Langkah yang akan diambil adalah menghasilkan bioetanol dari
selulosa. Selulosa sangat sulit untuk dicerna, dan oleh karena itu,
polisakarida ini tidak dapat langsung digunakan sebagai sumber
makanan. Selulosa dapat ditemukan di alam dalam jumlah yang banyak,
misalnya pada batang tanaman jagung. Jika kami dapat memproduksi
bioetanol dari batang jagung dan menjaga bulir jagung untuk tetap
digunakan sebagai makanan, maka hal ini tentunya merupakan kemajuan
yang luar biasa, kata Per Morgen, profesor di Institut Fisika,
Kimia dan Farmasi, University of Southern Denmark, seperti dilansir
dariUniversity of Southern Denmark (24/2/2014) Posted onFeb 26 2014
- 9:46pmbyPuri
Maulanahttp://perpustakaan.or.id/rhso3h-asam-baru-penghidrolisis-selulosa-untuk-produksi-bioetanol-generasi-kedua/220/perpustakaan.or.id
Produksibiofuelgenerasi kedua dari jaringan tanaman mati merupakan
langkah yang ramah lingkungan. Namun, langkah ini memerlukan biaya
yang mahal. Proses produksi ini membutuhkan enzim yang harganya
mahal. Pada saat ini, enzim tersebut telah hanya dapat diproduksi
oleh perusahaan besar.Saat ini, para peneliti berusaha untuk
memecahkan masalah tersebut. Studi terbaru menjelaskan bahwa telah
ditemukan teknik baru untuk menghindari penggunaan enzim yang
harganya mahal. Produksi biofuel generasi kedua dapat dilakukan
dengan biaya yang lebih murah sehingga mampu menarik minat para
produsen. Kompetisi yang dilakukan oleh para produsen diharapkan
akan membuat harga biofuel menjadi lebih murah.
Sekam padi. (Credit:Wikimedia Commons)Kebutuhan masyarakat
terhadap bahan bakar akan selalu ada, meskipun cadangan bahan bakar
fosil pada akhirnya akan habis sama sekali. Saat ini, para peneliti
telah fokus untuk mengembangkan produksi bioetanol generasi kedua.
Bioetanol generasi kedua adalah bioetanol yang terbuat dari
sisa-sisa tanaman setelah bagian lainnya telah digunakan sebagai
makanan atau produk pertanian. Bioetanol ini dipandang sebagai
kandidat kuat untuk mengganti bahan bakar fosil. Negara lain
seperti Amerika Serikat dan Brazil telah menunjukkan kemajuan yang
luar biasa dalam memproduksi bioetanol dari bagian tanaman seperti
jagung atau tebu. Namun, seperti kita ketahui, bulir jagung dan
tebu juga dapat digunakan langsung sebagai makanan, sehingga ada
resistensi publik yang tinggi untuk menerima produksi bioetanol
dengan cara seperti itu. Oleh karena itu, tantangan besar yang
harus dihadapi para peneliti adalah mampu menghasilkan bioetanol
dari bagian tanaman yang tidak dapat digunakan untuk bahan
makanan.Langkah yang akan diambil adalah menghasilkan bioetanol
dari selulosa. Selulosa sangat sulit untuk dicerna, dan oleh karena
itu, polisakarida ini tidak dapat langsung digunakan sebagai sumber
makanan. Selulosa dapat ditemukan di alam dalam jumlah yang banyak,
misalnya pada batang tanaman jagung. Jika kami dapat memproduksi
bioetanol dari batang jagung dan menjaga bulir jagung untuk tetap
digunakan sebagai makanan, maka hal ini tentunya merupakan kemajuan
yang luar biasa, kata Per Morgen, profesor di Institut Fisika,
Kimia dan Farmasi, University of Southern Denmark, seperti dilansir
dariUniversity of Southern Denmark (24/2/2014).Selulosa membentuk
rantai panjang di dalam dinding sel tanaman sehingga sulit untuk
dipecah-pecah. Namun, proses pemecahan selulosa bukanlah hal yang
tidak mungkin dapat dilakukan. Di pasaran, berbagai enzim yang
telah dipatenkan dapat memecah selulosa menjadi gula, lalu gula ini
akan digunakan untuk menghasilkan bioetanol.Masalahnya enzim yang
dipatenkan tersebut hargnya mahal. Kami telah berusaha untuk
mengatasi hal ini dengan cara mengembangkan teknik baru yang
sepenuhnya bebas enzim. Teknik ini tidak dipatenkan dan tidak
membutuhkan biaya mahal. Selain itu, teknik ini dapat digunakan
oleh semua orang, jelas Per Morgen.Bersama dengan rekan penelitinya
dari University of Baghdad dan Al-Muthanna Universitas di Irak, dia
menjelaskan bahwa teknik baru tersebut tidak lagi menggunakan enzim
untuk memecah selulosa, tetapi menggantinya dengan asam. Asam ini
disebut RHSO3H, dan dibuat dari bahan dasar berupa sekam padi.
Rekan-rekan saya dari Irak telah membuat asam ini dari sekam padi
dengan perlakuan tertentu. Seperti kita ketahui bahwa produksi padi
menghasilkan sejumlah besar sekam padi dan abu dari pembakaran
sekam, sehingga murah dan mudah bagi kita untuk mendapatkan bahan
ini, katanya.Asam RHSO3HAbu dari pembakaran sekam padi memiliki
kandungan silikat yang tinggi, dan silikat merupakan senyawa
penting untuk memproduksi asam baru. Para peneliti menggabungkan
partikel silikat dengan asam klorosulfonat dan hal ini mampu
membuat molekul asam menempel pada senyawa silikat.Hasilnya adalah
molekul yang sama sekali baru, yaitu asam RHSO3H. Asam inilah yang
dapat menggantikan enzim untuk memecah selulosa menjadi gula, jelas
Per Morgen.Dia sangat bangga bahwa semua langkah yang terdapat di
dalam metode barunya tersebut dapat diakses untuk semua pihak. Asam
katalis yang terbuat dari sisa tanaman ini dapat digunakan
berkali-kali. Metode pembuatannya tidak dapat dipatenkan sehingga
dapat dilakukan produksi bioetanol dari selulosa dengan biaya lebih
murah.Selulosa adalah material biologis yang paling umum di dunia,
sehingga banyak tersedia di alam, Tambah Per Morgen.Sejak tahun
2010, negara Denmark telah mewajibkan untuk menambahkan etanol
sebanyak lima persen pada bensin yang dijual di negara tersebut.
Bahkan, di beberapa negara Amerika Selatan telah dilakukan
penambahan hingga 85 persen bioetanol untuk bensin. Lembaga
penelitian di Denmark dan DONG Energy memiliki fokus yang besar
tentang bagaimana cara untuk menghasilkan bioetanol dari sisa
tanaman yang dianggap sudah tidak berguna lagi, seperti
jerami.Penggunaan bioetanol sebagai pengganti bensin dapat
mengurangi emisi CO2dari mobil dan juga konsumsi bahan bakar
fosil.Membuat asam baru, RHSO3H3 gram abu dari sekam padi yang
dibakar dicampur dengan 100 ml soda kaustik (NaOH) pada wadah
plastik. Larutan tersebut diaduk selama 30 menit pada suhu kamar
sehingga kadar abu silikat dapat dikonversi menjadi natrium
silikat. Larutan juga ditambahkan asam nitrat untuk mengendalikan
konsentrasinya, lalu ditambahkan lagi asam klorosulfonat. Ketika pH
mendekati 10, gel putih mulai terbentuk. Penambahan asam nitrat
dilanjutkan sampai pH mencapai 3, dimana setelah gel didiamkan
selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya, gel disentrifugasi
sebanyak enam kali dengan air suling lalu produk yang dihasilkan
dimurnikan menggunakan aseton. Produk ini kemudian dikeringkan pada
suhu 110oC selama 24 jam dan akhirnya berkumpul menjadi bubuk halus
seberat 6,4 gram. Bubuk ini adalah RHSO3H.Referensi Jurnal :K. M.
Hello, H.R. Hasan, M.H. Sauodi, P. Morgen. 2014. Cellulose
hydrolysis over silica modified with chlorosulphonic acid in one
pot synthesis, Applied Catalysis A, General. DOI
:10.1016/j.apcata.2014.01.035.
PEMBUATAN TEPUNG MANGROVE PEDADA (Sonneratia caseolaris) SEBAGAI
USAHA UNTUK MEMANFAATKAN HASIL YANGTERBUANGDipublikasi padaFebruari
25, 2012olehheni14UBIndonesia merupakan negara yang kaya akan
sumberdaya alam, banyak hutan mangrove dan juga jenis tumbuhan lain
yang tumbuh di wilayah tropis ini, tetapi belum banyak yang
mengetahui cara pemanfaataannya. Contohnya saja adalah mangrove
jenis Sonneratia caseolaris atau biasa yang disebut buah pedada.
