ACER
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan dalam bidang psikiatri ilmiah sebagian besar dihasilkan
oleh sistem klasifikasinya. Sistem klasifikasi untuk diagnosis
psikiatri memiliki beberapa tujuan: membedakan suatu diagnosis
dengan diagnosis yang lain sehingga klinisi dapat memberikan terapi
yang efektif, menetapkan suatu bahasa yang sama antar para
profesional pelayanan kesehatan, untuk menggali kausa berbagai
gangguan mental yang masih belum diketahui. Dua klasifikasi yang
paling penting adalah the Diagnostik and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM) yang mengidentifikasikan tiap gangguan dengan
gejala khas dan unik yang dikembangkan oleh APA (American
Psychiatric Association) dan International Classification of
Diseases (ICD) yang dikembangkan oleh WHO. Revisi terbaru dari DSM
yaitu DSM V yang Dipublikasikan pada 18 Mei 2013, DSM-V berisi
diagnosis yang direvisi secara ekstensif dan dalam banyak kasus,
memperluas definisi diagnostik saat mempersempit definisi pada
kasus lain.
Sebelumnya gangguan mental organik didefinisikan sebagai
gangguan yang memiliki kondisi patologis yang dapat diidentifikasi,
seperti tumor otak, penyakit serebrovaskular, atau intoksikasi
obat. Gangguan otak yang tidak disertai organik disebut gangguan
fungsional. Kesimpulan pada data yang terjadi akhir-akhir ini
adalah bahwa setiap gangguan psikiatrik memiliki komponen organik
(biologis). Sehingga pada konsep terbaru, setelah dilakukan kajian
ulang tidak lagi terdapat gangguan fungsional dan organik pada DSM
- IV.
Pengetahuan mengenai Gangguan Mental Organik penting dimiliki
karena konsep mengenai hal ini terus berkembang hingga kini. Dalam
DSM IV Gangguan Mental Organik sudah diubah menjadi Gangguan
Kognitif (memori, bahasa, atensi), yaitu Delirium, Demensia, dan
Gangguan Amnesik. Dalam DSM V, gangguan neurokognitif dibagi
menjadi Delirium, Gangguan Neurokognitif Mayor, dan Gangguan
Neurokognitif Minor.
Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi kemampuan
berpikir rasional seseorang. Respon kognitif yang ditimbulkan
berbeda, tergantung pada bagian yang mengalami gangguan. Perubahan
dalam perilaku juga akan terjadi. Pada kasus delirium akan terjadi
gangguan pada proses berpikir, sedangkan pada demensia akan
mengalami respon kognitif yang mal-adaptif.Untuk mengetahui lebih
lanjut masalah yang terjadi pada pasien perlu dikaji lebih lanjut
tentang Gangguan kognitif dan mental organic pada pasien. Penulisan
makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara umum
tentang informasi penting pasien dengan gangguan kognitif. BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KLASIFIKASI UNTUK GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah
sebagai berikut :F00 Demensia pada penyakit AlzheimerF01 Demensia
VaskularF02 Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di
tempat lain (YDK)F04 Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol
dan zat psikoaktif lainnyaF05 Delirium bukan akibat alkohol dan
psikoaktif lain nya
F05.0 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
F05.1 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
F05.2 Delirium lainya.
F05.3 DeliriumYTT.F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan
dan disfungsi otak dan penyakit fisik.F07 Gangguan keperibadian dan
prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otakF09 Gangguan
mental organik atau simtomatik YTTDSM IV
Gangguan neurokognitif (NCD) (sebagaimana dimaksud dalam DSM-IV
sebagai "Demensia, Delirium, amnestik, dan Gangguan Kognitif
lain"). Kategori NCD meliputi sekelompok gangguan di mana ciri
utamanya adalah adanya gangguan fungsi kognitif, biasanya dialami
oleh orang dewasa.
Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai
berikut:1. Delirium
1.1. Delirium karena kondisi medis umum.
1.2. Delirium akibat zat.
1.3. Delirium etiologi multipel, seperti trauma kepala dan
penyakit ginjal
1.4. Delirium yang tidak tergolongkan, seperti kurang tidur
2. Demensia3. Gangguan amnestik4. Gangguan kognitif yang tak
tergolongkan
DSM V
Tabel 1. Neurocognitive Domains
Menurut DSM V, Gangguan Neurokognitif dibagi menjadi :
1. Delirium Delirium Other Specified Delirium Unspecified
Delirium2. Gangguan Neurokognitif Mayor
3. Gangguan Neurokognitif RinganGangguan neurokognitif seperti
delirium, demensia, dan kelemahan kognitif ringan, ditandai dengan
menurunnya fungsi kognitif. Gangguan-gangguan ini memiliki etiologi
dan karakteristik yang berbeda dengan penyakit Alzheimer, penyakit
serebrovaskular, penyakit Lewy Body, degenerasi frontotemporal,
cedera otak karena trauma, infeksi, dan penyalahgunaan alkohol.
Perbedaannya terlihat pada variasi pendekatan dalam klasifikasi
gangguan-gangguan kognitif, dengan mengelompokkan secara terpisah
kriteria setiap gangguan sesuai dengan etiologinya. Alhasil, saat
ini ada susunan istilah untuk menggambarkan sindrom kognitif,
beberapa definisi untuk sindrom yang sama, dan beberapa kriteria
untuk menentukan sebuah etiologi yang spesifik. DSM-4
mengklasifikasikan gangguan neurokognitif dengan berbagai
keterbatasan yang telah banyak direvisi dalam DSM-5.The Diagnostic
and Statistic Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5)
memberikan kerangka kerja umum untuk diagnosis gangguan kognitif,
pertama dengan menggambarkan sindrom kognitif utama, kemudian
mendefinisikan kriteria untuk menggambarkan subtipe etiologi
spesifik dari gangguan kognitif ringan dan berat. DSM-5 dibuat
dengan harapan para klinisi dan kelompok penelitian memiliki
pemahaman yang sama mengenai gangguan kognitif. Dalam penggunaan
yang lebih luas, klasifikasi internasional gangguan kognitif
menjadi penting dalam menjembatani komunikasi efisien antara para
klinisi dengan peneliti.Pada DSM-IV, kriteria gangguan kognitif
ringan sama dengan kriteria gangguan kognitif berat, namun
perbedaannya pada tingkat keparahan defisit kognitif dan gangguan
fungsional. Penyakit Alzheimer minimal memiliki dua gejala awal
yaitu defisit memori dan defisit kemampuan belajar. Gangguan
neurokognitif vaskular sangat luas, dan termasuk lesi hemoragik dan
lesi iskemik. Gangguan neurokognitif frontotemporal menampakkan
gejala bertahap progresif, terlihat dari adanya kelemahan perilaku
(apatis, kurang bersemangat, hilangnya simpati atau empati),
gangguan kepribadian, dan atau kelemahan berbahasa. Gangguan
neurokognitif Badan Lewy menunjukkan onset perlahan dengan
perjalanan penyakit bertahap progresif, dengan gejala klinis
penurunan fungsi kognitif yang fluktuatif, gangguan pemusatan
perhatian, gangguan kesadaran dan halusinasi visual. (Dikutip dari
Sachdev, P. S. et al. Nat. Rev. Neurol. 10, 634
642, 2014)Delirium
KRITERIA DIAGNOSTIK
a. Gangguan perhatian (seperti penurunan kemampuan untuk dapat
memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian) dan gangguan
kesadaran (berkurangnya orientasi pada lingkungan)b. Gangguan
timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (umumnya dalam jam
ke hari) dan cenderung berfluktuasi (umumnya dalam hitungan
hari)
c. Perubahan kognisi (defisit memori, disorientasi, berbahasa,
kemampuan visuospasial dan persepsi)
d. Gangguan pada kriteria A C yang tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah
ditegakkan, ataupun yang sedang timbule. Terdapat bukti dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium
bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung
dan akibat konsekuensi kondisi medis lain, intoksikasi (seperti
drug abuse), atau terpapar toksin, maupun penyebab multipel
lainnyaKata delirium berasal dari bahasa latin yang artinya lepas
jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada
tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium tremens,
kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy
Wernicke.Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom
