Peran Mahasiswa Islam sebagai Agen Perubahan
Ada tiga kata kunci dalam judul di atas yang akan coba saya
bahas dalam tulisan ini., yaitu kata mahasiswa, kata Islam dan kata
perubahan. Tentunya menarik untuk dipertanyakan atau dibayangkan
mengapa kita tidak memberi judul "Peran Manula sebagai Agen
Perubahan" atau "Peran Mahasiswa Gaul sebagai Agen Perubahan".Saya
mulai dengan kata mahasiswa. Mahasiswa dipilih sebagai pelaku
karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan.
Mahasiswa saya definisikan di sini sebagai segmen pemuda yang
tercerahkan karena memiliki kemampuan intelektual. Di sini saya
tidak membicarakan mahasiswa sebagai orang yang faham teknologi,
atau faham ilmu-ilmu sosial, namun saya mengartikan mahasiswa
sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir sehingga
dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.Sebagai bagian
dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya,
antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya)
mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga
belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya
mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap
terbaik, tanpa adanya resistansi yang terlalu besar. Anda dapat
membandingkan misalnya Amin Rais (yang memiliki 'beban' sebagai
mantan Ketua Muhammadiyah) dan seorang pemuda yang baru masuk
menjadi anggota Muhammadiyah. Jika misalnya - sekali lagi misalnya
- keduanya berfikir bahwa NU lebih baik, resistansi yang dimiliki
oleh Amin Rais untuk beramal dalam wadah NU lebih besar dibanding
pemuda tadi. Sedang energik berarti pemuda biasanya siap sedia
melakukan 'kewajiban' yang dibebankan oleh suatu ideologi manakala
dia telah meyakini akan kebenaran ideologi itu. Sebagai contoh
adalah para shahabat yang bahkan siap meninggalkan malam pertamanya
manakala mendengar perintah jihad.Dengan potensi seperti di atas,
wajar jika pada setiap zaman kemudian pemuda memegang peran penting
dalam perubahan kaumnya. Kita lihat kisah Ibrahim as sang
pembaharu, atau kisah pemuda Kahfi (18:9-26) yang masing-masing
begitu sigap menerima kebenaran. Atau orang-orang yang segera
menerima dan mendukung Rasulullah saw pun ternyata adalah para
pemuda, bukan orang-orang tua yang saat itu menjadi pemuka kaumnya.
Bukan Abu Jahal atau Abu Sufyan, tetapi Umar bin Khathab, Ali bin
Abi Thalib, Zaid bin Haritsah lah yang kemudian mengusung
panji-panji Islam. Bahkan Abu Bakar - yang cukup tua pun - saat itu
baru berusia 37 tahun.Ada ulama yang kemudian menyampaikan bahwa
pemuda dapat memiliki tiga peran, yaitu:1. Sebagai generasi penerus
(AthThur:21); meneruskan nilai-nilai kebaikan yang ada pada suatu
kaum.2. Sebagai generasi pengganti (Al Maidah:54); menggantikan
kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan dicintai
Allah, lemah lembut kepada kaum mu'min, tegas kepada kaum kafir,
dan tidak takut celaan orang yang mencela.3. Sebagai generasi
pembaharu (Maryam:42); memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang
ada pada suatu kaum.Kata kunci yang kedua adalah Islam. Islam
adalah sebuah ideologi yang memberikan energi besar bagi perubahan.
Hal ini dimungkinkan karena karakter Islam yang syumul, mewarnai
seluruh aspek kehidupan dan mengatur seluruh bagian manusia. Islam
tidak hanya sekedar mewarnai pola pikir, namun dia juga
mempengaruhi emosi, perasaan, pemikiran dan juga fisik. Berislamnya
seseorang akan melahirkan sebuah totalitas. Dengan adanya syahadah,
seorang muslim akan meyakini bahwa dia memang diciptakan hanya
untuk beribadah, bahwa tidak ada yang dapat memberikan kemudharatan
kecuali atas izin Allah, sehingga dengan demikian tidak ada lagi
sesuatupun yang ditakutinya. Kalaupun harus berperang, dia meyakini
bahwa apapun hasilnya akan berupa kebaikan. Matinya adalah syahid,
dan hidupnya adalah kemuliaan.Dengan demikian gabungan kata
mahasiswa dan Islam memberikan sebuah energi besar yang berlipat,
yang apabila diarahkan dengan baik dapat memberikan sebuah
perubahan.Berbicara tentang perubahan, tentunya akan memunculkan
pertanyaan mengapa harus ada perubahan. Di sini ada beberapa hal
yang bisa dijadikan sebagai jawaban:1. Kondisi saat ini sangat jauh
dari ideal. Tidak perlu kita pungkiri bahwa masyarakat (termasuk
atau terutama di Indonesia) saat ini masih cukup jauh dari Islam.
Contoh yang jelas tampak di permukaan adalah pada moral masyarakat,
misalnya korupsi yang membudaya atau adanya pergaulan bebas. Oleh
karena itu tidak salah jika ada ulama yang mengatakan kondisi
sekarang sebagai jahiliyah modern.2. Perubahan adalah suatu
keniscayaan, atau sunnatullah. Artinya suka atau tidak, kita akan
menemui perubahan. Kalaupun kita diam, maka ada banyak pemikiran
lain (komunis, liberal, dll) yang mencoba mengubah masyarakat
sesuai dengan kehendak mereka. Oleh karena itu, diamnya kita
berarti membiarkan 'kekalahan' ideologi yang kita yakini
kebenarannya dan membiarkan terjadinya perubahan ke arah yang tidak
kita kehendaki. Dalam Ar Ra'd:11, Allah berfirman bahwa Allah tidak
akan mengubah kondisi suatu kaum hingga mereka mengubah kondisi
dirinya sendiri.3. Melakukan perubahan adalah perintah di dalam
ajaran Islam, sebagaimana dalam suatu hadits Rasulullah saw
menyatakan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah
orang yang beruntung, orang yang hari ini sama dengan kemarin
berarti rugi, dan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin
adalah celaka. Artinya kalau kita membiarkan kondisi statis tanpa
perubahan - apalagi membiarkan perubahan ke arah yang lebih buruk -
berarti kita tidak termasuk orang yang beruntung. Juga di dalam Ali
Imran:104 Allah memerintahkan agar ada kaum yang menyeru kepada
kebaikan - sebagai sebuah perubahan.Pertanyaan berikutnya yang
mungkin muncul adalah mengapa harus saya yang melakukan perubahan,
dan bukan orang lain. Secara sederhana jawabannya adalah karena
kita adalah orang-orang terpilih. :) Dari sekitar 5 milyar penduduk
bumi, hanya 1 milyar yang memeluk Islam, suatu segmen yang tidak
terlalu besar. Dari sekian banyak pemeluk Islam, mungkin hanya
sekitar 5 % yang menjadi mahasiswa. Berarti kita (baca: mahasiswa
muslim) merupakan sebuah segmen yang sangat kecil. Dan dari sekian
mahasiswa muslim, hanya puluhan atau mungkin ratusan yang tertarik
mengikuti kajian, atau membaca tulisan bertemakan peran mahasiswa
Islam sebagai agen perubahan. Orang-orang yang sedikit ini
seharusnya tidak kemudian lepas tangan, yang artinya membiarkan
perubahan berjalan ke arah yang tidak kita kehendaki. Dengan kata
lain, kita telah sadar akan potensi yang kita miliki; dan setiap
potensi bermakna adanya tanggung jawab. Makin besar potensi yang
dimiliki seseorang, makin besar pula tanggung jawab yang
dimilikinya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim,
Rasulullah juga mengingatkan kita untuk mempergunakan lima
kesempatan, yang di antaranya adalah masa muda sebelum datangnya
tua.Kesadaran bahwa kita 'harus' menjadi agen perubahan merupakan
langkah awal yang kemudian harus dibarengi dengan pemahaman
bagaimana cara melakukan perubahan atau ke arah mana perubahan itu
kita arahkan. Di dalam surat Ali Imran:104 yang disebutkan di atas,
Allah menyebutkan bahwa perubahan itu harus dilakukan ke arah
"kebaikan". Dalam tataran praktis, tentu kita harus mem-break down
tujuan global itu ke dalam sasaran-sasaran jangka pendek, jangka
menengah hingga jangka panjang. Arah kebaikan yang dimaksud adalah
Islam dan tauhid, sehingga sebagai tujuan jangka panjang adalah
terbentuknya masyarakat dan pemerintahan yang Islami yang
lingkupnya tidak hanya Indonesia namun dunia. Sebagai sasaran
antara, bisa saja kita memikirkan perubahan kepemimpinan nasional,
penggolan agenda reformasi, dst. Tentu dalam menyusun agenda jangka
pendek kita perlu memikirkan secara lebih detil, disesuaikan dengan
kondisi yang ada dan kondisi ideal yang kita inginkan.Dalam ilmu
sosiologis disebutkan ada dua pandangan tentang perubahan, yaitu
pandangan materialistik yang meyakini bahwa tatanan masyarakat
sangat ditentukan oleh teknologi atau benda. Misalnya Marx yang
menyatakan bahwa kincir angin menimbulkan masyarakat feodal; mesin
uap menimbulkan masyarakat kapitalis-industri. Atau mungkin
sekarang kita bisa mengatakan internet menimbulkan masyarakat
informasi, dst. Sedang pandangan kedua adalah pandangan idealistik
yang menekankan peranan ide, ideologi atau nilai sebagai faktor
yang mempengaruhi perubahan. Dalam kaitannya dengan perbincangan
kita, pandangan kedua inilah yang lebih mengena, di mana sasaran
perubahan kita adalah manusia dan ideologi yang kita bawa adalah
Islam.Juga disebutkan bahwa ada tiga pendekatan yang dapat
dilakukan untuk melakukan perubahan. Yang pertama dengan mengubah
individu sehingga kemudian akan mempengaruhi tatanan sosial,
kelompok atau organisasi. Yang kedua dengan mengubah kelompok,
sehingga perubahan suasana dalam kelompok akan mempengaruhi
individu (sebagai contoh orang yang sehari-harinya biasa saja, di
dalam acara daurah pun akan terimbas untuk ikut melakukan amal-amal
kebaikan, seperti mengaji, dll). Yang ketiga adalah menekankan pada
perubahan struktur sosial yang kemudian akan menyebar ke seluruh
bagian masyarakat. Kita bisa dan perlu melakukan ketiganya secara
simultan, hanya saja perlu ditekankan bahwa perubahan yang langgeng
adalah yang berasal dari pemahaman individu.Ada beberapa aplikasi
praktis atau tahapan yang perlu dilakukan dalam mengarahkan
perubahan di dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut:
Perbaikan individu, yaitu perbaikan diri.
Dalam hal ini kita perlu menjawab pertanyaan, kita ada di mana
dan mau ke mana, sehingga dapat dilakukan perbaikan (perubahan ke
arah yang lebih baik). Tentu perbaikan diri di sini menyeluruh,
baik (terutama) aspek agama, (kemampuan) akademis, (kemampuan)
sosial, dll. Pembentukan lingkungan, perbaikan kaum, perbaikan
umat.
Ini adalah tahapan berikutnya. Perlu diingat juga Ar Ra'd:11 dan
Al Anfal:53 Penyebaran wacana dan opini.
Dalam masyarakat luas, yang sulit untuk dilakukan pembinaan
intensif yang melahirkan pemahaman, minimal perlu dilakukan
penyebaran wacana dan opini. Perlu diingat bahwa pelaku penyebaran
wacana dan opini perlu memiliki kredibilitas moral (masyarakat
tidak akan mempercayai orang yang cacat moral) dan kredibilitas
intelektual (baik lahir dari pendidikan maupun pengalaman).Juga
perlu diingat bahwa selain menyebarkan wacana normatif, kita perlu
juga memberikan solusi aplikatif untuk menjawab permasalahan umat.
