BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pterygium merupakan suatu proses degeneratif dan hiperplastik dengan neoformasi fibrovaskular berbentuk segitiga yang muncul pada konjungtiva, tumbuh terarah dan menginfiltrasi permukaan kornea antara lain lapisan stroma dan membrana bowman. Puncak segitiga terletak di kornea dan dasarnya terletak di bagian tepi bola mata. Apabila hal ini mencapai pupil dapat mempengaruhi penglihatan. Penyebab dari penyakit ini adalah iritasi kronik akibat debu, angin, paparan sinar UV atau mikrotrauma yang mengenai mata. Pterygium banyak dijumpai pada orang yang bekerja di luar ruangan dan banyak bersinggungan dengan udara, debu ataupun sinar matahari dalam jangka waktu yang lama. Umumnya banyak muncul pada usia 20 – 30 tahun . Pterygium dipengaruhi berbagai faktor risiko antara lain faktor usia, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan. Hal tersebut di atas dapat dibuktikan pada studi yang dilakukan Gazzard di Indonesia ( Kepulauan Riau ) yang menyebutkan pada usia dibawah 21 tahun sebesar 10 % dan diatas 40 tahun sebesar 16,8%, pada wanita 17,6 % dan laki-laki 5
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pterygium merupakan suatu proses degeneratif dan hiperplastik dengan neoformasi
fibrovaskular berbentuk segitiga yang muncul pada konjungtiva, tumbuh terarah dan
menginfiltrasi permukaan kornea antara lain lapisan stroma dan membrana bowman. Puncak
segitiga terletak di kornea dan dasarnya terletak di bagian tepi bola mata. Apabila hal ini
mencapai pupil dapat mempengaruhi penglihatan. Penyebab dari penyakit ini adalah iritasi
kronik akibat debu, angin, paparan sinar UV atau mikrotrauma yang mengenai mata.
Pterygium banyak dijumpai pada orang yang bekerja di luar ruangan dan banyak
bersinggungan dengan udara, debu ataupun sinar matahari dalam jangka waktu yang lama.
Umumnya banyak muncul pada usia 20 – 30 tahun . Pterygium dipengaruhi berbagai faktor
risiko antara lain faktor usia, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan. Hal tersebut di
atas dapat dibuktikan pada studi yang dilakukan Gazzard di Indonesia ( Kepulauan Riau )
yang menyebutkan pada usia dibawah 21 tahun sebesar 10 % dan diatas 40 tahun sebesar
16,8%, pada wanita 17,6 % dan laki-laki 16,1%. Berdasarkan letak Indonesia sebagai bagian
negara beriklim tropis dan dengan paparan sinar UV yang tinggi, angka kejadian Pterygium
cukup tinggi.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum: Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, epidemiologi,
gambaran klinik, pemeriksaan lanjutan, penanganan dan komplikasi serta prognosis dari
Pterygium
2. Tujuan Khusus: sebagai syarat ujian stase ilmu penyakit mata program pendidikan
profesi dokter umum periode 40 Fakultas Kedokteran UMY.
5
BAB II
PTERYGIUM
A. DEFINISI
Pterygium berasal dari bahasa yunani, yaitu pteron yang berartinya sayap. Pterygium
adalah sebuah massa okular eksternal yang meninggi dan terletak superficial yang biasanya
terbentuk diatas konjungtiva perilimbus dan meluas hingga ke permukaan kornea, bentuknya
seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat
penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar
dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan
sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Pterygium
ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai
yang besar sekali, dan juga jejas fibrovaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa
merusakkan topografi kornea.
B. ETIOPATOFISIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti penyebab dari pterygium. Namun karena lebih sering
pada orang yang tinggal didaerah iklim panas. Maka gambaran yang paling diterima tentang
hal tersebut adalah respon terhadap faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari,
daerah kering dan berdebu dan faktor iritan lainnya.
6
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppresor pada limbal basal stem cell.
