Falciparum dan Plasmodium Vivax. Plasmodium Ovale biasanya hanya di Afrika.4
3
Gambar 1. Peta Penyebaran Infeksi Malaria (Diambil dari Kepustakaan 7)
Di Indonesia kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai
ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa Tenggara Timur serta
Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan Plasmodium Falciparum
dan Plasmodium Vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau,
Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.4
Di daerah endemik malaria, wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit
malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena
kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan
prevalensi densitas parasit malaria berat. Laporan dari berbagai negara menunjukan
insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi, dari El vador 55,75%
yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil; dari berbagai tempat bervariasi antara 2-76%.
Adapun kematian ibu hamil akibat malaria di benua Afrika mencapai puluhan ribu
tiap tahunnnya, 8-14 % ibu hamil melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah,
selain itu 3-8% mengalami kematian janin dalam rahim.
Di Indonesia sendiri, angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi
terutama di daerah Indonesia Timur. Di daerah endemis malaria masih sering terjadi
letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria. Di daerah Timika, 20% ibu hamil yang
melahirkan positif malaria. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
4
tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal di daerah endemik malaria dan 56,3 juta
penduduk diantaranya tinggal pada daerah endemik malaria sedang sampai tinggi
dengan 15 juta kasus malaria klinis dan 43 ribu di antaranya meninggal. Dari data-
data yang lain, jumlah penderita malaria cenderung mengalami kenaikan
pertahunnya. Tahun 2006, wabah malaria dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB) di 7 provinsi, 7 kabupaten, 7 kecamatan, dan 10 desa dengan jumlah penderita
mencapai 1.107 orang, 23 di antaranya meninggal. Tahun berikutnya (2007) KLB
terjadi di 8 provinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, dan 30 desa, dengan jumlah
penderita mencapai 1.256 orang dan mengakibatkan 74 penderitanya meninggal
dunia.
C. ETIOLOGI
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.4,6
Gambar 2. Plasmodium spp. (Diambil dari Kepustakaan 6)
Empat species Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah: 2,4,6
1. Plasmodium vivax. Spesies ini cenderung menginfeksi sel-sel darah merah yang
muda (retikulosit), dengan demikian menyebabkan tingkat parasitemia yang lebih
rendah. Kira-kira 43% dari kasus malaria di seluruh dunia disebabkan oleh
Plasmodium vivax. Dari semua pasien yang terinfeksi P. vivax, 50% gejala
berulang dalam beberapa minggu sampai 5 tahun setelah gejala awal. Ruptur
limpa mungkin berhubungan dengan infeksi sekunder P. vivax, yakni
splenomegali yang merupakan hasil sekuestrasi sel darah merah.
5
2. Plasmodium malariae. Mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel-sel
darah merah yang tua. Seseorang yang terinfeksi jenis Plasmodium ini biasanya
tetap asimptomatik untuk jangka waktu yang jauh lebih lama dibandingkan orang
yang terinfeksi P. vivax dan P. ovale. Kekambuhan biasanya terjadi pada
penderita P. malariae dan berhubungan dengan sindrom nefrotik yang mungkin
akibat dari pengendapan kompleks antigen-antibodi di glomerulus.
3. Plasmodium ovale. Predileksinya dalam sel-sel darah merah mirip dengan
Plasmodium vivax (menginfeksi sel-sel darah muda) walaupun gejalanya lebih
ringan karena parasitemianya lebih ringan. P. ovale sering sembuh tanpa
pengobatan. Ada juga seorang penderita terinfeksi lebih dari satu spesies
Plasmodium secara bersamaan.
4. Plasmodium falciparum yang sering menjadi malaria cerebral dengan angka
kematian yang tinggi. Merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala usia
(baik muda maupun tua) sehingga menyebabkan tingkat parasitemia jauh lebih
tinggi dan cepat (> 5% sel darah merah terinfeksi). Spesies ini menjadi penyebab
50% malaria di seluruh dunia. Sekuestrasi merupakan sifat khusus dari P.
falciparum. Selama berkembang dalam 48 jam, parasit terebut melakukan proses
adhesi yang menyebabkan sekuestrasi parasit pada pembuluh darah kecil. Karena
hal tersebut, hanya bentuk awal yang dapat dilihat pada darah tepi sebelum
sekuestrasi berlangsung, hal ini merupakan petunjuk diagnostik penting seorang
pasien terinfeksi P. falciparum. Sekuestrasi parasit dapat menyebabkan
perubahan status mental dan bahkan koma. Selain itu, sitokin dan parasitemia
berkontribusi pada organ target. Gangguan pada organ target dapat berlangsung
sangat cepat dan secara khusus melibatkan sistem saraf pusat, paru-paru, dan
ginjal.