Sekedar slogan "Islam adalah solusi" mungkin baik untuk langkah
awal. Namun berhenti di situ hanya akan menyebabkan masyarakat
apatis, sehingga perlu dilanjutkan dengan bagaimana cara Islam
menjadi solusi. Dalam penelitian yang dilakukan di Turki disebutkan
bahwa di masa represif Islam mampu bertahan karena kemampuannya
untuk muncul dalam hal normatif yang tidak terlalu berbenturan
dengan penguasa, namun di masa liberal justru Islam terkalahkan
oleh gerakan kiri, karena gagal membumikan aspek normatif tadi ke
dalam masalah praktis. Seharusnya gerakan Islam di Indonesia
belajar dari hal ini. Penanaman motivasi pada masyarakat.
Motivasi akan melahirkan sebuah gerakan sehinga siapa yang
berbicara sebuah perubahan akan membicarakan juga cara menanamkan
motivasi. Sebagai catatan, motivasi 'semu' cukup mudah diberikan,
seperti dalam demonstrasi di mana peserta demonstrasi akan
mengikuti perintah danlap karena larut dalam massa, atau motivasi
yang muncul karena perintah dari penguasa. Namun motivasi ini akan
lenyap begitu faktor luar yang menimbulkannya hilang. Dengan
demikian pemberian motivasi yang terbaik adalah memunculkan
motivasi internal, yang hanya mungkin muncul dengan adanya
pemahaman. Pemahaman bahwa ideologi Islam adalah yang terbaik dan
perlu diperjuangkan.Penanaman motivasi ini menjadi makin penting
kalau kita mengingat pendapat saintis (Thuman and Bennet) yang
mengatakan bahwa faktor utama kepunahan sebuah peradaban (misal:
peradaban Maya, peradaban Islam) adalah hilangnya kepercayaan diri,
motivasi dan semangat untuk bertahan. Melakukan mobilitas vertikal
dan network antar bidang.
Langkah di atas kebanyakan adalah perbaikan internal masyarakat
Islam. Agar peradaban Islam kemudian mengemuka di antara peradaban
lainnya, kita juga perlu melakukan mobilitas vertikal, atau
memfungsikan seluruh potensi kita sebaik-baiknya - dalam term Islam
disebut ihsan, dan menjalin network, yang dalam term Islam disebut
dengan amal jama'i (61:4). Dengan demikian Islam akan mempengaruhi
tidak hanya orang-orang yang telah tercerahkan dengan Islam (baca:
muslim), namun juga orang-orang yang masih berada di luar
Islam.Satu catatan lain, bahwa adalah sebuah sunnatullah untuk
melakukan perubahan secara bertahap (tadarruj), seperti halnya
penciptaan manusia yang bertahap. Penerapan aturan Islam secara
drastis oleh sebuah pemerintah - misalnya - tanpa mempersiapkan
masyarakatnya lebih dahulu, hanya akan menimbulkan penolakan
spontan. Dalam hal ini patut diingat ucapan Umar bin Abdul Aziz
yang mengatakan, "Jangan engkau tergesa-gesa wahai anakku,
sesungguhnya Allah pernah mencela khamr dalam Al Qur'an dua kali
dan mengharamkannya pada kali yang ketiga. Aku khawatir jika
membawa kebenaran ini kepada manusia secara spontan, maka mereka
pun menolaknya secara spontan pula, sehingga dari sinilah akan
muncul fitnah."Tentu dalam hal lain juga kita sadari bahwa di sisi
lain pemahaman yang benar akan Islam, akan menimbulkan perubahan
revolusioner dalam diri seseorang, seperti kondisi para shahabat
yang begitu sigap dalam menerima perintah Allah dan
Rasul-Nya.Terakhir ada dua kata kunci yang perlu diingat dalam
melakukan perubahan ini, yang pertama adalah pembinaan (tarbiyah)
sehingga akan memberikan pemahaman dan motivasi yang langgeng.
Musthafa Masyhur pernah berkata, "Tarbiyah bukan segalanya, tapi
segalanya tidak ada tanpa tarbiyah." Dan yang kedua adalah kerja
keras dengan beramal, karena Allah hanya menilai amal dan usaha
kita bukan hasil dari usaha kita.Wallahu a'lam.disampaikan dalam
pengajian bulanan KAMMI-Jp, Komaba 26 Mei 2002.Abdur Rahim(c)
Copyright 2002Abdur RahimMAHASISWA : RODA PERUBAHAN
BANGSAShareJakarta, SUARA PEMBANGUNAN.Apa yang terlintas dalam
benak kita ketika berbicara tentang "mahasiswa"? Dulu, jika
berbicara tentang mahasiswa berarti berbicara tentang perubahan,
berbicara tentang perubahan berarti berbicara tentang
mahasiswa.
Hal tersebut merupakan hal yang wajar, mengingat berbagai gelar
dan status yang disandangkan kepadanya, yaitu sebagai agen
perubahan (agent of change), iron stock dan social control.
Mahasiswa sebagai agent of change memiliki artian bahwasanya ia
terbuka dengan segala perubahan yang terjadi di tengah masyarakat
sekaligus menjadi subjek dan atau objek perubahan itu sendiri.
Dengan kata lain mahasiswa adalah aktor dan sutradara dalam sebuah
pagelaran bertitelkan perubahan.
Selain itu, mahasiswa pun diharapkan dan menjadi harapan untuk
menjadi seorang pemimpin di masa depan yang memiliki kemampuan
intelektual, tangguh dan berakhlak mulia. Itulah yang dimaksud
mahasiswa sebagai iron stock, sebagai tonggak penentu bangsa.
Peran mahasiswa sebagai agent of change, iron stock, dan social
control mengharuskan mahasiswa untuk melek dan peduli dengan
lingkungan, sehingga ia akan mudah menyadari segala permasalahan
yang ada di tengah masyarakat. Karena bagaimanapun, hanya mahasiswa
yang sadar dengan keadaanlah yang mampu dan layak mengusung
perubahan.
Sejarah telah mengukirkan banyak cerita tentang bagaimana peran
mahasiswa dalam perubahan kondisi bangsa dan negaranya mulai dari
zaman kenabian, zaman kolonialisme hingga zaman reformasi.
Di Indonesia pun untuk merubah orde baru menjadi reformasi,
menumbangkan rezim Soeharto siapa yang memegang kendali? Tentu
mahasiswa. Disamping itu mahasiswa pun memiliki berbagai ilmu yang
bisa dijadikan sebagai tonggak intelektual. Dengan ilmu yang
dimilikinya, mahasiswa sebenarnya mampu untuk menjadi tonggak masa
depan bangsa.
Lain dulu lain sekarang. Kini, ketika berbicara tentang
mahasiswa yang terbayang adalah sosok individualis dan self
centered yang hanya memikirkan diri pribadi saja.
Boro-boro menjadi aktor perubahan, melek keadaan sekitar pun
tidak! Bisa dibilang, mahasiswa telah berubah wujud menjadi sosok
autis nan apolitis yang tidak peduli terhadap lingkungan
sekitar.
Mahasiswa adalah kaum terpelajar, kaum intelektual. Kaum yang
bisa dibilang memiliki intelegensi diatas rata-rata, sehingga dapat
memberikan kontribusi positif demi peubahan dan kemajuan di tengah
masyarakat.
Lagi-lagi sangat disayangkan, ilmu yang mati-matian dikejar pun,
bukan karena tuntunan keilmuannya, bukan pula untuk diaplikasikan
dalam kehidupan, tapi semata untuk mengejar-ngejar "nilai dan
karir". Sehingga apa yang terjadi? Ilmu hanyalah sebatas angin lalu
karena tidak diresapi esensi dari ilmu itu sendiri.
Jika mahasiswa nya saja tidak bisa menjadi tonggak masa depan
bangsa, bagaimana jadinya nasib bangsa ini? Ketika mahasiswa
mempunyai peran yang lebih yaitu peran intelektual dan tonggak
perubahan, seharusnya mahasiswa memfungsikan peran itu.
Sebagai kaum intelektual berarti menuntut ilmu dengan
sungguh-sungguh dan menjadikan menimba ilmu itu sebuah kewajiban
dan ibadah kepada Sang Pencipta. ketika sebagai tonggak perubahan
artinya mahasiswa harus peduli dengan lingkungan sekitar dan mampu
untuk melakukan perubahan ditengah-tengah umat.
Karena sesungguhnya umat saat ini membutuhkan mutiara-mutiaranya
untuk bisa menerangi mereka dalam kegelapan. Siapa mutiara-mutiara
umat itu? Mahasiswa!
Perubahan apa yang seharusnya layak diusung oleh mahasiswa.
Ingat mahasiswa juga manusia. Itu artinya mahasiswa pun adalah
makhluk dari Sang Kholik yang mempunyai peran juga sebagai
hamba-Nya untuk melakukan setiap perbuatan sesuai dengan perintah
Pencipta-Nya.
Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan. Namun saat ini kesempurnaan islam tidak bisa dirasakan
karena tidak diterapkannya islam dalam kehidupan. Sehingga yang
terjadi hanyalah kerusakan. Oleh karena itu perubahan yang
seharusnya diusung mahasiswa adalah mengembalikan kehidupan islam
untuk bisa dirasakan oleh masyarakat.
Ketika islam diterapkan bukan dirasakan efek sampingnya saja
seperti kesejahteraan, perdamaian dan lain sebagainya namun
konsekuensi keimanan kita kepada Allah untuk bisa terikat dengan
hukum Allah. Jika kita benar-benar mengaku beriman kepada Allah,
apakah kita pantas untuk melanggar semua perintah-Nya dengan cara
meninggalkan islam dalam kehidupan? Dimanakah letak keima nan
kita?
Ketika kita mengusung perubahan ke arah islam, ini artinya kita
pun harus mengetahui islam lebih dalam dengan senantiasa mengkaji
islam. Dan kita bisa menemukan bahwasanya islam bukanlah hanya
mengatur hubungan kita kepada Allah saja seperti shalat, puasa,
zakat dan naik haji namun islam adalah solusi kehidupan yang bisa
menjawab permasalahan manusia dengan tepat dan tuntas.
Mahasiswa pun harus memiliki identitas, yakni dengan memegang
teguh islam. Perubahan akan menjadi jelas jika perubahan yang
diusung adalah perubahan ke arah islam. Oleh karena itu yang pantas
untuk dijadikan sebagai perubahan bukan perubahan yang ecek-ecek
tapi perubahan untuk mengembalikan kembali kehidupan islam di
tengah-tengah masyarakat.
Karena itu adalah bukti ketundukan kita kepada Allah. Siapa yang
bisa menjadi mutiara-mutiara umat, pengusung perubahan? Jawabannya
tentu KITA, MAHASISWA.
*Ayu Sushanti : Penulis adalah Anggota Divisi An-nisaa' KALAM
Universitas Pendidikan Indonesia.
Mahasiswa sebagai Agen Perubahan (Agent of Change)20 September
2014 12:24:20Diperbarui: 18 Juni 2015 00:09:24Dibaca :Komentar
:Nilai :Mahasiswa, satu kata yang menarik dari gabungan kata
tersebut adalah kata "Maha" yang artinya besar. Jika diartikan
secara keseluruhan, berarti seorang pelajar yang sudah besar, baik
besar pemikirannya maupun besar tekadnya untuk memanfaatkan ilmunya
agar berguna untuk seluruh umat di mnuka bumi ini. Nah, untuk
menjalankan peran sebagai seorang mahasiswa tidaklah mudah. Mereka
harus rela menyisihkan waktu luang dan waktu bermain mereka karena
metode pembelajaran yang sudah tidak sama lagi dengan siswa pada
umumnya. Kalau seorang siswa diberi nasi dan disuruh untuk
memakannya, maka beda halnya dengan seorang mahasiswa. Seorang
mahasiswa hanya diberi padi dan beras, lalu disuruh memikirkan
suatu cara dan alternatif agar beras tersebut bisa dimakan,
begitulah analoginya.
