BAB 1. PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 0,5-0,8% dari kelahiran hidup dan memiliki derajat keparahan yang luas pada bayi: sekitar 2-3 dari 1.000 bayi baru lahir muncul gejala penyakit jantung dalam 1 tahun awal kehidupan. Diagnosis dapat ditegakan saat usia 1 minggu pertama sekitar 40-50% dari pasien dengan penyakit jantung bawaan dan pada usia 1 bulan pertama pada 50-60% pasien. Dengan kemajuan di bidang operasi baik paliatif maupun korektif, jumlah anak dengan penyakit jantung bawaan yang masih hidup sampai dewasa telah meningkat secara dramatis. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan tetap merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak dengan cacat bawaan. 3 Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non-infeksi makin menonjol, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Perbaikan tingkat sosail ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Hal tersebut tampak jelas di Indonesia. Pada saat ini di Indonesia sementara masalah gizi dan infeksi belum tuntas teratasi, pada saat yang sama telah mulai muncul pelbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit non-infeksi. Di dalam bidang kardiologi, pengamatan menunjukan jumlah penyakit jantung bawaan (PJB) makin banyak. Konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis lain ke konsultan jantung anak makin meningkat. Tidak sulit meramalkan bahwa dalam waktu yang tidak terlampau lama lagi hal ini akan makin nyata. Dalam hal ini maka 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1. PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 0,5-0,8% dari kelahiran hidup dan memiliki
derajat keparahan yang luas pada bayi: sekitar 2-3 dari 1.000 bayi baru lahir muncul gejala
penyakit jantung dalam 1 tahun awal kehidupan. Diagnosis dapat ditegakan saat usia 1 minggu
pertama sekitar 40-50% dari pasien dengan penyakit jantung bawaan dan pada usia 1 bulan
pertama pada 50-60% pasien. Dengan kemajuan di bidang operasi baik paliatif maupun korektif,
jumlah anak dengan penyakit jantung bawaan yang masih hidup sampai dewasa telah meningkat
secara dramatis. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan tetap merupakan penyebab utama
kematian pada anak-anak dengan cacat bawaan. 3
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non-infeksi
makin menonjol, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Perbaikan tingkat sosail
ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Hal tersebut tampak jelas di Indonesia. Pada
saat ini di Indonesia sementara masalah gizi dan infeksi belum tuntas teratasi, pada saat yang
sama telah mulai muncul pelbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit non-infeksi. Di
dalam bidang kardiologi, pengamatan menunjukan jumlah penyakit jantung bawaan (PJB) makin
banyak. Konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dan
dokter spesialis lain ke konsultan jantung anak makin meningkat. Tidak sulit meramalkan bahwa
dalam waktu yang tidak terlampau lama lagi hal ini akan makin nyata. Dalam hal ini maka peran
dokter umum dan dokter anak dalam menemukan kasus penyakit jantung bawaan makin besar.
Laporan dari berbagai penelitian di luar negri menunjukan 6-10 dari 1000 bayi lahir
hidup menyandang penyakit jantung bawaan. Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum
jelas namun dipengaruhi berbagai faktor. Terdapatnya kecenderungan tumbulnya beberapa
penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi
pada akhir semester pertama dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung, faktor seperti
paparan radiasi, infeksi, obat-obatan, alkohol dll. Yang pada era jaman sekarang semakin
meningkat karena kemajuan teknologi serta perubahan gaya hidup. 8
Ventrikular septal defek (VSD) merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering
ditemukan yakni sekitar 30% dari seluruh PJB. 1
1
BAB 2. EMBRYOGENESIS DAN PERUBAHAN SIRKULASI JANTUNG FETAL –
NEONATUS
Perkembangan dan pembentukan jantung
Pengetahuan tentang mekanisme seluler dan molekuler perkembangan embryogenesis
jantung diperlukan dalam memahami penyakit jantung bawaan dan mengembangkan strategi
untuk pencegahan.
Proses organogenesis/embryogenesis kardiovaskular merupakan rangkaian pembentukan
organ jantung yang sangat kompleks. Proses kompleks tersebut dapat disederhanakan menjadi 4
tahap, yaitu: (Gambar 1) 10
a. Tubing: tahapan awal ketika bakal jantung masih merupakan tabung sederhana
b. Looping: proses perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri besar (aorta dan
arteri pulmonalis)
c. Septasi: proses pemisahan bagian bakal jantung serta arteri besar dengan
pembentukan pebagai ruang jantung dan migrasi
d. Migrasi: proses pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk
akhirnya.