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.
Terdapat lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, dan hanya sekitar 67 spesies yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan ke manusia. Di setiap daerah
6
dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau paling banyak 3 spesies
Anopheles yang menjadi vektor penting. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies.6
Gambar 3. Anopheles Betina (Diambil dari kepustakaan 8)
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Plasmodium
Falciparum dan Plasmodium Vivax atau campuran keduanya, sedangkan Plasmodium
Malariae hanya ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Plasmodium ovale
ditemukan di Papua. Morfologi spesies Plasmodium dapat dibedakan dari
pemeriksaan apusan darah. P. falciparum dibedakan dari jenis Plasmodium lainnya
oleh tingkat parasitemia dan bentuk gametosit yang menyerupai pisang.2,6
D. PATOGENESIS PENYAKIT MALARIA
1. Siklus Hidup Aseksual Plasmodium
Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina masuk ke
dalam darah manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh
menit, parasit tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium
eksoeritrositik dari daur hidupnya. Di dalam sel hati, parasit tumbuh menjadi
skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung
spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan
bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki
eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung
selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-
7
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).1,9
Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah.
Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar,
bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang
menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan
membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel
darah merah pecah yang menyebabkan penderita demam. Selanjutnya merozoit,
pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel
darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit
memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu
bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni
darah.1,2,9
2. Siklus Hidup Seksual Plasmodium
Siklus aseksual terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles
betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama
darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti
yang bergerak ke pinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti
cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena
masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot
berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus
lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet
membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan
beberapa sporozoit menembus kelenjar liur nyamuk dan bila nyamuk
menggigit/menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah
siklus preeritrositik.1,9
8
Gambar 4. Siklus Seksual Plasmodium (Diambil dari kepustakaan 8)
P. falciparum dapat menyebabkan malaria serebral, edem paru, anemia dan
gangguan ginjal. Hal tersebut akibat kemampuan menginfeksinya yang hebat
dengan melekat dan bertahan pada dinding sel endotel dan menyebabkan obstruksi
vaskular. Ketika sel darah merah terinfeksi P. falciparum, organisme tersebut
menghasilkan protein yang berikatan dengan sel endotelial. Hal tersebut
menyebabkan sel darah merah menyumbat pembuluh darah di berbagai bagian
tubuh menyebabkan kerusakan mikrovaskuler dan memperberat kerusakan yang
ditimbulkan parasit.8
9
Gambar 5. Siklus hidup Plasmodium (Diambil dari Kepustakaan 2)
E. RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI MALARIA
Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh limfosit T dan
imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper
(CD4+) dan sitotoksik (CD8+), sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkannya
dibedakan menjadi subset Th-1 (menghasilkan IFN dan TNF) dan subset Th-2
(menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin tersebut berperan mengaktifkan
imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator membantu produksi antibodi
dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung untuk
fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan
IFNƔ.4,6
Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang
berperan sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+.
Selanjutnya sel T akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2 akan
menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig oleh limfosit B. Ig
10
tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1
menghasilkan IFNƔ dan TNFα yang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti
makrofag dan monosit serta sel NK.6
F. MALARIA DALAM KEHAMILAN
Penyakit malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi.