Dengan membaca judul diatas, tentu para pembaca sudah tahu
secara garis besar tentang peranan terpenting dari seorang
mahasiswa. Ya, betul sekali, tugas yang harus diemban oleh setiap
masing masing mahasiswa adalah sebagaiagent of change.sebagai agen
pembawa perubahan yang signifikan bagi dunia. Tentu saja perubahan
yang bersifat konstruktif dan penuh makna. Karene pada dasarnya,
mahasiswa adalah kaum terpelajar yang lebih tahu seluk beluk dunia,
tidak mudah terprovokasi, dan pandai mencari segala alternatif
untuk kemudian dilakukan solusinya.
Dalam dunia yang memang sudah mulai gonjang-ganjing ini, siapa
lagi yang akan memegang fungsi kontrol dunia kalau bukan kalangan
mahasiswa? Kepada siapa lagi kita akan percayakan tugas pengubah
negeri kalau bukan kepada kaum muda terpelajar?. Memang, ilmu itu
diatas segalanya. masih ingat bukan tentang cerita Nabi Sulaiman
yang lebih memilih ilmu daripada harta dan pangkat?. Hanya orang
orang punya ilmu--dalam hal ini mahasiswa--lah yang mampu
menanggapi paradigma dunia dengan sikap yang kritis namun tentu
saja solutif.
Mari, kita dukung dan terus tingkatkan pendidikan di negeri kita
ini. Mari kita ciptakan lagi para reformator-reformator dan jiwa
founding father dalam jiwa para mahasiswa. Dan, jika kita sendiri
adalah seorang mahasiswa, jangan jadikan nama kita sebagai suatu
status tanpa arti belaka. Jadikan tempat belajar saat ini sebagai
tambang yang wajib kita kuras habis segala ilmu dan pengalamannya.
Ingat! Bukan seorang dosen yang mengubah jiwa mahasiswa, melainkan
berasal dari dirinya sendiri. Dan ketika mahasiswa tersebut mampu
mengenali jati dirinya, maka ia layak untuk menyandang tugas
sebagaiAgent of Change.Agen perubahan bagi bangsa dan
negara.PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DIKALANGAN MAHASISWAApa
sebenarnya karakter itu? Karakter adalah sifat yang di bawa oleh
tiap individu, yang setiap orang memiliki karakter masing-masing.
Pengertian karakter lebih mengarah pada moral dan budi pekerti
seseorang, tentunya yang bersifat positf.Karakter seorang individu
terbentuk sejak dia kecil karena pengaruh genetik dan lingkungan
sekitar. Proses pembentukan karakter, baik disadari maupun tidak,
akan mempengaruhi cara individu tersebut memandang diri dan
lingkungannya dan akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari.
Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi adalah salah satu
sumber daya yang penting.Karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.Jadi
bagi mahasiswa, sangat penting untuk mendapatkan pendidikan
karakter, hal ini bertujuan untuk memperkuat akhlak dan sifat
terpuji bagi peserta didik (dalam hal ini mahasiswa). Karena
kepandaian di bidang pendidikan saja belum cukup tanpa bekal moral
dan karakter yang kuat. Agar saat mahasiswa terjun di masyarakat
nanti tidak terjadi penyalahgunaan ilmu yang di pelajari selama
sekolah.Seperti kita lihat sekarang ini, dimana orang-orang pandai
malah menyalahgunakan kepandaiannya untuk melakukan tindak pidana
seperti korupsi atau menjadi teroris. Kalau saja mereka memiliki
karakter dan budi pekerti yang kuat, tentu hal itu tidak akan
terjadi. Jadi untuk alasan kebaikanlah maka perlu di tekankan
pentingnya pendidikan karakter bagi mahasiswa.Oleh karena itu kita
harus merubah karakter kita menjadi karakter sukses. Karakter
sukses adalah bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang kita
inginkan, tidak pernah mengeluh apapun resikonya yang kita hadapi.
Karena untuk beberapa tahun kedepan yang dibutuhkan adalah
orang-orang yang memiliki karakter yang baik.C.Pentingnya
pendidikan karakterKeinginan menjadi bangsa yang demokratis, bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), menghargai dan taat hukum
adalah beberapa karakter bangsa yang diinginkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun, kenyataan yang ada
justeru menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Konflik horizontal
dan vertikal yang ditandai dengan kekerasan dan kerusuhan muncul di
mana-mana, diiringi mengentalnya semangat kedaerahan dan
primordialisme yang bisa mengancam instegrasi bangsa; praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme tidak semakin surut malahan semakin
berkembang; demokrasi penuh etika yang didambakan berubah menjadi
demokrasi yang kebablasan dan menjurus pada anarkisme; kesantuan
sosial dan politik semakin memudar pada berbagai tataran kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; kecerdasan kehidupan
bangsa yang dimanatkan para pendiri negara semain tidak tampak,
semuanya itu menunjukkan lunturnya nilai-nilai luhur bangsa.Di
kalangan pelajar dan mahasiswa dekadensi moral ini tidak kalah
memprihatinkan. Perilaku menabrak etika, moral dan hukum dari yang
ringan sampai yang berat masih kerap diperlihatkan oleh pelajar dan
mahasiswa. Kebiasaan mencontek pada saat ulangan atau ujian masih
dilakukan. Keinginan lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras
pada saat ujian nasional menyebabkan mereka berusaha mencari
jawaban dengan cara tidak beretika. Mereka mencari bocoran jawaban
dari berbagai sumber yang tidak jelas. Apalagi jika keinginan lulus
dengan mudah ini bersifat institusional karena direkayasa atau
dikondisikan oleh pimpinan sekolah dan guru secara sistemik. Pada
mereka yang tidak lulus, ada di antaranya yang melakukan tindakan
nekat dengan menyakiti diri atau bahkan bunuh diri. Perilaku tidak
beretika juga ditunjukkan oleh mahasiswa. Plagiarisme atau
penjiplakan karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga masih bersifat
massif. Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa program doktor.
Semuanya inI menunjukkan kerapuhan karakter di kalangan pelajar dan
mahasiswa.Hal lain yang menggejala di kalangan pelajar dan
mahasiswa berbentuk kenakalan. Beberapa di antaranya adalah tawuran
antarpelajar dan antarmahasiswa. Di beberapa kota besar tawuran
pelajar menjadi tradisi dan membentuk pola yang tetap, sehingga di
antara mereka membentuk musuh bebuyutan. Tawuran juga kerap
dilakukan oleh para mahasiswa seperti yang dilakukan oleh
sekelompok mahasiswa pada perguruan tinggi tertentu di Makassar.
Bentuk kenakalan lain yang dilakukan pelajar dan mahasiswa adalah
meminum minuman keras, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan narkoba
yang bisa mengakibatkan depresi bahkan terkena HIV/AIDS. Fenomena
lain yang mencorong citra pelajar adalah dan lembaga pendidikan
adalah maraknya gang pelajar dan gang motor Perilaku mereka bahkan
seringkali menjurus pada tindak kekerasan (bullying) yang
meresahkan masyarakat dan bahkan tindakan kriminal seperti
pemalakan, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Semua perilaku negatif
di kalangan pelajar dan mahasiswa tersebut atas, jelas menunjukkan
kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya disebabkan
oleh tidak optimalnya pengembangan karakter di lembaga pendidikan
di samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung.Kondisi
yang memprihatinkan itu tentu saja menggelisahkan semua komponen
bangsa, termasuk presiden Republik Indonesia. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono memandang perlunya pembangunan karakter saat ini.
Pada peringatan Dharma Shanti Hari Nyepi 2010, Presiden menyatakan,
Pembangunan karakter (character building) amat penting. Kita ingin
membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan
mulia. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan
mulia. Peradaban demikian dapat kita capai apabila masyarakat kita
juga merupakan masyarakat yang baik (good society). Dan, masyarakat
idaman seperti ini dapat kita wujudkan manakala manusia-manusia
Indonesia merupakan manusia yang berakhlak baik, manusia yang
bermoral, dan beretika baik, serta manusia yang bertutur dan
berperilaku baik pula.Untuk itu perlu dicari jalan terbaik untuk
membangun dan mengembangkan karkater manusia dan bangsa Indonesia
agar memiliki karkater yang baik, unggul dan mulia. Upaya yang
tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan
memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi
manusia, termasuk potensi mental. Melalui pendidikan diharapkan
terjaditransformasiyang dapat menumbuhkembangkan karakter positif,
serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Ki Hajar
Dewantara dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya
upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Jadi jelaslah,
pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter
yang baik. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter.About these
ads
Pentingnya Pendidikan Karakter di Kalangan Pelajar/ Mahasiswa 10
Desember 2013 12:18:18 Diperbarui: 24 Juni 2015 04:06:27 Dibaca :
2,593 Komentar : 0 Nilai : Saat ini kita sering mendengar berita
pelajar SMA Tawuran, bahkan mahasiswa antar perguruan tinggi, Aksi
kebut kebutan di jalan raya, kasus Narkoba, dan berbagai perilaku
yang tidak terpuji yang telah merambah di kalangan berpendidikan,
Kenapa ini ? Semua hal tersebut dilatarbelakangi berbagai hal,
terutama pengaruh lingkungan yang tidak sehat, disinal letak
pentingnya pendidikan karakter dan pengembangan diri yang
menjadikan kontrol untuk menampilkan sikap moral dan perilaku yang
terpuji serta pengembangan untuk menjadi jati diri mempunyai
potensi yang positif. Apa itu Karakter ? Mungkin beberapa orang
masih asing dengan yang namanya ' pendidikan karakter ', selama ini
yang banyak diketahui yaitu berbagai mata pelajaran formal seperti
Matematika, IPA, IPS, dan sebagainya. Karakter adalah sifat yang di
bawa oleh tiap individu, yang setiap orang memiliki karakter
masing-masing. Pengertian karakter lebih mengarah pada moral dan
budi pekerti seseorang, tentunya yang bersifat positif. Karakter
seorang individu terbentuk sejak dia kecil karena pengaruh genetik
dan lingkungan sekitar. Proses pembentukan karakter, baik disadari
maupun tidak, akan mempengaruhi cara individu tersebut memandang
diri dan lingkungannya dan akan tercermin dalam perilakunya
sehari-hari. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Tujuan
pendidikan karakter adalah untuk menanamkan dan membentuk sifat
atau karakter yang diperoleh dari cobaan, pengorbanan, pengalaman
hidup, serta nilai yang ditanamkan sehingga dapat membentuk nilai
intrinsik yang akan menjadi sikap dan perilaku peserta didik.
Nilai-nilai yang ditanamkan berupa sikap dan tingkah laku tersebut
diberikan secara terus-menerus sehingga membentuk sebuah kebiasaan.
Dan dari kebiasaan tersebut akan menjadi karakter khusus bagi
setiap individu. Sebenarnya pendidikan karakter ini telah
didapatkan sejak dari kecil mulai dari lingkungan keluarga,
masyarakat, serta dalam lembaga pendidikan, di sekolah misalnya
siswa sudah dibekali dengan nilai nilai Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, yang didalamnya sudah mencangkup nilai nilai
pendidikan karakter.Namun ternyata itu semua belum cukup tanpa
diprektekan dalam kehidupan sehari hari. Lingkungan dan keluarga
sangat berperan penting dalam pembentukan karakter, sudah
semestinya kedua orang tua menanamkan pendidikan karakter pada anak
sejak dini, baik dari perkataan maupun perilaku sehari hari,
contohnya sejak kecil seorang anak dididik untuk selalu menghormati
kedua orang tuanya, mengucapkan salam saat pulang ke rumah. Maka
selanjutnya akan menjadi kebiasaan yang baik dan disinilah
terjadinya pembentukan karakter yang positif, yang senantiasa terus
berkembang ditambah dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat
seperti mengaji, kerjabakti dan berbagai bentuk pengembangan diri
dalam lembaga pendidikan. Berbagai pembelajaran serta pengalaman
pengalaman tersebut akan melekat pada jati diri seseorang sehingga
terbentuklah suatu karakter dalam setiap individu sehingga tercipta
sikap, perilaku, dan karakteristik yang mencerminkan
kepribadiannya. Jelaslah betapa pentingnya pendidikan karakter itu,
Bagi Mahasiswa hal ini bertujuan untuk meningkatkan akhlak dan
sifat terpuji, jangan hanya menjadi mahasiswa yang pandai saja
namun tak bermoral, setelah lulus menjadi pejabat yang korupsi.