Mangrove mempunyai banyak fungsi baik itu fungsi ekonomis maupun
ekologis yang mendukung kehidupan masyarakat di wilayah pesisir
pantai dan juga melindungi fauna serta menjaga keseimbangan
lingkungan sekitar pantai . Selama ini Mangrove hanya dimanfaatkan
kayunya saja,,,belum banyak masyarakat yang tau bahwa mangrove juga
dapat dimanfaatkan menjadi obat dan bahan makanan yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi misalnya tepung.Tepung merupakan struktur
pokok atau bahan pengikat di dalam semua formula kue keringan. Dia
menunjang kerangka sekeliling dimana bahan lain dikelompokkan dalam
berbagai proporsi. Untuk para pembuat kue keringan telah tersedia
sejumlah besar ukuran dan jenis tepung yang masing-masing memiliki
pengaruh pengikatan dan pengerasan yang berbeda-beda terhadap
adonan kue kering (Sediaoetama, 2008).Apple Mangrove (Sonneratia
sp.) merupakan pohon bakau dengan akar nafas yang muncul vertikal
dari dalam tanah. Tumbuhan ini mampu menangkap dan menahan endapan,
menstabilkan tanah habitatnya, serta bertindak sebagai pionir yang
memagari daratan dari kondisi laut dan angin dalam pembentukan
formasi hutan bakau di kawasan pantai. Buah Apple Mangrove dapat
dimakan secara langsung. Rasa asam dan aroma yang khas, serta
tekstur buah yang lembut (Silitonga, 2010). Adapun Klasifikasi
Mangrove jenis Sonneratia caseolaris adalah sebagai berikut
:Kingdom : PlantaeSubkingdom : TracheobiontaSuper Divisi :
SpermatophytaDivisi : MagnoliophytaKelas : MagnoliopsidaSub Kelas :
RosidaeOrdo : MyrtalesFamili : LythraceaeGenus : SonneratiaSpecies
: Sonneratia caseolarisSumber : Plantamor, 2011mangrove Sonneratia
caseolaris ini mempunyai ciri morfologi daun berbentuk elips dan
ujungnya memanjang dengan tulang daun berbentuk menjari. Bunga
memiliki kelopak bunga mengkilat dan hijau serta datar dengan
benang sari berwarna merah dan renggang. Buah berbentuk bulat
dengan diameter 6-8 cm, memiliki perawakan sebagai pohon besar yang
memiliki banyak sekali akar berbentuk serupa pensil yang mencuat ke
atas. Bentuk akar ini merupakan bentuk adaptasi sonneratia untuk
bernafas mengambil udara, karena kondisi tanah mangrove yang
anoksik. Secara langsung bisa dikatakan kondisi anoksik adalah
kondisi beracun, tapi arti sebenarnya dari anoksik adalah kurang
oksigen atau tidak ada oksigen. selain itu Sonneratia mempunyai
daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi salinitas baik yang
mempunyai kadar garam tinggi maupun kadar garam rendah.Masyarakat
yang hidup diwilayah pesisir pantai biasanya hanya memanfaatkan
kayu dari mangrove Sonneratia caseolaris, karena mereka belum
mengetahui bahwa banyak kandungan dari mangrove jenis ini yang
dapat dimanfaatkan. adapun kandungan gizi buah mangrove ini
yaitu
dapat dilihat pada tabel diatas banyak sekali komponen dari
mangrove jenis sonneratia caseolaris yang dapat dimanfaatkan.
karena mangrove ini menghasilkan buah maka buahnya dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan bahan makanan contohnya adalah sirup
mangrove dan juga dodol mangrove dan juga tepung mangrove. pada
pembuatan tepung mangrove ini ada beberapa yang harus dilakukan
yaitu:
selesai semua tahapan diatas dilakukan kemudian dilakukan
analisa proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar
karbohidrat, kadar lemak dan kadar protein untuk mengetahui apakah
tepung mangrove ini layak dikonsumsi dan mempunyai nilai gizi yang
tinggi sehingga dapat dimanfaatkan pada pembuatan kue kering.
adapun hasil analisa proksimat tepung buah mangrove antara lain
sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat perubahan komponen pada
buah mangroveSonneratia caesolarisdari sebelum pengolahan dan
setelah pengolahan menjadi tepung. kadar air buah segar sebesar
72,71% sedangkan kadar air pada tepung adalah sebesar 9,35%. Hasil
tersebut menunjukkan penurunan kadar air yang sangat signifikan
yaitu dari 72,71% menjadi 9,35%. Penurunan tersebut disebabkan oleh
proses pengeringan yang dilakukan selama 2 hari sehingga mampu
menurunkan kadar air yang terdapat pada tepung pedada sampai batas
yang rendah. kadar protein yang terkandung pada buah maangrove
segar sebesar 2,083% dan kadar protein yang terkandung pada tepung
pedada yaitu sebesar 5,43%. Hasil tersebut menunjukkan peningkatan
kadar protein yang cukup tinggi yaitu dari 2,083% menjadi 5,43%.
Peningkatan kadar protein disebabkan karena proses perebusan yang
dilakukan pada suhu 60 derajat celcius selama 15-20 menit yang
menyebabkan kelarutan protein menurun sehingga protein banyak
tertinggal pada ampas buah. Menurut SNI (2009), kadar protein yang
terkandung pada tepung terigu tidak boleh melebihi 7%. sehingga
dapat dikatakan bahwa kandungan protein pada tepung mangrove pedada
tidak melebihi 7%. kadar lemak yang terkandung pada buah pedada
segar yaitu sebesar 0,35% setelah pengolahan menjadi tepung kadar
lemak meningkat menjadi 0,74%. Hasil tersebut menunjukkan
peningkatan jumlah lemak walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Peningkatan kadar lemak disebabkan karena proses pengolahan
terhadap buah pedada, dimana proses pengeringan selama 2 hari yang
menyebabkan kadar air menurun dan kadar lemak bahan meningkat.
kadar abu buah segar yaitu sebesar 1,238% setelah melalui tahap
pengolahan kadar abu meningkat menjadi sebesar 2,623%. peningkatan
kadar abu ini disebabkan oleh adanya proses pengeringan selama 2
hari yang menyebabkan air menguap dan tepung mengalami proses
pencoklatan karena rusaknya vitamin C. Untuk kadar karbohidrat buah
segar yaitu sebesar 23,62% setelah melalui proses pengolaha kadar
karbohidrat meningkat sebesar 81,86%. peningkatan tersebut
disebabkan karena analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan
metode By Different dimana 100% dikurangi jumlah protein+lemak+abu+
air.
http://susantiheni.wordpress.com/2012/02/25/pembuatan-tepung-mangrove-pedada-sonneratia-caseolaris-sebagai-usaha-untuk-memanfaatkan-hasil-yang-terbuang/
Bruguiera gymnorrhiza (buah lindur) merupakan salah satu jenis
mangrove yang sangat potensial sebagai sumber pangan baru karena
kandungan karbohidratnya yang tinggi. Salah satu pemanfaatan buah
lindur sebagai bahan dasar bukan terigu dalam pembuatan biskuit.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memanfaatkan potensi buah
lindur (Bruguiera gymnorrhiza) menjadi biskuit sebagai pemanfaatan
sumberdaya lokal. Tujuan khusus penelitian ini adalah menentukan
sifat-sifat buah lindur, jaringan buah lindur, pembuatan tepung
buah lindur, sifat fisik dan kimia tepung buah lindur, formulasi
pembuatan biskuit dari tepung buah lindur, sifat fisik dan kimia
produk biskuit berbahan dasar tepung buah lindur, dan daya terima
biskuit tepung buah lindur oleh panelis. Penelitian ini terdiri
dari beberapa tahap yaitu karakterisasi bahan baku, pembuatan
tepung, analisis fisika dan kimia tepung lindur, pembuatan biskuit,
dan analisis mutu biskuit. Karakterisasi bahan baku yang dilakukan
meliputi analisis jaringan, analisis proksimat (kadar air, abu,
lemak, protein, dan karbohidrat) dan kadar HCN. Analsis fisika
kimia tepung lindur terdiri dari analisis warna, analisis
proksimat, kadar mineral, dan kadar HCN, sedangkan analisis mutu
biskuit meliputi uji hedonik, analisis proksimat, kadar serat
kasar, kadar asam lemak bebas, tingkat kekerasan, uji TPC dan
koliform. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah lindur segar
memiliki kadar air 62,92%, abu 1,29%, lemak 0,79%, protein 2,11%,
karbohidrat 32,91%, dan HCN 19,26 ppm. Tepung buah lindur yang
dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar air 5,83%, abu 3,96%,
lemak 0,4%, protein 3,55%, karbohidrat 86,26%, dan HCN sebesar 5,59
ppm untuk tepung lindur dengan perebusan sekali dan 4,95 ppm untuk
tepung lindur dengan perebusan dua kali. Kandungan mineral tepung
lindur terdiri dari kalsium 2948,12 ppm, fosfor 314,21 ppm, seng
12,45 ppm, kalium 3853,69 ppm, magnesium 1911,06 ppm, besi 53,89
ppm, natrium 12359,57 ppm, dan tembaga 2,95 ppm. Substitusi tepung
lindur dalam pembuatan biskuit tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap parameter penampakan, warna, dan aroma, namun untuk
parameter rasa dan tekstur substitusi tepung lindur memberikan
pengaruh yang nyata. Biskuit lindur yang paling disukai oleh
panelis yaitu biskuit dengan substitusi tepung lindur 40%.