Perubahan fisiologis pada kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria
mempunyai efek sinergis pada kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah
masalah baik bagi ibu hamil, janin maupun dokter yang menanganinya. Malaria pada
kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies Plasmodium, tetapi Plasmodium
falciparum merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat
terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan janinnya. Pengaruh malaria selama
kehamilan membahayakan hasil kehamilan yang melibatkan ibu dan janin. Gejala dan
komplikasi malaria selama kehamilan berbeda-beda tergantung pada intensitas dan
berhubungan langsung dengan tingkat imunitas ibu hamil.3,4,11
1. Pengaruh pada Ibu
Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan
tergantung pada tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan
paritas dimana gejala malaria akan lebih berat pada primigravida dan menurun
seiring jumlah paritas karena kekebalan pada ibu telah dibentuk dan meningkat.3
Perempuan dewasa yang belum pernah terkena parasit dalam jumlah
banyak (tinggal di daerah epidemik atau transmisi malaria rendah), seringkali
menjadi sakit bila terinfeksi oleh parasit pertama kali. Ibu hamil yang tinggal di
daerah dengan transmisi rendah mempunyai resiko 2 sampai 3 kali lipat untuk
menjadi sakit yang berat dibandingkan dengan perempuan dewasa tanpa
kehamilan. Kematian ibu hamil biasanya diakibatkan oleh penyakit malarianya
sendiri atau akibat langsung anemia yang berat. Masalah yang biasa timbul pada
11
kehamilannnya adalah meningkatnya kejadian berat bayi lahir rendah,
prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, infeksi malaria dan kematian janin.4,6
Pada daerah dengan transmisi malaria sedang sampai tinggi, kebanyakan
ibu hamil telah mempunyai kekebalan yang cukup karena telah sering mengalami
infeksi. Gejala biasanya tidak khas untuk penyakit malaria. Yang paling sering
adalah berupa anemia berat dan ditemukan parasit dalam plasentanya. Janin
biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu menimbulkan
gangguan pada daya tahan neonatus.4,6
2. Pengaruh pada Janin
Seorang ibu yang terinfeksi parasit malaria, parasit tersebut akan
mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian
maternal. Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat
menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi darah janin sehingga terjadi malaria
kongenital. Beberapa peneliti menduga hal ini terjadi karena adanya kerusakan
mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta
yang meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis.3
Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit ke janin. Oleh
sebab itu pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi
transmisi malaria intra-uretrin ke janin walaupun mekanisme transplasental dari
parasit ini masih belum diketahui.3
Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan
terjadi pada malaria berat dan resiko ini meningkat sampai tujuh kali, walaupun
apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas juga masih belum
diketahui. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin karena
terganggunya transfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi
(hiperpireksia) atau hipoksia karena anemia. Kemungkinan lain adalah Tumor
Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh
12
antigen merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai kelainan
pada malaria, antara lain demam, kematian janin dan abortus.11,12
Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepi.
Kortmann (1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak eritrosit
yang terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada darah tepi tidak ditemukan parasit.
Hal ini mungkin terjadi karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang
biak, seperti pada kapiler alat dalam lainnya.11,12,13
Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan
berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal ini
mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau
keduanya akibat berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin.
Namun patofisiologi pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria adalah
multifaktor.11,13
Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi
pada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan
peningkatan paritas ibu. Demikian pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas
ibu, ini dapat diterangkan bahwa pada multigravida kekebalan pada ibu telah
dibentuk dan meningkat.5,13
G. IMUNITAS WANITA HAMIL YANG TERINFEKSI MALARIA
Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta
sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi.
Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistem imun baik humoral maupun seluler
selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai "benda asing" di
dalam tubuh ibu. Supresi sistem imun selama kehamilan berhubungan dengan
keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama
kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain
itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon imun.6
13
H. HISTOPATOLOGI
Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di
dalam:4
- Darah maternal
- Darah plasenta/melalui biopsi.
Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit berparasit dijumpai di
plasenta sisi maternal dari sirkulasi tetapi tidak di sisi fetal, kecuali pada penyakit
plasenta. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat
dengan eritrosit terinfeksi. Secara histologis ditandai oleh sel eritrosit berparasit dan
pigmen malaria dalam ruang intervilli plasenta, monosit mengandung pigmen,
kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis trofoblas.6
Gambar 6. Histologi Plasenta Penderita Malaria yang Menunjukkan Bentuk Cincin-cincin yang Berimpah/Parasitemia Plasmodium falciparum (Diambil dari kepustakaan 12)
Prevalensi malaria plasenta lebih tinggi pada primigravida dibandingkan
multigravida. Penyebaran malaria ke janin diperkirakan dicegah karena adanya adhesi
parasit ke kondroitin sulfat A yang ada dalam plasenta. Oleh karena itu, jumlah
parasit dalam plasenta jumlahnya lebih besar ditemukan dibandingan dalam darah
perifer. Namun sawar plasenta tidak mampu mencegah transmisi malaria sepenuhnya,
terutama jika terdapat perlukaan plasenta yang dicetuskan selama persalinan atau
telah ada infeksi lain sebelumnya.12
14
Bila terjadi nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan
membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang dan
akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan adalah
penebalan membrana basalis trofoblas, pengurusan mikrovilli fokal menahun. Bila
villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti dan terisi eritrosit berparasit
dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan ini dapat menyebabkan
abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan lahir rendah.6
I. GAMBARAN KLINIS
Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan
proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau
toksin lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan
parasitemia tanpa gejala demam. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal seperti malaise,
sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan. Namun sebenarnya
efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat kekebalan ibu hamil
terhadap penyakit itu sedangkan kekebalan terhadap malaria lebih banyak ditentukan
dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal/berasal, yang dibagi
menjadi 2 golongan besar:6
1. Stable transmission/transmisi stabil, atau endemik (contoh: Afrika Sub-Sahara).
Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima
gigitan nyamuk infektif setiap bulannya. Kekebalan terhadap malaria terbentuk
secara signifikan.
2. Unstable transmission/transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik (contoh:
Asia Tenggara dan Amerika Selatan). Orang-orang di daerah ini jarang terpapar
malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk infektif/tahun.
Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/endemik tinggi akan
mengalami peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate pada
15
wanita hamil meningkat 30—40% dibandingkan wanita tidak hamil), peningkatan
kepadatan (densitas) parasitemi perifer, serta menyebabkan efek klinis lebih sedikit,
kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang sering terjadi pada
primigravida. Anemia tersebut dapat memburuk sehingga menyebabkan akibat serius
bagi ibu dan janin.6
Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang
sebagian besar populasinya merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria,
kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit maternal berat, kematian janin,
kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di
daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak hamil yang
menderita malaria berat di daerah yang sama.6
J. DIAGNOSIS MALARIA PADA KEHAMILAN
Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik)
bervariasi dari Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan
demam tinggi, sampai Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada
ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).
Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas,
mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga tidak menimbulkan
gejala, misal demam dan tidak dapat didiagnosis klinik.6
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
1. Malaria klinis ringan/tanpa komplikasi
Pada anamnesis:1,4
- Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis
malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-gejala
lain.
- Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu
terakhir.
- Riwayat tinggal di daerah malaria .
16
- Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria.
Pada pemeriksaan fisik:6
- Suhu > 37,5oC
- Dapat ditemukan pembesaran limpa
- Dapat ditemukan anemi
- Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yaitu
VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-
B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral.
Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa,
dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis
post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.
3. Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sbb :
Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen
45
Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti
sikat gigi,dsb.
Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa
dirinya penderita hepatitis B carier.
Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1
minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
Konsul teratur kedokter
Periksa fungsi hati.
Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of
Canada) mengenai amniosintesis sbb: 17,26
Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah.
Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam
konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis.
Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang
memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang
dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.