Gambar 1. Proses embryogenesis jantung 3
2
Harus diperhatikan bahwa keempat tahapan tersebut bukan merpakan proses terpisah
tetapi merupakan rangkaian proses yang saling tumpang tindih.10
a. Tubing (pembentukan tabung)
Pada awal pembentukan, jantung hanya merupakan sebuah tabung lurus yang
berasal dari fusi sepasang primodia simetris. Pada beberapa terdapat dilatasi yaitu
atrium primitig, komponen ventrikel yang terdiri dari segmen inlet dan outlet serta
trunkus arteriosus yang kelak menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Perkembangan
jantung ini terjadi pada embryo berusia 6 minggu kehamilan yang panjangnya
sekitar 10 mm.
b. Looping
Proses perkembangan selanjutnya dikenal sebagai suatu pembentukan “loop”
antara atrium dengan komponen inlet ventrikel dan antara komponen inlet dan
outlet ventrikel. Sinus venosus yang tertanam kuat pada septum transversum
menjadi bagian dari ujung tabung yang terfiksasi. Perkembangan bertahap
menyebabkan atrium primitive bergeser ke arah sinus venosus, sehingga terbentuk
lengkungan ke kanan antara atrium dan segmen inlet ventrikel. Pada komponen
inlet dan outlet juga terbentuk lengkung dengan sudur sebesar 180º, sehingga
trunkus berada di depan dan kanan kanalis atrioventrikulari. Biasanya proses
looping ini terjadi ke arah kanan, sehingga disebut sebagai dextro ventricular
looping. (gambar 2)
Gambar 2. Proses looping embrogenesis jantung 10
c. Septasi
Setelah proses looping selesai. Septasi jantung kini terjadi pada sekitar 27 sampai
hari ke 37 perkembangan embrio dengan panjang sekitar 5 mm menjadi 16-17
mm. Kini jantung terlihat dari luar sudah seperti jantung yang matur, walaupun
bagian dalam tetap masih seperti tabung namun sudah mulai terbentuk ruangan-
3
ruangan primitif. Pada tahap ini terjadi septasi atrium, ventrikel. Kanalis
atrioventrikularis dipisahkan oleh bantalan endokardium (endocardial cushion)
superior dan inferior, yang bersatu di tengah, menjadi sehingga terbagi menjadi
orificium kanan dan kiri. Atrium primitif disekat septum primum yang tumbuh
dari atap atrium mendekati bantalan endokardium. Celah antara septum primum
dan bantalan endokardium disebut ostium primum. Selanjutnya fusi septum
primum dan bantalan endokardium menutup ostium primum. Untuk
mempertahankanhubungan interatrial, tepi atas septum terlepas ke bawah
membentuk foramen sekundum. Selanjutnya lipatan yang bterbentuk di kanan
dinding atrium primitive menutup foramen sekundum dan melapisi bagian bawah
septum primum. Celah antara kedua sekat ini disebut foramen ovale.
Septasi dari septum ventrikel: Pada embrio ukuran 5mm, ventrikel primitive kiri
dan kanan berhubungan melalui foramen interventrikular. (lihat gambar 3).
Setelah looping kelak akan terbentuk kantung-kantung dari komponen inlet dan
outlet ventrikel. Kantong yang terbentuk dari komponen inlet akan menjadi
daerah trabekular ventrikel kiri, sedangkan kantung dari komponen outlet menjadi
daerah trabekular ventrikel kanan. Akibat pembentukan kantung ini terjadilah
septum trabekular yang kelak akan menjadi bagian bawah dari cincin lubang
antara komponen inlet dan outlet ventrikel. (lihat gambar 4). Foramen ini akan
tertutup melalui sekat muscular interventrikular septum dari bawah ke atas. Kedua
ventrikel primitive ini mulai berdilatasi pada akhir minggu ke-4. Permukaan
miokardium mulai menjadi kasar, dan dikelilingi oleh endokardium sehingga
terbentuk trabekula. Trabekula ini berguna pada proses perkembangan jantung
janin dimana karena belum terbentuknya sistem koroner jantung. Sehingga darah
dari placenta yang mengandung oksigen serta nutrisi, masuk kedalam rongga-
rongga trabekula-trabekula dan kontak dengan endokardium dan myocardium,
dan melakukan difusi. Selain itu struktur dari trabekula juga berguna mengurangi
kontraksi dari ventrikel sehingga tidak diperlukan dinding ventrikel yang sangat
tebal.1
4
Gambar 3. Proses septasi ruang- ruang pada jantung janin 1
Gambar 4. Skema pembentukan bagian-bagian ventrikel
d. Migrasi
Bersama dengan septasi kanalis atrioventrikularis dengan terbentuknya bantalan
endokardium yang telah diuraikan, terjadi juga pergeseran (migrasi) segmen inlet
vantrikel, sehingga orifisium atrioventrikular kanan kan berhubungan dengan
daerah trabeklar ventrikel kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum inlet
antara orifisium atrioventrikular kanan dan kiri, sehingga ventrikel kiri hanya
mempunyai inlet.