Punya potensi yang besar namun digunakan untuk hal yang tidak baik
dan merugikan masyarakat. Namun diharapkan ketika terjun di dalam
masyarakat atau dunia kerja maka karakter positif itu akan menjadi
benteng dari berbagai tindakan tidak terpuji tersebut serta menjadi
wadah untuk pengembangan diri, menjadi seseorang yang
berkepribadian unggul. Penulis : Feri Budi S. Mahasiswa Teknik
Elektro UTY Penerima Beasiswa Unggulan BPKLN Kemdiknas.
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/infokitabersama/pentingnya-pendidikan-karakter-di-kalangan-pelajar-mahasiswa_552e4e376ea83429428b4580
Artikelpentingnya pendidikan karakter bagi mahasiswaini
sebenarnya masih melengkapi tugas yang kemarin, setelah kemarin
membuat opini tentangsaran dan masukan untuk FIP UNY, sekarang
giliran mencariartikel tentangpentingnya pendidikan karakter bagi
mahasiswa. Pendidikan karakter sebenarnya sangat mendasar, bukan
hanya mahasiswa saja yang harus menerima pendidikan karakter, di
rumah, di sekolah dasar, dan di lingkungan di mana kita tinggal
tanpa sadar kita sudah menerima pendidikan yang pada nantinya dapat
membentuk karakter pada diri kita.
Lalu apa sebenarnya karakter itu? Karakter adalah sifat yang di
bawa oleh tiap individu, yang setiap orang memiliki karakter
masing-masing.Pengertian karakterlebih mengarah pada moral dan budi
pekerti seseorang, tentunya yang bersifat positf.
Jadi bagi mahasiswa, sangat penting untuk mendapatkan pendidikan
karakter, hal ini bertujuan untuk memperkuat akhlak dan sifat
terpuji bagi peserta didik (dalam hal ini mahasiswa). Karena
kepandaian di bidang pendidikan saja belum cukup tanpa bekal moral
dan karakter yang kuat. Agar saat mahasiswa terjun di masyarakat
nanti tidak terjadi penyalahgunaan ilmu yang di pelajari selama
sekolah.
Seperti kita lihat sekarang ini, dimana orang-orang pandai malah
menyalahgunakan kepandaiannya untuk melakukan tindak pidana seperti
korupsi atau menjadi teroris. Kalau saja mereka memiliki karakter
dan budi pekerti yang kuat, tentu hal itu tidak akan terjadi. Jadi
untuk alasan kebaikanlah maka perlu di tekankanpentingnya
pendidikan karakter bagi mahasiswa.
Oh ya, kalau mau mencari tugas tentang contoh naskah pidato
bahasa Jepang bisa membaca di sini:contoh naskah pidato bahasa
Jepang. Jangan lupa baca juga apa sajakendala dalam pendidikan
bahasa Indonesiabagi mahasiswa.
Advertisement
Labels:belajar{ 4 Comments... read them below oradd one}Meutia
Halida Khairanisaid...hmm, jadiii, kayak pelajaran budi pekerti di
sekolah lah yaaaAugust 5, 2011 at 4:52 AMIdris
Muhammadsaid...Memang sudah semestinya bangsa ini kembali pada
nilai-nilai luhur ketimuran. meskipun mendiknas telah
mensosialisasikan pentingnya pendidikan karakter bagi anak bangsa,
tentunya sangat penting untuk merumuskan pola dan kurikulum yg baik
dan tepat sasaran, agar semuanya terimplikasi dengan
baik,thank!November 16, 2011 at 6:02 PMMuhammadsaid...memang sudah
waktunya, moral dan budi pekerti bangsa ini diperbaiki secara
mendasar!!November 16, 2011 at 6:04 PM
Mengapa Perlu Adanya Pendidikan KarakterPosted by'Hariyanto,
S.PdonDecember 5, 2012Mengapa Perlu Adanya Pendidikan
Karakter?Pendidikan karakteradalah suatu hal yang saat ini
ditekankan dalampendidikan di Indonesia. Nah dalam saya muncul
berbagai pertanyaan tentang pendidikan karakter. Diantaranya
yaituMengapa perlu pendidikan karakter? Apakah karakter dapat
dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana
mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana mengukur
keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yang harus melakukan
pendidikan karakter?Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali
diperkuat oleh kebijakan yang menjadikanpendidikan karaktersebagai
program pendidikan nasional di Indonesia terutama dalam Kementerian
Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II. Pendidikan
karakter bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional
Indonesia.Untuk menjawab semua tentang pendidikan karakter mari
kita bahas satu persatu.1. Mengapa perlu pendidikan karakter?Ada
beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian
pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek
penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan
Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi
Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing
penamaan kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran
(inter-exchanging), misalpendidikan karakterjuga merupakan
pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri
(Kirschenbaum, 2000).
Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada
hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk
menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi
manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar,
boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar
menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau
bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila
dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau
penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana
pun.Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian
menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan
kita sebagai orang yang beragama (Islam misalnya) terkait dengan
problem moral dan pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari
kasus moral yang pernah menimpa keduaSebagai kajian akademik,
pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat
keilmiahan akademik seperti dalamkonten(isi), pendekatan
danmetodekajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat
terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character
Education Partnership; International Center for Character
Education). Pendidikan karakter berkembang dengan pendekatan kajian
multidisipliner:psikologi, filsafat moral/etika, hukum,
sastra/humaniora.
Baca juga :Pengertian Pendidikan Karakter
Sebagai aspekkepribadian, karakter merupakan cerminan dari
kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan
perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai
pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan
santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam
ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang
bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak
baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan
kultural.Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia
Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut
deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk
memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa
membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang
baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada
nilai-nilai tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur,
peduli, dan adil dan membantu siswa untuk memahami, memperhatikan,
dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka
sendiri.2. Pengertian Pendidikan KarakterKatacharacterberasal dari
bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis,
menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau
metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian
diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya
melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang
bersifat individual, keadaan moral seseorang?. Setelah melewati
tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat
diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang
ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).Williams & Schnaps
(1999)mendefinisikan pendidikan karaktersebagaianydeliberate
approach by which school personnel, often in conjunction with
parents andcommunity members, help children and youth become
caring, principled andresponsible.Maknanya daripengertian
pendidikan karakteryaitu merupakan berbagai usahayang dilakukan
oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama
denganorang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak
dan remaja agar menjadiatau memiliki sifat peduli, berpendirian,
dan bertanggung jawab.
Baca juga :Contoh Teks Pidato Bertema Pendidikan
Lebih lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna
daripengertian pendidikankaraktertersebut awalnya digunakan
olehNational Commission on Character Education(di Amerika) sebagai
suatu istilah payung yang meliputi berbagai pendekatan,
filosofi,dan program. Pemecahan masalah, pembuatan keputusan,
penyelesaian konflik merupakan aspek yang penting dari pengembangan
karakter moral. Oleh karena itu, didalampendidikan
karaktersemestinya memberikan kesempatan kepada siswa
untukmengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Tujuh Alasan Perlunya Pendidikan KarakterMenurut Lickona ada
tujuh alasanmengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:1.
Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki
kepribadian yang baik dalam kehidupannya;2. Merupakan cara untuk
meningkatkan prestasi akademik;3. Sebagian siswa tidak dapat
membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;4.
Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan
dapat hidup dalam masyarakat yang beragam;5. Berangkat dari akar
masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan
seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah;6. Merupakan
persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan7.
Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja
peradaban.3. Bagaimana Mendidik Aspek Karakter?Pendidikan bukan
sekedarberfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan
semata, melainkan jugaberfungsi untuk membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermatabat. Dari hal inimaka sebenarnya pendidikan
watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan dalamberfungsinya
pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada
keberadaanpendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban
bangsa, pendidikan karaktermerupakan manifestasi dari peran
tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi tugasdari semua
pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).Secara
umummateri tentang pendidikan karakterdijelaskan oleh
Berkowitz,Battistich, dan Bier (2008: 442) yang melaporkan bahwa
materi pendidikan karaktersangat luas. Dari hasil penelitiannya
dijelaskan bahwa paling tidak ada 25 variabelyang dapat dipakai
sebagai materi pendidikan karakter. Namun, dari 25 variabeltersebut
yang paling umum dilaporkan dan secara signifikan hanya ada 10,
yaitu:1. Perilaku seksual2. Pengetahuan tentang karakter (Character
knowledge)3. Pemahaman tentang moral sosial4. Ketrampilan pemecahan
masalah5. Kompetensi emosional6. Hubungan dengan orang lain
(Relationships)7. Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to
school)8. Prestasi akademis9. Kompetensi berkomunikasi10. Sikap
kepada guru (Attitudes toward teachers).Otten (2000) menyatakan
bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikanke dalam seluruh
masyarakat sekolah sebagai suatu strategi untuk
membantumengingatkan kembali siswa untuk berhubungan dengan
konflik, menjaga siswauntuk tetap selalu siaga dalam lingkungan
pendidikan, dan menginvestasikan kembalimasyarakat untuk
berpartisipasi aktifsebagai warga negara.
Baca juga :Tujuan Pendidikan Nasional
4. Peran Konselor dalam Pendidikan Karakter di
SekolahJikapendidikan karakter diselenggarakan di sekolah maka
konselor sekolah akan menjadipioner dan sekaligus koordinator
program tersebut. Hal itu karena konselor sekolahyang memang secara
khusus memiliki tugas untuk membantu siswamengembangkan kepedulian
sosial dan masalah-masalah kesehatan mental, dengandemikian
konselor sekolah harus sangat akrab dengan program pendidikan
karakter.Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku
kepentingan (siswa,guru bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di
dalam mensukseskan pelaksanaanprogramnya. Mulai dari program
pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulumbimbingan yang
berisi materi tentang pendidikan karakter, seperti kerja
sama,keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu orang
lain, persahabatan,cara belajar, menejemen konflik, pencegahan
penggunaan narkotika, dan sebagainya.Program perencanaan individual
berupa kemampuan untuk membuat pilihan,pembuatan keputusan, dan
seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara lainberupa
kegiatan konseling individu, konseling kelompok.Nah demikianlah
mengenai pendidikan karakter, begitupentingnya pendidikan
karakterdi negeri ini, untuk itu bagi para guru, konselor, dosen
maupun orang tua hendaknya senantiasa menanamkan karakter pada anak
didiknya. Khusus bagi konselor sekolah di Indonesiabaik
secaralangsung maupun tidak langsung berkewajiban menyelenggarakan
program pelayananyang bernuansanilai-nilai pendidikan karakter.
Read more:Mengapa Perlu Adanya Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter untuk Mahasiswa
Wednesday, 08 May 2013 15:21
DUA BELAS tahun lebih sejak reformasi bergulir, tak ada
perubahan yang signifikan atas kondisi bangsa ini. Kemiskinan masih
menimpa sebagian masyarakat Indonesia. Angka pengangguran
menunjukkan jumlah yang meningkat tiap tahunnya. Di sana sini masih
sering kita dengar berita tentang kelaparan dan balita kurang
gizi.
Sementara itu, kebobrokan moral juga menimpa banyak pejabat
Negara kita, dari tingkat pusat hingga daerah. Dari lembaga
eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Berita tentang
ketidakjujuran, KKN, dan suap-menyuap di kalangan pejabat Negara
tak henti-hentinya menghiasi media massa. Tiap hari kejahatan kerah
putih tak kian berkurang, tetapi malah makin bertambah dengan
modus-modus baru. Seakan ada saja cara dan jalan untuk mengorupsi
uang Negara, menggelapkan uang rakyat.