Pilihan persalinan
Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan
resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian para ahli cara
persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam transmisi VHB dari
ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG tidak merekomendasikan
SC untuk menurunkan transmisi VHB dari ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil
dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai
pilihan cara persalinan.27
Terapi
Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalam
mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon, Lamivudin
46
(3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien. Jika infeksi terjadi
dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis B sebagai profilaksis post-
eksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai efek samping terhadap embrio atau
fetus. Data yang ada sangat terbatas tapi penggunaan interferon dalam kehamilan
mempunyai resiko yang lebih berat. Tidak ada data yang mendukung fakta efek
teratogenik lamivudin. Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai
usaha mencegah transmisi perinatal VHB.17,26
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIENTanggal Pemeriksaan : 01 Oktober 2015Ruang : Pav. Semangka Kelas III
47
Rumah Sakit : Madani
II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Demam Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam dialami sejak 5 hari sebelum masuk RS. Pola demam naik pada sore hingga malam hari dan turun pada pagi hari. ketika demam, pasien menggigil dan setelah demam turun, pasien mengeluarkan keringat yang cukup banyak. Pasien juga merasakan pusing dan sakit kepala disertai mata berkunang-kunang. Batuk (+), nyeri dada (+) kadang-kadang. Sesak (-). Gusi berdarah (-), mimisan (-). Pasien juga mengalami mual dan muntah, nafsu makan berkurang dan nyeri pada ulu hati. Terkadang pasien juga merasakan nyeri pada bagian perut kanan atas. Pasien mengeluhkan nyeri pada persendian. Buang air besar lancar, buang air kecil lancar namun berwarna seperti air teh. Saat ini pasien sedang hamil anak keempat, tidak ada keluhan nyeri perut tembus belakang, tidak ada pelepasan lendir, darah atau air. Pasien kemudian memeriksakan diri ke bidan desa dan dianjurkan ke Puskesmas terdekat (PKM Labuan). Di PKM labuan pasien melakukan pemeriksaan malaria dan hasilnya positif. Pasien langsung mendapatkan terapi DHP dari PKM Labuan, kemudian di rujuk ke RSD Madani.
Riwayat Penyakit sebelumnya : Pasien mengaku sebelum hamil dirinya pernah mengalami gejala yang sama
namun dibiarkan dan sembuh sendiri. Pasien juga mengatakan bahwa nyeri dibagian perut kanan atas sudah dialaminya sejak 5 bulan yang lalu.
HPHT : 30 Januari 2015 TP : 06 November 2015 Usia Kehamilan : 33-34 minggu
48
Nama Pasien : Ny. N Nama Pasien : Tn. SUmur : 35 Tahun Umur : 38 TahunAlamat : Ds. Labuan Alamat : Ds. LabuanPekerjaan : Tani Pekerjaan : Buruh KopraAgama : Islam Agama : IslamPend.Terakhir : SD Pend.Terakhir : SMPSuku : Kaili Suku : Kaili
Riwayat Perkawinan- Status perkawinan : Sah- Perkawinan : Pertama- Usia Saat menikah : 20 tahun- Lamanya menikah : 15 tahun
Riwayat ObstetriG4P3A01. Anak perempuan, lahir pervaginam, ditolong dukun, BBL ?, meninggal usia
12 bulan karena muntah berat dan diare berat2. Anak laki-laki, lahir pervaginam, ditolong dukun, BBL ?, meninggal usia 6
bulan karena muntah berat dan diare berat3. Anak laki-laki, lahir pervaginam, ditolong dukun, BBL ?, sehat.4. Hamil sekarang
Riwayat antenatal care :Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilannya ke bagian pelayanan kesehatan terdekat
