1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan adalah salah satu sarana transportasi untuk menunjang berbagai sektor pembangunan dan merupakan sarana dalam pembangunan wilayah dari daerah sepanjang jalan tersebut. Oleh karena itu, sistem transportasi jalan raya merupakan kegiatan penggerak ekonomi yang penting disamping juga menjadi sarana aktifitas penduduk yang melibatkan masalah-masalah ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan jalan dimaksudkan untuk mempermudah hubungan dari suatu daerah ke daerah lain, serta untuk mengembangkan potensi ekonomi yang ada di daerah tersebut. Jaringan jalan adalah salah satu sarana transportasi untuk menunjang berbagai sektor pembangunan dan merupakan sarana dalam pembangunan wilayah dari daerah sepanjang jalan tersebut. Oleh karena itu, sistem transportasi jalan raya merupakan kegiatan penggerak ekonomi yang penting disamping juga menjadi sarana aktifitas penduduk yang melibatkan masalah-masalah ekonomi, sosial dan budaya. Perkerasan lentur (flexible) dapat berubah bentuk dan tidak akan seluruhnya kembali seperti semula bila menerima beban yang terus menerus atau berulang- ulang. Di dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan adalah salah satu sarana transportasi untuk menunjang berbagai sektor
pembangunan dan merupakan sarana dalam pembangunan wilayah dari daerah
sepanjang jalan tersebut. Oleh karena itu, sistem transportasi jalan raya merupakan
kegiatan penggerak ekonomi yang penting disamping juga menjadi sarana aktifitas
penduduk yang melibatkan masalah-masalah ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan jalan dimaksudkan untuk mempermudah hubungan dari suatu daerah ke
daerah lain, serta untuk mengembangkan potensi ekonomi yang ada di daerah tersebut.
Jaringan jalan adalah salah satu sarana transportasi untuk menunjang berbagai
sektor pembangunan dan merupakan sarana dalam pembangunan wilayah dari daerah
sepanjang jalan tersebut. Oleh karena itu, sistem transportasi jalan raya merupakan
kegiatan penggerak ekonomi yang penting disamping juga menjadi sarana aktifitas
penduduk yang melibatkan masalah-masalah ekonomi, sosial dan budaya.
Perkerasan lentur (flexible) dapat berubah bentuk dan tidak akan seluruhnya
kembali seperti semula bila menerima beban yang terus menerus atau berulang- ulang.
Di dalam batas-batas tertentu permukaan ini dapat menyesuaikan diri terhadap
pemadatan lapisan-lapisan di bawahnya. Sedangkan perkerasan kaku, plat beton-semen
adalah kaku, sifat elastis dan dapat kembali kepada bentuk aslinya apabila muatan
dihilangkan. Dalam kejadian ini, apabila lapisan-lapisan dibawahnya tidak seluruhnya
kembali seperti semula, plat ini akan terangkat dan membentang di atas daerah yang
lebih rendah. Suatu ketika, jika daerah yang tidak tersangga tersebut cukup luas dan
menerima muatan yang besar dan cukup sering, maka plat tersebut akan hancur akibat
kelelahan struktur.
Dalam pengoperasian jalan raya tentunya tidak dapat dihindarkan berbagai macam
permasalahan yang terjadi sehari-hari. Kerusakan jalan dapat berupa retak-retak
(cracking), gelombang (corrugation), juga berupa alur/cekungan arah memanjang jalan
2
sekitar jejak roda kendaraan (rutting). Ada juga berupa genangan aspal dipermukaan
jalan (bleeding), dan ada juga berupa lobang-lobang (pothole). Kerusakan jalan seperti
ini biasanya disebabkan oleh berbagai faktor misalnya beban roda kendaraan berat yang
melintas, kondisi muka air tanah yang tinggi, kesalahan pada saat pelaksanaan atau
akibat kesalahan perancangan.
Jalan Tanjung Serdang – Lontar Kabupaten Kotabaru merupakan jalan akses
untuk ke luar dan ke dalam kota serta menghubungkan beberapa kecamatan. Kondisi
jalan yang ada sekarang sangat memperhatinkan karena sebagian rusak dan berlubang
yang cukup parah. Dengan kondisi yang ada sekarang tentunya sangat mengganggu
kenyamanan pengguna jalan yang berpengaruh terhadap masalah ekonomi dan Sosial
masyarakat setempat serta belum adanya perancangan untuk tebal perkerasan pada jalan
ini.