Karakteristik fisik biskuit lindur yang diamati yaitu tingkat
kekerasan sebesar 1522,8 gf. Karakteristik kimia biskuit lindur
yang diamati, antara lain kadar air 1,70%, abu 3,19%, protein
5,33%, lemak 21,19%, karbohidrat 68,59%, serat kasar 7,17%, nilai
kalori 486,39 kal/100 g, dan FFA 0,69%. Karakteristik mikrobiologi
biskuit yang diamati yaitu 1,6x103 cfu/g untuk uji TPC dan < 3
APM/g untuk uji koliform
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61348 PENULIS NURJANAH
PENERBIT Perkasa, Hardi Bestura TAHUN 2013Mangrove Tancang
(Bruguiera gymnorrhiza)12APRBakau berdaun lebar (Bruguiera
gymnorrhiza) adalah salah satu spesies mangrove yang paling penting
dan tersebar luas di Pasifik. Mangrove ini ditemukan di daerah
pasang surut daerah tropis Pasifik dari Asia Tenggara ke Kepulauan
Ryukyu Jepang selatan. Mangrove berdaun besar ini tumbuh subur di
berbagai kondisi intertidal, termasuk tingkat salinitas yang rendah
sampai tingkat salinitas tinggi, dan mentolerir kondisi saat
terjadi banjir dan jenis tanah lainnya. Kebanyakan mangrove jenis
ini terletak di tengah dan di atas zona pasang surut. Mangrove pada
umumnya diyakini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
perlindungan garis pantai, meningkatkan kualitas air di lingkungan
dekat pantai (terumbu karang), tempat berlindung ikan karang dan
spesies lainnya, dan mendukung rantai makanan laut (Allen dan
Norman, 2006).Beberapa bagian tanaman mangrove dapat digunakan
untuk obat-obatan. Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat
dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai sebagai
pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional
sebagai obat sakit perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan
ini dipakai sebagai penawar racun ikan, buah tancang dapat
membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai
menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air
bisa dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan pembius yang
memabukkan ikan (stupefied) (Ruci, 2009).Klasifikasi
mangroveBruguiera gymnorhizayang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung menurut Plantamor (2011), adalah sebagai
berikut:Kingdom : PlantaeSubkingdom : TracheobiontaSuper Divisi :
SpermatophytaDivisi : MagnoliophytaKelas : MagnoliopsidaSub Kelas :
RosidaeOrdo : MyrtalesFamili : RhizophoraceaeGenus :
BruguieraSpecies :Bruguieragymnorrhiza
Bruguiera gymnorrhiza fruit
Gambar 1. MangroveBruguiera gymnorrhizaSumber: (Google.image,
2011).Pohon mangroveBruguiera Gymnorhizaberukuran sedang, selalu
hijau, tinggi hingga 36 m; diameter batang 40-65 cm, memiliki akar
napas berupa akar papan dan lutut. Kulit batang abu hingga hitam,
bercelah kasar, biasanya memiliki lentisel besar-besar pada dasar
batangnya. Daun menyirip berhadapan, tunggal dan tepi rata,
permukaan daun mengkilap, berbentuk elips atau memanjang, panjang
daun 8.5-22 cm dan lebar 5-7(-9) cm; dasar daun runcing, jarang
tumpul, ujung daun runcing; 9 10 pasang urat daun; panjang tangkai
daun 2-4.5 cm, terkadang berwarna merah; bunga soliter, panjang
3-3.5 cm, panjang tangkai bunga 1-2.5 cm; kelopak bunga berwarna
merah; panjang daun mahkota 13-15 mm; panjang benang sari 8-11 mm;
ruang bakal biji tenggelam, kepala putik 15 mm. Buah berbentuk
lonceng berdaging .Mangrove tanjang dapat tumbuh hingga 15 meter.
Permukaan batang berwarna gelap, halus. Sistem perakaran berupa
akar lutut. Daun elips berwarna hijau, permukaan bawahnya berwarna
hijau kekuningan. Tangkai daun seringkali berwarna merah. Daun
mahkota berjumlah 1014 dan berwarna putih. Kelopak bunga berjumlah
1014. Sisi luar kelopak bunga berwarna merah, sisi dalam berwarna
kuning. Hipokotil berbentuk silindris memanjang hingga 20 cm, saat
muda berwarna hijau dan menjadi coklat saat masak. Seringkali
tumbuh di sisi belakang hutan mangrove, terutama di area yang cukup
kering dengan kadar salinitas rendah dan cukup teraerasi .Pohon
mangroveBruguiera gymnorhizadapat mencapai tinggi 30 m, akar
berasal dari bentukan seperti akar tunjang. Kulit kayu berwarna
abu-abu gelap, kasar, memiliki mulut kulit kayu. Daun susun
tunggal, bersilangan, bentuk elips dengan ujung meruncing, ukuran
panjang 8 15 cm, permukaan daun licin, tebal, tidak ada
bintik-bintik hitam di permukaan bawahnya. Bunga lebar,tunggal di
ketiak daun, mahkota warna putih hingga coklat, kelopak 10-14 helai
berwarna merah dengan ukuran panjang 3-5 cm.Buah pohon bakau
(Mangrove) mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi,
bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang
biasa dikonsumsi masyarakat umum seperti beras, jagung, singkong
atau sagu. Kandungan energi buah bakau, menurut hasil penelitian,
adalah 371 kilokalori per 100 gram atau lebih tinggi dari beras
yang hanya 360 kilokalori per 100 gram serta jagung yang hanya 307
kilokalori per 100 gram. Sementara kandungan karbohidrat buah bakau
85,1 gram, sementara beras hanya 78,9 gram per 100 gram dan jagung
63,6 gram per 100 gram.Pemanfaatan tumbuhan mangrove sebagai bahan
pangan jauh lebih rendah dari pada potensi yang ada. Di seluruh
dunia, pada dasarnya tumbuhan mangrove menyediakan banyak bahan
makanan. Buah/hipokotilBruguieraspp.,Sonneratia
caseolaris,danTerminallia catapamengandung pati dan dapat menjadi
sumber karbohidrat. Rendahnya pemanfaatan tumbuhan mangrove sebagai
bahan pangan, selain disebabkan karena rasa, warna, dan
penampilannya, diduga karena adanya kesan bahwa bahan makanan
tersebut hanya layak dikonsumsi orang miskin atau pada masa
paceklik, serta adanya kemudahan mendapatkan uang dari tangkapan
biota laut untuk ditukar dengan beras atau bahan pangan
Lainnya.Proses penggunaan buah tanaman Tancang, adalah : pengupasan
kulit buah Tancang, buah dipecah (agar cepat lunak bila dimasak),
lalu dimasak dengan air sampai masak betul, air bekas masak dibuang
di tempat aman (beracun), lalu direndam 2 x 24 jam atau 3 x 24 jam
dan airnya tetap dibuang di tempat aman. Selanjutnya buah Tancang
dapat langsung dimasak dicampur dengan beras (perbandingan 1:1 atau
1:2) dan siap dihidangkan, atau buah setelah direndam 2-3 hari
dapat dikeringkan apabila diperlukan dalam jangka waktu lama (untuk
disimpan) (Santosoet al., 2005).Pemanfaatan mangrove sebagai
makanan alternatif didasarkan bahwa buah mangrove mengandung zat
gizi yang cukup lengkap, yaitu ditunjukkan pada Tabel 1.Tabel 1.
Komposisi gizi buah mangrove tancang per 100 gram
bahanKomponenNilai (%)
Kadar air73,756
Kadar abu0,342
Kadar Lemak1,246
Kadar Protein1,128
Kadar Karbohidrat (by difference)23,528
Sumber: (Ilminingtyas dan Dian, 2009).kandungan energi buah
mangrove adalah 371 kilokalori/100 g atau lebih tinggi dari beras
yang hanya 360 kilokalori/100 g serta jagung yang hanya 307
kilokalori/100 g. Namun pemanfaatannya sebagai bahan pangan di
Indonesia masih sangat terbatas.
Desember 12, 2011Oleh KARNA WIJAYA (Pusat Studi Energi
Universitas Gadjah Mada)Biomassa sebagai sumber biofuelBiomassa
adalah material yang berasal dari organisma hidup yang meliputi
tumbuh-tumbuhan, hewan dan produk sampingnya seperti sampah kebun,
hasil panen dan sebagainya. Tidak seperti sumber-sumber alamiah
lain seperti petroleum, batubara dan bahan bakar nuklir, biomassa
adalah sumber energi terbarukan yang berbasis pada siklus
karbon.Biomassa bisa digunakan secara langsung maupun tidak
langsung sebagai bahan bakar. Briket arang, briket sekam padi,
briket ranting dan daun kering adalah contoh bahan bakar biomassa
yang dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar pemanas
atau sumber tenaga. Nilai kalor bakar biomassa bervariasi
tergantung kepada sumbernya. Pemakaian biomassa dapat memberi
kontribusi yang signifikan kepada managemen sampah, ketahanan bahan
bakar dan perubahan iklim. Di pedesaan, utamanya di negara-negara
berkembang, biomassa dari kayu, daun, sekam padi dan jerami
merupakan bahan bakar utama untuk pemanasan dan memasak. Catatan
dariInternational Energy Agencymenunjukkan bahwa energi biomassa
menyediakan 30% dari suplai energi utama di beberapa berkembang.