Gagalkah reformasi Mei 1998? Di manakah para aktivis 1998 yang
dulu menggembar-gemborkan perubahan, pemberantasan koupsi, dan
perbaikan sistem hukum? Larikah mereka sekarang, setelah berhasil
menumbangkan rezim otoriter Orde Baru? Ataukah kini mereka bungkam
dan tak berkutik setelah merasakan empuknya kursi kekuasaan, dan
setelah merasakan manisnya uang berlimpah?
Pepatah Arab mengatakan, Syubban al-yawm rijal al-ghad (pemuda
pada hari ini adalah penguasa/ tokoh di masa depan). Dengan
demikian, pemahaman terbaliknya mengatakan, penguasa hari ini
adalah para pemuda di masa lampau. Secara lebih spesifik,
orang-orang yang duduk di kursi kekuasaan pada saat ini adalah para
mahasiswa pada masa lampau. Dalam konteks ini penulis mengamini apa
yang ditulis Hammidun Nafi S. di rubrik ini (14/8) bahwa para
koruptor sekarang adalah mahasiswa generasi-generasi
sebelumnya.
Ada apa dengan sistem pendidikan tinggi kita, hingga produk yang
dihasilkan adalah generasi yang akrab dengan ketidakjujuran, dan
terbiasa dengan manipulasi? Apa yang terjadi dengan pendidikan di
kampus, hingga produk yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang
tak peka terhadap penderitaan rakyat?
Melihat karut-marut kondisi politik, ekonomi, dan sosial bangsa
Indonesia saat ini, kita patut mempertanyakan efektivitas
pendidikan yang diselenggarakan di perguruan tinggi. Kampus yang
diharapakann menjadi kawah candradimuka untuk menempa calon-calon
pemimpin sejati di masa depan, kini malah menjadi pabrik penghasil
calon-calon koruptor.
Kampus yang sejatinya menjadi tempat pendidikan bagi calon
pejuang nasib rakyat kini malah menjadi agen kapitalisme yang hanya
menghamba pada pasar. Kampus pun kini hanya mengajarkan
mahasiswanya bagaimana mendapatkan nilai akademik
setinggi-tingginya, agar jika lulus nanti mudah terserap pasar
tenaga kerja. Masalah kejujuran dipikir belakangan.
Bergeser sedikit kepada kegiatan ekstra kampus, kita akan
mendapati kumpulan mahasiswa yang sangat bersemangat belajar
organisasi. Dengan bergabung ke dalam organisasi kemahasiswaan
mereka berharap bisa belajar berpolitik. Dan memang mereka belajar
bagaimana memenej organisasi dengan baik, serta bagaimana melakukan
lobi-lobi politik yang efektif. Namun kemampuan teknis
berorganisasi yang mereka kuasai itu akhirnya digunakan untuk
memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan yang mereka pegang.
Lepas dari kampus, mereka terseret oleh jaringan patronase
politik-kekuasaan yang hanya menguntungkan individu dan kelompok
mereka sendiri. Rakyatlah yang lagi-lagi menjadi korban.
Pendidikan KarakterSudah saatnya kampus menggalakkan pendidikan
karakter secara kongkrit bagi mahasiswanya. Pencapaian
intelektualitas dan nilai-nilai akademik harus dibarengi dengan
penanaman moral dan akhlak yang bagus. Kemampuan manajerial dan
sosial mahasiswa harus disertai dengan sifat-sifat jujur, ikhlas,
orientasi pengabdian, dan rendah hati. Ini ditujukan agar mahasiswa
tak hanya pintar secara intelektual dan sosial, namun juga memiliki
integritas moral yang bagus, serta mempunyai empati dan solidaritas
yang tinggi terhadap lingkungan sekelilingnya.
Pendidikan karakter yang idealnya ditanamkan sejak dini di
lembaga pendidikan dasar dan menengah, seharusnya lebih
ditingkatkan pada jenjang pendidikan tinggi. Sebab peserta didik di
lingkungan kampus mempunyai kepentingan langsung dan praktis
terhadap karakter-karakter positif, serta lebih dekat untk terjun
dalam kehidupan riil di masyarakat. Dengan demikian
karakter-karakter positif bagi mahasiswa merupakan keniscayaan dan
kebutuhan yang mendesak.
Secara teknis, penanaman karakter positif akan lebih efektif dan
mengena apabila dilakukan melalui keteladanan. Dalam hal ini
pihak-pihak yang tekait dengan penyelenggaraan pedidikan di kampus
harus turut ambil bagian dalam memberikan keteladanan yang baik
kepada mahasiswa. Dosen, pegawai, dan mahasiswa senior harus
memberikan contoh perilaku jujur, disiplin, kreatif, kritis, d.l.l.
kepada mahasiswa yunior. Dengan lingkungan yang kondusif,
penyemaian karakter positif akan lebih mudah diterima dan
diteladani mahasiswa baru.
Selain melalui keteladanan para sivitas akademika, pendidikan
karakter bagi mahasiswa juga bisa dilakukan melalui pembangunan
kultur akademik yang baik di lingkungan kampus. Dengan membiasakan
diri menghindari plagiasi dalam pembuatan karya ilmiah, serta
mengerjakan tugas-tugas kuliah secara jujur, berarti mahasiswa
telah menanamkan karakter positif dalam dirinya.
Satu hal lagi yang merupakan media pendidikan karakter bagi
mahasiswa adalah melalui integrasi pendidikan karakter tersebut ke
dalam mata kuliah-mata kuliah yang diajarkan. Penanaman karakter
positif seyogianya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari
bidang keilmuan yang dipelajari. Sebab sikap moral yang baik akan
menjadi fondasi yang bagus atas segala bidang keahlian. Dengan
demikian, apapun profesi yang ditekuni mahasiswa nantinya, jika dia
memiliki integritas moral yang tangguh, dia akan memberikan dampak
positif bagi diri dan masyarakatnya kelak.
Karakter positif merupakan hasil pendidikan dan pembiasaan yang
dimulai sedari kecil, bukan hal yang instan. Karena itu, keluarga,
masyarakat, dan sekolah berperan sangat signifikan dalam
pembentukan karakter seseorang. Pembentukan dan pematangan karakter
ini akan mencapai klimaksnya di lingkungan perguruan tinggi. Karena
itu, lingkungan kampus harus dibuat sebaik mungkin sebagai media
pengembangan karakter positif bagi calon-calon pemimpin di masa
depan. [*]
Pentingnya Pembangunan Karakter di Perguruan TinggiJumat, 20
Maret 2015, 14:00 WIBJAKARTA Pembangunan karakter (character
building) di dunia kampus, terutama di perguruan tinggi (PT),
dilatarbelakangi oleh maraknya penyimpangan yang terjadi di ranah
publik. Disorientasi nilai maupun disharmonisasi pada tataran
kehidupan masyarakat kerap ditemukan. Selain itu, di tataran elite,
ragam tindakan nirketeladanan dipertontonkan seperti perilaku
koruptif.
Dari perspektif sosial, budaya malu perlahan-lahan mulai hilang.
Belum lagi sikap tak menghargai orang lain hingga timbulnya
kekerasan di tengah kehidupan masyarakat. Dalam konteks
kemahasiswaan, semua pemangku kebijakan terkait dihadapkan pada
persoalan untuk mengembalikan nilai-nilai luhur kepada setiap
mahasiswa.
"Oleh karena itu, pembangunan karakter ingin mengembalikan
paradigma berpikir. Agar mahasiswa itu tidak hanya pintar,
berpengetahuan, dan unggul, tetapi juga bertanggung jawab dan
beretika," ujar Deputi Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat (LPPM) Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPSOS)
Universitas Nasional (UNAS), Firdaus Syam. Menurut Firdaus,
tantangan ini harus mampu dijawab oleh pihak kampus manapun.
Pasalnya, sistem pendidikan yang ada sekarang dinilai tidak cukup
untuk menjawab persoalan mendasar bangsa yang terkait dengan
pembangunan karakter.
Rektor Universitas Nasional (UNAS) Jakarta El Amry Bermawi
Putera menambahkan bahwa PT harus berkomitmen dalam mencetak
lulusan yang berkarakter dan berintegritas agar mampu berkiprah dan
bersaing di level global. Dengan pendidikan pembangunan karakter,
diharapkan setiap lulusan kelak lebih memiliki sikap empati. Sikap
empati, menurut El Amry, merupakan salah satu kualitas karakter
yang dapat mengubah dunia dunia.
"Karena ketika seseorang memiliki empati, dia akan memiliki
kepedulian terhadap tingkah laku yang diperbuat dan bagaimana
memperlakukan orang lain," kata El Amry. Direktur Pendidikan
Karakter dan Education Consulting Doni Koesoema menyarankan agar
pendidikan karakter di kampus mengarah pada pembentukan individu
mahasiswa yang memiliki integritas moral. Semua itu harus didukung
budaya dan kebijakan kampus.
"Nilai-nilai moral dalam keseharian mahasiswa harus mampu
diaktualisasikan," ujar Doni. Dia mencontohkan aturan yang
dimaksud. Misalnya, menegakkan integritas pada hal-hal yang
berhubungan dengan plagiat dan vandalisme buku ajar.
Di samping itu, kampus juga dapat membuat kebijakan
antidiskriminasi. Seperti, memberi akses pada penyandang
disabilitas untuk dapat menikmati pendidikan. Lebih lanjut, Doni
mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis di kalangan mahasiswa
harus dikembangkan. Tujuannya agar mahasiswa mampu memahami
nilai-nilai secara objektif. Dalam hal ini kampus menentukan
prioritas nilai yang ingin dikembangkan. Kemudian, seluruh sivitas
akademika, termasuk dosen dan karyawan, memahaminya sebagai hal
penting untuk diperjuangkan.
Karena itu, Doni mengungkapkan, pendidikan karakter tidak
sekadar pelatihan kilat dalam bentuk outbond maupun
aktivitas-aktivitas serupa. "Tetapi, lebih pada melatih mahasiswa
melaksanakan nilai-nilai moral sebagai akademisi dan calon pemimpin
bangsa," kata Doni yang juga dikenal sebagai pakar pendidikan.
Pelatihan Pembangunan KarakterSejumlah kampus terus melakukan
berbagai upaya untuk membangun karakter sivitas akademika. Salah
satu bentuk ikhtiar yang dilakukan Universitas Nasional (UNAS),
yaitu pelatihan yang diselenggarakan pada 27 sampai 29 Januari
2015. Menurut Deputi Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat (LPPM) Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPSOS) UNAS,
Firdaus Syam, pelatihan itu bersifat berkelanjutan.
Peserta tidak hanya mahasiswa, tetapi juga dosen dan karyawan di
lingkungan kampus. Bahkan, orang tua mahasiswa pun berencana
diundang dalam kesempatan-kesempatan selanjutnya. Pelatihan
pembangunan karakter meliputi pemberian materi mengenai
kepemimpinan, organisasi atau manajemen, keterampilan yang
berkaitan dengan pengembangan minat dan bakat atau interpersonal
skill, serta budaya akademik.
Di samping itu, mahasiswa juga dibekali pengetahuan mengenai
kemampuan menggunakan media teknologi informasi berbasis karakter.
Misalnya dalam membangun komunikasi yang berkaitan dengan media
sosial. Tidak hanya itu, materi mengenai kewirausahaan juga
diberikan mengingat kaitannya dengan kemandirian sebagai bagian
dari karakter.
Firdaus menyebut upaya pembangunan karakter yang dilakukan UNAS
bertujuan membangun atmosfer kehidupan kampus dalam persepsi yang
sama. "Atmosfer kampus yang dimaksud, yakni yang lebih
mengedepankan kompetisi, kejujuran, profesionalisme, dan
kepemimpinan yang berbasis ilmu dan karakter yang baik," ujar
Firdaus. Pengajar Pascasarjana UNAS ini menambahkan, pembangunan
karakter akan dimasukkan ke bagian mata ajar perkuliahan. Namun,
hal itu tidak berdiri sendiri, tetapi dimasukkan sebagai muatan
dalam SAP atau rencana perkuliahan pada setiap mata kuliah.