Mengacu pada uraian di atas maka tugas akhir ini berjudul “PERANCANGAN
TEBAL PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA RUAS JALAN
TANJUNG SERDANG – LONTAR (KOTABARU) STA. 84+250 S/D 89+250
DENGAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NO. 02/M/BM/2013” yang
perancangannya mengacu pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mendapatkan tebal perkerasan lentur pada ruas jalan sesuai dengan Manual
Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013. Yang dikontrol menggunakan
Pedoman Pt-T-01-2002-B dan program SDPJL (Software Desain Perkerasan
Jalan Lentur).
b. Mendapatkan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
3
1.3 Batasan Masalah
Menyadari akan luasnya permasalahan dalam perancangan suatu jalan yang
mencakup berbagai aspek, maka dalam penyusunan tugas akhir ini hanya membatasi
permasalahan pada perancangan desain tebal perkerasan lentur, dan menghitung rencana
anggaran biaya (RAB) untuk ruas jalan Tanjung Serdang – Lontar (Kotabaru) STA.
84+250 s/d 89+250.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rencana tebal perkerasan
jalan dan rencana anggaran biaya (RAB). Diharapkan hasil ini bisa bermanfaat dan bisa
menjadi acuan dalam suatu perancangan perkerasan jalan.
1.5 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada ruas Jalan Tanjung Serdang – Lontar (Kotabaru).
Berikut ini adalah layout dari peta Kabupaten Kotabaru dapat dilihat pada gambar 1.1
berikut.
4
Gambar 1. 1 Peta Kabupaten Kotabaru
Untuk daerah ruas jalan rencana sendiri dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut ini.
Gambar 1. 2 Lokasi Penelitian
STA 0 + 000
STA 84 + 250
STA 89 + 250
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
2.1.1 Pengertian Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang di peruntukkan untuk lalu
lintas baik menggunakan kendaraan maupun jalan kaki yang menghubungkan dari satu
daerah ke daerah lain.
Sebagai prasarana transportasi, jalan harus memenuhi syarat sesuai dengan
fungsinya yaitu memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain
dengan cara aman, nyaman, lancar dan ekonomis.(Sumber: Undang-Undang Jalan No.
38 Tahun, 2004)
2.1.2 Sistem Jaringan Jalan
Dengan kemajuan jaman yang begitu pesat, maka tuntutan perekonomian,
pendidikan, dan hal-hal lainnya yang merupakan tuntutan hidup membuat tuntutan akan
pelayanan terhadap transportasi semakin besar. Dari jenis kendaraan, ukuran dan jumlah
semua juga ikut berubah pula sehingga masalah–masalah seperti kelancaran arus lalu
lintas, kenyamanan dan hal-hal lainnya yang membuat kinerja jalan menurun mencuat
kepermukaan, oleh karena itu perlunya diadakan batasan-batasan. Batasan-batasan
tersebut itulah yang membuat jalan diklasifikasikannya.
Sistem jaringan dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional, yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi. Jaringan jalan primer menghubungkan secara
menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota-
kota dibawahnya sampai kepersiil dalam satu satuan wilayah pengembangan.
6
Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang
kesatu antar satuan wilayah pengembangan.
Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota jaringan jalan
primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat
berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer
antara lain: Industri berskala regional, Bandar Udara, Pasar Induk, Pusat
perdagangan skala Regional/Grosir.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang kota yang menghubunkan kawasan-kawasan yang memiliki fungsi primer,
fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan
seterusnya sampai keperumahan.
2.1.3 Fungsi Jalan Umum
Berdasarkan fungsinya, jalan umum dapat dikelompokkan kedalam :
1. Jalan Arteri Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
kota jenjang kedua.
Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan, mengikuti kriteria sebagai berikut :
a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar kota.
b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60
km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.
e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional.
Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik
dan lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
f. Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan
menggunakan jalan ini.
7
g. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses
langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.
h. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan volume lalu
lintasnya.
i. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi
jalan yang lain.
j. Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.
k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini seharusnya tidak diijinkan.
2. Jalan Kolektor Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang kedua atau kota menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang ketiga. Untuk wilayah perkotaan kriterianya adalah :
a. Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
c. Dirancang untuk kecepatan rencana 40 km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
e. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien jarak antaranya lebih dari 400
meter.
f. Kendaraan angkutan berat dan bus dapat dijinkan melalui jalan ini.
g. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu
lintasnya.
h. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.
i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan
pada jam sibuk
j. Dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang cukup.
k. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari pada jalan arteri primer.
3. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persiil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persiil atau kota
jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota
8
dibawahnya, atau kota jenjnag ketiga dengan persiil atau kota dibawah jenjang
ketiga sampai persiil. Kriteria untuk jalan lokal primer adalah :
a. Merupakan terusan jalan lokal pimer luar kota.
b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
c. Dirancang umtuk kecepatan rencana 20 km/jam.
d. Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini.
e. Lebar jalan tidak kurang dari 6 meter.
f. Besarnya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer.
Kawasan primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi
primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai
pelayan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.
4. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan sekunder kesatu
atau menghubungkan kawasan kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Kriteria
untuk jalan perkotaan :
a. Dirancang berdasarkan kecepatan rancang paling rendah 20 km/jam.
b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
c. Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini
didaerah pemukiman.
d. Lokasi parkir pada jalan dibatasi.
e. Harus mempunyai perlengkapan jalan cukup.
f. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari sistem primer.
5. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder ketiga atau
dibawahnya dan kawasan sekunder dengan perumahan. Kriteria untuk daerah
perkotaan adalah :
a. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam.
b. Lebar jalan tidak kurang dari 5 meter.
c. Kendaraan angkutan barang dan bus tidak diijinkan melalui jalan ini didaerah
pemukiman.
d. Besarnya LHR umumnya paling rendah.
9
2.1.4 Kelas Jalan
Berdasarkan pasal 19 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas jalan berdasarkan:
1. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan
dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
bermotor.
Pengelompokkan jalan menurut kelas jalan terdiri atas beberapa kelas, antara
lain adalah:
a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak
melebihi 18000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat
10 ton.
b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan
sumbu terberat 8 ton.
c. Jalan Kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm, dan muatan
sumbu terberat 8 ton.
d. Jalan Khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm,
ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
Fungsi jalan menggambarkan kemungkinan tipe lalu lintas yang akan
menggunakan jalan. Jalan arteri, atau jalan nasional, atau jalan kelas 1 secara nyata
menggambarkan bahwa perkerasan jalan harus mampu menerima beban lalu lintas yang
lebih berat dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Hal ini sangat mempengaruhi
tebal perkerasan jalan tersebut.
10
2.1.5 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu
Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan,
jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi,
pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik
masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu
terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut
muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:
1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar
dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah
mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai
muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton,
jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton;
4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
11
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton.
Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat
KELAS JALAN
FUNGSI JALAN
Dimensi Maksimum dan MST Kendaraan Bermotor yang Diizinkan Menggunakan Jalan
Lebar (mm)
Panjang (mm)
MST (Ton)
Tinggi (mm)
UU No.14/1992, ps. 7, dan PP No.43/1993, ps. 11 ayat (1)
RUU LLAJ 2005 ps. 12 ayat (1) s.d. (4)
PP No.44/1993, ps. 115
ayat (1) huruf b
IArteri
2500 18000 > 10
4200 dan ≤ 1,7 x Lebar
kendaraan
II 2500 18000 ≤ 10
IIIAArteri atau Kolektor
2500 18000 ≤ 8
IIIB Kolektor 2500 12000 ≤ 8
IIICLokal &
Lingkungan2100 9000 ≤ 8
Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013
2.2 Struktur dan Perkerasan Jalan
Jalan memiliki persyaratan dari segi konstruksi yaitu harus kuat, awet dan kedap
air. Jika dilihat dari segi pelayanan jalan harus rata, tidak licin, geometrik memadai dan
ekonomis. Untuk itu membutuhkan suatu rancangan perkerasan yang mampu melayani
beban berupa lalu lintas. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang
menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat. Agregat
yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali. Sedangkan bahan ikat yang
digunakan berupa aspal dan semen.
Perancangan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai aspek lain
dari perancangan jalan. Perkerasan adalah bagian dari jalan raya yang sangat penting
bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari jalan raya sering dipengaruhi oleh
kehalusan atau kekasaran permukaan jalan. Keadaan perkerasan yang baik dapat
mengurangi biaya pengguna, penundaan waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian
bahan bakar.
12
Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas
tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu. Dengan demikian
perancangan tebal masing–masing lapis perkerasan harus diperhitungkan dengan
optimal.
Perkerasan jalan dibedakan menjadi empat bagian, yaitu:
1. Perkerasan lentur (Flexible Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal yang digunakan sebagai bahan
pengikat. Lapisan perkerasan bersifat menahan beban lalu lintas dan menyebarkan
ketanah dasar, tanpa menimbulkan kerusakan.
Secara umumnya konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan–lapisan yang
diletakkan pada tanah dasar. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk menerima
beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. Ada jenis struktur
perkerasan yang diterapkan pada struktur perkerasan jalan baru yaitu terdiri atas:
Struktur perkerasan pada permukaan tanah asli
Struktur perkerasan pada timbunan
Struktur perkerasan pada galian.
Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan lentur dapat dilihat pada gambar 2.1
berikut ini.
13
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
14
2. Perkerasan kaku (Rigid Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan
pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar
dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
oleh pelat beton. Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan kaku dapat dilihat pada
gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
15
Ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu sebagai berikut:
a. Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan (Jointed Plain
Concrete Pavement).
b. Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan (Jointed Reinforced
Concrete Pavement).
c. Perkerasan beton semen tanpa tulangan (Continuosly Reinforced Concrete
Pavement).
d. Perkerasan beton semen prategang (Prestressed Concrete Pavement).
e. Perkerasan beton semen bertulang fiber (Fiber Reinforced Concrete
Pavement).
Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur. Pada
perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Hal ini
terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat menyebarkan beban
pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan–lapisan
di bawahnya.
3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)
Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat
berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas
perkerasan lentur. Lapisan-lapisan perkerasan komposit dapat dilihat pada gambar
2.3 berikut ini.
Lapisan tanah dasar (subgrade)
Lapisan pondasi bawah (subbase)
Plat beton (concrete slab)
Lapisan permukaan (surface)
16
4. Perkerasan Paving Block (Concrete Block)
Yaitu perkerasan yang terbuat dari campuran pasir dan semen ditambah atau tanpa
campuran lainnya (abu batu atau lainnya). Paving block atau blok beton terkunci
menurut SII.0819-88 adalah suatu omposisi bahan bangunan yang terbuat dari
campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat
dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton
tersebut, sedangkan menrut SK SNI T-04-1990-F paving block adalah segmen-
segmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak
yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung Kumara,1992;
Akmaluddin dkk. 1998). Untuk lapisan-lapisan perkerasan paving block dapat dilihat
pada gambar 2.4 berikut ini.
2.3 Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani
beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan
sistem utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan
dengan konstruksi bertahap. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan
yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut
Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit
Gambar 2.4 Lapisan Paving Block
17
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan
dibawahnya.
Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah:
1. Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential
settlement) terbatas.
2. Mudah diperbaiki.
3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja.
4. Memiliki tahanan geser yang baik.
5. Warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan.
6. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan
terbatas atau kurangnya data untuk perancangan.
Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah:
1. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dari pada perkerasan kaku.
2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan.
3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan
kaku.
4. Tidak baik digunakan jika serig digenangi oleh air.
5. Membutuhkan lebih banyak agregat.
Struktur perkerasan lentur menurut Pedoman Perancanaan Tebal Perkerasan
Lentur (Rancangan 3) umumnya terdiri atas:
1. Lapisan permukaan (surface course)
Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas dan
berfungsi sebagai :
Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas
tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
18
Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
kelapisan bawahnya.
Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat
rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah.
2. Lapisan pondasi atas (base course)
Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan pondasi
permukaan dinamakan lapisan pondasi atas yang berfungsi sebagai:
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
Bantalan terhadap lapisan permukaan.
3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)
Lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar
dinamakan lapisan pondasi bawah, yang berfungsi sebagai:
Bagian dari konstrusi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah
dasar.
Efisiensi penggunaan material.
Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.
Lapisan pertama, agar perkerasan dapat berjalan lancar.
4. Lapisan tanah dasar (subgrade)
Lapisan tanah dasar setebal 50-100cm diatas akan diletakkan dilapisan pondasi
bawah dinamakan lapisan tanah dasar.
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya
baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan didapatkan atau tanah yang
distribusiakan dengan kapur atau bahan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Masalah-masalah yang sering ditemui terkait dengan lapisan tanah dasar adalah:
19
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dan rusaknya struktur perkerasan
jalan secara menyeluruh akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki sifat plastisitas
tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berkibat terjadinya retak dan atau
perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada proses pemadatan tanah
dasar sangat menentukan kecepatan kerusakan yang mungkin terjadi.
c. Perbedaan daya dukung tanah akibat perbedaan jenis tanah sukar ditentukan
secara pasti. Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar disepanjang
jalan dapat mengurangi dampak akibat tidak meratanya daya dukung tanah dasar.
d. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan tanah
lunak dibawah tanah yang terletak dibawah lapisan tanah dasar sangat membantu
mengatasi masalah ini.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
2.4 Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur
Berdasarkan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga tahun 2013.
Untuk menentukan nilai struktur yang diperlukan dapat dilihat dari langkah-
langkah berikut ini:
1. Umur Rencana
Untuk menentukan umur rencana jalan bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR)
20
Catatan :
1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan
umur rencanaberbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan
discounted whole of life cost, dimana ditunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat
memberikan discounted whole of life cost terendah.
2. Umur rencana tidak boleh diambil melampaui kapasitas jalan pada saat umur
rencana.
2. Menentukan nilai CESA4
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai:
ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF)............................................................
(2.1)
CESA = ESA x 365 x R ..................................................................... (2.2)
Dimana
ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle)
untuk 1 (satu) hari
LHRT : lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
Jenis Perkerasan Elemen PerkerasanUmur
Rencana (Tahun)
Perkerasan lentur lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20
pondasi jalan 40semua lapisan perkerasan untuk area yang tidakdiijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.
CESA : kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
3. Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)
Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah
pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat
lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. Nilai TM kelelahan lapisan aspal
(TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah
berkisar 1,8 - 2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban berlebih
pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.