Dewasa ini lebih dari 2 juta penduduk dunia masih tergantung kepada
bahan bakar biomassa sebagai sumber energi primer. Pemakaian
biomassa secara langsung dapat menghemat bahan bakar fosil, akan
tetapi disisi lain jika dipakai dalam ruang tanpa ventilasi yang
memadai bahan bakar biomassa yang digunakan secara langsung dapat
membahayakan kesehatan. LaporanInternational Energy
AgencydalamWorld energy Outlook 2006menyebutkan bahwa 1.3 juta
orang di seluruh dunia meninggal karena pemakaian biomassa secara
langsung. Selain pennggunaan secara langsung sebagai bahan bakar
padat, biomassa dapat diolah menjadi berbagai jenis biofuel cair
dan gas.Biofuel merupakan bahan bakar terbarukan yang cukup
menjanjikan. Biofuel dapat secara luas didefinisikan sebagai
padatan, cairan atau gas bakar yang mengandung atau diturunkan dari
biomassa. Definisi yang lebih sempit mendefinisikan biofuel sebagai
cairan atau gas yang berfungsi sebagai bahan bakar transportasi
yang berasal dari biomasssa. Biofuel dipandang sebagai bahan bakar
alternatif yang penting karena dapat mengurangi emisi gas dan
meningkatkan ketahanan energi. Penggunaan minyak nabati (BBN)
sebagai bahan biofuel sebenaranya sudah dimulai pada tahun 1895
saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel mengembangkan mesin motor
yang dijalankan dengan BBN. BBN saat itu adalah minyak yang
didapatkan langsung dari pemerasan biji sumber minyak, yang
kemudian disaring dan dikeringkan. Bahan bakar minyak nabati mentah
yang digunakan pada mesin diesel buatan Dr. Rudolf Christian Karl
Diesel tersebut berasal dari minyak sayur. Namun karena pada saat
itu produksi minyak bumi berlimpah dan murah, maka BBN untuk mesin
diesel tersebut secara perlahan-lahan diganti dengan minyak solar
dari minyak bumi. Selain itu BBN yang didominasi oleh trigliserida
memiliki viskositas dinamik yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan solar. Viskositas bahan bakar yang tinggi akan menyulitkan
pengaliran bahan bakar ke ruang bakar sehingga dapat menurunkan
kualitas pembakaran dan daya mesin. Oleh karena itu, untuk
penggunaan BBN secara langsung mesin diesel harus dimodifikasi
terlebih dahulu, misalnya dengan penambahan pemanas BBN untuk
menurunkan viskositas. Pemanas dipasang sebelum sistem pompa dan
injektor bahan bakar.Saat ini biofuel telah digunakan di berbagai
negara, industri biofuel tersebar di Eropa, Amerika dan Asia.
India, misalnya mengembangkan biodiesel dari tanaman jarak pagar
(Jatropha). Kebanyakan biofuel dipakai untuk transportasi otomotif.
India mentargetkan penggunaan 5% bioetanol sebagai bahan bakar
transportasi, sementara cina sebagai prodesen utama etanol di Asia
mentargetkan 15% bioetanol sebagai bahan bakar transportasinya pada
tahun 2010. Biofuel dapat diproduksi dari sumber-sumber karbon dan
dapat diproduksi dengan cepat dari biomassa. Sebagai Negara agraris
Indonesia sangat potensial mengembangkan industri biofuel nya
sendiri. Pertama, bahan baku berupa tanaman energi tersebar di
seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Produksi
tanaman energi dari tahun ke tahun juga cenderung meningkat
sehingga kita tidak perlu kawatir kekurangan sumber energi nabati
ini. Sebagai contoh luas perkebunan tebu dan ubi kayu dari tahu
ketahun meningkat dengan tajam. Kedua jenis tanaman tersebut
merupakan bahan baku pembuatan bioetanol.Tabel 1. Potensi EBT
(Biofuel) di Indonesia(diolah dari Blue Print Pengelolaan Energi
Nasional 2005 2025, Lampiran B, Jakarta, 2005)
BioetanolBioetanol saat ini merupakan biofuel yang paling banyak
digunakan. Di USA pada tahun 2004 produksi etanol (termasuk
bioetanol) mencapai 3 sampai dengan 4 billion gallons dan terus
meningkat dari tahun ke tahun. Bioetanol adalah bahan bakar
alternatif yang prospektif karena beberapa alasan seperti tidak
member kontribusi pada pemanasan global, dapat dicampur dengan
gasoline sampai 10% (E10) dapat dibuat dari bahan-bahan alami
(biomassa) yang dapat diperbaharui (renewable) seperti ubi kayu,
jagung dan buah-buahan. Sebagai pengganti MTBE (methyl tertiary
butyl ether)yang potensial. MTBE adalah aditif bahan bakar (fuel
additive) yang bersifat toksik dan dewasa ini banyak digunakan di
beberapa negara.Bioetanol pada prinsipnya adalah etanol yang
diperoleh melalui proses fermentasi sehingga dinamakan bioetanol.
Bioetanol dihasilkan dari distilasi bir hasil fermentasi. Bioetanol
merupakan bahan bakar nabati yang relatif mudah dan murah
diproduksi sehingga industri rumahan sederhana pun mampu
membuatnya. Biasanya bioetanol dibuat dengan teknik fermentasi
biomassa seperti umbi-umbian, jagung atau tebu dan dilanjutkan
dengan destilasi. Bioetanol dapat digunakan secara langsung maupun
tidak langsung sebagai bahan bakar. Untuk bahan bakar kendaraan
bermotor terlebih dahulu bioetanol harus dicampur dengan premium
dengan perbandingan tertentu. Hasil pencampuran ini kemudian
disebut dengan Gasohol (Gasoline Alcohol). Gasohol memiliki
performa yang lebih baik daripada premium karena angka oktan etanol
lebih tinggi daripada premium. Selain itu gasohol juga lebih ramah
lingkungan daripada premium. Penguapan bioetanol dari cair ke gas
juga tidak secepat bensin. Karena itu pemakaian bioetanol murni
pada kendaraan dapat menimbulkan masalah. Tetapi masalah dapat
diatasi dengan mengubah desain mesin dan reformulasi bahan bakar.
http://pse.ugm.ac.id/?p=329
BIOFUELSBERBAGAI MACAM BIOFUEL DARI LIGNOSELULOSA
BIOMASSABiofuel adalah bahan bakar cair untuk transportasi yang
terbuat dari biomassa. Bahan baku yang cocok untuk dikonversi
menjadi biofuel termasuk dari pati (seperti jagung), lemak hewan
atau minyak sayur, bahan lignoselulosa (seperti pohon, rumput atau
batang jagung , limbah kertas), dan lain-lain. Tidak seperti bahan
bakar yang berasal dari sumber fosil (seperti minyak mentah),
biofuel adalah bahan bakar terbarukan dan memiliki karbon yang
lebih kecil.Berbagai macam biofuel mungkin termasuk dalam bahan
bakar kimia tunggal atau aditif, atau termasuk bahan bakar
tradisional yang berupa campuran bahan kimia kompleks.Bahan Bakar
Molekul Tunggal atau Aditif:ETHANOLatau etil alkohol (C2H5OH) dapat
dibuat dari biomassa berselulosa melalui rute fermentasi.
Polisakarida yang mengalami depolimerisasi untuk menghasilkan
monomer gula, yang kemudian difermentasi secara enzimatis menjadi
etanol. Selain itu, teknologi baru sedang muncul untuk sintesis
etanol dan alkohol yang lebih tinggi lainnya dari biomassa yang
berasal syngas melalui katalisis non-biologis.BUTANOLatau butil
alkohol adalah alkohol karbon empat. Biofuel ini dapat dibuat dari
biomassa berselulosa melalui rute fermentasi atau disintesis dari
syngas.Hydroxymethylfurfural (HMF)atau Furfural berasal dari
biomassa dan tidak harus diproses secara biokatalisis melalui
fermentasi untuk membuat bahan bakar. Gula juga dapat didehidrasi
melalui katalisis kimia untuk menghasilkan HMF (dari gula 6-karbon
seperti glukosa) dan furfural (dari gula 5-karbon seperti xylose).
Molekul-molekul ini membangun blok untuk ditransformasi ke bahan
bakar transportasi potensial yang layak seperti etil levulinate
(ELV), dimetilfuran (DMF), dan -valerolactone (GVL). Rute untuk
mempersiapkan DIMETHYFURAN (DMF), 6-eter karbon siklik, dari gula
pada hasil yang tinggi baru-baru ini telah dilaporkan. DMF adalah
molekul yang memiliki banyak properti/sifat menarik untuk digunakan
sebagai transportasi bahan bakar yang potensial [Romawi-Leshkov et
al. 2007]-VALEROLACTONE (GVL)mirip dengan DMF dan dapat disintesis
dari produk dekomposisi gula. Proses yang ada untuk produksi asam
levulinic pada hasil yang tinggi dari monomer gula, serta untuk
transformasi katalitik asam levulinic ke GVL [Manzer 2005]. GVL
baru-baru ini telah disarankan karena memiliki banyak sifat yang
membuatnya cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar transportasi
[Horvath, 2008].ETIL LEVULINATE (ELV) dibuat dengan reaksi etanol
dan asam levulinic untuk membuat ester. EVL telah disarankan
sebagai aditif bahan bakar oleh banyak pihak [Manzer 2005].Bahan
Bakar Klasik-Campuran Senyawa:GREEN GASOLINatauGREEN DIESELdapat
disintesis dari lignoselulosa biomassa dengan proses deoksigenasi
katalitik. Teknologi seperti reformasi biomassa dapat digunakan
untuk menyediakan hidrogen untuk menurunkan komponen biomassa
berselulosa, seperti gula, serta fraksi lignin dari biomassa,
menjadi hidrokarbon pada kisaran bensin (gasolin) atau diesel. Di
beberapa kasus, fragmen biomassa kecil perlu digabungkan untuk
memperoleh berat molekul yang tepat [Huber, et al. 2005].Green
dieseljuga dapat dipersiapkan melalui deoksigenasi katalitik dari
asam lemak yang berasal dari minyak murni atau atau minyak bekas
atau lemak hewan. Minyak-minyak tersebut dapat juga
ditransformasikan menjadibiodieseldengan reaksi transesterifikasi
dengan metanol.(Sumber :Huber et al. 2007. Breaking the Chemical
and Engineering Barriers to Lignocellulosic Biofuels)BIOFUEL DARI
PROSES KATALITIK BIOMASSABiomassa dapat dikonversi menjadi berbagai
jenis bahan bakar hidrokarbon, seperti green gasoline (bensin),
green diesel , dan bahan bakar jet. Melalui teknologi konversi yang
dijelaskan pada tulisan ini, bahan bakar hidrokarbon yang berasal
dari biomassa yang hampir tidak bisa dibedakan dengan hidrokarbon
berbasis petroleum berkaitan dengan kandungan/densitas energinya.