dengan penyebab multipel yang terdiri atas berbagai macam pasangan
gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium didefinisikan
sebagai disfungsi serebral yang reversibel, akut dan bermanifestasi
klinis pada abnormalitas neuropsikiatri. Sebagian besar kausa
delirium muncul dari luar sistem saraf pusat, contoh gagal ginjal
dan hati. Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang
dikenali dan jarang didiagnosis. Sebagian dari masalahnya adalah
bahwa sindrom ini memiliki nama lain yang bervariasi, contohnya
keadaan kebingungan akut, sindroma otak akut, ensefalopati
metabolik, psikosis toksik, dan gagal otak akut.Delirium adalah
diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarakteristikkan
dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium
ditandai oleh gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan
dengan fungsi gangguan kognitif secara global. Kelainan mood,
persepsi dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum; tremor,
asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin
merupakan gejala neurologis yang umum. EPIDEMIOLOGI
Delirium merupakan gangguan yang sering dijumpai. Usia lanjut
adalah faktor resiko utama timbulnya delirium, sekitar 30 40 persen
dari pasien yang dirawat berusia 65 tahun dan memiliki episode
delirium. Faktor redisposisi lain adalah usia muda (yaitu anak),
kerusakan otak yang telah ada sebelumnya ( contohnya demensia,
penyakit serebrovakular, tumor), riwayat delirium, diabetes,
kanker, gangguan sensorik, dan malnutrisi. Jenis kelamin pria
merupakan suatu faktor predisposisi independen bagi delirium
menurut DSM - IV. Sekitar 10 sampai 15 persen adalah pasien bedah
dan 15 sampai 25 % pasien perawatan medis di rumah sakit. Sekitar
30 % pasien dirawat di ICU bedah dan ICU jantung. 40 sampai 50
pasien yang dalam masa penyembuhan dari tindakan bedah pinggul
memiliki episode delirium. Penyebab dari pasca operasi delirium
termasuk stress dari pembedahan, sakit pasca operasi, pengobatan
anti nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan
kehilangan darah.ETIOLOGITerdapat empat subkategori berdasarkan
sejumlah penyebab, yaitu: Kondisi umum seperti infeksi, terinduksi
obat, etiologi multipel seperti trauma kepala dan penyakit ginjal,
delirium yang tergolong di tempat lain seperti kurang tidur.
Seringkali delirium merupakan multifaktorial dalam etiologinya.
Di bawah ini merupakan multifaktorial etiologi : Penyebab
reversible antara lain :
1. Hipoksia
2. Hipoglikemia
3. Hipertermia
4. Antikolinergik delirium
5. Putus alkohol atau sedatif Perubahan struktural :
1. Trauma tertutup kepala atau perdarahan serebral
2. Kecelakaan serebrovaskular antara lain : infark serebri,
perdarahan subaraknoid, hipertensive encephalopathy3. Tumor kepala
primer maupun metastase
4. Abses otak
Akibat metabolik1. Gangguan air dan elektrolit, gangguan asam -
basa, hipoksia
2. Hipoglikemia
3. Gagal ginjal atau gagal hati
4. Defisiensi vitamin terutama Thiamine dan Cyanocobalamin
5. Endokrinopati terutama berhubungan dengan tiroid dan
paratiroid
Keadaan hipoperfusi :
1. Syok
2. CHF (Congestive Heart Failure)
3. Cardiac aritmia
4. Anemia
Infeksi :
1. Infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis
2. Ensefalitis
3. Infeksi otak yang berhubungan dengan HIV
4. Septikemia
5. Pneumonia
6. UTI (Urinary Tract Infection )
Penyebab utama delirium:
1. Penyakit pada CNS encephalitis, space occupying lesions,
tekanan tinggi intrakranial setelah episode epilepsi.
2. Demam penyakit sistemik
3. Kegagalan metabolik kardiak, respiratori, renal, hepatik,
hipoglikemiaFaktor predisposisi Demensia
Obat-obatan multipel
Umur lanjut
Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson
Gangguan penglihatan dan pendengaran
Ketidakmampuan fungsional
Hidup dalam institusi
Ketergantungan alkohol
Isolasi sosial
Kondisi komorbid multipel
Depresi
Riwayat delirium post-operatif sebelumnya
Tabel 2. Zat atau Substansi Penyebab Delirium
IntoksikasiPATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan
neuronal, biasanya melibatkan area di korteks serebri dan reticular
activating sistem. Berdasarkan hipotesis, dua mekanisme yang
terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan
neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin)
serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari
neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem,
korteks, dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi
(disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium.
Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin
yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya
peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik
melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu
neurotransmiter eksitasi. Adanya gangguan neurotransmiter ini
menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan
penyebaran depresi membran.
Patofisiologi berdasarkan hipotesis:
Asetilkolin
Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah
satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya
delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat
antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung,pada
pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul
gejala ini. Pada pasien post operatif delirium serum antikolinergik
juga meningkat.
DopaminPada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan
dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari
dopaminergik, pengobatan simptomatis muncul pada pemberian obat
antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamin.
Neurotransmitter lainnya
Serotonin; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan
encephalopati hepatikum. GABA (Gamma-AminoButyric Acid); pada
pasien dengan hepatic encephalopaty, peningkatan inhibitor GABA
juga ditemukan. Peningkatan level amonia terjadi pada pasien
hepatic encephalopaty yang menyebabkan peningkatan pada asam amino
glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini merupakan precursor
GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan
pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepin dan
alkohol.
Mekanisme peradangan (inflamasi)Studi terkini menyatakan bahwa
peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,dapat
menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang
luas dan paparan toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1
dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering
dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon otak yang
dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya
delirium.
Mekanisme struktural
Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung
hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih
penting daripada anatomi yang lainnya. Formatio retikularis dan
jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur
tegmentum dorsal diproyeksikan dari formasio retikularis
mesensefalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat
pada delirium. Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat
menyebabkan delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen
neurotoksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus
otak.
DELIRIUM MNEMONICS (suatu rangkaian kata yang dapat dipakai
untuk membedakan diagnosis delirium):
I WATCH DEATH
Infection
: HIV, sepsis, pneumoniaWithdrawal
:alkohol, barbiturat, hipnotik-sedatif
Acute metabolic :asidosis, alkalosis,gangguan elektrolit,
gagal
hepar, gagal ginjalTrauma
:luka kepala tertutup, heat stroke, postoperative,
Subdural hematoma, abses et causa terbakar
CNS patologis
:infeksi,stroke, tumor, metastasis, vaskulitis,
encephalitis, meningitis,sifilis
Hipoksia
:anemia,keracunan gas CO, hipotensi, gagal
pulmoner atau gagal jantung.
Defisiensi
:vitamin B12, folat, niasin, thiamine
Endorinopati
: hiper/hipoadenokortisme, hiper/hipoglikemi, mix-
udem, hiperparatiroidisme.