4. Menentukan nilai CESA5
Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan
dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan
persamaan berikut:
CESA5 = (TM x CESA4).............................................................................. (2.3)
5. Menentukan tipe perkerasan
22
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur
rencana, dan pondasi jalan. Batasan di dalam gambar 2.5 tidak absolut desainer
juga harus mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan terendah, batasan
dan kepraktisan konstruksi. Tabel pemilihan jenis perkerasan sebagai berikut:
Gambar 2.5 Pemilihan Jenis Perkerasan
6. Menentukan subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade
Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen – segmen yang seragam
(homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama:
a. Apabila data yang cukup valid tersedia (minimal 163 data pengujian per
segmen yang dianggap seragam), formula berikut dapat digunakan :
CBR karakteristik = CBR rata2 – 1.3 x standar deviasi .........................(2.4)
23
Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi
25% - 30% (standar deviasi/nilai rata-rata).
b. Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat digunakan
sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah yang tidak umum dapat
menunjukkan daerah tersebut membutuhkan penanganan khusus, sehingga
dapat dikeluarkan, dan penanganan yang sesuai harus disiapkan.
7. Menentukan struktur pondasi jalan
Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang,
tiang pancang mikro atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan
landasan pendukung struktur perkerasan lentur.
8. Menentukan struktur perkerasan
Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan
pertimbangan biaya terkecil yang ada pada gambar 2.6 sebagai berikut:
24
Gambar 2.6 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB
Catatan:
Ukuran Gradasi LPA nominal maksimum harus 20 mm untuk tebal lapisan 100 – 150 mm atau 25 mm untuk tebal lapisan 125 – 150 mm.
Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan yang sesuai dan keahlian yang diijinkan melaksanakan pekerjaan CTB. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80 mm. HRS tidak cocok untuk gradien curam atau daerah perkotaan dengan lalu lintas melebihi 1 juta
ESA4.
Dan pada gambar 2.7 merupakan desain perkerasan lentur alternatif yang
digunakan jika HRS dan CTB sulit untuk dilaksanakan, namun desain perkerasan lentur
tetap lebih mengutamakan desain menggunakan gambar 2.6.
25
Gambar 2.7 Desain perkerasan lentur alternatif
9. Periksa dengan menggunakan Pt-T-01-2002-B
Setelah semua perhitungan dilakukan maka hasil perhitungan secara struktur
diperiksa dengan menggunakan Pt-T-01-2002-B.
10. Menentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan
Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus disediakan
untuk memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
Seluruh lapis pondasi bawah (sub base) harus dapat mengalirkan air.
Desain pelebaran perkerasan harus menjamin tersedianya drainase yang
memadai dari lapisan berbutir terbawah pada perkerasan eksisting.
Lapis terbawah perkerasan harus dapat mengalirkan air atau tebal lapis
perkerasan berbutir efektif harus dikalikan dengan faktor m. Jalur air dengan
batas timbunan paling tidak 500 m dari lapisan berbutir ke tepi timbunan (titik
free drainage) harus dianggap dapat mengalirkan air. Drainase melintang pada
titik rendah atau pada pusat 10 m harus dianggap memberikan free drainage
pada subbase.
26
Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan tanah
sekitarnya, baik di daerah timbunan ataupun di permukaan tanah asli, maka
harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan keadaan
ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah
permukaan tidak tersedia atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600 mm
dibawah tanah dasar maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor “m”
untuk tebal lapis berbutir sesuai AASHTO 93 pasal 2.4.1.
Drainase bawah permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur
lain yang menutup aliran air dari setiap lapisan sub base. Lubang kecil
(weep holes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi namun tidak
dapat dijadikan satu – satunya metode yang dilakukan. Secara umum drainase
bawah permukaan harus diupayakan untuk disediakan.
Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang seragam
tidak kurang dari 0,5% sehingga air akan mengalir dengan bebas sepanjang
drainase sampai ke titik keluar (outlet point). Selain itu harus juga tersedia titik
akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan (discharge point)
pada jarak tidak lebih dari 60 m.
Elevasi titik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebih
tinggi dari muka banjir rencana sesuai standar desain drainase.
Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan yang umumnya terjadi
pada daerah perkotaan, harus digunakan koefisien “m” pada desain ketebalan lapis
pondasi berbutir sesuai dengan aturan AASHTO 93 pasal 2.4.1 dan gambar 2.8.
Faktor ‘m’ tersebut digunakan untuk check dengan metode AASHTO 1993. Tebal
lapis pondasi berbutir dari gambar 2.6 harus disesuaikan dengan membagi tebal
desain lapis berbutir dengan faktor ‘m’. Nilai yang didapat menjadi tebal desain
lapis pondasi berbutir.