Keuntungan tambahan dari hidrokarbon yang berbasis dari biomassa
adalah termasuk kemampuannya untuk memisahkan diri, yang
menghilangkan biaya penyulingan yang besar, dan kompatibilitasnya
dengan pemanfaatan infrastruktur bahan bakar saat ini tidak perlu
untuk modifikasi mesin atau sistem distribusi yang baru. Pemrosesan
katalitik adalah teknik dimana bahan bakar cair dan bahan kimia
dibuat dari bahan baku berbasis minyak bumi. Pemrosesan katalitik
juga dapat diterapkan pada produksi bahan bakar hidrokarbon cairan
yang berasal dari lignoselulosa biomassa. Namun demikian, sama
seperti halnya tidak mungkin untuk mengkonversi semua energi dalam
minyak mentah menjadi bensin dan bahan bakar diesel, sama
mustahilnya untuk mengkonversi semua energi biomassa menjadi bahan
bakar. Metode teknologi konversi yang berbeda memiliki berbagai
efisiensi. Selanjutnya kemajuan dalam teknologi konversi dan
integrasi proses akhirnya akan meningkatkan energi secara
keseluruhan dan efisiensi ekonomi biofuel. Biofuel cair dapat
dihasilkan melalui berbagai proses (Gambar 1).
Gambar 1. Rute pembuatan biofuel (Huber et al., 2006)Dua jenis
utama katalis yang digunakan dalam proses-proses ini adalah
biologis atau kimia (Tabel 1). Katalis biologis, seperti ragi yang
digunakan untuk menghasilkan etanol, adalah katalis homogen, yang
berarti mereka berada dalam fase cair yang sama dengan umpan
biomassa. Katalis kimia dapat berupa katalis asam homogen dan
heterogen padat. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, sebagian
besar jalur untuk produksi biofuel menggunakan katalis kimia.
Sementara umat manusia telah menggunakan katalis biologis dalam
fermentasi (yaitu produksi etanol) selama ribuan tahun, katalis
heterogen telah diterapkan pada jalur produksi biofuel yang banyak
hanya baru-baru ini. Katalis kimia berbeda dengan katalis biologi
dalam beberapa hal (Tabel 1).Tabel 1. Perbandingan katalis biologi
dan kimia untuk pembuatan biofuel dari lignoselulosa
biomassaKatalis kimia dapat beroperasi pada suhu lebih tinggi
secara signifikan dan le
bih dari satu set kondisi yang lebih luas dibanding katalis
biologis. Oleh karena itu, waktu tinggal untuk reaksi yang
menggunakan katalis biologis diukur dalam satuan hari dibandingkan
menggunakan katalis kimia yang diukur dalam satuan detik atau
menit. Katalis biologis sangat selektif untuk kelas reaksi
tertentuseperti hidrolisis dan fermentasi. Katalis kimia dapat juga
selektif untuk kelas reaksi tertentu , dan kelas baru reaksi dari
katalis kimia akan dikembangkan untuk digunakan pada bahan baku
spesifik yang berasal biomass. Katalis biologis juga lebih mahal
dibanding katalis kimia. Misalnya proyeksi Departemen Energi
Amerika Serikat menunjukkan bahwa biaya enzim selulase untuk
produksi etanol adalah antara $ 0,30-0,50 per galon etanol [EERE
2007]. Sebaliknya, biaya katalis kimia dalam rentang industri
perminyakan sekitar $ 0,01 per galon bensin. Mayoritas proses
berbasis katalis biologis ini membutuhkan bahan baku yang
disterilkan sebelum konversi enzimatik. Sementara tidak ada langkah
yang diperlukan untuk sterilisasi pada konversi kimia. Katalis
kimia padat dapat didaur ulang, yang berlangsung selama
berminggu-minggu dan bahkan bertahun-tahun. Sebaliknya, sulit untuk
mendaur ulang katalis biologi karena mereka tidak dapat dengan
mudah dipisahkan dari media berair setelah bahan bakar dihasilkan.
Selain itu, katalis kimia menyajikan keuntungn untuk biorefineries
yang terdistribusi pada skala kecil, yang barangkali tidak mungkin
dilakukan untuk proses yang menggunakan katalis biologis secara
eksklusif karena kebutuhan untuk scale-up proses untuk membuatnya
ekonomis. Walaupun sebagian besar penelitian dalam biofuel sampai
saat ini difokuskan pada pengembangan katalis biologis harus
ditekankan bahwa biorefineries masa depan mungkin akan menggunakan
kombinasi katalis biologi dan kimia untuk membuat biofuel.
http://herirustamaji.wordpress.com/biofuels/
Biofuel Generasi Kedua: Solusi Dilema Pangan dan EnergiPosted
by:Riska Ayu Purnamasari22 August, 2013 inArtikel,Tulisan
TerkiniLeave a comment
Sejauh ini masyarakat mengenal biofuel generasi pertama, yaitu
bahan bakar yang dihasilkan dari bahan-bahan yang cenderung dapat
dikonsumsi manusia seperti jagung, kedelai dan lain-lain. Biofuel
generasi pertama memang sangat membantu manusia mengurangi
ketergantungan terhadap minyak bumi. Namun disisi lain hal itu akan
menimbulkan kompetisi di kemudian hari, karena bahan-bahan tersebut
digunakan untuk konsumsi manusia yang juga akan menjadi bahan dasar
pembuatan biofuel.Hal inilah yang menyebabkan dikembangkannya
biofuel generasi selanjutnya. Biofuel generasi kedua menggunakan
bahan dasar limbah, baik limbah pertanian dan kehutanan. Sedangkan
biofuel generasi ketiga menggunakan gulma air, seperti eceng
gondok, dan lain-lain.Berbeda dengan biofuel generasi pertama yang
dihasilkan dari pati, misalnya dari tanaman singkong, tebu, atau
jagung, yang teknologi prosesnya mudah. Biofuel generasi kedua
berasal dari biomassa limbah pertanian atau
kehutanan.Lignoselulosa, yang berasal dari limbah berbagai tanaman
pangan, berupa kayu, jerami, dan rumput, dianggap sebagai
alternatif bahan baku bioenergi yang paling potensial. Limbah
rumput dan jerami kering serta kayu umumnya mengandung biomassa
lignoselulosa, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Pada
tumbuhan, kandungan lignoselulosa mencapai 90 persen total
biomassa.Bahan bakar berbasis biofuel generasi kedua sangat
potensial dikembangkan di Indonesia, mengingat negara ini menjadi
salah satu penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Tak hanya
kelapa sawit, biomassa lignoselulosa lainnya juga bisa diperoleh
dari tanaman-tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia.
Gambar 1. Skema BiofuelKedepannya, terdapat tantangan untuk
mengembangkan biofuel generasi kedua ini. Biomassa bahan selulosa
atau lignoselulosa memerlukan teknologi yang prosesnya lebih rumit
karena perlu perlakuan awal ataupretreatment. Selain itu juga,
teknologi pengembangan bioetanol yang menjadi campuran bahan bakar
premium generasi kedua untuk saat ini harganya masih terbilang
mahal.Referensi:Humas Ristek. 2013. Mencipta Biofuel Generasi
Kedua. [Terhubung
Berkala].http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/9257Soerawidjaja.
2010. Why We Need Second Generation Biofuel.Respects Magazine.
Edition: 2. Volume:
1http://beranda-miti.com/biofuel-generasi-kedua-solusi-dilema-pangan-dan-energi/
Teknologi Pengolahan BioetanolTeknologi produksi bioethanol
berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku,
tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain,
terutama molase.Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3
(tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi,
dan Pemurnian.1. Persiapan Bahan BakuBahan baku untuk produksi
biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara
langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane),
gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti
jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum)
disamping bahan lainnya.Persiapan bahan baku beragam bergantung
pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa
proses, yaitu: Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk
mengektrak gula Tepung dan material selulosa harus dihancurkan
untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan
air secara baik Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui
proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan
sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta
panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung
terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses
pemasakan.Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim Penambahan
enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat Pemanasan
bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas
akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan
kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan
struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin).
Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur
yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.Tahap sakarifikasi
(pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses
sebagai berikut: Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim
sakarifikasi bekerja Pengaturan pH optimum enzim Penambahan enzim
(glukoamilase) secara tepat Mempertahankan pH dan temperature pada
rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan
dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)2. FermentasiPada
tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi
gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses
selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi
(yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini
akan menghasilkan etanol dan CO2.Bubur kemudian dialirkan kedalam
tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd
32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh
mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari
liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada
kondisi bebas kontaminan.Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol
sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa
disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan
menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun
bagi ragi.Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi,
namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan,
untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.3.