Selain itu, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) memiliki
pendidikan pembangunan karakter dalam bentuk kegiatan formal dan
informal. Contohnya, kegiatan spiritualitas emotional spiritual
quotient (ESQ).
Di samping itu, mahasiswa dididik dalam pembentukan karakter
melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan kegiatan Badan
Eksekutif Mahasiwa atau kegiatan organisasi unit kegiatan mahasiswa
(UKM). Namun demikian, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan
Pengembangan UNY Suwarsih Madya menuturkan bahwa penyimpangan moral
tidak hanya dapat diatasi oleh lembaga pendidikan.
Lembaga negara, termasuk eksekutif, legislative, dan yudikatif,
turut berperan dalam konteks tersebut. "Perguruan tinggi menekankan
penalaran karakter sampai pada pengamalannya," kata Suwarsih. Akan
tetapi, pakar pendidikan UNY tersebut melanjutkan, yang mengamalkan
harus sadar betul akan nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan
sesuai dengan profesi yang dijalani.n c73 ed: muhammad iqbal
PENDIDIKAN KARAKTER BAGI MAHASISWA ( BIAR TIDAK SELALU ANARKI
)
Pendidikan karakter di beberapa negara sudah mendapatkan
prioritas sejak pendidikan dasar dimulai.Namun di Indonesia,
pendidikan karakter masih dipandang sebagai wacana dan belum
menjadi bagian yangterintegrasi dalam pendidikan formal. Artikel
ini membahas tentang pentingnya pendidikan karakter dalamsistem
pendidikan formal. Dimulai dengan melihat contoh manfaat pendidikan
karakter di negara lainseperti Amerika dan Cina. Kemudian,
dilanjutkan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Jurusan
TeknikIndustri UK Petra untuk merancang pendidikan karakter yang
sistematis dan terintegrasi dalam kurikulumbagi mahasiswa sebagai
persiapan menuju ke dunia kerja. Usaha tersebut antara lain
penetapan pendidikankarakter sebagai salah satu rencana strategis
jurusan, penetapan tim, perancangan dan pelaksanaan
programpendidikan karakter, evaluasi, serta usaha perbaikan terus
menerus.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (UU No 20 Tahun 2003). Selanjutnya disebutkan bahwa fungsi
dan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut :Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.Amanat UU No 20 Tahun 2003 sangat jelas bahwa
pendidikan pada hakekatnya adalah mengembangkan potensi diri
peserta didik menjadi kemampuan dengan dilandasi oleh keimanan dan
ketaqwaan, kepribadian, akhlak mulia, dan kemandirian. Dengan
demikian, pendidikan mempunyai peran yang strategis dalam membangun
karakter mahasiswa. Mahasiswa sebagai peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan satuan
pendidikan tertentu. Oleh karena mahasiswa merupakan subyek didik
di pendidikan tinggi, maka dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional tersebut diperlukan pembimbingan kemahasiswaan yaitu
pembimbingan seluruh kegiatan mahasiswa sebagai peserta didik
selama dalam proses pendidikan.Mahasiswa merupakan asset bangsa,
sebagai intelektual muda calon pemimpin masa depan. Sehubungan
dengan hal tersebut Direktur Jendral Pendidikan Tinggi pada
pengarahan Rakornas Bidang Kemahasiswaan Tahun 2011, menegaskan
bahwa pembimbingan mahasiswa diprioritaskan pada:
1. Pengembangan kemampuan intelektual, keseimbangan emosi, dan
penghayatan spritual mahasiswa, agar menjadi warga negara yang
bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa.2.
Pengembangan mahasiswa sebagai kekuatan moral dalam mewujudkan
masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan berbasis pada
partisipasi publik.3. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana
untuk mendukung pengembangan dan aktualisasi diri mahasiswa;
kognisi, personal, sosial.Bila diperhatikan arah pembimbingan
mahasiswa tersebut adalah pembentukan kapasitas dan jati diri
mahasiswa yang antara lain diwujudkan dalam sikap, perilaku,
kepribadian, dan karakter yang terpuji.Pendidikan mempunyai peranan
yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh
karena itu masyarakat menaruh harapan dan perhatian yang besar
terhadap pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan proses
pendidikan, telah mencanangkan visinya yaitu untuk menghasilkan
insan yang cerdas secara koprehensif dan kompetitif. Menyikapi visi
Depdiknas tersebut perguruan tinggi (PT) dituntut responsif dalam
melakukan pembinanan terhadap mahasiswa. Untuk menghasilkan lulusan
PT yang cerdas dan kompetitif diperlukan perhatian terhadap
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam konteks pembelajaran,
faktor pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan lingkungan
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Pembelajaran tidak hanya
membekali pengetahuan dan ketrampilan, tetapi yang lebih mendasar
adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan.
Mahasiswa sebagai peserta didik mempunyai berbagai ragam potensi,
untuk mengembangkannya membutuhkan pembinaan secara kontinue dan
ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung
lainnya. Untuk mengembangkan potensi mahasiswa tersebut, UNY
berusaha menyediakan sarana dan prasarana yang memadahi sebagai
sarana mengembangkan iklim akademik (academic atmosfir) di kampus,
menyediakan fasilitas pembelajaran berbasis teknologi informasi
(IT), menyediakan sarana dan prasarana untuk mengembangkan bakat
dan minatnya. Sarana dan prasarana dilengkapi dengan fasilitas yang
cukup memadahi dan dapat diakses oleh mahasiswa malalui wadah
Unit-Unit kegiatan mahasiswa (UKM) olahraga, seni, dan minat
khusus. Semua fasilitas tersebut dapat diakses setiap saat bagi
mahasiswa yang ingin mengembangkan potensinya di bidang olahraga,
seni, dan minat khusus.Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sebagai
perguruan tinggi pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) mempunyai
peran yang sangat strategis dalam rangka menghasilkan sumber daya
manusia, mengingat untuk menghasilkan sumber daya yang berkualitas
diperlukan tenaga pendidik yang profesional. Tenaga pendidik yang
profesional adalah tenaga pendidik yang telah memenuhi atau
menguasai standar kompetensi tenaga pendidik, yaitu (1) kompetensi
pedagogik, tenaga pendidik dituntut menguasai prinsip-prinsip
pendidikan dan peserta didik, (2) kompetensi kepribadian, seorang
tenaga pendidik harus mempunyai kepribadian yang kuat, disiplin,
jujur, dan mempunyai komitmen yang tinggi, (3) kompetensi sosial,
seorang tenaga pendidik harus mampu dan mau berkomunikasi dengan
siapa saja, baik dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan
masyarakat, (4) kompetensi profesional, seorang tenaga pendidik
harus menguasai materi sesuai dengan bidang studi yang
diajarkan.
B. Sasaran Pembinaan Kegiatan KemahasiswaanSebagai institusi
LPTK, UNY mempunyai kewajiban membekali mahasiswa agar setelah
lulus mempunyai kompetensi sebagaimana dipersyaratkan tenaga
pendidik profesional. Untuk memenuhi hal tersebut UNY telah
merumuskan visinya, yaitu menghasilkan insan yang bernurani,
mandiri, dan cendekia. Untuk mewujudkan visi cendekia dilakukan
melalui kegiatan kurikuler atau kegiatan akademik sesuai dengan
bidang studinya, sedangkan untuk mewujudkan visi bernurani dan
mandiri, selain kegiatan terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran
atau ko kurikuler, juga dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat memenuhi harapan, maka telah
dirancang program pembinaan kemahasiswaan untuk lima tahun kedepan.
Sasaran pembinaan kemahasiswaan diarahkan pada (1) pembentukan
sikap dan jati diri mahasiswa sebagai insan akademik yang memahami
etika, tatacara berkomunikasi, menggunakan nalar, serta memahami
hak dan kewajibannya sebagai warga kampus maupun warna negara
Indonesia, (2) pengembangan kegiatan kemahasiswaan menuju pada
peningkatan moral, penalaran, kreativitas, menumbuhkan daya saing
dan entrepreunership, peningkatan kebugaran, sportivitas dan
kepedulian sosial, (3) pengembangan organisasi kemahasiswaan yang
demokratis dan efektif. Melalui pembinaan tersebut diharapkan dapat
menghasilkan lulusan UNY yang mempunyai kemampuan akademik bagus
dan mempunyai kepribadian serta karakter yang unggul.Untuk menjamin
kelangsungan pembinaan dan pembimbingan kegiatan kemahasiswaan
diperlukan wadah yang memenuhi unsur legalitas. Wadah pembinaan
tersebut mengacu pada Kepmen No 155/U/1998, pasal 1 yang
menyebutkan bahwa organisasi kemahasiswaan (Ormawa) intra-perguruan
tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah
perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas
kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Selanjutnya
disebutkan fungsi ormawa adalah sebagai:1. Perwakilan mahasiswa
tingkat PT untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa,
menetapkan garis-garis besar program dan kegiatan kemahasiswaan.2.
Pelaksana kegiatan kemahasiswaan.3. Pengembangan potensi jatidiri
mahasiswa sebagai insan akademi, calon ilmuwan dan intelektual yang
berguna di masa depan.4. Pengembangan pelatihan keterampilan
organisasi, manajemen, dan kepemimpinan mahasiswa.5. Pembinaan dan
pengembangan kader-kader bangsa yang berpotensi dalam melanjutkan
kesinambungan pembangunan nasional.6. Untuk memelihara dan
mengembangkan ilmu dan teknologi yang dilandasi oleh norma-norma
agama, akademis, etika, moral, dan wawasan kebangsaan.Malalui wadah
ormawa mahasiswa dapat mengembangkan potensi dirinya melalui
berbagai aktivitas dalam rangka pengembangan kreativitas,
penalaran, kepempimpinan, dan pengabdian pada masyarakat.
Implementasi pembinaan kemahasiswaan tersebut dilakukan melalui
wadah organisasi yang berorientasi pada tata kelola, kepemimpinan,
dan managerial. Yang termasuk organisasi ini adalah Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Majlis
Permusyawaratan Mahasiswa (DPM). Sedangkan wadah untuk
mengembangkan potensi diri mahasiswa dilakukan melalui organisasi
pengembangan kemahasiswaan bakat, minat, kegemaran, dan
kesejahteraan yaitu melalui organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM). Sampai saat ini UKM yang tersedia di UNY meliputi; (1) UKM
Penalaran (terdiri dari UKM penelitian, bahasa asing, penerbitan
mahasiswa Ekspresi, penyiaran mahasiswa Magenta), (2) UKM Seni (UKM
Kamasetra, UKM Unstrat, UKM Paduan suara, dan UKM Sigma Band), (3)
UKM Olahraga (sepakbola, bola basket, tenis lapangan, tenis meja,
bulu tangkis, atletik, sepak takraw, soft ball, catur, tae kwon do,
karate, pencak silat, yudo, marching band, bola volley, futsal,
panahan), UKM Minat Khusus (KSR-PMI, pramuka, resimen mahasiswa,
pecinta alam Madawirna).Pada dasarnya kegiatan dalam program
pengembangan kemahasiswaan dapat dikelompokkan atas (Polbangmawa,
2005):1. Penalaran dan Keilmuan.Program dan kegiatan kemahasiswaan
yang bertujuan menanamkan sikap ilmiah, merangsang daya kreasi dan
inovasi, meningkatkan kemampuan meneliti dan menulis karya ilmiah,
pemahaman profesi, dan kerjasama dalam tim, baik pada perguruan
tingginya maupun antar perguruan tinggi di dalam dan di luar
negeri.2. Bakat, Minat, dan KemampuanProgram dan kegiatan
kemahasiswaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam manajemen praktis, berorganisasi, menumbuhkan aspirasi
terhadap olahraga dan seni, kepramukaan, belanegara, cinta alam,
jurnalistik, dan bakti sosial.3. KesejahtaraanProgram yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan
kerochanian mahasiswa. Kegiatan ini dapat berbentuk; beasiswa,
asrama mahasiswa, kantin mahasiswa, koperasi mahasiswa, poliklinik,
dan kegiatan lain yang sejenis.4. Kepedulian SosialProgram yang
bertujuan untuk meningkatkan pengabdian pada masyarakat, menanamkan
rasa persatuan dan kesatuan bangsa, menumbuhkan kecintaan kepada
tanah air dan lingkungan, kesadaran kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang bermartabat.Pembinaan kemahasiswaan
membutuhkan komitmen yang tinggi, serta kerjasama antar pengelola,
pembina, dan mahasiswa. Pengalaman dilapangan menunjukkan bahwa
mahasiswa mempunyai varian yang cukup besar ditinjau dari minat,
motivasi, dan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu diperlukan
penyamaan visi, penyatuan langkah, kecepatan dan ketepatan dalam
bertindak baik organisasi kemahasiswaan (ormawa) maupun unit
kegiatan mahasiswa (UKM). Kondisi semacam ini harus disadari oleh
setiap Pembina kemahasiswaan karena mahasiswa dalam konteks
beraktivitas dan berorganisasi masih dalam ranah belajar, mereka
memerlukan pendampingan dan bimbingan. Menghadapi hal ini
dibutuhkan kearifan dan kesabaran para pembina, pendamping, dan
pengelola kemahasiswaan. Sebab organisasi kemahasiswaan yang berada
di dalam kampus pada dasarnya mahasiswa sedang dalam konteks
belajar berorganisasi. Mahasiswa dalam konteks belajar
berorganisasi berupaya mengelola organisasi mempunyai komitmen dan
semangat untuk belajar secara menerus, meningkatkan dirinya untuk
memperoleh dan menggunakan pengetahuan demi keberhasilan bersama.