27
28
Gambar 2.8 Koefisien drainase ‘m’ untuk lapis berbutir
11. Menentukan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan
Struktur perkerasan memerlukan daya dukung tepi yang cukup, terutama bila
terletak pada tanah lunak atau tanah gambut. Ketentuan daya dukung tepi harus
dinyatakan secara terinci di dalam gambar gambar kontrak (drawings).
Ketentuan minimum adalah:
Setiap lapis perkerasan harus dipasang sampai lembar yang sama atau lebih dari
nilai minimum yang dinyatakan dalam gambar 2.9 dan 2.10
Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR < 2%) atau tanah gambut harus
dipasang pada kemiringan tidak lebih curam dari 1V : 3H
29
Gambar 2.9 Dukungan terhadap tepi perkerasan
Gambar 2.10 Detail dukungan terhadap tepi perkerasan
Lapisan penopang dan peningkatan tanah dasar harus diperpanjang sama ke
bawah median sebagaimana dalam gambar 2.9. Area median harus terdrainase baik atau
diisi dengan lean mix concerete atau dengan bahan pengisi kedap untuk menghindari
pengumpulan air dan merusak tepi perkerasan.
2.5 Prosedur Perancangan Pt-T-01-2002-B
Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 perhitungan
perkerasan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan Pt-
T-2002-B.
30
Pedoman perkerasan jalan Pt-T-2002-B yaitu perancangan tebal perkerasan lentur
yang meliputi ketentuan umum perancangan uraian deskripsi, ketentuan teknis
perancangan, metode perancangan, dan contoh-contoh perancangan. Perancangan tebal
perkerasan yang diuraikan dalam pedoman ini hanya berlaku untuk konstruksi
perkerasan yang menggunakan material bergradasi lepas (granular material dan batu
Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients). Strktural number adalah angka yang menunjukan nilai struktur perkerasan jalan.
c. Menentukan Angka Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan
Jenis setiap kendaraan memiliki minimal dua sumbu, yaitu sumbu depan disebut
juga sumbu kendali, dan sumbu belakang atau sumbu penahan beban. Masing-
masing sumbu dilengkapi satu, dua atau tiga roda, yang apabila sumbu
dilengkapi dengan satu roda disebut dengan sumbu singlet atau tunggal, apabila
dilengkapi dengan dua roda disebut sumbu tandem atau ganda dan apabila
dilengkapi dengan 3 roda disebut sumbu triple. Untuk pelaksanaan tebal
perkerasan jalan beban yang diperhitungkan adalah beban yang mungkin terjadi
selama umur rencana atau masa pelayanan jalan.
d. Menentukan Faktor Distribusi Arah (DA)
Faktor distribusi arah dapat ditentukan apabila volume lalulintas yang tersedia
dalam 2 arah.
67
e. Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)
Faktor distribusi lajur yaitu faktor distribusi ke lajur rencana.
f. Menghitung Repetisi Beban Selama Umur Rencana (W18)
Untuk mendapatkan nilai W18 sebelumnya dicari terlebih dahulu nilai tingkat
pertumbuhan lalulintas (i), nilai Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan faktor umur
rencana (N). Kemudian menentukan nilai reliabilitas. Konsep reliabilitas
merupakan upaya untuk menyertakan derajat ketidakpastian kedalam proses
perancangan untuk menjamin berbagai macam alternatif perancangan akan
bertahan selama selang waktu yang direncanakan.
g. Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar
Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai empiris hasil
penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer) yang dikenal dengan
DCP. Dari hasil test DCP akan didapat nilai CBR segmen jalan dan akan
dikorelasikan menjadi nilai MR untuk tanah dasar.
h. Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing-Masing Lapisan
Dari nilai CBR dikorelasikan Menjadi MRyang berperan sebagai parameter
penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar atau subgrade menggantikan nilai
CBR yang selama ini digunakan dengan perhitungan dibawah ini :
MR =1500 (CBR), MRdalam psi
i. Mencari Nilai SN Dengan Nomogram dan Rumus Log Penentu Nilai SN
Angka Struktural Number (SN) yang diperoleh dengan nomogram harus sama
dengan SN yang asumsikan. Jika SN yang diperoleh tidak sama, maka langkah
diulang kembali mulai dari asumsi SN sampai ditemukan SN hasil hitungan.
j. Menentukan Koefisien Drainase
Pengaruh kualitas drainase dalam proses perancangan tebal lapisan perkerasan
dinyatakan dengan koefisien drainase (m).
k. Menentukan Tebal Minimum Masing – Masing Perkerasan
68
Komposisi lapisan yang direncanakan dalam perancangan perkerasan lentur
dengan menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur
(Rancangan 3) ini adalah sebagai berikut:
1) Lapis permukaan/ surface (AC-WC beton aspal dan AC-Base)
2) Lapis pondasi/ base Agregat kelas A (lapis pondasi beraspal)
3) Lapis pondasi bawah/ subbaseAgregat kelas B (lapis pondasi granular)
Setelah melakukan analisis data menggunakan tiga metode tersebut di atas akan
didapatkan tebal perkerasan lentur pada Jalan Tanjung Serdang – Lontar (Kotabaru) Sta.