Acute vaskuler:hipertensive encephalopati, stroke, aritmia,
syokToxin atau obat:obat yang diresepkan, pestisida, pelarut
berbahayaHeavy metals
: mangan, air raksa, timah hitam
GEJALA KLINIS
Delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat
jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi
masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada
pasien individual.
Tanda dan Gejala delirium:
1. Gangguan kesadaran
Disorientasi
Konsentrasi kurang
2. Tingkah laku
Hiperaktif Hipoaktif3. Pikiran
Bizarre Ideas of reference waham4. Mood
Cemas, Irritable Depresi5. Persepsi
Illusi Halusinasi (visual)6. Memori
Terganggu
*Fluctuating course, worse in the eveningGambaran kunci dari
delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam DSM V
digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap
lingkungan dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,
mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Keadaan delirium mungkin
didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan,
mengantuk, insomnia, halusinasi transient, mimpi menakutkan di
malam hari, kegelisahan.Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien
dengan delirium, satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang
berhubungan dengan peningkatan kesiagaan, pola lain ditandai oleh
penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan
putus zat seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat
disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat,
berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual, muntah, dan
hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang
diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik atau mengalami
demensia.
Orientasi
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada
seorang pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali
hilang bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap
tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain (sebagai contohnya,
dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus yang
berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya
sendiri.
Bahasa dan Kognisi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam
bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan,
atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk
mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya yang mungkin
terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif
umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan dan mengingat
kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh
mungkin dipertahankan. Di samping penurunan perhatian, pasien
mungkin mempunyai penurunan kognitif yang dramatis sebagai suatu
gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga
mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin
mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang - kadang
paranoid.
Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum
untuk membedakan stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan
persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi
relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi paling sering
adalah visual atau auditori walaupun dapat pula halusinasi taktil
atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada
delirium.Suasana PerasaanPasien dengan delirium mempunyai kelainan
dalam pengaturan suasana. Gejala yang paling sering adalah
kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan
suasana perasaan lain adalah apatis, depresi, dan euforia.
Gejala Penyerta :
Gangguan Tidur-Bangun
Tidur pada pasien delirium secara karakteristik akan terganggu.
Paling sedikit mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan
tidur sekejap di tempat tidurnya atau di ruang keluarga. Seringkali
keseluruhan siklus tidur-bangun pasien dengan delirium semata-mata
terbalik. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium
tepat sebelum tidur, situasi klinis yang dikenal luas sebagai
sundowning.Gejala Neurologis
Gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfagia, tremor,
asteriksis, inkoordinasi, dan inkontinensia urin.
DIAGNOSISKriteria diagnostik untuk delirium akibat kondisi medis
umum berdasarkan DSM IV AGangguan kesadaran ( berkurangnya
kejernihan kesiagaan terhadap lingkungan) disertai penurunan
kemampuan memfokuskan, mempertahankan, atau mengalihkan atensi.
BPerubahan kognisi (seperti defisit memori, disorientsi,
gangguan bahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang tidak
disebabkan oleh demensia yang telah ada sebelumnya, telah
ditegakkan sebelumnya, atau sedang berkembang.
CGangguan tersebut terjadi dalam waktu singkat dan cenderung
berfluktuasi sepanjang hari.
DTerdapat bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh
konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi umum.
Diagnosa BandingDeliriumDemensiaDepresi
KesadaranBerubah dan berfluktuasi, suramTidak uram sampai tahap
terminalUmumnya baik
OrientasiDisorientasi dan disorganisasiDisorientasi pada stage
selanjutnyaBerorientasi atau sulit dinilai karen apatis
OnsetAkut atau subakutKronikAkut, subakut, atau kronik
Proses terjadinyaFluktuatif dan reversibelProgresif dan
ireversibelStabil dan irreversibel
AtensiJangka pendekNormalNormal
Perubahan psikomotorUmum (hipoaktif atau hiperaktif)Tampilan
akhir kecuali jika depresi atau apatisNormal atau hipoaktif
HalusinasiBisa adaBiasanya tidak adaTidak ada
Siklus Tidur- BangunTergangguBaik hingga akhirBiasanya baik
BicaraInkoherenSulit menemukan kata dan nama, afasia pada stage
akhirLambat
Tabel 3. Perbedaan Delirium, Demensia, dan DepresiPemeriksaan
Fisik dan Laboratorium
Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan
ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status
pemeriksaan mental bedside seperti Mini Mental State Examination
(MMSE) pada pemeriksaan fisik seringkali mengungkapkan petunjuk
adanya penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau
riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol ata zat lain
meningkatkan kemungkinan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium
harus termasuk tes-tes standar dan pemeriksaan tambahan yang
diindikasikan oleh situasi klinis. Pemeriksaan standar seperti
sebagai berikut:
1. Kimia darah (termasuk elektrolit, indeks ginjal dan hati, dan
glukosa)
2. Hitung darah lengkap (CBC) dengan defensial sel darah
putih
3. Tes fungsi tiroid
4. Tes serologis untuk sifilis
5. Tes antibodi HIV (human Immunodeficiency virus)
6. Elektrokardiogram (EKG)
7. Elektroensefalogram (EEG)
8. Radiologi thoraks dada
9. Skrining obat dalam darah dan urin
Tes tambahan jika diindikasikan :
1. Kultur darah, urin, dan cairan serebrospinalis
2. Konsentrasi B 12, asam folat
3. Pencitraan otak dengan tomografi komputer (CT) atau
pencitraan resonansi magnetik (MRI)
4. Pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinalis
MANAJEMEN PENGOBATAN
Pengobatan terutama pada pasien delirium adalah untuk
mengkoreksi kondisi medis yang menyebabkan gangguan-gangguan utama.
Langkah pertama pada tatalaksana pasien dengan delirium adalah
melakukan pemeriksaan yang seksama terhadap riwayat penderita,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Informasi dari pasien
tentang riwayat pasien terdahulu maupun status penderita sekarang
sangat membantu para praktisi medis untuk melakukan tata laksana
yang baik untuk mengobati delirium. Anamnesis terbaik dari pasien
delirium dapat menyingkirkan differensial diagnose lain terutama
hasil laboratorium juga dapat memperjelas etiologi dari
delirium.
Pengobatan secara langsung baik identifikasi dari underlying
physical cause maupun menilai pengobatan dari anxietas, distress,
dan problem prilaku.
Pasien perlu penentraman hati, dan reorientasi untuk mengurangi
ansietas, cara ini perlu dilakukan dengan sering.
Keluarga pasien perlu diberitahukan dan diterangkan secara jelas
mengenai penyakit pasien agar mengurangi kecemasannya sehingga
keluarga pasien dapat menolong pasien dalam perawat menjadi lebih
tenteram. Pada perawatan di rumah sakit pasien sebaiknya dirawat di
ruangan yang tenang juga cukup cahaya agar pasien dapat tahu dimana
dia berada namun dengan penerangan dimana tidak mengganggu tidur
pasien.
Keluarga maupun teman perlu menemani dan menjenguk pasien.
Penting untuk memberi sedapat mungkin sejak terjadi perburukan
dari delirium.
Pengobatan Farmakologis Delirium :
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan
pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang
terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol. Droperidol (Inapsine)
adalah suatu butyrophenone yang tersedia sebagai suatu formula
intravena alternatif, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah
sangat penting pada pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus
dihindari pada pasien delirium karena obat tersebut disertai dengan
aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik
diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek
atau dengan hydroxyzine (Vistaril), 25 sampai 100mg.