Darah yang masuk ke ventrikel kiri harus melalui lubang yang dibentuk oleh
septum inlet, septum trabekular, dan lengkung jantung bagian dalam (inner heart
curvature), masuk ke dalam ventrikel kanan dan baru dapat keluar ke aortic
outflow tract. Dalam perkembangan selanjutnya aortic outflow akan bergeser ke
arah ventrikel kiri dengan absorbs dan perlekatan dari inner heart cuvatrue.
Sekarang kedua ventrikel ini masing-masing sudah memiliki inlet, outlet dan
trabekular. Pergeseran aorta ke arah ventrikel kiri ini akan menyebabkan septum
outlet (infundibular) berada pada satu garis denan septum inlet dan septum
trabekular. Komunikasi antara kedua ventrikel ini masih tetap ada, dan lubang
baru yang terbentuk selanjutnya akan tertutup oleh septum membranosa. Jadi
septum ventrikel terdiri dari 4 bagian, yaitu septum trabekular, septum inlet,
septum infundibular dan septum membranasea. Gangguan dari proses
5
pembentukan sekat interventrikular ini akan mengakibatkan terjadinya defek
septum ventrikel.
Gambar 5. Proses Migrasi ruangan ventrikel
Gambar 6. Bagian dari septum ventrikel
SIRKULASI JANIN
Kekhususan sirkulasi janin
Terdapat beberapa aspek sirkulasi janin yang membuatnya berbeda dari
sirkulasi pada neonatus dan pada orang dewasa, yaitu: (1) terdapatnya pirau
intrakardiak (foramen ovale) dan ekstrakardial (duktus arteriosus Botalli, duktus
venosus ovale) (2) kedua ventrikel bekerja secara parallel, buka seri. (3) ventrikel
kanan memompa melawan resistensi yang lebih tinggi dari ventrikel kiri. (4) aliran
darah ke paru hanya merupakan sebagian kecil dari curah jantung ventrikel kanan (5)
Paru mengambil oksigen dan darah, bukan sebaliknya (6) Paru secara terus-menerus
mengsekresi cairan ke dalam saluran pernapasan (7) Hati adalah organ yang pertama
menerima bahan makanan seperti oksigen, glukosa, asam amino, dan lain-lain. (8)
Plasenta adalah saran utama untuk pertukaran gas, ekskresi, dan pemberi bahan kimia
esensial untuk janin (9) Plasenta memberikan aliran sirkuitdengan resistensi yang
rendah.10
6
Gambar 7. Sirkulasi janin 3
Perubahan Sirkulasi Normal Setelah Lahir 1,3
Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi karena
putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik, dan paru yang mulai berkembang.
Perubahan- perubahan yang terjadi adalah:
1. Tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal meningkat
2. Tahanan vaskular sistemik meningkat
3. Duktus arterosus menutup
4. Foramen ovale menutup
5. Duktus venosus menutup
Penurunan tahanan paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru-paru,
peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar. Dengan penurunan
tahanan arteri pulmonalis, aliran darah pulmonal meningkat. Lapisan medial arteri
pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis dan pada usia bayi 10-14 hari tahanan
arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa. Penurunan tahanan a.