Riwayat penyakit keluarga : Dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien
Riwayat kebiasaan dan Lingkungan sekitar: Beberapa tetangga pasien mengalami gejala yang sama. Pasien mengatakan didaerahnya memang banyak nyamuk. Sumber air minum dari sumur.
- Kimia darahGlukosa darah sewaktu : 65 mg/dlSGOT : 15 mg/dlSGPT : 19 mg/dlKreatinin : 1,0 mg/dlUreum : 56 mg/dl
- Pemeriksaan Apusan darah tipis dan tebal (Drike Drupple Test)Ditemukan adanya Malaria falciparum
- Pemeriksaan SerologiHbsAg (+)
VI. RESUMEPasien ♀ 35 tahun MRS dengan keluhan febris 5 hari SMRS. Pola demam naik
pada sore hingga malam hari dan turun pada pagi hari, menggigil (+), berkeringat (+). Malaise (+), Cephalgia (+). Batuk (+), chest pain (+) nausea (+), vomitus (+), anorexia (+), nyeri epigastrium (+), arthtralgi (+), myalgia(+), BAB (+), BAK (+) warna seperti teh. Pasien G4P3A0, nyeri perut tembus belakang (-), pelepasan (-), HPHT 30 Januari 2015, TP 06 November 2015, UK 33-34 minggu, jumlah anak 3, hidup 1, meninggal 2. Antenatal care (-), , konjungtiva pucat (+/+), sclera ikterik (+/+), rhinorrhea (+/+),, Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi padat kenyal, permukaan licin, tepi tumpul, nyeri tekan (+), murphy sign (+). Spleen teraba schuffner 1, TFU 20 cm, kesan bokong, TBJ 1240 gr, Pu-Ka, DJJ : 11-11-12, Presentasi Kepala, belum masuk pintu atas panggul, HIS(-), VT tidak dilakukan, WBC : 18,6 x 103/µl, RBC : 1,92 x 106µl, Hb : 5,1 g/dl, PLT : 107 x 103/µl, CT : 6’5’’, BT : 2’13”, GDS 65 mg/dl, SGOT : 15 mg/dl, SGPT : 19 mg/dl, Cr : 1,0 mg/dl, Ur : 56 mg/dl, DDR : Malaria falciparum (+), HbsAg (+)
VII. DIAGNOSIS GIVPIIIA0 Gravid 33-34 minggu + Malaria Falciparum + Hepatitis B + Anemia Berat
VIII.PENATALAKSANAAN- IGD
Pasang Infus : IVFD RL guyur 1 kolf dilanjutkan dengan IVFD NaCl 100 cc Transfusi PRC 250 cc Dilanjutkan dengan IVFD RL 20 gtt/menit
Pemberian DHP 3 x 1 tabletParacetamole tab 500 mg 3 x 1 (Jika masih demam)
53
Observasi TTV dan DJJRencana transfusi PRC 1 kolf/hariRawat Ruang Perawatan (Pav.Semangka)
FOLLOW UP
Tanggal 02 Oktober 2015Subjek (S) : Pusing (+), nyeri dada (+), mual (+), muntah (-), demam (-),
batuk (+), BAB (+), BAK (+) warna seperti tehObject (O) : KU : Lemah
TD : 110/70 mmHg N : 88 kali/menit P : 22 kali/menit S : 36,70C Konjungtiva Pucat (+/+), sklera ikterik (+/+) DJJ : 11-11-12
54
HIS (-)Assessment(A) : GIVPIIIA0 + Malaria Falciparum + Hepatitis B + AnemiaPlanning (P) : IVFD RL 28 gtt/menit
DHP 3 x 1 tablet Transfusi PRC 1 kolf/hari, cek darah rutin Obsevasi TTV dan DJJ Konsul interna Jawaban dokter interna:
- Diet Hepar- IVFD Dextrosa 5% 20 gtt/menit- Kloroquin 4-4-2- Curcuma 3 x 1 tablet- Neurodex 1 x 1 tablet
Tanggal 03 Oktober 2015Subjek (S) : Pusing (+), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), demam (-),
batuk (+), BAB (+), BAK (+) warna seperti tehObject (O) : KU : Lemah
TD : 110/70 mmHg N : 88 kali/menit P : 22 kali/menit S : 36,70C Konjungtiva Pucat (+/+), sklera ikterik (+/+) DJJ : 12-11-12 HIS (-) Hasil Lab Darah rutin tanggal 02 oktober 2015- WBC : 16,6 x 103/µl- RBC : 3,02 x 106µl- Hb : 8,5 gr/dl- PLT : 108 x 103/µl
Obgyn IVFD Dextrosa 5% 20 gtt/menit DHP 3 x 1 tablet Curcuma 3 x 1 tablet
55
Neurodex 2 x 1 tablet Diet Hepar Transfusi PRC 1 kolf/hari Obsevasi TTV dan DJJ
Interna Kloroquin atau ACT (Artesunat Combination Therapy) Transfusi PRC 1 kolf/hari Curcuma 3 x 1 tablet Neurobion 2 x 1 tablet Sangobion 1 x 1 tablet
Pukul 16.20 pasien menolak tindakan dan pulang atas permintaan sendiri.
