BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, agak transparan,
permukaan licin mengkilat, bertangkai, yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Polip yang berasal dari sinus maksila sering
tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan
disebut polip koana.1Polip nasi merupakan penyebab tersering dari
obstruksi hidung dan dapat menyebabkan anosmia.2 Di dunia, secara
keseluruhan insiden polip nasi pada anak 0,1%. Pada dewasa, indisen
secara keseluruhan mencapai 1-4% popluasi.3Gejala klinis dari polip
nasi seperti hidung terasa tersumbat, rinore, hiposmia atau
anosmia. obstruksi jalan napas, hiposmia atau anosmia,
bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung, sakit kepala, mendengkur,
suara sengau, batuk bereak karena berhubungan dengan drainse post
nasal. Diagnosis polip nasi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis dengan adanya gejala klinis polip nasi
dan pemeriksaan fisik melalui rinoskopi ataupun nasoendoskopi untuk
melihat keadaanpada cavum nasi khususnya bagian lateral dinding
nasal.4Berdasarkan uraian di atas, dikemukakan bahwa polip nasi
merupakan penyebab tersering hidung tersumbat sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang baik. Oleh karena itu, perlunya mengetahui
patogenesis dan penatalaksanaan polip nasi, sehingga dalam referat
ini akan dibahas segala aspek mengenai polip nasi.
1.2Batasan Masalah
Pembahasan tulisan ini dibatasi pada anatomi dan fisiologi
hidung, definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi
klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi,
dan prognosis polip nasi.
1.3Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya
dan penulis khususnya mengenai polip nasi.
1.4Metode Penulisan
Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung
2.1.1. Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas
ke bawah: 1) pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak
hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares
anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang
rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot
kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasalis),
2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os
frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa
pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1)
sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang
kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor, 3) beberapa pasang kartilago ala minor dan 4)
tepi anterior kartilago septum.4
Gambar 2.1 Kerangka tulang dan tulang rawan
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut
nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring4.
Gambar 2.2 Dinding lateral kavum nasi
Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini
dilapisis oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.4
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior dan superior:4
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah (1) lamina
prependikularis os etmoid, (2) vomer, (3) Krista nasalis os maksila
dan (4) krista nasalis os palatine. Bagian tulang rawan adalah (1)
kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan (2) kolumela. Bagian
superior dan posterior disusun oleh lamona prependikularis os
etmoid dan bagian anterior oleh kartilago septum (quadrilateral),
premaksila, dan kolumna membranousa. Bagian inferior, disusun oleh
vomer, maksila, dan tulang palatine dan bagian posterior oleh
lamina sphenoidalis. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian
tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya
dilapisi pula oleh mukosa hidung.
Gambar 2.3 Septum Nasi
Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager
nasi dan di belakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian
besar dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah
konka, yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka
inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil
lagi adalah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan
labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. 4
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga
sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga
meatus yaitu meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior
terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium)
duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media
dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula
etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilnaris dan infundibulum
etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung
dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid
anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sphenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan
dibentuk oleh os maksila dan os palatum.4
Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk
oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari
rongga hidung. Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari
a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri
oftalmika, sedangkan a. oftalmika berasal dari a. karotis
interna.4
2.1.1 Fisiologi Hidung
Untuk fisiologi hidung terkait dengan polip, pertama kita harus
memahami Kompleks Osteomeatal (KOM), dimana struktur ini tersusun
dari prosessus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris,
bula etmoid, agger nasi, dan ressesuss frontalis. KOM ini merupakan
unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dasri
sinus-sinus anterior (maksila, etmoid anterior dan frontal). Karena
fungsinya tersebut maka seandainya terjadi obstruksi pada celah
yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan yang signifikan pada
sinus-sinus terkait serta perubahan pada mukosa yang menjadi salah
satu predisposisi terjadinya polip hidung.1Beberapa fungsi hidung
juga antara lain : 1,4
1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke
atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau
arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di
bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring. 2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk
mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini
dilakukan dengan cara:
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut
lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air,
penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin
akan terjadi sebaliknya.
b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan
septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara
optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang
lebih 37oC.
3. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu
dan bakteri dan dilakukan oleh:
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke
faring di sebelah posterior, di mana kemudian akan ditelan atau
diekspektorans, merupakan kerja silia yang menggerakan lapisan
mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen dalam
hidung memungkinkan paparan yang sangat luas antara udara inspirasi
dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya,lapisan mukus berupa
selubung sekret kontinyu yang sangat kental, meluas ke seluruh
ruang dan sudut hidung, sinus, tuba eustakius, faring, dan seluruh
cabang bronkus.
Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi
partikel yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan
panas, normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan
mendinginkan ekpirasi, serta melembabkan udara isnpirasi dengan
lebih dari satu liter uap setiap harinya. Namun, bahkan dengan
jumlah uap demikian sering kali tidak memadai untuk melembabkan
udara yang sangat kering, sering kali terdapat di rumah-rumah
dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini dapat berakibat
mengeringnya mukosa yang disertai berbagai ganguan hidung. Derajat
kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf pada
kelenjar seromukosa pada submukosa hidung.
Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena
silia lebih aktif pada meatus media dan inferior yang terkandung,
maka cenderung menarik lapisan mukus dari lapisan meatus komunis ke
dalam celah-celah ini. Arah gerakan septum adalah kebelakang dan
agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung, arahnya kebelakang
dengan kecenderungan bergerak di bawah konka inferior ke dalam
meatus inferior. Pada sisi medial konka, arah gerakan kebelakang
dan kebawah, lewat dibawah tepi inferior dari meatus yang
bersesuaian. Drainase dari daerah tak bersilia pada sepertiga
anterior hidung sebelumnya praktis lewat meatus. Ini merupakan
daerah yang paling banyak mengumpulkan kontaminan udara.
Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel
lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri.
Akan tetapi walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen
hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu biakan postnasal yang
positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat
destruktif terhadap dindiong sebagian bakteri. Fagositosis aktif
dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan.
Membran sel pernapasan juga memberikan imunitas induksi
seluler.
Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sesuai
kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE.
Rinitis alergika terjadi bila alergen yang terhirup berkontak
dengan antibodi IgE sehingga antigen tersebut terfiksasi pada
mukosa hidung dan sel mast submukosa. Selanjutnya dihasilkan dan
dilepaskan mediator radang yang menimbulkan perubahan mukosa hidung
yang khas.
4. Indra Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan
cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan
kuat.
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau.
6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum
molle turun untuk aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi
mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti.
Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung
dan pankreas.
2.2 Definisi
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, agak transparan,
permukaan licin mengkilat, bertangkai, yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Tempat asal tumbuh polip terutama dari kompleks
ostio-meatal di meatus medius dam sinus etmoid.1Polip yang tumbuh
ke arah belakang dan membesar di nasofaring disebut polip koana.
Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut
juga polip antro-koana.1Polip nasi terbagi menjadi 4 stadium
yaitu5:
Stadium 0: tidak ada polip
Stadium 1: polip terbatas dalam meatus media tidak keluar ke
rongga hidung tidak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior
hanya terlihat dengan nasoendoskopi.
Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak
dirongga hidung tetapi tidak memenuhi /menutupi rongga hidung.
Stadium 3: polip sudah memenuhi rongga hidung.
