BAB I
PENDAHULUANA. Latar BelakangTrauma ginjal adalah cedera pada
ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul
maupun tajam (Sjamsuhidajat & De Jong, 2005). International
Society of Urology memperkirakan bahwa sekitar 245.000 cedera
ginjal terjadi setiap tahun di dunia, sekitar 80% disebabkan trauma
tumpul. Berdasarkan Organ Injury Scaling Committee of the American
Association for the Surgery of Trauma (AAST) berat ringannya trauma
ginjal diklasifikasikan menjadi derajat 1 sampai derajat 5, dari
yang paling ringan sampai yang paling berat. Untuk mendiagnosis
trauma ginjal dan derajatnya diperlukan pencitraan radiologi.Peran
utama pencitraan radiologi pada trauma ginjal adalah untuk menilai
derajat dan perluasan trauma secara akurat, mengevaluasi anatomi
dan fungsi ginjal kontralateral, dan menilai adanya trauma lain
yang berhubungan. CT-Scan merupakan baku emas untuk pencitraan
radiologi pada trauma ginjal terutama yang stabil. Peran
pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) sangat bermanfaat pada
penegakkan dignosis trauma ginjal di fasilitas kesehatan yang tidak
tersedia CT-Scan, sebagai one-shot study di ruang operasi di mana
foto diambil 10-15 menit setelah penyuntikan kontras untuk melihat
ekskresi dan ekstravasasi kontras yang mengindikasikan adanya
trauma.B. Tujuan PenulisanUntuk mengetahui macam dan manfaat
pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal.BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih
yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya
menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada
sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur
pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju
dan meninggalkan ginjal.Besar dan berat ginjal sangat bervariasi;
hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidanya
ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa
ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11.5 cm (panjang) x 6
cm (lebar) x 3.5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170
gram, atau kurang lebih 0.4% berat badan.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang
disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul
ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal
terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang
berwarna kuning. Di sebelah posterior ginjal dilindungi oleh
otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII,
sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan
duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung,
pankreas, jejunum, dan kolon.Secara anatomis, ginjal terbagi
menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam korteks
terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam medula terdapat
banyak duktuli ginjal. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas
kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis
renalis.Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang
merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah
vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena
cava inferior (Purnomo, 2007).
B. Fisiologi GinjalGinjal berfungsi untuk membuang sisa-sisa
metabolisme tubuh melalui urine setelah melalui proses penyaringan
di nefron. Selain itu, ginjal berfungsi juga dalam mengontrol
sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah
cairan tubuh; mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D;
menghasilkan beberapa hormon antara lain eritropoetin yang berperan
dalam pembetukan sel darah merah, renin yang berperan dalam
mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin (Purnomo, 2007).
C. Trauma GinjalI. Definisi
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh
berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam (Sjamsuhidajat
& De Jong, 2005).II. Etiologi dan Patofisiologi
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu: Trauma tajam
Trauma iatrogenik
Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian
atas atau pinggang merupakan 10-20% penyebab trauma pada ginjal di
Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan
operasi atau radiologi intervensi, di mana di dalamnya termasuk
retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous
lithotripsy. Dengan semakin meningkatnya popularitas dari
teknik-teknik di atas, insidensi trauma iatrogenik semakin
meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal.
Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan, dan jumlah
kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga
semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, olah raga, kerja, atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya
menyertai trauma berat yang juga mengenai organ-organ lain. Trauma
tidak langsung, misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan
pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga peritoneum.
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan
tunika intima arteri renalis yang menimbulkan thrombosis
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).
Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma
ginjal. Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae
atau corpus vertebrae, baik karena trauma langsung ataupun tidak
langsung akibat deselerasi. Kedua, trauma yang demikian dapat
menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan intracaliceal yang
cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga adalah
keadaan patologis dari ginjal itu sendiri.
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis
meningkat maka kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah
dapat menyebabkan terjadinya trauma ginjal. Hal ini menjelaskan
mengapa pada pasien yang memiliki kelainan pada ginjalnya mudah
terjadi trauma ginjal.III. Klasifikasi
Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan
pegangan dalam terapi dan prognosis.
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma
ginjal dibedakan menjadi:
Cedera minor
Cedera mayor
Cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal
Pembagian sesuai skala cedera organ (organ injury scale) cedera
ginjal dibagi menjadi 5 derajat sesuai dengan penemuan pada
pemeriksaan pencitraan maupun hasil eksplorasi ginjal.