1. Pengobatan termasuk pengobatan pada penyakit yang mendasari
dan identifikasi medikasi yang mempengaruhi derajat kesadaran.
2. Olanzapine (Zyprexa) : adalah obat neuroleptik atipikal,
dengan efek ekstrapiramidal yang ringan, efektif untuk pengobatan
delirium yang disertai agitasi. Dosisnya dimulai dengan 2,5mg, dan
meningkat sampai 20 mg PO jika dibutuhkan. Olanzepine dapat
menurunkan ambang kejang, namun sisanya dapat ditoleransi dengan
cukup baik.
3. Risperidone (risperidal), juga efektif dan dapat ditoleransi
dengan baik, dimulai dengan 0,5 mg dua kali sehari atau 1mg sebelum
waktu tidur, meningkat sampai 3 mg 2 kali sehari jika
dibutuhkan.
4. Haloperidol (haldol), dpat digunakan dengan dosis yang rendah
(0.5 mg sampai dengan 2 mg 2 kali sehari), jika dibutuhkan secara
intravena. Efek samping ekstra pyramidal dapat terjadi, dapat
ditambahkan sedatif, misalnya lorazepam diawali 0,5 mg sampai 1 mg
setiap 3 sampai 8 jam jika dibutuhkan.
PROGNOSIS
Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala
delirium biasanya menghilang dalam periode 3-7 hari, walaupun
beberapa gejala mungkin membutuhkan waktu sampai 2 minggu untuk
menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin
lama pasien mengalami delirium semakin lama waktu yang diperlukan
bagi delirium untuk menghilang. Ingatan tentang apa yang dialami
selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang
timbul, dan pasien mungkin menganggapnya sebagai mimpi buruk,
sebagai pengalaman yang mengerikan yang hanya diingat secara
samar-samar.A Picture of ICU Delirium (foto deskripsi seorang
pasien delirium di Intensive Care Unit) Tulisan untuk gambar di
atas:
aku perlahan-lahan bangun pada ICU setelah operasi dan mencoba
untuk membuka mataku dan menggerakkan tangan kananku. Tetapi hey?
Perasaan aneh apa yang terdapat pada tanganku? Aku mengangkat
kepalaku dan melihat beberapa mahluk kecil merayap pada kasurku dan
tanganku. Aku mencoba untuk berteriak kepada perawat :
SUSTER,SUSTER!! Tolong aku untuk bangun dari tempat tidur. Aku
berjuang dan berjuang untuk memanggil namun tidak satupun yang
datang. Tidak ada seorang pun yang sepertinya mendengar teriakanku,
aku merasa sendiri. Akhirnya seseorang datang. Dia tertawa kepadaku
dan saya mencoba untuk melihatnya lebih dekat. Dia mendekat dan
saya melihat sesuatu melingkar di lehernya. Apa itu ? itu merayap
dan makin besar dan membesar! Apa..apakah itu ular? Tidak, itu
tidak mungkin,tetapi saya dapat melihatnya bergerak! Ini tidak
baik! Bagaimanakah saya dapat keluar dari sini? Perawat berkata
kepada seseorang yang tidak dapat saya lihat. Mereka mentertawakan
dan membuatku malu, apakah mereka mentertawakan saya ? saya harap
seseorang datang dan menolong saya untuk keluar dari tempat
mengerikan ini. Sekarang saya dapat melihat dengan siapakah perawat
itu bicara. Apakah orang ini datang untuk menolong saya? Saya
mencoba melihatnya lebih dekat, dan kelihatannya dia berbulu dan
aneh. Dia mirip seperti seseorang.ataukah seekor hewan? Oh ,tidak
dia membuka mulutnya dan mengaum seperti singa! Saya sangat
takut,apakah tidak ada seseorang pun yang dapat menolongku
?....
II. Other Specified Delirium
Kategori ini memakai spesifikasi kriteria gejala delirium
sebelumnya, hanya saja kategori ini menyebabkan penderitaan yang
signifikan secara klinis, ataupun kelemahan pada sosial, pekerjaan
atau area predominan yang berfungsi penting lainnya namun tidak
ditemukan kriteria penuh pada delirium atau gangguan neurokognitif
lain pada diagnosis. Kategori ini dipakai saat klinisi memilih
untuk mencari etiologi spesifik yang kriterianya tidak termasuk di
dalam delirium maupun gangguan neurokognitif lainnya.III.
Unspecified DeliriumKategori ini memakai spesifikasi kriteria
gejala delirium sebelumnya, hanya saja kategori ini menyebabkan
distress yang signifikan secara klinis, ataupun kelemahan pada
sosial, pekerjaan atau area predominan yang berfungsi penting
lainnya namun tidak ditemukan kriteria penuh pada delirium atau
gangguan neurokognitif lain pada diagnosis. Kategori ini dipakai di
situasi dimana klinisi memilih untuk tidak memspesifikasi alasan
yang kriterianya tidak termasuk di dalam penyebab delirium,
termasuk saat terdapat informasi yang tidak cukup untuk membuat
diagnosis yang lebih spesifik.Major and Mild Neurocognitive
Disorders
KRITERIA DIAGNOSTIK
MAJOR NEUROCOGNITIVE DISORDER (Dementia)a. Bukti signifikan pada
kemunduran kognisi dari tingkat sebelumnya dalam satu atau lebih
kognisi (perhatian kompleks, fungsi belajar dan memori, bahasa,
persepsi dan kognisi sosial) berdasarkan:1. Perhatian individu,
informasi dan kemunduran signifikan pada kognisi
2. Perburukan kognisi yang didokumentasikan oleh tes
neuropsikologi yang terstandarisasi
b. Defisit kognisi yang berhubungan dengan ketergantungan pasien
kepada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari
c. Defisit kognisi tidak terjadi semata-mata dalam keadaan
deliriumd. Defisit kognisi tidak lebih baik dijelaskan dalam
gangguan mental lainnya (gangguan depresi berat, skizofrenia)
Derajat tingkat berat penyakit antara lain:
Ringan: Kesulitan dalam aktivitas instrumental dalam kehidupan
sehari-hari (seperti pekerjaan rumah, majamen keuangan, dll)
Sedang: Kesulitan dalam aktivitas dasar sehari-hari (seperti
makan, berpakaian, dll)
Berat : Ketergantungan penuh pada orang lain dalam setiap
aktivitasnya
Klasifikasi ini merupakan pergantian nama dari demensia guna
untuk mengurangi stigma dan membuat cocok untuk orang dewasa muda
dengan masalah kognitif. Onset biasanya bertahap, fungsi akan
secara perlahan menurun dari tingkat sebelumnyaDEFINISI
Merupakan suatu sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang
dapat dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, belajar
dan ingatan, berbahasa, memecahkan masalah, daya orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan
sosial. Kepribadian pasien juga dapat dipengaruhi. Jika pasien
mempunyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan
memenuhi kriteria diagnostik untuk delirium. Di samping itu, suatu
diagnosis demensia mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan
fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu
penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.
Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindroma
dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin
progresif atau statis, permanen atau reversibel. Kemungkinan
pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan dengan
patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang
efektif.EPIDEMIOLOGI
Demensia sebenarnya penyakit penuaan. Di antara orang Amerika
yang berusia 60 tahun, kira-kira 5% mengalami demensia berat dan
15% mengalami demensia ringan. Pada usia > 80 tahun sekitar 20%
mengalami demensia berat. 50-60% pasien demensia mengalami demensia
tipe Alzheimer yang merupakan demensia tipe tersering. Lebih dari 2
juta orang dengan demensia dirwat di rumah. Faktor resiko
terjadinya demensia tipe Alzheimer meliputi wanita, memiliki first
degree relative dengan penyakit tersebut, dan memiliki riwayat
trauma kepala. Sindrom Down juga berhubungan dengan terjadinya
demensia tipe Alzheimer.