Dalam konteks organisasi belajar, juga memberdayakan sumber daya
manusia di dalam dan sekitarnya, dan memanfaatkan teknologi untuk
meningkatkan proses belajar dan produktivitasnya. Sebagai warga
kampus maupun anggota organisasi intra kampus, mahasiswa dalam
melakukan aktivitasnya tidak lepas dari aturan-aturan yang telah
disepakati bersama. Ada lima komponen yang saling terkait
menentukan keberhasilan suatu organisasi belajar di dalam kampus,
yaitu (Peter Senge, 1996):1. Shared vision (visi bersama), adanya
visi-misi-tujuan hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan dan
difahami oleh semua warga kampus. Oleh karenanya untuk menuju
Universitas yang mengedepankan karakter, UNY harus mengembangkan
visi misi bersama. Visi UNY yang ada selama ini jangan sampai hanya
berupa pernyataan visi (statement of vision) belaka, tetapi
hendaknya menjadi visi bersama (shared vision).2. System thinking
(berfikir sistem), UNY sebagai perguruan tinggi yang cukup besar
(dengan jumlah mahasiswa 35.000-an orang), merupakan organisasi
yang terdiri dari unit-unit kerja Fakultas, Pascasarjana, Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Biro Administrasi Umum
dan Keuangan (BAUK), Biro Administrasi Akdemik, Kemahasiswaan,
Perencanaan, dan Sistem Informasi (BAKPSI) dalam melakukan
aktivitasnya mendasarkan pada sistem yang telah disepakati bersama.
Dengan demikian setiap unit kerja termasuk organisasi kemahasiswaan
(ormawa) aktivitasnya harus sejalan dan seiring dengan visi dan
misi Universitas.3. Personal mastery (SDM yang berkualitas), setiap
warga UNY, dosen, karyawan, mahasiswa dituntut untuk mengembangkan
diri sesuai dengan tuntutan tugas pokok dan fungsinya. Dalam
konteks pengembangan pendidikan karakter, telah dilakukan berbagai
program antara lain; tutorial pendidikan agama bagi mahasiswa yang
mengambil mata kuliah pendidikan agama, seminar internasional,
mendatangkan dosen tamu, peningkatan kemampuan bahasa asing bagi
mahasiswa, pengiriman mahasiswa, dosen, dan karyawan ke beberapa
negara, pengiriman studi lanjut dalam dan luar negeri, dan
pelatihan dalam rangka meningkatkan kemampuan yang mendukung
pelaksanaan tugas.4. Mental models (model mental), cara berfikir
atau mind set dan perilaku setiap warga UNY harus dapat menjadi
model bagi yang lain. Dalam rangka pengembangan karakter setiap
warga UNY harus memiliki mental dan kepribadian yang dapat diterima
secara universal. Budaya bersih, rapi, sopan dan santun, disiplin
waktu, obyektif, berfikir terbuka dan ingin terus maju, merupakan
contoh mentalitas dan kepribadian yang harus dikembangkan sehingga
menjadi budaya milik bersama warga kampus.5. Team learning (belajar
bersama), setiap warga UNY harus selalu berusaha bersama untuk
meningkatkan profesionalitas dan produktivitas kerja. Budaya saling
kerjasama, bahu membahu dalam melaksanakan tugas, saling percaya
diantara sesama warga UNY, budaya belajar harus dikembangkan
sehingga tercipta iklim akademik yang kondusif. Ibarat sebuah
kesebelasan sepak bola, tujuannya adalah memenangkan pertandingan
dengan mencetak goal sebanyak-banyaknya melalui permainan yang
taktis dan cantik. Tetapi, di dalam kesebelasan ada kiper,
penyerang, gelandang dan pertahanan yang masing-masing mempunyai
peran dan fungsi, tetapi sebagai kesebelasan harus mampu
bekerjasama sebagai sebuah tim, demikian halnya dengan lembaga
pendidikan sebagaimana Universitas Negeri Yogyakarta.
C. Kegiatan Kemahasiswaan sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Mahasiswa.
Perhatian Pemerintah terhadap pengembangan pendidikan karakter
sangat besar, hal ini ditunjukkan oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudoyono pada puncak acara Hardiknas 2010, memberikan penghargaan
kepada para guru yang telah berhasil mengembangkan dan melaksanakan
pendidikan karakter di sekolahnya. Pada kesempatan yang sama
Mendiknas M. Nuh mengatakan bahwa pendidikan karakter sangat
penting, beliau mengungkapkan bahwa pendidikan karakter sebagai
bagian dari upaya membangun karakter bangsa, karakter yang dijiwai
nilai-nilai luhur bangsa. Apa yang dikatakan Mendiknas tersebut
sangat mendasar, mengingat bangsa yang berkarakter unggul, di
samping tercermin dari moral, etika dan budi pekerti yang baik,
juga ditandai dengan semangat, tekad, dan energi yang kuat. Untuk
mencapai kondisi yang demikian diperlukan kebersamaan pola berfikir
dan bertindak dari semua elemen bangsa. Hal tersebut sulit
diwujudkan jika tidak disertai dengan komitmen yang kuat.Kondisi
riel saat ini karakter bangsa Indonesia semakin lemah, hal ini
dapat dilihat makin banyak gejala penyalahgunaan kewenangan,
kekuasaan, kecurangan, kebohongan, ketidakjujuran, ketidakadilan,
ketidakpercayaan. Penegak hukum yang semestinya harus menegakkan
hukum, ternyata harus dihukum; para pejabat yang seharusnya
melayani masyarakat, malah minta dilayani; anak didik kita kurang
percaya diri dalam menghadapi setiap persoalan, ini sebagian
fenomena yang kita hadapi sehari-hari, dan ini semua bersumber dari
karakter. Anis Matta (2002) mensinyalir terjadinya krisis karakter
tersebut antara lain disebabkan oleh (a) hilangnya model-model
kepribadian yang integral, yang memadukan keshalihan dengan
kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, kekayaan dengan kedermawanan,
kekuasaan dengan keadilan, kecerdasan dengan kejujuran, (b)
munculnya antagonisme dalam pendidikan moral, sementara sekolah
mengembangkan kemampuan dasar individu untuk menjadi produktif,
sementara itu pula media massa mendidik masyarakat menjadi
konsumtif.Kondisi tersebut menyadarkan akan pentingnya pendidikan
karakter khususnya bagi mahasiswa sebagai calon-calon pemimpin
bangsa di masa yang akan datang. Menyadari akan pentingnya
pendidikan karakter tersebut, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
sebagai lembaga pendidikan tinggi kependidikan merasa terpanggil
untuk mengembangkan dan mengimplementasikan pendidikan karakter
bagi mahasiswa. Hal ini tercermin pada tema Dies Natalis ke 47 UNY
tahun 2011 ini adalah pendidikan karakter untuk semua. Tema
tersebut menggambarkan semangat UNY untuk mengembangkan pendidikan
karakter bagi mahasiswa sebagai landasan untuk pengembangan UNY
kedepan.Implementasi pendidikan karakter bagi mahasiswa UNY
dilakukan secara terintegrasi pada kegiatan kurikuler (melalui
perkuliahan dibawah koordinasi bidang akademik), kegiatan
kokurikuler dan ekstrakurikuler (dibawah koordinasi bidang
kemahasiswaan). Pelaksanaan pendidikan karakter mengacu pada
pedoman implementasi pendidikan karakter dan pengembangan kultur
UNY tahun 2010, bahwa pendidikan karakter bersifat komprehensip,
sistemik, dan didukung oleh kultur yang positif serta fasilitas
yang memadahi. Nilai-nilai target yang diintegrasikan dalam proses
perkuliahan meliputi: (1) taat beribadah, (2) jujur, (3)
bertanggungjawab, (4) disiplin, (5) memiliki etos kerja, (6)
mandiri, (7) sinergis, (8) kritis, (9) kreatif dan inovatif, (10)
visioner, (11) kasih sayang dan peduli, (12) ikhlas, (13) adil,
(14) sederhana, (15) nasionalisme, dan (16) internasionalisme.
Strategi pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses
perkuliahan dilakukan bervariasi, disesuaikan dengan ciri khas mata
kuliah. Pencapaian target nilai-nilai yang dikembangkan tersebut
dilakukan secara bertahap.Pentahapan pencapaian target nilai-nilai
tersebut adalah:1. Tahap Pengenalan, sasaran pada tahap ini adalah
mahasiswa pada Semester I-II. Pada tahap ini program utama adalah
succes skill yang berupa kegiatan yang bertujuan untuk memberikan
motivasi pada mahasiswa, yang baru saja lepas dari masa pendidikaan
di sekolah lanjutan ke jenjang perguruan tinggi. Materi yang
diberikan berisi pengenalan diri, pengenalan nilai-nilai moral,
kepribadian, dan metode belajar di perguruan tinggi.2. Tahap
Penyadaran, sasaran pada tahap ini adalah mahasiswa pada Semester
III-IV. Pada tahap ini program utama adalah pengembangan
kreativitas mahasiswa. Kegiatan dilakukan melalui organisasi
kemahasiswaan baik tingkat universitas, fakultas, jurusan/program
studi, dan melalui unit-unit kegiatan mahasiswa. Melalui
kegiatan-kegiatan ini mahasiswa diharapkan tumbuh kesadarannya akan
pentingnya membekali diri dengan berbagai kemampuan untuk
menghadapi masa depan yang penuh kompetitif.3. Tahap Pertumbuhan,
sasaran pada tahap ini adalah mahasiswa semester V-VI. Program
utama pada tahap ini adalah kegiatan-kegiatan yang berdampak pada
pengembangan jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, dan peningkatan
produktivitas dengan inovasi-inovasi baru.4. Tahap Pendewasaan,
target sasaran pada tahap ini adalah mahasiswa semester VII-VIII.