Pemurnian / DistilasiDistilasi dilakukan untuk memisahkan etanol
dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih
etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi
standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C
akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit
kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 %
volume.Prosentase Penggunaan EnergyProsentase perkiraan penggunaan
energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut
ini:Prosentase Penggunaan Energi
IdentifikasiProses SteamListrik
Penerimaan bahan baku, penyimpanan, dan penggilingan0 %6.1 %
Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi30.5 %2.6 %
Produksi Enzim Amilase0.7 %20.4 %
Fermentasi0.2 %4 %
Distilasi58.5 %1.6 %
Etanol Dehidrasi (jika ada)6.4 %27.1 %
Penyimpanan Produk0 %0.7 %
Utilitas2.7 %27 %>
Bangunan1 %>0.5 %
TOTAL100 %100 %
Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and
Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole
Boulevard, Golden, CO 80401
Peralatan ProsesAdapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai
berikut: Peralatan penggilingan Pemasak, termasuk support, pengaduk
dan motor, steam line dan insulasi External Heat Exchanger Pemisah
padatan - cairan (Solid Liquid Separators) Tangki Penampung Bubur
Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor Unit
Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol Boiler,
termasuk system feed water dan softener Tangki Penyimpan sisa,
termasuk fittingSumber :
http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/510-proses-produksi-bioetanol.html
DIUNDUH TANGGAL 4 SEPTEMBER 2014
Prospek, Tantangan dan Strategi Pemenuhan Bahan Bakar
NasionalBiodiesel, sejatinya menjadi solusi Indonesia dalam
mengatasi semakin merosotnya cadangan bahan bakar berbasis fosil.
Selain ramah lingkungan bahan bakar alternatif ini bisa dijadikan
sumber energi utama, apalagi bahan bakunya sangat melimpah. Kelapa
sawit selain sebagai sumber minyak makan nyatanya bisa juga
digunakan sebagai sumber bahan baku energi alternatif (biodiesel).
Untuk kasus di Indonesia, pengembangan biodiesel sudah dilakukan
semenjak tahun 2006, dimana pemerintah telah me-ngeluarkan regulasi
berupa Perpres No.5 tahun 2006 tentang penurunan konsumsi bahan
bakar berbasis fosil ke bahan bakar alternatif dengan target
capaian 20% dari total pemakaian. Berbagai regulasi guna
me-ngembangkan biodiesel pun diupayakan pemerintah, bahkan sempat
ada aturan mandatori pemakaian biodiesel. Sayangnya regulasi itu
belum mampu merangsang tumbuhnya industri biodiesel nasional.
Padahal pengembangan bahan bakar nabati (BBN) penting untuk energy
security, pasalnya di tahun 2007 diperkirakan cadangan minyak
Indonesia akan terkuras habis hingga 12 tahun mendatang. Merujuk
dari target Tim Nasional BBN diperkirakan tahun 2005 hingga 2015
pemakaian biodiesel bisa ditingkatkan secara bertahap dari 2,5%
hingga 20%. Kalau dikonversi ke jumlah produksi maka dibutuhkan
biodiesel sekitar 2,41 juta Kl/tahun. Sementara di 2020 kebutuhan
itu akan meningkat menjadi 10,22 juta Kl/tahun. Praktis kondisi ini
mampu menyerap produksi CPO yang dipekirakan meningkat menjadi 40
juta ton di 2020. Hingga saat ini kapasitas produksi biodiesel
tercatat di tahun 2008 mencapai 1,8 juta Kl, pada 2009 meningkat
menjadi 2,9 juta Kl dan pada tahun ini kapasitas produksi biodiesel
nasional telah mencapai 3,9 juta Kl, diperkirakan kapasitas
produksi di 2011 mencapai 4,4 juta Kl. Bila dibandingkan dengan
kebutuhan biodiesel nasional, berada dibawah kapasitas produksi
industri biodiesel nasional, misalkan di tahun 2008 tercatat
kebutuhan mencapai 25.157 Kl, lantas di 2009 mencapai 1 juta Kl dan
di 2010 mencapai 1,2 juta Kl dan di 2011 diperkirakan permintaan
bisa mencapai 1,7 juta Kl. Hingga saat ini berdasar data dari
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), produsen biodiesel
nasional mencapai 22 anggota, 11 sudah beroperasi, 5 perusahaan
memasok untuk Pertamina. Kualitas biodiesel nasional sudah sesuai
dengan standardisasi yang ditentukan baik oleh lembaga
standardisasi nasional maupun internasional, contohnya biodiesel
nasional telah sesuai standar SNI 7182, ASTM 6751 dan EN 14241.
Sayangnya harga masih menjadi kendala pengembangan industri
biodiesel nasional. Sebab melangitnya harga CPO di pasar
internasional sontak membuat harga biodiesel nasional kalah
ketimbang harga solar bersubsidi, maka pemerintah mesti
mengeluarkan kebijakan yang mampu mendorong tumbuhnya industri
biodiesel nasional. Contohnya, di tahun 2006, harga CPO saat itu
mencapai US$ 400/ton dan harga biodiesel US$ 600/ton. Sekarang
biodiesel dipatok harga US$ 1.113/ton, padahal harga CPO sudah
sekitar US$1.000/ton. Jadi memang biodiesel tidak bisa bersaing
karena harga. Masalah lainnya, bahan baku selain CPO belum siap
untuk membuat harga biodiesel bisa bersaing dengan pasar.
Keunggulan dan Peluang Industri BBN Sejatinya industri biodiesel
memiliki peluang dan kesempatan besar guna memenuhi kebutuhan
energi nasional, sebab bahan bakar ini memiliki berbagai keunggulan
diantaranya, pertama, BBN produk ramah lingkungan dan renewable,
dimana cetane number tinggi bisa mengurangi emisi (SO2,CO2,CO),
tidak perlu modifikasi mesin, hemat biaya maintenance, non toxic
dan biodegradable material, safe-handling storage. Kedua,
menciptakan nilai tambah dan menaikkan GNP, dimana agro industri
dan produk hilir bisa berkembang, BBN adalah energi alternatif dan
mendukung energi security serta mengurangi impor BBM alhasil hemat
devisa dan biaya energi. Ketiga, bahan baku melimpah dan banyak
jenisnya. Pada tahun 2011 diperkirakan produksi CPO Indonesia
mencapai 21 juta MT/tahun dan sekitar 70% di ekspor, saat ini
pemerintah sedangkan mempersiapkan insentif untuk mendorong
perkembangan industri biodiesel nasional. Keempat, permintaan terus
meningkat baik untuk pasar domestik maupun internasional.
Sumber: Infosawit November 2010
http://muklis-chemicalengineer.blogspot.com/2011/01/prospek-tantangan-dan-strategi.html
Ribuan Hektare Hutan Mangrove Rusak Sosial & Budaya 0 23 Feb
2012 15:04
Liputan6.com, Semarang:Kerusakan hutan mangrove di Jawa Tengah
diperkirakan mencapai 5.000 hektare atau sekitar 90 persen dari
total hutan mangrove di sepanjang Pantura wilayah Provinsi Jateng.
Kerusakan terparah terjadi di tujuh wilayah, di antaranya Kabupaten
Jepara, Rembang, Demak Semarang. Kendal, Tegal, dan Brebes.
Hal ini ditegaskan oleh Menteri Kelalutan dan Perikanan, Sharif
C Sutarjo dalam acara Ayo Tanam Mangrove (ATM) di Desa Wonorejo,
Kecamatan Kaliwungu, Kendal, Rabu (22/2). Ia mengatakan, untuk
mengantisipasi kerusakan yang lebih parah, pihaknya mengajak
seluruh elemen masyarakat untuk ikut menggerakkan Ayo Tanam
Mangrove (ATM).
"Setidaknya program ini akan mampu untuk melestarikan dan
melakukan peremajaan hutan mangrove," katanya. Ia melanjutkan,
pelestarian mangrove memiliki banyak manfaat. Selain sebagai tempat
pemijahan ikan, mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan
dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, serta
penyaring intrusi air laut ke daratan.(NatGeo/ADO)
http://news.liputan6.com/read/378766/ribuan-hektare-hutan-mangrove-rusakPARTISIPASI
MAYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN KAWASAN HUTAN MANGROVE
TUGUREJO DI KOTA SEMARANGD DIARTO, BOEDI HENDRARTO, SRI SURYOKO
ABSTRACT
ABSTRAKPotensi dan keunikan sumber daya alam pada Kawasan Hutan
Mangrove Tugurejo (KHMT) memiliki peran sangat signifikan dalam
pengembangan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan masyarakat
pesisir. Pengelolaan lingkungan KHMT merupakan salah satu upaya
dalam mendukung pengembangan wilayah pesisir secara optimal,
bijaksana, dan bertanggung jawab, tentunya dengan melibatkan
partisipasi masyarakat dan berbagai pihak yang terkait serta dengan
tetap memperhatikan daya dukung lingkungan KHMT. Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan KHMT.