84+250 s/d 89+250, dari ketiga metode analisis tersebut akan diambil hasil analisis yang
paling efisien dan digunakan dalam perhitungan estimasi biaya.
3.4 Menghitung Anggaran Biaya
Berikut langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan analisa perhitungan
anggaran biaya setelah didapatkan nilai tebal perkerasan lentur pada pada Jalan Tanjung
Bagan Alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukkan alir (flow) di
dalam suatu program atau prosedur sistem secara logika. Dalam hal ini, dapat dilihat
pada Gambar 3.1 untuk bagan alir perancangan utama dengan ditunjukkan urutan-
urutan sebagai berikut yaitu perancangan, dimulai dari persiapan dan studi literatur,
pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder (data tanah/CBR
lapangan dan Lalu-lintas harian/LHR) dan data sekunder (data topografi kondisi
disekitar lapangan, data tingkat pertumbuhan lalu lintas, data curah hujan, dan harga
satuan), setelah itu diteruskan dengan mengolah data dan verifikasi data yang didapat
maka akan didapat perancangan tebal perkerasan tersebut hingga dapat diketahui hasil
dari perancangan. Setelah didapat tebal perkerasan maka dapat dihitung rencana
anggaran biaya (RAB) sehingga didapat kesimpulan akhirnya.
70
Gambar 3.1 Bagan Alir Perancangan Utama
Perkerasan
Perancangan tebal perkerasan lentur dengan Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun
2013
Pengumpulan data
Persiapan dan Studi Literatur
Mulai
Data Sekunder:
a. Data topografib. Data tingkat
pertumbuhan lalu lintas (i)
c. Data harga upah dan bahan
Data Primer:
a. Data CBR lapaganb. Data LHR (lalu
lintas harian rata-rata)
RAB
Selesaii
Kesimpulan
Perancangan tebal perkerasan lentur dibantu program SDPJL (Software Desain Perkerasan
Jalan Lentur)
Perancangan perkerasan lentur jalan, metode yang digunakan adalah Metode
Pt T-01-2002-B
71
Gambar 3.2 Bagan alir perhitungan tebal perkerasan lentur metode manual desain 02/M/BM/2013
Tentukan Nilai TM untuk menentukan
CESA5 = TM x CESA4
Selesai
Desain Bahu Jalan
Standar Drainase Bwh Permukaan Faktor ‘m’ diadopsi dr AASHTO
Check Kecukupan Struktur Relatif terhdp
Pd T-01-2002-B
Hasil mana yg dipilih? Diperlukan Engineering
Penentuan Tebal Lapis Perkerasan
Struktur Pondasi Jalan
Jenis Perkerasan
Homogeneous Section & Daya Dukung Tanah
Dasar
Penentuan CESA4
ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF)
CESA=ESA*365*R
Pengumpulan Analisis data Tanah Dasar
(CBR)
Tentukan Umur Rencana &
Pengumpulan Data Lalu lintas
Mulai
72
Gambar 3.3 Bagan Alir Perancangan PT-T-01-2002-B
73
Gambar 3.4 Bagan Alir SDPJL
Mulai
Selesai
Pengumpulan Data
Data Proyek Data Hasil Survey Lalin, CBR, dan Lapangan
Analisa Lalin, CBR, Dan Data Lapangan
Sorting dan Pengelompokan Data Lapangan
Data Desain (Umur, CBR desain, Lebar dan Panjang Jalan, serta Tinggi Penimbunan)
Tebal Perkerasan
74
Gambar 3.5 Bagan Alir Estimasi Anggaran Biaya
Mulai
Pengumpulan Data
Pengumpulan Daftar Harga Bahan, Tenaga, Upah Bahan dan Alat
Menghitung Volume Pekerjaan
Analisa Harga Satuan Pekerjaan SNI
Hasil Estimasi Biaya (RAB)
Selesai
75
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan analisis data dan perhitungan perancangan tebal
perkerasan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan lentur nomor
02/M/BM/2013, pedoman Pt-T-01-2002-B, dan program SDPJL pada Ruas Jalan
Tanjung Serdang – Lontar (Kotabaru) Sta. 84+250 s/d Sta. 89+25.