Demensia tersering kedua adalah demensia vaskular yang
disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Hipertensi merupakan
faktor predisposisi pada penyakit ini. Demensia vaskular terjadi
15-30% pada semua kasus demensia. Demensia vaskular paling banyak
terjadi pada orang-orang berusia 60-70 tahun dan lebih sering pada
pria. 10-15% pasien mengalami demensia vaskular dan demensia
Alzheimer. Sekatar 1-5% dari kasus demensia memiliki penyebab
lainnya antara lain trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan
alkohol, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, dan
lain-lain.SUBTIPEGangguan Neurokognitif Ringan dan Berat ini
diklasifikasi berdasarkan etiologi atau patologi yang telah
diketahui atau masih diasumsikan. Subtipe tersebut berdasarkan
kombinasi waktu keberlangsungan, daerah otak yang mengalami efek,
dan karakteristik gejala. Untuk memastikan etiologi subtipe,
diagnosis bergantung kepada penyebab potensial yang ada, seperti
penyakit Parkinson dan Huntington, atau cedera otak, stroke. Untuk
kategori penyebab lainnya (umumnya pada penyakit neurodegeneratif
seperti Alzheimer, degenerasi lobus frontotemporal, dan penyakit
Lewy Body) diagnosisnya berdasarkan kriteria kognisi primer, yaitu
kognisi, perilaku, dan gejala fungsional.ETIOLOGI
Demensia memiliki banyak penyebab namun demensia tipe Alzheimer
dan vaskular mencakup 75% kasus. Demensia Alzheimer
Diagnosis pasti demensia Alzheimer ini diperoleh dengan
pemeriksaan neuropatologi, namun umumnya didiagnosis setelah
penyebab-penyebab demensia lain yang tersingkirkan dengan
pemeriksaan klinis.
Faktor genetik. Penyebab pasti demensia masih belum diketahui
berdasarkan penelitian molekular didapatka adanya deposit amiloid
pada jaringan otak. 40% penderita Alzheimer didapatkan riwayat
keluarga dengan penyakit yang sama, bahkan pada beberapa kasus
transmisi genetik ini bersifat autosomal dominan.
Neuropatologi. Pada pemeriksaan otak penderita Alzheimer
didapatkan atrofi yang bersifat difus dengan sulkus korteks yang
mendatar dan ventrikel otak yang membesar. Pada gambaran
mikroskopisnya didapatkan plak senilis, kekusutan serat-serat
neuron, hilangnya sel-sel neuron, hilangnya sinaps, dan adanya
degenerasi neurovaskular.
Neurotransmitter. Neurotransmiter yang berperan dalam
patofisiologi Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin, yang
didapatkan kurangnya aktivitas kolinergik dan norepinefrin.
Beberapa penelitian menunjukan hasil yang mendukung hipotesa adanya
degenerasi neuron kolinergik. Selain itu didapatkan juga
konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase yang menurun.
Kolin asetiltransferase adalah enzim penting untuk sintesis
asetilkolin. Hipotesis adanya defisit neurologis ini juga didukung
oleh suatu penelitian observasional yaitu penggunaan antagonis
kolinergik (seperti skopolamin dan atropin) yang mengganggu fungsi
kognitif, dan penggunaan agonis kolinergik (seperti physostigmine
dan arecoline) yang meningkatkan kemampuan kognitif. Terdapat 2
neurotransmiter lain yang diduga berperan juga pada patofisiologi
penyakit Alzheimer yaitu somatostatin dan kortikotropin.
Penyebab lainnya. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
penyakit Alzheimer adalah metabolisme fosfolipid membran saraf yang
terganggu dan toksisitas alumunium.Demensia Vaskular
Demensia vaskular diduga akibat penyakit vaskular serebral yang
bersifat multipel. Demensia vaskular umumnya terjadi pada pria,
khususnya mereka yang memiliki hipertensi atau faktor resiko
penyakit kardiovaskular. Demensia vaskular merupakan akibat dari
adanya oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan infark
dan membentuk lesi parenkim yang bersifat multipel. Oklusi ini
dapat berasal dari plak arteriosklerosis atau tromboemboli
(misalnya berasal dari katup jantung).
Binswangers disease. Disebut juga ensefalopati arteriosklerotik
subkortikal, merupakan bagian dari demensia vaskular, yang
didapatkan infark-infark kecil yang bersifat multipel pada
substansi alba.
Penyakit Pick. Pada penyakit Pick ditemukan adanya atrofi pada
regio frontotemporal yang luas. Penyebab penyakit ini belum
diketahui. Penyakit ini terjadi sebanyak 5% dari total jumlah
demensia ireversibel dan banyak terjadi pada pria.Penyakit
Creutzfeldt-Jakob. Merupakan penyakit degeneratif otak yang jarang.
Disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat dan
ditransmisikan, paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen
proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA.
Penyakit Huntington. Demensia pada penyakit Huntington
memperlihatkan gerakan motorik yang lambat, namun memori dan bahasa
relatif intak pada stadium awal penyakit. Demensia pada penyakit
huntington yang berat didapatka depresi dan psikosis yang tinggi
serta didapatkan gerakan koreoartetoid yang klasik.
Penyakit Parkinson. Terjadi akibat adanya gangguan pada ganglia
basalis dan umumnya berhubungan dengan demensia dan depresi.
Gerakan motorik yang lambat pada penyakit parkinson disertai juga
dengan kemampuan berpikir yang lambat.
Lewys Body merupakan demensia yang menyerupai alzheimer dan
ditandai halusinasi. Manifestasinya biasanya selain halusinasi ada
perbincangan selama masa pertumbuhan.Demensia yang berhubungan
dengan Trauma Kepala. Demensia dapat merupakan suatu sekuele dari
trauma kepala, demikian juga berbagai sindrom neuropsikiatrik.
DIAGNOSISDiagnosis demensia berdasarkan DSM IV terdiri
dari:Kriteria diagnosis demensia tipe alzheimer.
A. Adanya gangguan kognitif yang multupel dengan manifestasi
1. Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk mengingat informasi
baru dan memanggil kembali informasi lama)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut:a. Afasia atau
gangguan bahasa
b. Apraksia atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengindentifikasi
benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (seperti perencanaan,
perorganisasian, berpikir abstrak)
B. Gangguan fungsi kognitif dalam kriteria A1 dan A2
masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial atau pekerjaan dan menunjukan suatu penurunan bermakna dari
tingkat fungsi sebelumnyaC. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset
yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus-menerusD. Defisit
kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu dari
berikut:
a. Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit
progesif dalam daya ingat dan kognisi (misalnya penyakit
cerebrovaskular, parkinson, huntington, hematosubdural,
hidrocephalus tekanan normal, tumor otak)b. Penyakit sistemik yang
diketahui menyebabkan demensia (misalnya hipotiroidisme, def. Vit.
B12, asam folat, def. Niacin, hiperkalsemia, neurosiphilis, infeksi
HIV)c. Kondisi akibat zat.E. Defisit tidak terjadi semata-mata
selama suatu perjalanan delirium.F. Gangguan tidak lebih baik
diperankan oleh gangguan aksis 1 lainnya (misalnya gangguan
depresif berat, skizofrenia)
Kriteria diagnosis demensia vaskular
A. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya peninggian
refleks tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudobulbar,
kelainan gaya berjalanan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau
tanda-tanda laboratorium indikatif untuk cerebrovaskular (misalnya
infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih
dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan
gangguan.
B. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
delirium.Kriteria diagnosis demensia karena kondisi medis umum
lain
Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis
langsung dari kondisi medis.Kriteria diagnosis demensia menetap
akibat zat
A. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan
suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim dari
intoksikasi atau putus zat.B. Terdapat bukti dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau penemuan laboratorium bahwa defisit secara
etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat
(misalnya obat yang disalah gunakan, medikasi)Kriteria diagnosis
demensia karena penyebab multipel
A. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
penemuan laboratorium bahwa gangguan memiliki lebih dari satu
penyebab (misalnya trauma kepala kepala ditambah penggunaan alkohol
kronis, demensia tipe alzheimer dengan perkembangan demensia
vaskular selanjutnya).
B. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium.
Kriteria diagnosis demensia yang tidak ditentukanKategori ini
digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi kriteria
tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Sebagai contoh
yaitu manifestasi klinis demensia dimana terdapat kekurangan
bukti-bukti untuk menegakkan penyebab spesifik.GAMBARAN
KLINISGejala gejala yang umum terjadi pada gangguan otak demensia
adalah:
1. Gangguan daya ingat
2. Orientasi
3. Gangguan bahasa
4. Perubahan Kepribadian
5. Psikosis
6. Gangguan lain
a. Psikiatris
b. Neurologis
c. Reaksi katastropik
d. Sindrom sundownerPada demensia, terdapat suatu penurunan
fungsi otak yang biasanya merupakan kelainan akibat adanya penyakit
otak, biasanya bersifat kronik atau progesif serta terdapat
gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk
daya ingat, daya pikir, daya pemahaman, berhitung, kemampuan
belajar, dan daya kemampuan menilai. Biasanya disertai hendaya
fungsi kognitif dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau
sekunder mengenai otak.
Dalam menilai ada atau tidaknya demensia, perhatian khusus perlu
diberikan untuk menghindari tanda yang positif palsu, yaitu faktor
motivasional atau emosional, terutama depresi, sebagai penyebab
dari kegagalan untuk berkarya, disamping gejala tambahan, seperti
kelambanan motorik dan kelemahan fisik secara umum, dan jangan
hanya menduga sebagai penyebab hilangnya kemampuan intelektual.
Demensia menimbulkan penurunan yang cukup besar dalam fungsi
intelektual, dan biasanya agak mengganggu kegiatan seseorang dalam
kehidupan sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan
diri, buang air kecil dan besar. Manifestasi dari penurunan
kemampuan ini kebanyakan bergantung pada lingkungan sosial dan
budaya pasien. Perubahan dalam kinerja peran, seperti penurunan
kemampuan mempertahankan atau mencari pekerjaan, jangan digunakan
sebagai criteria penegakkan diagnosis demensia sebab perbedaan
besar antar budaya, dan karena sering terdapat perubahan-perubahan
yang ditimbulkan dari luar dalam tersedianya pekerjaan dalam suatu
budaya tertentu. Pedoman Diagnostik
Syarat utama untuk penegakkan diagnosis adalah bukti adanya
penurunan kemampuan, baik dalam daya ingat maupun daya pikir
seseorang sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari seperti telah
disebutkan diatas. Hendaya daya ingat secara khas mempengaruhi
proses registrasi, penyimpanan, dan memperoleh kembali informasi
baru, tetapi ingatan yang biasa dan sudah dipelajari sebelumnya
dapat juga hilang, khususnya dalam stadium akhir. Demensia
merupakan suatu keadaan yang lebih berat daripada dismensia : juga
juga terdapat hendaya daya pikir dan kemampuan nalar (reasoning)
dan berkurangnya alur gagasan. Pemahaman informasi yang baru
terganggu, karenanya ia merasa makin sukar untuk memberi perhatian
terhadap lebih dar satu ransangan pada saat yang sama, seperti ikut
serta dalam percakapan beberapa orang, dan berpindah fokus
perhatiaan dari satu topik ke topik yang lain. Bila demensia
merupakan satu-satunya diagnosis, harus terbukti tidak adanya
gangguan kesadaran. Namun, diagnosis ganda seperti seperti delirium
yang bertumpang tindih dengan demensia sering ditemukan. Gejala dan
hendaya di atas harus sudah nyata untuk setidak-tidaknya 6 bulan
bila ingin membuat diagnosis klinis demensia yang mantap.DIAGNOSIS
BANDING
Pertimbangkan gangguan depresif, yang dapat menunjukan banyak
gambaran dari demensia dini, terutama hendaya daya ingat, lambannya
daya pikir, dan kurangnya spontanita; delirium; retardasi mental
yang ringan dan sedang; keadaan subnormal dari fungsi kognitif
karena lingkungan sosial yang amat miskin dan pendidikan yang
terbatas; dan gangguan iatrogenik karena
medikasi.TATALAKSANAPerawatan medis suportif, bantuan emosional
untuk pasien dan keluarga dan pengobatan farmakologis untuk gejala
spesifik. Selain itu diperlukan pemeliharaan kesehatan fisik
seperti kebersihan pasien, lingkungan yang mendukung. Untuk
demensia vaskuler, faktor resiko yang berperan pada penyakit
kardiovaskular harus diidentifikasi dan terapi. Contohnya faktor
hipertensi, obesitas, diabetes. Kebiasaan merokok juga harus
dihentikan.Pengobatan Farmakologis Benzodiazepin untuk insomnia dan
kecemasan, antidepresan untuk depresi, antipsikotik untuk waham dan
halusinasi. Kemungkinan efek idiosinkrasi dari obat pada usia
lanjut seperti rangsangan paradoksikal, konfusi, peningkatan
sedasi. Antikolinergik aktivitas tinggi harus dihindari, walaupun
beberapa data menyatakan tioridazin yang mempunyai efek ini
merupakan obat yang efektif pada pasien jika diberikan dengan dosis
kecil. Benzodiazepin kerja singkat dalam dosis kecil adalah
medikasi ansiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien
demensia. Selain itu zolpidem juga digunakan untuk tujuan sedatif.
Tetrahidroaminocridin dianjurkan oleh FDA (Food and Drugs
Administration) untuk Alzheimer.