Antusiasme, keinginan, dan harapan serta adanya kepedulian sosial
masyarakat setempat merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam
upaya pengelolaan lingkungan KHMT. Adanya partisipasi masyarakat
menjadi faktor pendukung dalam upaya pengembangan wilayah pesisir
Kota Semarang. Gambaran partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan
lingkungan KHMT ditunjukkan dengan tingginya keinginan masyarakat
untuk menjaga dan melestarikan serta adanya harapan terhadap upaya
perlindungan atau perbaikan KHMT. Bentuk partisipasi masyarakat
adalah partisipasi sukarela atau swakarsa.Kata Kunci:Kawasan hutan
mangrove tugurejo, Pengelolaam lingkungan, Partisipasi
masyarakahttp://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/view/4078
Kita terhenyak begitu banyak bencana melanda negeri ini, dari
Sabang sampai ke Merauke telah kebagian bencana. Kita
bertanya-tanya, mengapa begitu banyak bencana dari longsor,
banjirhingga tsunami. Mari sejenak kita merenung. Adakah kita
sebagai manusia yang dipercaya sebagai khalifah dimuka bumi telah
menunaikan amanah itu?Sudah bukan rahasia lagi, negeri kita yang
dulunya terkenal dengan hutannya, sekarang dimana-manatelah banyak
hutan yang rusak. Sebagai contoh saja kita simak hutan di Propinsi
Bengkulu. Dari luasan hutan sebesar 920.964 ha, 394.414,1 ha telah
mengalami kerusakan. Selain itu, dari 340.575 ha kawasan TNKS
wilayah administrasi Propinsi Bengkulu 123.534,58 ha atau sekitar
36,27% telah rusak parah (kondisi non-hutan). Penyebab utama
kerusakan hutan diduga dikarenakan illegal logging, perambahan,
penambangan, konversi hutan dll baik oleh pengusaha,
masyarakatmaupun oknum tak dikenal.Salah satu hutan yang telah
rusak adalah hutan mangrove. Hutan mangrove di sepanjang pantai
barat dan timur pulau Sumatera telah rusak lebih dari 50%. Propinsi
Bengkulu memiliki laut sepanjang 525 km. Sebanyak 50% hutan
mangrove yang terdapat di 525 km pantai Bengkulu telah mengalami
kerusakan dan perlu segera direboisasi. Reboisasi hutan mangrove
sangat penting, karena akan menjaga abrasi pantai, mengembalikan
habitat biota laut serta meminimalisasi terjadinya bencana akibat
gelombang tsunami.Apa Itu Hutan MangroveHutan mangrove adalah hutan
yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang
air.Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang
tumbuh diantara garis pasang surut. Nybakken (1988) bahwa hutan
mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu komunitas pantai tropic yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Soerianegara (1990) bahwa hutan
mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya
terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh:
1) tidak terpengaruh iklim; 2) dipengaruhi pasang surut; 3) tanah
tergenang air laut; 4) tanah rendah pantai; 5) hutan tidak
mempunyai struktur tajuk; 6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri
dari api-api (Avicenia sp.),pedada (Sonneratia sp.), bakau
(Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.),
nipah (Nypa sp.) dll.Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai
dan hutan rawa. Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang
pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut
ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapatdisepanjang
pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem
hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu.
Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang
selalu tergenang air tawar. Oleh karena itu, hutan rawa terdapat di
daerah yang landai, biasanya terletak di belakang hutan
payau.Fungsi dan Manfaat Hutan MangroveFungsi ekosistem
mangrovemencakup fungsifisik (menjaga garis pantai agar tetap
stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, intrusi air laut,
mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah), fungsi
biologis (tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa
biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai
jenis biota) dan fungsi ekonomi (sumber bahan baker, pertambakan,
tempat pembuatan garam, bahan bangunan dll. (Naamin, 1990),
makanan, obat-obatan & minuman, gula alcohol, asam cuka,
perikanan, pertanian, pakan ternak, pupuk, produksi kertas &
tannin dll. Menurut Wada (1999) bahwa 80% dariikan komersial yang
tertangkap di perairan lepas/dan pantai ternyata mempunyai hubungan
erat dengan rantai makanan yang terdapat dalam ekosistem mangrove.
Hal ini membuktikan bahwa kawasan mangrove telah menjadikawasan
tempat breeding & nurturing bagi ikan-ikan dan beberapa biota
laut lainnya. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai habitat satwa
liar, penahan angina laut, penahan sediment yang terangkut dari
bagian hulu dan sumber nutrisi biota laut.Kusmana (1996) menyatakan
bahwa hutan mangrove berfungsi sebagai: 1) penghalang terhadap
erosi pantai dan gempuran ombak yang kuat; 2) pengolah limbah
organic; 3) tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai
biota laut; 4) habitat berbagai jenis margasatwa; 5) penghasil kayu
dan non kayu; 6) potensi ekoturisme.Gosalam et al. (2000) telah
mengisolasi bakteri dari ekosistem hutan mangrove yang mampu
mendegradasi residu minyak bumi yaituAlcaligenes
faecalis,Pseudomonas pycianea,Corynebacterium
pseudodiphtheriticum,Rothia sp.,Bacillus coagulans,Bacillus
brevisdanFlavobacterium sp.Hutan mangrove secara mencolok
mengurangi dampak negative tsunami di pesisir pantai berbagai
Negara di Asia (Anonim, 2005a). Ishyanto et al. (2003) menyatakan
bahwaRhizophoramemantulkan, meneruskan dan menyerap energi
gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang
tsunami ketika menjalar melalui rumpunRhizophora(bakau).
Venkataramani (2004) menyatakan bahwa hutan mangrove yang lebat
berfungsi seperti tembok alami. Dibuktikan di desa Moawo (Nias)
penduduk selamat dari terjangan tsunami karena daerah ini terdapat
hutan mangrove yang lebarnya 200-300 m dan dengan kerapatan pohon
berdiameter > 20 cm sangat lebat. Hutan mangrove mengurangi
dampak tsunami melalui dua cara, yaitu: kecepatan air berkurang
karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air
dari gelombang tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit
karena air tersebar ke banyak saluran (kanal) yang terdapat di
ekosistem mangrove.Hutan Mangrove di IndonesiaLuasan hutan mangrove
di dunia15,9 juta ha dan 27%-nya atau seluas 4,25 juta ha terdapat
di Indonesia (Arobaya dan Wanma, 2006). SeLuasan ini penyebarannya
hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan penyebaran terluasdi
Papua.Menurut Anonim (1996) bahwa luas hutan mangrove di Indonesia
sebesar 3,54 juta ha atau sekitar 18-24% hutan mangrove dunia,
merupakan hutan mangrove terluas di dunia. Negara lain yang memilki
hutan mangrove yang cukup luas adalah Nigeria seluas 3,25 juta
ha,Tabel 1. Luas hutan mangrove di Indonesia (Supriharyono,
2000)No.WilayahLuas (ha)
1.Aceh50.000
2Sumatera Utara60.000
3Riau95.000
4Sumatera Selatan195.000
5Sulawesi Selatan24.000
6Sulawesi Tenggara29.000
7Kalimantan Timur150.000
8Kalimantan Selatan15.000
9Kalimantan Tengah10.000
10Kalimanta Barat40.000
11Jawa Barat20.400
12Jawa Tengah14.041
13Jawa Timur6.000
14Nusa Tenggara3.678
15Maluku100.000
16Irian Jaya2.934.000
Total3.806.119
Tabel 2. Luas hutan mangrove di Indonesia(FAO, 2002).WilayahLuas
(ha)Persen
Bali1.9500,1
Irian Jaya1.326.99038
Jawa33.8001
Jawa Tengah18.7000,5
Jawa Barat8.2000,2
Jawa Timur6.9000,2
Kalimantan1.139.46032,6
Kalimantan Barat194.3005,6
Kalimantan Tengah48.7401,4
Kalimantan Timur775.64022,2
Kalimantan Selatan120.7803,5
Maluku148.7104,3
Nusa Tenggara15.4000,4
Sulawesi256.8007,4
Sumatera570.00016,3
Indonesia3.493.110100
Meksiko 1,42 juta ha dan Australia 1,6 juta ha. Luas hutan di
dunia sekitar 17,5 juta ha. Menurut Sarwono-Kusumaatmadja (1996)
bahwa Indonesia pada tahun 1996 hanya memiliki 2,5 juta hutan
mangrove, sebelum Perang Dunia II seluas 3 juta dan sekitar 11 juta
ha hutan mangrove yang telah hilang. Hal ini sejalan dengan Dahuri
(2001) bahwa hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982 seluas
5.209.543 ha, menurun menjadi 3.235.700 ha pada tahun 1987 dan
menurun lagi menjadi 2.496.185 ha pada tahun 1993. Lebih dari 50%
hutan mangrove yang tersisa telah rusak. Bahkan terdapat data bahwa
hutan mangrove yang telah di-deforestasi rusak berat 42%, 29%
rusak, < 23% yang baik dan hanya 6% yang kondisinya sangat baik.