IV. Gejala Klinis
Pada trauma tumpul dapat ditemukan adanya jejas di daerah
lumbal, sedangkan pada trauma tajam tampak luka.
Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan
otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat
menyebar luas disertai tanda kehilangan darah merupakan petunjuk
adanya cedera vaskuler.
Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut
bagian atas, dengan intensitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai
cedera hepar atau limpa ditemukan adanya tanda perdarahan dalam
perut. Bila terjadi cedera traktus digestivus ditemukan adanya
tanda rangsang peritoneum.
Fraktur costae terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal
ini ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat
hematothoraks atau pneumothoraks.
Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran
kemih. Hematuria merupakan salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk tindakan selanjutnya. Pada trauma tumpul,
hematuria mikroskopik tanpa adanya syok tidak memerlukan pencitraan
apaun kecuali terdapat trauma penyerta (intraabdominal atau
deselerasi cepat) yang memungkinkan terjadinya cedera vaskuler.
Pada trauma tajam, semua hematuria (gross atau mikroskopik)
memerlukan pencitraan. Derajat hematuria tidak berbanding dengan
tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bila tidak ada
hematuria, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari
ginjal atau ureter dari pelvis ginjal tetap ada (Sjamsuhidajat
& De Jong, 2005).
V. Diagnosis
Pemeriksaan IVP (dengan dosis tinggi dan tomografi) merupakan
pilihan pertama saat ini karena ketersediaan yang relatif luas.
Adanya trauma ginjal akan terlihat pada IVP beupa ekskresi kontras
yang berkurang (bandingkan dengan kontralateral), garis psoas atau
kontur ginjal yang menghilang karena tertutup oleh ekstravasasi
urin atau hematoma, skoliosis yang menjauhi sisi yang terkena
trauma karena kontraksi otot psoas serta gambaran ekstravasasi
kontras. Gambaran IVP yang normal menunjukkan trauma ginjal yang
ringan. Adanya bagian ginjal yang sulit atau tidak terlihat
menandakan adanya laserasi yang dalam, avulsi ataupun oklusi
pembuluh darah. Penentuan beratnya kerusakan ginjal yang lebih
akurat memerlukan pemeriksaan penunjang lain (CT-Scan atau
arteriografi). Tidak adanya ekskresi kontras pada IVP
(nonvisualized) dapat disebabkan avulsi pembuluh darah, robekan
intima yang disertai dengan trombosis dan kadang-kadang pula dapat
karena spasme. Setengah dari kasus nonvisualized ginjal disebabkan
oleh cedera pada pedikel ginjal. Keadaan ginjal kontralateral perlu
dinilai sebagai bahan pertimbangan bila akan dilakukan nefrektomi
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).VI. Terapi
Lesi minor derajat 1, biasanya diobati secara konservatif.
Pengobatan konservatif tersebut meliputi istirahat di tempat tidur,
analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta observasi status ginjal
dengan pemeriksaan kondisi lokal, kadar hemoglobin, hematokrit,
serta sedimen urin (Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).
Penanganan trauma ginjal derajat 2 masih menimbulkan suatu
kontroversi. Penanganan secara konservatif, seperti yang dipilih
oleh kebanyakan dokter, mengandalkan kemampuan normal ginjal untuk
menyembuhkan dirinya sendiri. Penanganan secara operatif biasanya
dilakukan apabila pasien tidak memberikan respon positif terhadap
pengobatan konservatif, seperti kehilangan darah yang terus
bertambah, bertambah besarnya massa pada regio flank, rasa sakit
yang terus menerus dan disertai dengan adanya demam. Pengecualian
dari indikasi di atas adalah oklusi pada arteri renalis (derajat
3). Tindakan konservatif ini dilakukan untuk menghindari
dilakukannya tindakan nefrektomi. Sedangkan dokter yang memilih
tindakan operatif secara dini mengemukakan bahwa insidens
terjadinya komplikasi lanjut dapat diturunkan dengan tindakan
nefrektomi. Penanganan trauma ginjal untuk derajat 3 dan 4
memerlukan tindakan operatif berupa laparotomi (Sjamsuhidajat &
De Jong, 2005).VII. Komplikasi
Komplikasi dini adalah penyulit yang terjadi di empat minggu
pertama setelah rudapaksa seperti perdarahan, ekstravasasi urin,
abses, sepsis, fistel urin, dan hipertensi. Komplikasi lanjut