Program utama diarahkan pada pembentukan sikap dan kesiapan
mahasiswa setelah lulus untuk memasuki lapangan kerja atau
menciptakan peluang kerja, kegiatannya berupa pelatihan/workshop
sukses meraih peluang kerja, pengembangan karir, job hunting,
dsb.Pentahapan program pembinaan kemahasiswaan tersebut diharapkan
dapat menjangkau sasaran seluruh mahasiswa baik melalui kegiatan
kurikuler, kokurikuler maupun kegiatan ekstra kurikuler. Dengan
demikian ada keterpaduan secara sinergis antara kegiatan kurikuler,
kokurikuler, maupun ekstra kurikuler. Melalui pembinaan
kemahasiswaan secara berkelanjutan diharapkan lulusan UNY mempunyai
bekal kemampuan akademik, kepribadian yang kuat, jiwa kemandirian,
serta kemampuan-kemampuan lain (soft skill) yang menjadi ciri
kepribadian yang mempunyai karakter bagus.Secara rinci kegiatan
kemahasiswaan dalam rangka implementasi Pendidikan Karakter dapat
dijelaskan berikut INI.1. Implementasi Pendidikan Karakter bagi
MahasiswaNo Jalur kegiatan Jenis kegiatan1 Kurikuler Terintegrasi
melalui perkuliahan2 Kokurikuler Kegiatan terprogram dan
terstruktur:1. Succes skill (ESQ training, OSPEK)2. Tutorial
Pendidikan Agama3. Creativity training4. Leadership training5.
Entrepreneurship training
3 Ekstrakurikuler
Kegiatan yang dirancang untuk mengembangkan bakat, minat, dan
kegemaran mahasiswa:1. Penalaran2. Olahraga3. Seni4. Minat
khusus
Implementasi pendidikan karakter melalui kegiatan kokurikuler
dilakukan secara terstruktur dan terprogram melalui,
tahapan-tahapan yaitu(1) pelatihan Emotional Spiritual Question
(ESQ) yang diikuti oleh seluruh mahasiswa tahun pertama, kegiatan
ini dilakukan bekerjasama dengan ESQ 165 Center dibawah pimpian DR
(HC) Ari Ginanjar. ESQ dilaksanakan sejak tahun 2008, kegiatan
dilakukan 2 hari dengan materi pentingnya keseimbangan antara
kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan social. Dengan
pelatihan ESQ diharapkan mahasiswa mempunyai pemahaman tentang
makna kehidupan bagi manusia,(2) tutorial agama, setiap mahasiswa
yang mengambil mata kuliah agama, diberi kesempatan untuk mendalami
pemahaman materi kuliah melalui tutorial yang dilakukan olah
mahasiswa senior dibawah koordinasi dosen pendidikan agama. Melalui
kegiatan tutorial ini diharapkan setiap mahasiswa mempunyai
pemahaman yang mendalam terhadap keyakinannya, sehingga diharapkan
mahasiswa dapat melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama yang
dianutnya secara baik. Dengan demikian mahasiswa akan selalu
diingatkan agar menjalankan syariat agamanya sehingga tercapai
keseimbangan antara kebutuhan intelektual dan spiritualnya.(3)
pelatihan kreativitas dilaksanakan pada tahun kedua. Pelatihan
kreativitas dimaksudkan untuk mengembangkan kreativitas mahasiswa
melalui berbagai aktivitas dan kegiatan. Implementasi pelatihan
kreativitas dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan seminar,
penelitian mahasiswa, penerbitan mahasiswa, olimpiade IPA, debat
bahasa Inggris, kontes robot, dan kegiatan lain yang
diselenggarakan oleh Unit-unit kegiatan mahasiswa, baik seni,
olahraga, dan penalaran.(4) pelatihan kepemimpinan dilaksanakan
pada tahun ketiga, bentuk pelatihannya antara lain latihan
ketrampilan manajemen mahasiswa (LKMM), implementasi pelatihan
kepemimpinan ini dapat dilakukan mahasiswa melalui berbagai
organisasi intra universitas yang ada di UNY. Melalui organisasi
tersebut mahasiswa dapat melakukan praktek-praktek kepemimpinan
selama satu periode kepengurusannya.
(5) pelatihan kewirausahaan dilaksanakan pada tahun keempat.
Setelah mengikuti pelatihan kewirausahaan, mahasiswa diberi
kesempatan untuk mengajukan proposal kegiatan wirausaha yang
dananya dari hibah program mahasiswa wirausaha (PMW). Melalui
program PMW mahasiswa melakukan praktek-praktek wirausaha sesuai
dengan potensi yang ada pada dirinya dan potensi pasar.
D. Nilai-nilai Karakter yang Dibagun melalui kegiatan
KemahasiswaanPelatihan ESQ diharapkan akan menanamkan nilai-nilai
kejujuran, keadilan, tanggungjawab, kerjasama, keadilan, dan
kepedulian. Tutorial pendidikan agama menanamkan nilai-nilai
ketaqwaan, keimanan, kepatuhan, kejujuran, tanggungjawab, komitmen,
dan disiplin. Sedangkan pelatihan kreativitas diharapkan mampu
menanamkan nilai-nilai kreatif, motivasi, berfikir kritis,
keingintahuan, dan keberanian untuk pampil beda. Pelatihan
kepemimpinan bagi mahasiswa menanamkan nilai-nilai tanggungjawab,
disiplin, keteladanan, dan kejujuran, sedangkan pelatihan
kewirausahaan diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai keuletan,
kecermatan, pantang menyerah, dan kemandirian.
Kegiatan ekstrakurikuler untuk memberikan kesempatan pembinaan
dan pengembangan potensi mahasiswa. Wadah kegiatan mahasiswa
melalui jalur ekstrakurikuler berupa organisasi kemahasiswaan
(Ormawa) dan Unit-unit kegiatan mahasiswa (UKM). Ormawa untuk
mengembangkan minat mahasiswa pada aspek tata kelola organisasi,
kepemimpinan, dan managemen, sedangkan UKM untuk mengembangkan
potensi mahasiswa melalui kegiatan di bidang olahraga, seni,
penalaran, dan minat khusus (pramuka, KSR PMI, resimen mahasiswa,
pecinta alam). Melalui kegiatan penalaran mahasiswa akan berlatih
bagaimana berfikir dan bernalar secara kritis; melalui kegiatan
olahraga akan tertanam nilai-nilai sportivitas, disiplin, kerjasama
team, menghargai waktu, dan pantang menyerah; melalui kegiatan seni
diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai harmoni dan pengendalian
emosi. Nilai-nilai yang ditanamkan melalui kegiatan ekstrakurikuler
tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan
intensitas kegiatan yang diikuti oleh mahasiswa selama belajar di
kampus. Kegiatan-kegiatan kemahasiswaan tersebut diharapkan mampu
mengembangkan potensi mahasiswa menjadi kemampuan-kemampuan
keilmuan, seni, olahraga maupun minat khusus yang lain. Kegiatan
melalui jalur kokurikuler dan ekstra kurikuler tersebut harus
didukung melalui jalur kurikuker. Jalur kurikuler ujung tombak
pembinaan adalah dosen pengampu mata kuliah serta pengelola
jurusan/program studi. Oleh karena itu sangat diharapkan setiap
dosen mempunyai komitmen yang sama dalam mengimplementasikan
pendidikan karakter ini, dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai
karakter kedalam muatan mata kuliah pada setiap tatap muka dengan
mahasiswa.Keberhasilan Pendidikan karakter bagi mahasiswa, tidak
hanya tergantung pada perencanaan yang rapi dan kelancaran
pelaksanaan program, namun juga tergantung pada keteladanan. Oleh
karena itu perlu keteladanan dari unsur pimpinan, dosen, karyawan,
yang menjadi tuntunan bagi mahasiswa dalam berperilaku dan
bertindak. Berkaitan dengan keteladanan ini Ki Hajar Dewantara
telah mewariskan asas-asas pendidikan yang masih relevan sampai
kini dan yang akan datang. Asas-asas pendidikan tersebut adalah
momong, among, dan ngemong, sehingga tercipta tertib dan damai
tanpa paksaan sesuai dengan kodrat alam peserta didik. Kodrat alam
ini diwujudkan dalam bersihnya budi yang didapat dari tajamnya
angan-angan (cipta), halusnya perasaan (rasa), dan kuatnya kemauan
(karsa). Seorang pamong (guru) sebagai pemimpin dalam melaksanakan
proses pembelajaran tanpa paksaan melalui asas ing ngarsa sung
tuladha, di depan murid-muridnya guru memberikan tauladan, ing
madya mangun karsa, di tengah murid-muridnya memberikan motivasi
kepada peserta didik untuk mau belajar keras menggali ilmu, baik
melalui pembahasan tugas-tugas, pekerjaan rumah, studi kasus, dan
lainnya, serta tut wuri handayani, di belakang memberikan bantuan,
dorongan (empowerment), bila peserta didik memerlukan selama proses
pembelajaran (student centered active learning).
E. UPAYA IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KARAKTER MAHASISWAPembinaan
kemahasiswaan melalui berbagai kegiatan diharapkan dapat
menghasilkan sosok mahasiswa yang(1) cerdas komprehensif (cerdas
spiritual, emosional/sosial, intelektual, dan kinestetik),(2)
memiliki kemauan dan kemampuan untuk berkompetisi,(3) memiliki
kemampuan untuk menuangkan daya kreasi,(4) mampu untuk menangkap
ide-ide dosen dan perkembangan lingkungan,(5) tanggap dan memiliki
sensitivitas terhadap realita kehidupan di masyarakat , dan(6)
mendapatkan kesempatan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas dan
membangun jaringan baik di dalam dan di luar kampus.
Untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut diperlukan upaya-upaya
untuk mencapainya.1. Mengembangkan kurikulum bersifat holistik yang
dapat mengembangkan kompetensi mahasiswa pada ranah(a) kecerdasan
spiritual yang diorientasikan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa
di bidang keimanan dan akhlakul-karimah (akhlak mulia),(b)
kecerdasan emosional dan Sosial yang diorientasikan untuk
meningkatkan sensitivitas terhadap permasalahan sosial yang
berkembang di masyarakat,(c) kecerdasan kinestetik, dimaksudkan
untuk meningkatkan kebugaran, kesehatan, keterampilan, dan
kedayatahanan mahasiswa dalam meningkatkan daya saing bangsa,(d)
kecerdasan intelektual, dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstra
kurikuler sesuai dengan potensinya.
2. Intensitas kegiatan mahasiswa melalui jalur kokurikuler dan
ekstrakurikuler dalam rangka pengembangan; (a) penalaran keilmuan
dan kreativitas mahasiswa melalui kegiatan seminar akademik,
penelitian, penulisan karya ilmiah, (b) minat dan bakat seni
melalui unit-unit kegiatan mahasiswa olah suara, music, karawitan,
tari, teater, (c) minat dan bakat olahraga untuk menjaga kebugaran
jasmani, pembinaan dan peningkatan prestasi sesuai dengan minat dan
potensi di bidang olahraga.
3. Memberikan akses kepada mahasiswa untuk melakukan pendalaman
pengetahuan dan penghayatan sesuai dengan keyakinan yang dianutnya
melalui tutorial pendidikan agama, diskusi-diskusi keagamaan, bedah
buku keagamaan, dsb.
4. Memberikan apresiasi terhadap keberhasilan mahasiswa baik di
bidang akademik maupun non akademik, sebagai wujud komitmen lembaga
dalam usaha pencapaian visi menghasilkan lulusan yang bernurani,
mandiri, dan cendekia.
5. Mendorong mahasiswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan
potensi yang dimilikinya dan berusaha mencapai prestasi yang
maksimal. Untuk itu mahasiswa harus(a) membuat goal yang jelas
dalam membentuk karakter (ingin dicitrakan sebagai apa?),(b) aktif
berinteraksi dan berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan yang
berfokus pada pembentukan karakter,(c) memiliki role model orang
sukses, pelajari outobiografinya dan tiru kebiasaan menuju hidup
sukses,(d) rajin membaca buku yang bermuatan pengembangan
kepribadian dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (cara
berkomunikasi, saling menghargai, disiplin, komitmen,
bertanggungjawab dan senantiasa jujur),(e) aktif dalam proses
pembelajaran sebagai pembelajar yang parti