Tabel 1 dan Tabel 2 menampilkan luas hutan mangrove di Indonesia
untuk setiap wilayah.Kompas (2000) menyatakan bahwa luas hutan
mangrovediSumatera Barat36.550 ha, tersebar di kabupatenPasaman
(3.250 ha) dengan tingkat kerusakan 30%, Kabupaten Pesisir Selatan
325,7 ha dengan tingkat kerusakan 70%, Kabupaten Kepulauan Mentawai
32.600 ha dengan tingkat kerusakan 20%, Kabupaten Agam 55 ha dengan
tingkat kerusakan 50%, Kota Padang 120 ha dengan tingkat kerusakan
70%, Kabupaten Padang Pariaman 200 ha dengan tingkat kerusakan
80%.Tingkat kerusakan hutan mangrove di Sumatera Barat adalah
53,34%. Akibatnya terjadi penurunan hasil tangkapan ikan menjadi
hanya 8.320 ton/tahun. Data lain menyebutkan bahwa luas jutan
mangrove di Sumatera Barat adalah 39.832 haPantai Timur Lampung
yang semula hutan mangrovenya 20.000 ha telah menurun menjadi hanya
2.000 ha. Pantai Timur Tulangbawang (Lampung) dari 12.000 ha telah
85% nya rusak berat. Menurut data tahun 1980, luas hutan
mangrovePropinsi Lampungadalah 17.000 ha.Kompas (2006) menyatakan
bahwa dari36.000 ha hutan mangrove di Acehhampir 75% nya telah
punah karena ditebang. Menurut data PT Inhutani, setiap tahun
sekitar 500 ha hutan mangrove dibuka dan sekitar 216.000 m3 kayu
mangrove dijadikanarang.Hutan Mangrove di BengkuluLima puluh persen
hutan mangrove yang terdapat di sepanjang 525 km pantai Barat telah
mengalami kerusakan. Diperkirakan luas hutan mangrove di sepanjang
pantai Barat sekitar 5.250 ha. Hutan mangrove yang relative masih
utuh adalah di pulau Enggano.Hutan mangrove di Enggano sebagian
besar tersebar di bagian pantai sebelah timur Pulau Enggano,
termasuk ke dalam kawasan hutan koservasi, seperti Cagar Alam Teluk
Klowe, Cagar Alam Sungai Bahewa dan Taman Buru Gunung Nanua;
luasnya 1.536,8 ha. Sebagian hutan mangrove juga terletak di
sebelah barat Pulau Enggano, yaitu di Cagar Alam Tanjung Laksaha
dan secara spot-spot terletak di sebelah selatan kawasan Cagar Alam
Kioy (Senoaji dan Suminar, 2006). Hutan mangrove di Enggano
mempunyai ketebalan antara 50-1500 m. Komposisi jenis penyusun
hutan mangrove di Engganoterdiri dari 16 jenis yaituRhizophora
apicullata,R. mucronata,Bruguiera gymnorrhiza,Xyloacarpus
granatum,Sonneratia alba,Ceriops tagal,Oncosperma
filamentosa,Palmae sp.,Terminalia catapa,Calamus ornitus,Hibiscus
tiliacerus,Ficus sp.,Baringtonia asiatica,Cerbera manghas,Scaevola
taccadadanPongamia pinnata. Tiga jenis pertama merupakan
jenis-jenis yang dominant dan banyak menyebar di setiap kawasan
Cagar Alam Suaka Alam Tanjung Laksaha. Lebar hutan mangrove di
daerah ini bervariasi mulai dari 50-1000 m. Potensi hutan mangrove
di cagar alam ini cukup tinggi yaitu 320 m3/ha dengan jumlah pohon
350 pohon/ha. Pohon-pohon yang berdiameter di atas 50 cm mencapai
30%, dengan rata-rata diameter pohon 36 cm dan tinggi 9 m.Faktor
Penyebab Rusaknya Hutan mangrove1.Pemanfaatan yang tidak
terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah
pesisir sangat tinggi.2.Konversi hutan mangrove untuk berbagai
kepentingan (perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri,
wisata dll.) tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya
terhadap lingkungan sekitar.Akibat Rusaknya Hutan Mangrove1.
Instrusi air lautInstrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya
air laut kea rah daratan sampai mengakibatkan air tawar
sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin
(Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat penting,
karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan
keracunan bila diminum dandapat merusak akar tanaman. Instrusi air
laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu.
Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.2. Turunnya
kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak bumi dll.3.
Penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir4. Peningkatan
abrasi pantai5. Turunnya sumber makanan, tempat pemijah &
bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.6.
Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang
air laut dlll.7. Peningkatan pencemaran pantai.Pemecahan Masalah
Rusaknya MangroveUntuk konservasi hutan mangrove dan sempadan
pantai, Pemerintah R I telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990.
Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasanpesisir laut
yang merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi memberikan
perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai
berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang tertinggi kea
rah daratan.Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan
melestarikan hutan mangrove antara lain:1. Penanaman kembali
mangrovePenanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat.
Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan
pemeliharaan serta pemanfaatanhutan mangrove berbasis konservasi.
Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakatantara lain
terbukanya peluang kerjasehingga terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat.2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir:
pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota
ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai
(ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.3. Peningkatan
motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan
mangrove secara bertanggungjawab.4. Ijin usaha dan lainnya
hendaknya memperhatikan aspek konservasi.5. Peningkatan pengetahuan
dan penerapan kearifan local tentang konservasi6. Peningkatan
pendapatan masyarakat pesisir7. Program komunikasi konservasi hutan
mangrove8. Penegakan hukum9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir
secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam memperbaiki
ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkanyang
kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Selainitu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep
lokal(kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu
ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program
ini.Daftar PustakaArobaya, A dan A. Wanma. 2006. Menelusuri sisa
areal hutan mangrove di Manokwari. Warta Konservasi Lahan Basah,14
(4): 4-5.Gosalam, S., N. Juli dan Taufikurahman. 2000. Isolasi
bakteri dari ekosistem mangrove yang mampu mendegradasi residu
minyak bumi. D113-122. Prosiding Konperensi Nasional II Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. Makasar.Harianto, S. P.
1999. Konservasi mangrove dan potensi pencemaran Teluk Lampung.
Jurnal Manajemen & Kualitas Lingkungan, 1 (1): 9-15.Kompas.
2000. Separuh hutan bakau Sumatera Barat Rusak. Kompas 28 Februari
2000.Munisa, A. A. H. Oli, A. K. Palaloong, Erniwati, Golar, G. D.
Dirawan, M. S. Hamidua dan R. G. P. Panjaitan. 2003. Partisipasi
masyarakat mangrove di Sulawesi
Selatan.http://tumoutou,net/702_07134/71034_13.htm.Onrizal. 2005.
Hutan mangrove selamatkan masyarakat Pesisir Utara Nias dari
tsunami. Warta Konservasi Lahan Basah,13 (2): 5-7.Onrizal. 2006.
Hutan mangrove. Bagaimana memanfaatkannya secara lestari? Warta
Konservasi Lahan Basah, 14 (4): 6-8.Santoso, U. 2007. Permasalahan
dansolusi pengelolaan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu.
Pertemuan PSL PT se-Sumatera tanggal 20 Februari 2006 di
Pekanbaru.Senoaji, G. dan R. Suminar. 2006. Daya dukung lingkungan
pulau Enggano Propinsi Bengkulu. Bapedalda dan PSL Universitas
Bengkulu. Bengkulu.Biofuel Energi Mandiri IndonesiaOPINI| 25
October 2013 | 19:44Dibaca : 296Komentar : 50
Saat ini sangat banyak permintaan akan bahan bakar di dunia
sehingga persediaannyapun menipis, hal ini berdampak buruk bagi
perekonomian nasional maupun internasional, harga bahan bakar fosil
sangat mahal di pasaran dunia, lalu masih sanggupkah Indonesia
dengan pendapatan Negara mendukung kebijakan subsidi bahan bakar
minyak yang sudah sangat memberatkan APBN Negara ini ?Untuk
mengatasi hal tersebut, Indonesia harus memiliki energi mandiri
dengan melakukan pengembangan energi di bidang pertanian, yaitu
energi bio yang sering disebut bahan bakar nabati ataubiofuel.
Pengembangan ini sangat bermanfaat bagi Indonesia yang notabenenya
Negara agraris yang memiliki lahan untuk pengembangan hal tersebut
yang sangat luas. Indonesia juga memilikibiodiversityyang sangat
tinggi dalam cakupan flora, sehingga pengembanganbiofueldi
Indonesia didukung dengan fasilitas alam yang sangat
lengkap.Dikutip dari salah satu media cetak, Indonesia dinyatakan
sebagai Arab Saudinyabiofuel, karena kaya oleh sumber daya alam
(SDA).Biofueldiprediksi akan menjadi bahan bakar utama pada 2030
mendatang. Kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldi Dalimi
Kita dicap oleh dunia sebagai Arab Saudinya biofuel, jadi kalau 100
juta hektare (ha) tanah kita tanam dengan singkong, kita bisa
gantikan bahan bakar minyak,, saat menghadiri diskusi berjudul Tata
Kelola Infrastruktur Listrik Bebas dari Kepentingan Politik,
Mungkinkah?, di Gedung MNC Tower, Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Rinaldi mengatakan, dengan melimpahnya biofuel di Indonesia dapat
menjadi sumber energi baru. Diketahui, biofuel yang menjadi bahan
baku ethanol, dapat menggeser peran utama bahan bakar yang berasal
dari fosil.Kita ganti BBM dengan ethanol, begitu juga kalau kita
tanam kelapa sawit, kelapa sawitnya dibuat biofuel, bisa
digantikan, tapi kan lebih mahal. Tapi begitu 2030 harganya lebih
murah dibanding minyak bumi. Tanpa disuruh industri itu akan
berkembang,jelas Reinaldi.Namun dia menambahkan, saat ini Indonesia
masih membutuhkan batu bara dan gas, karena kedua komoditas ini
dalam waktu yang panjang masih dibutuhkan untuk menjalankan
pembangkit listrik. Kita butuh batu bara jangka panjang, itu yang
utama. Sehingga kalau kita habiskan sekarang lalu kita tetap bangun
PLTU yang banyak sekali. Bukan tidak mungkin kita akan kekurangan
batu bara, tapi saya yakin secara pribadi bahwa kita hanya butuh
batu bara, tutup Reinaldi.Selain ketersediaan yang melimpah di
Indonesia, pengembangan energi bio ini juga sangat bersahabat
dengan alam dan mendukung langkahgo greenyang akhir - akhir ini
dicanangkan. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi
bagistakeholderNegara ini untuk tidak mendukung pembangan energi
bio tersebut. Akan tetapi, jika fasilitas alam ini tidak
dimanfaatkan oleh kita sendiri, maka hanya perlu menuggu sesaat
untuk mempersilakan orang lain menikmati lagi kekayaan alam
Indonesia. Apakah kita mau mangulangi kesalahan yang sama bung
?Catatan kaki Biofuel: bahan bakar yang dihasilkan dari bahan-bahan
organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau
secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik
atau pertanian. Go green: tindakan atau perbuatan yang bertujuan
untuk meyelamatkkan bumi dari segala kerusakan akibat aktivitas
manusia Biodiversity: istilah untuk menyatakan tingkat
keanekaragaman sumber daya alam hayati yang meliputi kelimpahan
maupun penyebaran Stakeholder: segenap pihak yang terkait dengan
isu dan permasalahan yang sedang
diangkathttp://green.kompasiana.com/penghijauan/2013/10/25/biofuel-energi-mandiri-indonesia-602274.html