adalah hipertensi, fistel arteriovena, hidronefrosis, urolitiasis,
dan pyelonefritis kronik (Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).BAB
IIIPEMBAHASAN
Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang
dicurigai menderita trauma ginjal, yaitu: Klasifikasi beratnya
trauma sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan
menentukan prognosisnya Menyingkirkan keadaan ginjal patologis
pre-trauma Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral Mengevaluasi
keadaan organ intraabdomen lainnya
Algoritma 1. Flow chart for adult renal injuries; a guide for
decision making. CT, computed tomography; IVP, intravenous
pyelography; RBC/HPF, red blood cells per high-power field; SBP,
systolic blood pressure (Dandan,2011)I. Foto Polos Abdomen dan
Pyelografi Intravena (IVP)Pada semua penderita dengan hematuria
dengan sangkaan cedera ginjal harus dibuat pemeriksaan foto polos
abdomen dan pyelografi intravena. Yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan foto yaitu penderita tidak dalam keadaan syok dan medium
kontras harus diberikan dalam dosis ganda (Sjamsuhidajat & De
Jong, 2005). Pembuatan IVP dikerjakan jika diduga ada luka tusuk
atau luka tembak yang mengenai ginjal, cedera tumpul ginjal yang
memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik, cedera tumpul ginjal
yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai
syok (Purnomo, 2007).Keterangan yang dapat diperoleh dari
pyelografi intravena adalah ekstravasasi kontras, fungsi ginjal
kontralateral, dan kelainan anatomik. Bila pyelografi intravena
tidak memberi penjelasan yang memuaskan dilakukan arteriografi a.
renalis. Pemeriksaan CT-Scan abdomen selain tidak invasif dapat
menggantikan arteriografi ginjal untuk melihat cedera ginjal serta
organ intraabdomen lainnya (Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).Jika
IVP belum dapat menerangkan keadaan ginjal (misalkan pada ginjal
non visualized) perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau
areteriografi. Pemeriksaan IVP pada kontusio renis sering
menunjukkan gambaran sistem pelvikalises normal. Dalam keadan ini
pemeriksaan ultrasonografi abdomen dapat menunjukkan adanya
hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler dan dengan
kapsul ginjal yang masih utuh. Kadang kala kontusio renis yang
cukup luas menyebabkan hematoma dan edema parenkim yang hebat
sehingga memberikan gambaran pelvikalises yang spastik atau bahkan
tak tampak (non visualized). Sistem pelvikalises yang tak tampak
pada IVP dapat pula terjadi pada ruptura pedikel atau pasien yang
berada dalam keadaan syok berat pada saat mmenjalani pemeriksaan
IVP (Purnomo, 2007).Pada pemeriksaan radiologis IVP dapat
ditemukan: Derajat I Hematom minor di perinefron, pada IVP dapat
memperlihatkan gambaran ginjal yang abnormal. Kontusi dapat
terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak. Laserasi minor
korteks ginjal dapat dikenali sebagai defek linear pada parenkim
atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal. Yang lebih penting,
pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal derajat I dapat
menunjukkan gambaran ginjal normal.
Derajat II Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari
daerah yang mengalami laserasi. Extravasasi tersebut bisa hanya
terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke daerah perinefron
atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron. Yang khas
adalah batas luar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar. Akumulasi
masif dari kontras, terutama pada medial daerah perinefron, dengan
parenkim ginjal yang masih intak dan non visualized ureter,
merupakan dugan kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction.
Derajat III Secara klinis pasien dalam keadaan yang tidak
stabil. Kadang-kadang dapat terjadi syok dan sering teraba massa
pada daerah flank. Dapat disertai dengan hematuria. Bila pasien
sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP di mana
terlihat gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total.
Derajat IV Derajat IV meliputi avulsi dari ureteropelvic
junction. IVP memperlihatkan adanya akumulasi kontras pada daerah
perinefron tanpa pengisian ureter, ekstravasasi kontras.