Gambar 2.4. Gambaran Polip Nasi
2.3 Epidemiologi
Polip nasi ditemukan 1-4% dari total populasi, 36% penderita
dengan intoleransi aspirin, 7% pada penderita asma. Polip pada
dewasa berkisar 1-4% sedangkan 0,1% ditemukan pada anak-anak. Polip
nasi terutama ditemukan pada laki-laki dibanding wanita dengan
rasio 2,4:1. Biasanya terjadi setelah umur 20 tahun dan banyak pada
umur 40 tahun ke atas.5Polip antrokoanal meliputi 4-6% dari seluruh
polip nasal, merupakan jenis polip nasal yang banyak ditemukan pada
anak dan usia muda, 33% polip nasal pada anak adalah polip
antrokoanal. Distribusi umur penderita polip antrokoanal adalah
antara 7 sampai 75 tahun, dengan umur rata-rata 20 tahun. Rasio
kejadian antara pria dan wanita adalah 1.31.5 : 1.6Pada orang
dewasa di Eropa prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% dan 4,2% di
Finlandia. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan
antara 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan
hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark
memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per
tahun. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa
perbandingan pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%.72.4
Etiologi
Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip
nasi, terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal dari polip nasi
eosinofilik dan neutrofilik yang berkisar dari predisposisi
genetik, variasi anatomi, infeksi kronis, alergi inhalan, alergi
makanan, sampai ketidakseimbangan vasomotor.1
Beberapa teori menganggap polip nasi konsek uensi dari
kondisiyang menyebabkan inflamasi kronis pada hidung dan sinus
hidung. Telah diasumsikan bahwa alergi predisposisi terjadinya
polip nasi karena gejala hidung berair dan pembengkakan mukosa
tampak pada kedua penyakit tersebut bersamaan dengan tingginya
kadar eosinophil dalam sekresi hidung.82.5 Patogenesis
Etiologi dan patogenesis belum diketahui tetapi ada 3 faktor
penting pada terjadinya polip, yaitu9:1.Adanya peradangan kronik
yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.
2.Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.
3.Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema
mukosa hidungBeberapa hipotesis dari keadaan tersebut antara
lain9,10,11:
a. Alergi
Alergi merupakan faktor yang banyak menjadi sorotan karena tiga
hal, yaitu karena sebagian besar polip hidung terdiri dari
eosinofil, berhubungan dengan asma, serta temuan klinis pada nasal
yang menyerupai gejala dan tanda alergi. Paparan alergen udara
menahun, diduga berperan dalam terjadinya polip hidung melalui
inflamasi yang terus-menerus pada mukosa hidung.Ditemukan sekitar 7
% pasien dengan asma memiliki polip hidung. Akan tetapi ditemukan
bahwa pada pasien non atopik angka kejadian polip hidung juga lebih
tinggi yaitu 13%. Akan tetapi studi lain menunjukkan bahwa asma
dengan onset yang telat (late onset asthma) akan berkembang menjadi
nasal polip sekitear 10-15%.
b. Ketidakseimbangan VasomotorTeori ini dikemukakan karena pada
banyak kondisi tidak ditemukan adanya tanda-tanda atopi dan tidak
ada riwayat pajanan alergen yang ditemukan. Akan tetapi pasien
cenderung mengalami rinitis prodromal sebelum pada akhirnya
berkembang menjadi polip hidung. Polip hidung bisanya memiliki
vaskularisasi yang kurang dan berkurangnya inervasi
vasokonstriktor. Selanjutnya gangguan dalam regulasi vaskular dan
peningkatan permeabilitas dapat menyebabkan edema dan pembentukan
polip.