MILD NEUROCOGNITIVE DISORDER
a. Bukti signifikan pada kemunduran kognisi dari tingkat
sebelumnya dalam satu atau lebih kognisi (perhatian kompleks,
fungsi belajar dan memori, bahasa, persepsi dan kognisi sosial)
berdasarkan:
1. Perhatian individu, informasi dan kemunduran ringan pada
kognisi
2. Perburukan kognisi yang didokumentasikan oleh tes
neuropsikologi yang terstandarisasi
b. Defisit kognisi yang tidak berhubungan dengan ketergantungan
pasien kepada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari
c. Defisit kognisi tidak terjadi semata-mata dalam keadaan
delirium
d. Defisit kognisi tidak lebih baik dijelaskan dalam gangguan
mental lainnya (gangguan depresi berat, skizofrenia)Major or Mild
Neurocognitive Disorder Due to Alzheimers Disease
KRITERIA DIAGNOSTIK
a. Kriteria terdapat pada gangguan neurokognitif berat atau
ringanb. Terdapat onset yang tersembunyi dan memburuk secara
bertahap pada satu atau lebih kognisi (pada kriteria gangguan
neurokognitif berat setidaknya terdapat 2 kriteria)
c. Terdapat kriteria penyakit Alzheimer meliputi:
Gangguan Neurokognitif Berat:Kemungkinan terdapatnya penyakit
Alzheimer harus dapat ditegakkan.1. Bukti mutasi genetik pada
riwayat keluarga atau pemeriksaan genetik
2. Ketiga kriteria yang mengikuti:
Bukti yang jelas terdapatnya kemunduran memori dan pembelajaran
setidaknya satu kriteria
Perburukan yang tetap dan kemunduran kognisi bertahap
Tanpa adanya penyebab campuran (seperti terdapatnya gangguan
neurokognitif lain, penyakit serebrovaskular, atau penyakit
neurologi, mental, sistemik atau kondisi lain yang dapat
menyebabkan kemunduran kognisi)
Gangguan Neurokognitif Ringan:
Kemungkinan terdapatnya penyakit Alzherimer dapat ditegakkan
dengan berupa adanya bukti mutasi genetik pada pemeriksaan genetik
atau riwayat keluarga.Kemungkinan terdapatnya penyakit Alzherimer
dapat ditegakkan berupa tidak adanya bukti mutasi genetik pada
pemeriksaan genetik atau riwayat keluarga, namun terdapat
gejala-gejala seperti di bawah ini:
Bukti yang jelas terdapatnya kemunduran memori dan
pembelajaran
Perburukan yang tetap dan kemunduran kognisi bertahap
Tanpa adanya penyebab campuran (seperti terdapatnya gangguan
neurokognitif lain, penyakit serebrovaskular, atau penyakit
neurologi, mental, sistemik atau kondisi lain yang dapat
menyebabkan kemunduran kognisi)
d. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan oleh penyakit
sereborvaskular, penyakit neurodegeneratif lain, efek dari suatu
zat atau substansi, atau gangguan mental lain, neurologi atau
penyakit sistemik.ETIOLOGIPenyakit Alzheimer ialah satu penyakit
degeneratif otak primer yang etiologinya tidak diketahui, dengan
gambaran neuropatologis dan neurokimiawi yang khas. Biasanya onset
dan berkembang secara lambat laun tetapi pasti dalam beberapa
tahun, kurun waktunya dapat sependek 2 atau 3 tahun, tetapi suatu
waktu dapat juga lebih lama. Onsetnya dapat dimulai pada umur
dewasa menengah atau lebih dini (penyakit alzheimer yang beronset
prasenil), tetapi angka kejadiannya lebih tinggi pada usia lanjut
(penyakit alzheimer yang onset masa senil). Dalam kasus yang
beronset sebelum usia 65-70 tahun, biasanya terdapat riwayat
keluarga yang sama menderita demensia, perjalanan penyakit yang
cepat, dan gambaran yang menonjol dari kerusakan lobi temporalis
dan parietalis, termasuk disfasia dan dispraksia. Pada kasus yang
onsetnya pada usia lebih tua, perjalanan penyakit cenderung lebih
lambat dan ditandai oleh hendaya umum fungsi kortikal yang lebih
tinggi untuk berkembang menjadi penyakit Alzheimer.Terdapat
perubahan yang khas di dalam otak : berkurangnya secara nyata
jumlah neuron, terutama di hipokampus, subtansia inominata, lokus
seruleus, dan korteks temporoparietal dan frontal; timbulnya
kekusutan neurofibliar yang terbentuk dari pasangan filamen helik,
bercak neuritik (argentofil), yang terdiri dari sebagian besar
amiloid, dan menunjukan perkembangan yang progesif dan pasti
(meskipun bercak tanpa amiloid juga ada) dan bangunan (body)
granulovakuolar. Perubahan neuro kimiawi juga ditemukan, termasuk
penurunan jumlah enzim kolin asetilkolin, dan juga neurotransmiter
dan neuromodulator lainnya.GAMBARAN KLINISGambaran klinis penyakit
alzheimer cukup jelas dan dapat diduga diagnosisnya berdasarkan
gejala klinis saja. Demensia pada penyakit alzheimer hingga saat
ini diketahui ireversibel.
DIAGNOSISGambaran tersebut di bawah ini dianggap penting untuk
memastikan diagnosis:
a. Terdapatnya gejala demensia seperti disebut di atas.
b. Onset yang tersembunyi dengan deteriosasi lambat. Sementara
onset sulit ditentukan saatnya, kenyataan orang lain bisa mendadak
menyadari adanya kelainan tersebut.
c. Tidak adanya bukti klinis, atau temuan dari penyelidikan
khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan
oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan
demensia (misalnya hipotiroidi, hiperkalsemia, defisiensi vitamin
B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan
normal, atau hematoma subdural).
d. Tidak adanya serangan apopletik mendadak, atau gejala
neurologis kerusakan otak fokal seperti hemiparesi, hilangnya daya
sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang
terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini di
kemudian hari dapat bertumpang tindih)
DIAGNOSIS BANDING
Pertimbangkan: gangguan depresif (F30-F39); delirium (F05);
sindrom amnestik organik (F04); demensia primer lainnya seteri pada
penyakit Pick. Creutzfeldt-Jakoh atau Huntungton (F02.-); demensia
sekunder berkaitan dengan berbagai penyakit fisik, kondisi toksik,
dsb. (F02.6); retardasi mental ringan, sedang dan berat
(F70-F22).Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Dini
Demensia pada penyakit Alzheimer mulai sebelum usia 65 tahun.
Secara relatif terdapat deteriosasi yang cepat, dengan gangguan
multiplel yang nyata dari fungsi kortikal luhur. Afasia, agrafia,
aleksia, dan apraksia terjadi relatif dini dalam perjalanan dari
demensia.
Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun seperti di atas,
biasanya disertai perkembangan gejala yang cepat dan progesif.
Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan satu
faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi,
sebagaimana ditemukan pada riwayat keluarga dengan sindrom down
atau limfoma.
Termasuk : - penyakit Alzheimer tipe 2
- demensia prasenil tipe alzheimer Demensia pada Penyakit
Alzheimer Onset Lambat
Demensia pada penyakit alzheimer yang onsetnya secara klinis
terlihat sesudah usia 65 tahun dan biasanya pada akhir usia 70-an
atau sesudahnya, dengan perjalanan penyakit kemerosotan yang
lamban, dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran
utamanya.
Untuk demensia yang disebut diatas, dengan memperhatikan ada
atau tiadanya gambaran yang membedakan gangguan ini dai sub tipe
onset dini. Termasuk: - Penyakit Alzheimer tipe 1
- Demensia senilis tipe AlzheimerDemensia pada Penyakit
Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe Campuran
Demensia yang tidak cocok dengan gambaran dan pedoman untuk
alzheimer onset dini atau lambat harus diklasifikasikan pada
golongan ini; campuran demensia alzheimer dan vaskular juga
dimasukan pada golongan ini.Major or Mild Vascular Neurocognitive
Disorder
KRITERIA DIAGNOSTIK
a. Kriteria-kriteria seperti yang disebutkan pada Gangguan
Neurokognitif Ringan atau Beratb. Ciri-ciri klinis yang cocok
dengan etiologi vaskular, dengan diikuti oleh kriteria-kriteria
berikut:
Onset dari defisit kognisi sementara yang berhubungan dengan
adanya satu atau lebih gejala serebrovaskular
Bukti kemunduran perhatian kompleks yang mencolok
c. Terdapat bukti adanya penyakit serebrovaskular dari riwayat
medis, pemeriksaan fisik, dan atau neuroimaging d. Gejala-gejala
tidak lebih baik dijelaskan oleh penyakit otak lainnya atau
gangguan sistemik
Demensia vaskular dahulu dinamakan demensia arteriosklerotik.