pulmonalis ini terhambat bila terdapat aliran darah paru yang meningkat, seperti pada
defek septum ventrikel atau duktus arteriosus yang besar. Pada keadaan hipoksemia,
seperti pada bayi yang lahir di dataran tinggi, penurunan tekanan a.pulmonalis terjadi
lebih lambat.1
Oleh sebab itu pada bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan, timbulnya
gagal jantung pada pasien dengan defek pirau dari kiri ke kanan sangat bergantung
7
kepada kecepatan penurunan tahanan vaskular paru dan kemampuan ventrikel kiri
untuk menambah volumenya. Penurunan tahanan vaskular paru yang cepat pada hari
pertama sampai ketia, seyogyanya mengakibatkan aliran pirau yang deras melalui
duktus arteriosus, defek septum ventrikel; sehingga manifestasinya terlihat pada
minggu pertama kehidupan. Tetapi nyatanya tidak demikian. Volume sirkulasi paru
yang besar, serta adanya hubungan sirkulasi paru dengan sirkulasi sistemik
mengurangi kecepatan involusi pembuluh pulmonal, sehingga dapat mencegah gagal
jantung dini. Ini dapat menjelaskan mengapa banyak bayi dengan defek septum
ventrikel atau duktus arteriosus persisten besar tidak mengalami gagal jantung dalam
minggu-minggu pertama pascalahir. Umumnya gejala aliran paru yang berlebihan
tidak tampak pada usia sebelum 4 minggu. Bila terjadi gangguan pada paru, tekanan
arteri pulmonalis meningkat, sehingga dapat terjadi aliran pirau terbalik.4
BAB 3. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB) PADA BAYI DAN ANAK
Penyakit jantung pada bayi dan anak dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (1)
penyakit jantung bawaan, dan (2) penyakit jantung bawaan didapat.
Epidemiologi
Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi dan anak cukup banyak ditemukan di
Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negri menunjukan 6-10 dari 1000 bayi
lahir hidup menyandang penyakit jantung bawaan. 3
KELAINAN % PJB
Defek Septum Ventrikel 35–30
Defek Septum Atrium 6–8
Patent ductus arteriosus 6–8
Coarctation of aorta 5–7
Tetralogy of Fallot 5–7
Stenosis pulmonal 5–7
Stenosis katup aorta 4–7
Transposisi arteri besar 3–5
Hipoplasia ventrikel kiri 1–3
Hipoplasia ventrikel kanan 1–3
8
KELAINAN % PJB
Truncus arteriosus 1–2
Total anomalous pulmonary venous return 1–2
Tricuspid atresia 1–2
Single ventricle 1–2
Double-outlet right ventricle 1–2
Others 5–10
Etiologi
Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Adanya faktor endogen/genetik dimana terdapat kecenderungan
timbulnya beberapa penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga. Serta faktor eksogen
dimana faktor-faktor tersebut diantaranya adalah infeksi rubella, paparan sinar
rontgen/radiasi, trauma fisis dan psikis, serta minum jamu atau pil KB. Para ahli
cenderung berpendapat bahwa penyebab endogen maupun eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan bahwa lebih dari 90%
kasus penyebabnya adalah multifaktorial, yakni gabungan antara kerentanan individual
(yang sifatnya endogen akan tetapi belum dapat dijelaskan) dengan faktor eksogen.1
Kedua faktor tersebut secara bersama dapat menyebabkan kelainan structural jantung
apabila terjadi pada minggu-minggu pertama kehidupan mudigah. Pembentukan jantung
janin yang lengkap terjadi pada akhir semester pertama potensial dapat menimbulkan
gangguan pembentukan jantung. 2
Klasifikasi
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 kelompok: (1)
penyakit jantung bawaan non-sianotik; (2) penyakit jantung bawaan sianotik.3
9
Klasifikasi suatu penyakit syogyanya mencakup semua jenis penyakit yang
terdapat pada kelompok tersebut. Klasifikasi yang baik juga harus dapat diterapkan pada
pasien yang masih hidup, sehingga mempunyai makna dalam diagnosis dan
penatalaksanaan pasien. Dalam hal ini penyakit jantung bawaan, klasifikasi yang
memenuhi criteria tersebut sangat sulit dibuat, karena banyaknya kombinasi penyakit
sehingga menimbulkan pelbagai penyakit kompleks. Klasifikasi sederhana dapat dapat
berdasarkan adanya sianosis/ tidak.9 Tetapi bila dikonfrontasi dengan kelainan anatomi
akan tampak kelemahannya. Sebagai contoh, tetralogi Fallot, yang dimasukan dalam
golongan sianotik, mempunyai bentuk tanpa sianosis (pink tetralogy). Demikian pula
kombinasi defek septum ventrikel dan stenosis pulmonal, dapat menunjukan gejala
sianosis atau tidak. Di lain pihak, defek septum ventrikel, duktus arteriousus persisten,
serta defek septum atrium yang dikelompokan dalam golongan non-sianotik, pada tingkat
tertentu (bila terjadi hipertensi pulmunal/sindrom Eisenmenger) akan menjadi sianotik.