Tanpa apoptosis, transforming growth faktor beta overproduksi dan menimbulkan proses
collagenase meningkat, sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan
degenerasi kolagen, terlihat jaringan sub epitelial fibrovaskular dan proliferasi jaringan
granulasi vascular dibawah epithelium yang ahirnya menembus kornea. Kerusakan pada
kornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular,
sering dengan inflamasi ringan. Epithel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi
dysplasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epithel kornea. Pada keadaan defisiensi
stem cell terjadi congjungtivalization pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal
adalah pertumbuhan conjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, pertumbuhan
jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian
menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi
lokalisaisi interpalpebralis limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan stem sel di daerah interpalpebra.
Lapisan fibroblas pterygium menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada
fibroblas pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana metalloproteinase adalah
7
extraceluler matrix yang berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, dan
fibroblas pada pterygium berespon terhadap TGF-β. Hal ini menjelaskan bahwa pterygium
cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan
inflamasi.
Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan
lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang yang banyak
menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami
pterygium dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan.
Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya
keturunan (faktor herediter) .
Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab dominannya
pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan
disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa menyamping (side-
on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal tersebut.
C. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia
dewasa tetapi ditemui juga pada usia anak-anak. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang
terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat pada dekade ke 2 dan ke 3 dari
kehidupan. Insiden tinggi pada umur 20 dan 49 tahun. Rekuren lebih sering pada umur
muda dari pada umur tua
8
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV.
Pekerjaan yang diduga berhubungan dengan pterygium adalah petani, nelayan, buruh
kasar, pekerja perkebunan, pekerja bangunan.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya.
Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad
terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium
yang lebih tinggi. Survei menunjukkan yakni daerah <37 lintang utara dan selatan dari
ekuator.
4. Jenis kelamin
Laki-laki lebih beresiko daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok,
pendidikan rendah dan riwayat exposure lingkungan diluar rumah.
5. Herediter
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan
berdasakan penelitian pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara
autosomal dominan.
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium. Iritasi
kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus merupakan pendukung teori keratitis
kronik dan terjadinya limbal defisisensi dan saat ini merupakan teori baru patogenesis
dari pterygium.
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap
rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium
9
D. MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis
Pasien dengan pterigium datang dengan keluhan yang bermacam, mulai dari tak ada.
Gejala hingga keluhan seperti mata kemerahan, membengkak, gatal, iritasi, pandangan kabur
yang berhubungan dengan lesi yang meninggi pada satu atau kedua mata.
Pemeriksaan Fisik
Pterigium muncul dengan perubahan fibrovaskular yang beragam pada permukaan
konjungtiva dan kornea. Lebih sering muncul dari daerah konjungtiva nasal dan meluas
hingga ke kornea nasal, walaupun bisa juga bisa dari lokasi lain misal temporal.
Pterygium dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Pterygium dapat hanya terdiri
atas sedikit vaskular dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. Pterygium dapat aktif dengan
tanda-tanda hiperemia serta dapat tumbuh dengan cepat.
Pasien yang mengalami pterygium dapat tidak menunjukkan gejala apapun
(asimptomatik). Kebanyakan gejala ditemukan saat pemeriksaan berupa iritasi, perubahan
tajam penglihatan, sensasi adanya benda asing atau fotofobia. Penurunan tajam penglihatan
dapat timbul bila pterygium menyeberang axis visual atau menyebabkan meningkatnya
astigmatisme. Efek lanjutnya yang disebabkan membesarnya ukuran lesi menyebabkan
terjadinya diplopia yang biasanya timbul pada sisi lateral. Efek ini akan timbul lebih sering
pada lesi-lesi rekuren (kambuhan) dengan pembentukan jaringan parut.
Pterygium memiliki tiga bagian :
a. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang
kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan
Bowman pada kornea. Garis zat besi (iron line/Stocker’s line) dapat dilihat pada
bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang kering.
10
b. Bagain whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan sebuah lapisan vesikuler
tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
c. Bagian badan atau ekor. Merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak), lembut,
merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling ujung.
Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk dilakukannya koreksi
pembedahan
E. KLASIFIKASI
Derajat pterygium
Derajat 1 : jika pterygium terbatas pada limbus kornea
Derajat 2 : jika pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea
Derajat 3 : jika pterygium sudah melewati derajat 2 tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata.