Selain membahas tentang perhitungan tebal perkerasan lentur di sini juga
dilakukan perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) yang didapat dari hasil
pengumpulan data maka didapatkan sejumlah data penunjang berupa data primer dan
data sekunder yang kemudian data-data tersebut dianalisis untuk mendapatkan desain
tebal perkerasan dan rencana anggaran biaya pada Ruas Jalan Tanjung Serdang – Lontar
(Kotabaru) Sta. 84+250 s/d Sta. 89+.
4.1 Perancangan Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan 02/M/BM/2013
4.1.1 Menetapkan Umur Rencana
Sesuai pedoman perkerasan jalan 02/M/BM/2013 untuk menetapkan umur
rencana perkerasan jalan baru diambil dari hubungan antara jenis perkerasan dan
elemen perkerasan yang kemudian menentuan umur rencana. Dari ketentuan tersebut
maka diambil umur rencana untuk perkerasan lentur sebesar 20 tahun dan pondasi jalan
selama 40 tahun seperti pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR)
Jenis Perkerasan
Elemen Perkerasan Umur Rencana (Tahun)
Perkerasan lentur
lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20pondasi jalan 40semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.
Jumlah volume = tebal lapisan AC-Base x lebar jalan x panjang jalan
= 0,09 x 5 x 5000
= 2250 ton
Divisi 8 : Pengembalian Kondisi Dan Pekerjaan Minor
8.4(1) Marka Jalan Termoplastik
Jumlah volume = tebal marka jalan termoplastik x panjang jalan
= 0,03 x 5000
= 150 m2
Setelah didapat jumlah volume pekerjaan jalan dan data lain seperti halnya harga
satuan ataupun data-data yang diperlukan dalam perhitungan analisis harga satuan, maka
dapat dihitung perkiraan harga pekerjaan dengan rekapitulasi seperti pernyatan
selanjutnya.
4.4.2 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan Masing – Masing Pekerjaan
Berikut ini adalah hasil total biaya pekerjaan yang diperlukan dengan rumus (volume
x harga satuan) dapat dilihat pada tabel 4.21 dibawah ini.
Tabel 4.11 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan
No. Mata
Pembayaran
UraianSatuan
Perkiraan
Kuantitas
Harga Satuan (Rupiah)
Jumlah Harga-Harga (Rupiah)
a b c d E f = (d x e)
DIVISI 1. UMUM
1.2 Mobilisasi LS 1 542,890,000.00 542,890,000.00
1.8.(1)Manajemen dan Keselamatan Lalu Lintas
LS 1 137,280,000.00 137,280,000.00
1.21 Manajemen Mutu LS 1 94,800,000.00 94,800,000.00Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 1 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
774,970,000.00
DIVISI 3. PEKERJAAN TANAH
3.1.(1a) Galian Biasa M3 240 242,244.12 58,138,589
3.3.(1) Penyiapan Badan Jalan M2 40000 940.28 37,611,376.52Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 3 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga
Pekerjaan)241,096,437.32
DIVISI 4. PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN
4.2.(2a) Lapis Pondasi Agregat Kelas B M3 625 670,992.92 419,370,575.00
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 4 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga 419,370,575.00
119
Pekerjaan)DIVISI 5. PERKERASAN BERBUTIR
5.1.(1) Lapis Pondasi Agregat Kelas A M3 3500 593,988.20 2,078,958,684.10
5.1.(2) Lapis Pondasi Agregat Kelas B M3 4250 654,941.25 2,783,500,293.21Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 5 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
6.3.(4b)Laston Lapis Antara (AC-BC) (gradasi halus/kasar)
Ton 1500 579,759 869,638,009
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 6 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
2,529,433,443
DIVISI 8. PENGEMBALIAN KONDISI DAN PEKERJAAN MINOR
8.3.(3) Marka Jalan Termoplastik M2 150 196,810.52 29,521,577.64Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 8 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
29,521,577.64
4.4.3 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya
Untuk perhitungan rencana anggaran biaya masing-masing pekerjaan dapat dilihat
pada lampiran. Untuk rekapitulasi dapat dilihat pada tabel 4.22 dibawah ini.
Tabel 4.22 Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan
No. Divisi
UraianJumlah Harga
Pekerjaan (Rupiah)
1 Umum 774,970,0002 Drainase 03 Pekerjaan Tanah 95,749,9654 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan 419,370,5755 Pekerasan Non Aspal 4,862,458,9776 Perkerasan Aspal 2,529,433,4437 Struktur 08 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor 29,521,5789 Pekerjaan Harian 0
10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin 0
(A) Jumlah Harga Pekerjaan (termasuk Biaya Umum dan Keuntungan) 8,711,504,538
(B) Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) = 10% x (A) 871,150,454
(C) JUMLAH TOTAL HARGA PEKERJAAN = (A) + (B) 9,582,654,992
Sumber: Hasil Perhitungan
120
Dari tabel 4.22 diketahui bahwa untuk perancangan ruas jalan Tanjung Serdang –