Selain itu tingkat desaturasi darah arterial yang ringan atau sedang, sianosis secara klinis
sulit dideteksi terutama pada neonatus. Selanjutnya sianosis secara klinis dapat
disebabkan oleh berbagai faktor seperti pneumonia, sepsis, hipoglikemia, dan gangguan
sirkulasi pada gagal jantung kongestif.9
Penyakit jantung bawaan non sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak,
yakni sekitar 75% dari semua PJB. Sisanya merupakan kelompok PJB sianotik (25%).
Berdasarkan hemodinamiknya, PJB non sianotik dapat dikelompokan menjadi 3
kelompok: 1. Kelompok dengan pirau kiri ke kanan seperti defek arteriosus persisten
(DAP), defek septum atrium dan defek septum ventrikel; 2. Kelompok dengan obstruksi
jantung kanan seperti stenosis katup pulmonal; 3. Kelompok dengan obstruksi jantung
kiri seperti pada stenosis katup aorta, koartasio aorta, dan stenosis mitral. 9
Klasifikasi lain jantung non-sianotik adalah: 1. Kelompok dengan pirau kiri ke
kanan seperti defek arteriosus persisten (DAP), defek septum atrium dan defek septum
ventrikel; 2. Kelompok dengan obstruksi seperti stenosis katup pulmonal, aorta stenosis,
caorctatio aorta.; 3. Kelompok dengan regurgitasi seperti pada insufisiensi mitral, mitral
valve prolaps, tricuspid regurgitasi. 3
TAHAPAN DIAGNOSIS PJB 9
10
Evaluasi awal untuk memperkirakan penyakit jantung bawaan melalui
pendekatan sistematis dengan empat tahap awal:
Tahapan diagnosis PJB
Tahap 1 Evaluasi klinis Riwayat penyakit/anamnesis Pemeriksaan fisis
Tahap 2 Investigasi dengan pemeriksaan sederhana Darah tepi EKG Foto toraks Pulse oksimetri
Tahap 3 Ekokardiografi 2 dimensi (cross sectional) M mode Doppler Collor flow mapping
Tahap 4 Kateterisasi jantung Penghitungan hemodinamik kardioangiografi
Anamnesis dan Pemeriksaan fisis
Meskipun saat ini sudah terdapat pelbagai peralatan canggih non-invasif yang
dengan akurat dapat menentukan kelainan kardiovaskular pada bayi dan anak, namun
anamnesis dan pemeriksaan fisis tetap diperlukan, dan tidak dapat digantikan
kedudukannya oleh cara pemeriksaan canggih tersebut. Dengan perkataan lain ,dokter
harus tetap menguasai dengan baik anamnesis dan pemeriksaan fisis kardiovaskular agar
dapat mengarah kepada diagnosis yang benar. Lagi pula diagnosis beberapa kelainan
kardiovaskular dapat ditegakkan dengan cukup akurat dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang baik; pemeriksaan penunjang seringkali hanya diperlukan untuk
konfirmasi. 9
Pada anamnesis, perlu diinvestigasi adanya (1) sianosis. Karena terkadang
sianosis ringan sampai sedang luput dari perhatian orang tua, terutama bila berlangsung
lama dan stabil. Yang perlu ditanyakan; kapan sianosis mulai terlihat, apakah cenderung
progresif atau menetap, apakah bertambah bila anak menangis atau minum. (2) Adanya
penurunan toleransi latihan; apakah anak mudah lelah, napas menjadi cepat setelah
melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas tanpa melakukan aktivitas. Untuk bayi,
11
anamnesis difokuskan pada keadaan bayi bila ia minum (menetek). (3) Hambatan tumbuh
kembang; gagal jantung pada PJB akan menyebabkan gangguan pertumbuhan. Berat
badan biasanya lebih terganggun daripada panjang badan. Sedangkan lingkar kepala
biasanya normal sehingga anak seringkali tampak seperti menderita makrosefalus. Sering
pada PJB dengan kelainan pirau kiri kanan tanpa tanda gagal jantung yang nyata.(4)
infeksi saluran napas berulang; bayi dan anak dengan PJB dengan pirau kiri kanan
sering mendapat infeksi saluran napas, dan bila terkena akan lebih lama sembuh daripada
anak normal. (5) riwayat saat kehamilan: konsumsi obat-obatan, terpapar zat atau radiasi,
alkohol, menderita penyakit tertentu (terutama saat trimester pertama). (6) penyakit