Derajat V
Ginjal terbelah
Avulsi uteropelvic
Ekstravasasi tampak semakin luas pada ginjal yang mengalami
fragmentasi (terbelah)
II. Pyelografi RetrogradPemeriksaan pyelografi retrograd
biasanya tidak dilakukan karena dapat memasukkan infeksi
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2005).III. CT-ScanCT-Scan biasanya
diambil sebagai pemeriksaan penunjang pertama pada pasien yang
mengalami trauma multipel organ intra abdomen, dan pasien yang
diduga trauma ginjal derajat III atau IV. CT-Scan berfungsi sebagai
pemeriksaan kedua setelah IVP pada pasien yang pada IVP
memperlihatkan gambaran kerusakan luas parenkim ginjal dan pasien
yang keadaan umumnya menurun. Pencitraan dengan CT-Scan
memperlihatkan akurasi yang tinggi untuk luasnya trauma dan bila
digunakan secara serial, perluasan hematoma dapat dideteksi secara
dini.CT-Scan dilakukan jika terdapat riwayat hipotensi, hematuria
makroskopik, atau trauma tajam pada pasien yang stabil.
IV. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi hanya dapat memberi informasi ada
tidaknya hematom, tetapi tidak dapat melihat ekstravasasi urin
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2005). Ultrasonografi memiliki
sensitivitas yang lebih rendah daripada CT-Scan dan kurang dapat
menjelaskan anatomi ginjal secara rinci.
Gambar 12. (atas) USG pada trauma ginjal derajat V menunjukkan
gambaran ginjal normal. (bawah) Pada pasien dan ginjal yang sama,
USG Doppler menunjukkan tidak adanya vaskularisasi pada parenkim
ginjal.V. AngiografiPada arteriografi ditemukan bagian ginjal
avaskuler, oklusi total arteri renalis, dan ekstravasasi luas. VI.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)Untuk pasien stabil dengan
kontraindikasi penggunaan kontras yang kuat, pemeriksaan dengan MRI
dapat dilakukan. Namun untuk pasien dengan trauma akut, MRI kurang
praktis karena adanya motion artifacts dan lamanya waktu
pemeriksaan.
BAB IVKESIMPULAN
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh
berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam. Tujuan
pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal adalah klasifikasi
beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan
menentukan prognosisnya, menyingkirkan keadaan ginjal patologis
pre-trauma, engevaluasi keadaan ginjal kontralateral, mengevaluasi
keadaan organ intraabdomen lainnya. Gold standar pemeriksaan
radiologi pada trauma ginjal adalah CT-Scan, tetapi pada fasilitas
kesehatan yang tidak tersedia CT-Scan, IVP adalah pilihan pertama.
Berdasarkan Organ Injury Scaling Committee of the American
Association for the Surgery of Trauma (AAST) berat ringannya trauma
ginjal diklasifikasikan menjadi derajat 1 samapai derajat 5DAFTAR
PUSTAKA
Dandan, I. 2011. Upper Genitourinary TraumaWorkup. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/828154-workup#a0720 pada 10
April 2012European Association of Urology. 2003. Guidelines on
Urological Trauma
Injury Scoring Scale. The American Association for the Surgery
of Trauma
Lusaya, D. Renal TraumaWorkup. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/440811-workup#a0724 pada 10
April 2012Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Jakarta:
Sagung Seto
Ramchandani, Parvati and Buckler, Philip M. Imaging of
Genitourinary Trauma
Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Jakarta: EGCSmith, J.K. 2011. Imaging in Kidney Trauma. Diakses
dari www.emedicine.com pada 10 April 2012Starnes M., Demetriades D.
Hadjizacharia P., Inaba K., Best C., Chan L. 2009. Complications
Following Renal Trauma. Arch Surg. 2010;145(4):377-381Gambar 2.
Nefron
Gambar 3. Trauma tumpul langsung (atas), dan trauma tidak
langsung (bawah).
Gambar 4. Derajat trauma ginjal
Gambar 5. IVP
Gambar 6. IVP normal pada trauma ginjal derajat I
Gambar 7. Gambaran IVP pada trauma ginjal derajat II
Gambar 8. Gangguan ekskresi total pada trauma ginjal derajat
III
Gambar 9. Ekstravasasi kontras yang masif pada trauma ginjal
derajat IV
Gambar 10. Hilangnya renogram pada ginjal kanan pada trauma
ginjal derajat V
Gambar 11.
(atas kanan) CT-Scan trauma ginjal derajat I-II. Tampak adanya
hematom subcapsuler.
(kiri) CT-Scan trauma ginjal derajat III-IV. Tampak ekstravasasi
dan lesi infark pada parenkim ginjal.
Gambar 13.
(atas) Angiografi menunjukkan ekstravasasi continous dan
pseudo-aneurysm (kanan) MRI pada trauma ginjal derajat IV
21