Termasuk demensia multi-infark, dibedakan dari demensia pada
penyakit alzheimer dalam hal riwayat onsetnya, gambaran klinis, dan
perjalanan penyakitnya. Yang khas, adanya riwayat serangan iskemia
sepintas (transient ischemic attack) dengan gangguan kesadaran
sepintas, paresis yang sejenak atau hilangnya penglihatan. Demensia
juga dapat terjadi akibat serangkaian gangguan serebrovaskular atau
satu serangan stroke yang besar. Hendaya daya ingat dan daya pikir
menjadi nyata. Awal terjadinya dapat mendadak, biasanya pada usia
agak lanjut, sesudah satu episode iskemik yang jelas, atau mulainya
lambat laun. Biasanya demensia itu akibat suatu infark otak.
Biasanya demensia itu akibat suatu infark otak karena penyakit
vaskular, termasuk penyakit hipertensif serebrovaskular. Biasanya
infarknya kecil tetapi efeknya kumulatif.
DIAGNOSIS
Diagnosis dugaan adanya demensia seperti tercantum di atas.
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata, jadi mungkin
terdapat hilangnya daya ingat,hendaya intelek, dan tanda neurologi
foka. Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgement) secara
relatif tetap baik. Suatu onset yang mendadak atau kemunduran yang
lambat laun serta terdapatnya tanda dan gejala neurologis fokal,
meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular itu, pada
beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
CT-Scan (computerized axial tomography) atau pemeriksaan
neuropatologis.
Gambaran penyerta:
hipertensi
bising karotid
labilitas emosional dengan afek sementara
tangis dan tawa yang meledak
episode kekasadaran berkabut berkabut atau delirium
Kepribadiannya sering dipertahankan pada taraf yang baik, tetapi
perubahan kepribadian dapat nyata pada beberapa kasus apati,
disinhibisi, atau aksentuasi dari ciri kepribadian yang sebelumnya
sudah ada seperti egosentrisitas, sikap paranoid, atau
iritabilitas.DIAGNOSIS BANDING
Pertimbangkan: Delirium; demensia lain, terutama penyakit
Alzheimer; gangguan suasana perasaan (mood afektif); retardasi
mental ringan dan sedang; perdarahan subdural (traumatik),
nontraumatik.
Demensia Vaskular Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat
trombosis serebro vaskular, embolisme atau perdarahan. Kemungkinan
dapat terjadi walaupun jarang satu infark besar sebagai
penyebabnya.Demensia Multi-infark
Onsetnya lebih lambat lambat daripada bentuk akutnya, biasanya
setelah serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan
akumulasi dari infark pada parenkim otak.
Termasuk : demensia terutama kortikalDemensia Vaskular
Subkortikal
Mungkin terdapat riwayat hipertensi dan fokus kerusakan akibat
iskemia pada substansial alba di hemisferi serebral, yang dapat
diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-Scan. Korteks serebri
biasanya tetap baik, dan berbeda dengan gambaran klinis yang mirip
dengan demensia pada penyakit alzheimer.Demensia Vaskular Campuran
Kortikal dan Subkortikal
Komponen campuran kortikal dan subkortikal dari demensia
vaskular ini dapat diduga dari gambaran klinis, dan hasil
pemeriksaan (termasuk autopsi), atau
keduanya.Substance/Medication-Induced Major or Mild Neurocognitive
Disorder
KRITERIA DIAGNOSTIK
a. Kriteria-kriteria seperti yang disebutkan pada Gangguan
Neurokognitif Ringan atau Beratb. Perburukan neurokognitif tidak
terjadi semata-mata karena delirium dan tetap berlangsung pada
durasi lazim intokasinya
c. Pengaruh zat atau obat-obatan tersebut terbukti menyebabkan
perburukan neurokognitifd. Defisit neurokognisi pada daerah
temporal terjadi terus-menerus selama pemakaian zat atau
obat-obatan
e. Gangguan neurokognitif tidak berhubungan pada kondisi medis
lainnya atau tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental
lainnyaTabel 4. Beberapa faktor penyebab intoksikasi pada gangguan
neurokognitifMajor or Mild Neurocognitive Disorder Due to Another
Medical Condition
KRITERIA DIAGNOSTIK
a. Kriteria-kriteria seperti yang disebutkan pada Gangguan
Neurokognitif Ringan atau Beratb. Terdapat bukti pada riwayat
medis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium bahwa
gangguan neurokognitif adalah konsekuensi patofisiologi dari
kondisi medis lainnya
c. Defisit neurokognistif tersebut tidak lebih baik dijelaskan
dengan gangguan mental lain atau gangguan neurokognitif
Unspecified Neurocognitive Disorder
KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria jenis ini dapat ditegakkan apabila terdapat gejala
gangguan neurokognitif yang menyebabkan terdapatnya penderitaan
ataupun perburukan pada sosial, pekerjaan, ataupun bidang penting
lainnya namun tidak dapat menemukan kriteria yang penuh pada suatu
gangguan pada klasifikasi diagnosis gangguan neurokognitif. BAB
IIIKESIMPULAN
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, erat
hubungannnya dengan gangguan mental organik. Pada delirium gangguan
fungsi kognitif harus dapat diidentifikasi dengan gangguan
psikiatri yang lainnya, antara lain dengan demensia ,psikosis,
depresi dikarenakan karena pada delirium dan gangguan psikiatri
lainnya terdapat gejala gejala yang hampir mirip.
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien,
hal utama yang dilakukan adalah: selalu menerapkan tehnik
komunikasi terapeutik. Pendekatan secara individu dan kelompok,
juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting
untuk mencapai kesembuhan pasien..
Diperlukan pemeriksaan yang cermat untuk menentukan diagnosis
pasien dengan gangguan mental organik ini, sebab underlying
diseases yang dibahas di sini memiliki fokus-fokus tertentu di otak
yang mengakibatkan timbulnya gejala neuropsikiatrik. Teknik
penatalaksanaan juga diharapkan dapat membantu untuk mendiagnosis
secara tepat dan akurat disamping itu penatalaksanaan yang baik
dapat meliputi hasil antara lain, Pasien dapat mencapai fungsi
kognitif yang optimal,Menjaga keselamatan hidup, pemenuhan
kebutuhan biopsikososial di samping itu diperlukan juga untuk
melibatkan keluarga dalam menyampaikan pendidikan kesehatan
mental.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association. 2000.Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR).4th
ed.Washington, DC:American Psychiatric Association2. American
Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders: Fifth Edition (DSM-V). United States of
America:APA; 591-6433. American Psychiatric Association.Practice
guideline for the treatment of patients with delirium.Am J
Psychiatry.May1999;156(5 Suppl):1-20.4. Buchanan R. W., &
Carpenter W. T., Jr., 2000. Kaplan and Sadocks Comprehensive
Textbook of Phyciatry 7th edition, Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins,5. Buku Ajar Psikiatri. 2013. Edisi 2.
Jakarta: FKUI6. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III/TR, 2012. editor Dr. Rusdi Maslim. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 7. Mycek M. J., Harvey R. A.,
Champe P. C., Lipincott Illustrated Reviews 2nd edition,
Phildeaphia, Lippincott Williams & Wilkins,1997.
8. Michael Gelder, Richard Mayou, John Geddes., Psychiatry 2nd
edition, Oxford University, New York, 1999.9. Peter G, Daniel H,
Mohammed A, Annmarie H, Salmaan K, et al. An. 2014. Analytical
Framework for Delirium Research in Palliative Care
Settings:Integrated Epidemiologic, Clinician-Researcher, and
Knowledge User Perspectives. J Pain Symptom Manage; 48(2):
159175.
42