PEMBAHASAN
Pasien dalam kasus ini didiagnosis dengan GIVPIIIA0 Gravid 33-34 minggu + Malaria Falciparum + Hepatitis B + Anemia Berat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis pasien mengatakan saat ini dirinya sedang hamil yang keempat kalinya dengan riwayat paritas tiga kali namun anak yang hidup hanya 1 orang. Pasien dirujuk dari PKM labuan karena menderita malaria. Namun pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri perut dan juga pelepasan lendir atau darah ataupun
56
air, sehingga dapat dikatakan bahwa pasien tersebut belum didapatkan adanya tanda inpartu. Pasien mengatakan bahwa dirinya mengalami demam 5 hari di rumah dengan pola naik pada sore hingga malam hari dan turun pada pagi hari, disertai menggigil dan berkeringat. Berdasarkan teori demam, menggigil dan berkeringat merupakan gejala klasik dari malaria karena adanya reaksi tubuh terhadap parasit yang masuk dalam pembuluh darah atau disebut parasitemia. Efek dari parasitemia ini menyebabkan respon sistemik berupa sefalgia, batuk, chest pain, nausea, vomitus, anoreksia, arthtralgia, dan mialgia. Pasien juga mengeluhkan buang air kecil berwarna seperti teh.
Dari pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 84 kali/menit, pernapasan 20kali/menit, suhu: 38,2 oC. Ditemukan adanya konjungtiva pucat yang didukung oleh hasil pemeriksaan kadar hemoglobin yang kurang (5,1 gr/dl). Selain itu sklera pasien ikterik yang dapat disebabkan oleh proses ikterik pre hepatik dan intrahepatik akibat adanya infeksi parasit sehingga terjadi hemolisis. Pada pasien juga ditemukan adanya pembesaran hepar (hepatomegali) dan splenomegali schuffner 1. Hal ini menunjukan bahwa organ retikuloendotelial sedang bekerja sebagai reaksi dari adanya infeksi parasit.
Dari pemeriksaan obstetri ditemukan tinggi fundus 20 cm, kesan bokong, taksiran berat janin 1240 gram, denyut jantung janin baik : 11-11-12, Presentasi Kepala, belum masuk pintu atas panggul, tidak adanya HIS. Vaginal Toucher tidak dilakukan dengan alasan belum ditemukan adanya tanda inpartu, dan juga mengingat pemeriksaan vaginal toucher dapar memicu kontraksi dari uterus.
Dari hasil pemeriksaan penunjang drike drupple (apusan darah tebal) ditemukan adanya parasit malaria falciparum. Hal ini tentunya mendukung untuk ditegakannya diagnosis. Gula Darah Sewaktu pada pasien ini adalah 65 mg/dl, yang menunjukkn adanya hipoglikemia. Berdasarkan teori, pada wanita hamil terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang cenderung menyebabkan terjadinya hipoglikemia, terutama trimester akhir kehamilan. Selain itu, parasit memperoleh energinya hanya dari glukosa dan organisme tersebut memetabolisme 70—75 kali lebih cepat sehingga menyebabkan hipoglikemia dan asidosis laktat serta pada wanita hamil terjadi peningkatan fungsi sel B pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine) sehingga pembentukan insulin bertambah.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa penatalaksanaan untuk memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan kristaloid dan pemberian transfusi darah hingga kadar hemoglobin kembali ke kadar normal. Pasien juga diberikan terapi simptomatik berupa pemberian antipiretik. Pasien juga mendapatkan terapi DHP atau dihydroartemisinin + Piperaquin dengan doosis setiap 1 tablet DHP
57
mengandung dihydroartemisinin 40mg dan piperaquin 320 mg untuk penatalaksanaan malaria. Berdasarkan teori terapi malaria pada pasien yang sedang dalam masa kehamilan dapat diberikan golongan quinin (artesunat). DHP merupakan salah satu bentuk Artesunate Combination Therapy yang diprogram oleh pemerintah, dapat diberikan selama 3 hari berturut-turut. Pasien ini juga dikonsultasikan perawatan pada bagian penyakit dalam dan mendapat tambahan terapi berupa pemberian curcuma untuk memperbaiki fungsi hati karena pasien tersebut juga menderita hepatitis-B namun tidak diikuti dengan peningkatan kadar enzim hepar. Sehingga dapat dikatakan hepatitis pada pasien tersebut masih dalam periode tenang. Pasien juga diberikan terapi neurotropik berupa pemberian vitamin B kompleks.
Prognosis pada pasien ini adalah baik karena kondisi ibu yang masih stabil, dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda malaria berat, begitu juga dengan kondisi janin masih baik. Setelah menjalani perawatan selama 2 hari pasien ini pulang atas permintaan sendiri walaupun sudah diedukasi oleh pihak rumah sakit.