Derajat 4 : jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Berdasarkan lokasi:
1. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
2. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal.
Berdasarkan perjalan penyakit:
Progresif pterygium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di
depan kepala pterygium.
Regresif pterygium : tipis, atrofi sedikti vacular. Ahirnya membentuk
membran tetapi tidak pernah hilang.
11
Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episclera
T1 : Pembuluh darah episclera jelas terlihat
T2 : Pembuluh darah episclera sebagian terlihat
T3 : Pembuluh darah tidak jelas
F. DIAGNOSIS BANDING
Pinguecula
Massa okular eksternal yang meninggi pada konjungtiva dan tidak mencapai kornea.
Pseudopterygium
Pseudopterygium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterygium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterygium juga sering dilaporkan sebagai
dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterygium dapat
ditemukan di bagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk obliq. Sedangkan
pterygium ditemukan secara horizontal pada posisi jam 3 atau jam 91.
Pannus
Pannus merupakan salah satu penyebab kekeruhan didaerah kornea yang ditandai
dengan terdapatnya sel radang disertai pembuluh darah yang membentuk tabir pada
kornea. Pembuluh darah ini berasal dari limbus yang memasuki kornea diantara epitel
dan membran bowman.
Kista dermoid
Kista dermoid merupakan tumor kongenital yang berasal dari lapisan mesodermal dan
ektodermal. Jaringan tumor ini terdiri atas jaringan ikat, jaringan lemak, folikel
rambut, kelenjar keringat, dan jaringan kulit. Lokasinya dapat berada pada limbus
konjungtiva bulbi atau tumbuh jauh ke orbita posterior dan menyebabkan ptosis.
12
G. PEMERIKSAAN LANJUTAN
Gambaran histologi
Secara histologis, Epitel pterygium dapat saja normal, akantotik, hiperkeratosis atau
bahkan displasia. Pemeriksaan sitologi pada permukaan sel pterygium terlihat abnormal dan
menunjukkan peningkatan densitas sel goblet dengan metaplasia squamosa juga
menunjukkan adanya permukaan sitologi yang abnormal pada area lain di konjungtiva bulbi
pada area tanpa adanya pterygium. Substansia propria menunjukkan degenerasi elastotik
jaringan kolagen seperti elastodisplasia dan elastodistropi. Kolagen selanjutnya menghasilkan
maturasi dan degenarasi abnormal. Sumber serat atau fiber kemungkinan berasal dari
fibroblast yang mengalami degenerasi.
H. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan pterygium yaitu dengan pemberian obat-obatan jika pterygium masih
derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium derajat 2 dan 4.
Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterygium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami
gangguan penglihatan. Lindungi mata yang terkena pterygium dari sinar matahari, debu dan
udara kering dengan kacamata pelindung sebagai langkah protektif.
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan
pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan
penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi
media penglihatan.
Tindakan Operatif
13
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea. Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa dilakukan
pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan
dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam
hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.
Eksisi bertujuan untuk mencapai keadaan noramal, gambaran permukaan bola mata yang
licin
Indikasi tindakan operasi :
1. Pterygium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm.
2. Pertumbuhan yang progresif, terutama pterygium jenis vascular.
3. Mata terasa mengganjal.
4. Visus menurun, terus berair.
5. Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus.
6. Alasan kosmetik.
Jenis operasi pada pterygium antara lain :
Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan. Tidak ada jahitan untuk
melekatkan konjungtiva ke superfisial sclera, meninggalkan suatu daerah sclera
terbuka. Tingkat rekuren 40-50%.
Simple closure
Pinggiran dari konjungtiva yang bebas dijahit bersama
Sliding flap
14
Suatu insisi bentul L dibuat sekitar luka untuk membentuk flap conjungtiva untuk
menutup luka.
Rotational flap
Insisi berbentuk U dibuat disekitar luka unutk menutup luka
Conjungtiva graft
Suatu Free graft dari konjungtiva superior dieksisi sesuai dengan besar luka dipindah