c. Bernouli FenomenaFenomena Bernoulli terjadi karena adanya
penurunan tekanan yang selanjutnya menyebabkan konstriksi. Hal ini
akan menimbulkan tekanan negatif dalam KOM, yang mempengaruhi
mukosa disekitarnya. Karena tekanan negatif ini kemudian akan
terjadi inflamasi mukosa yang selanjutnya menjadi awal terbentuknya
polip. d. Teori Ruptur Epitel
Rupturnya epitel dari mukosa nasal karena alergi atau karena
infeksi daspat menyebabkan prolaps dari lamina propria, yang
selanjutnya akan membentuk polip. Defek dari faktor ini mungkin
semakin membesar karena pengaruh gravitasi atau drainase vena
mengalami obstruksi. Akan tetapi dari scanning dengan pengamatan
mikroskopik tidak ditemukan adanya defek epitel yang bermakna pada
pasien dengan polip hidung.e. Intoleransi AspirinBanyak konsep yang
menjelaskan bagaimana patogenesis dari intoleransi aspirin serta
hubungannya dengan polip hidung. Terdapat sindrom klinis yang
jelas, bagaimana obat-obatan NSAID khususnya aspirin dapat memicu
terjadinya rinitis dan serangan asma. Respon Cyclooxygenase (COX)
umumnya sangat berbeda pada pasien dengan intoleransi aspirin
dibandingkan normal. Dapat dibuktikan bahwa terjadi perubahan pada
COX1 dan COX2 yang menghasilkan metabolit tertentu yang akan
menstimulasi cysteinyl leukotriene (Cys-LT). Perubahan ini
selanjutnya menyebabkan metabolisme asam arachidonat menjadi jalur
leukotriene inflamasi tinggi, yang selanjutnya akan mengurangi
kadar PGE2 (yang merupakan PG antiinflamasi). Eksperi berlebihan
dari LTC4 synthase selanjutnya akan meningkatkan jumlah cysteinyl
LTs, menyebabkan respon inflamasi tak terkontrol dan inflamasi
kronis.
f. Cystic FibrosisCystic Fibrosis merupakan salah satu penyakit
autosomal resesif pada kelompok orang kulit putih. Cystic fibrosis
disebabkan karena mutasi gen tunggal pada kormosom 7 yang disebut
cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR). Hal ini menyebabkan
tidak adanya cyclic AMP-regulated chloride chanel yang menyebabkan
impermeabilitas klorida dan peningkatan absorpsi natrium.
Peningkatan absorpsi natrium dan penurunan sekresi klorida
menyebabkan pergerakan air ke sel dan ruang interstitial,
selanjutnya menimbulkan retensi air, sehingga terjadi pembentukan
polip. Defek migrasi protein CFTR juga menyebabkan terjadinya
inflamasi kronis sekunder.g. Nitric OxideNitric Oxida merupakan gas
radikal bebas, yang memainkan peran besar dalam terjadinya reaksi
imunologis nonspesifik, regulasi dari tone vaskular, pertahanan
host, dan inflamasi pada berbagai jaringan. Radikal bebas biasanya
dipertahankan dalam keadaan seimbang oleh antioxidan defense system
superoxide dismutase , catalase dan glutahione peroxidase. Ketika
radikal bebas ini dapat melebihi kemampuan pertahanan dari
antioxidant, maka akan terjadi defek seluler, defek jaringan, dan
penyakit kronis. Ditemukan laporan akan meningkatnya kadar nitric
oxide dan penurunan scavangeing enzim pada pasien polip hidung
dibandingkan dengan kontrol, yang menunjukkan adanya penumpukan
radikal bebas pada polip hidung.h. InfeksiBagaimana infeksi dapat
menjadi faktor yang juga penting terhadap pembentukan polip, diduga
terkait dengan adanya gangguan pada epitel dengan proliferasi
jaringan granulasi. Hal ini biasanya terjadi pada infeksi
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau Bacteroides
fragilis (semua jenis patogen yang sering ditemukan pada
rinosinusitis). Bagaimana granuloma menginduksi terjadinya polip
hidung masih belum benar-benar dipahami.i. Superantigen
HipotesisStaphylococcus aureus ditemukan sekitar 60-70% pada daerah
mukus didekat polif masif. Organisme ini selalu memproduksi toxin,
staphylococcus enterotoxin A (SEA), staphylococcus enterotoxin B
(SEB) dan toxic shock syndrome toxin-1 (TSST-1) yang akan berperan
sebagai supetantigen, menyebabkan aktifasi dan ekspansi klonal dari
limfosit pada lateral hidung. Aktifasi dari limfosit ini, akan
menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 (IFN-gama, IL-2, IL-4, IL-4), hal
ini akan menyebabkan chronic lymphocytic-eosinophil muchosal
disease. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya antibodi spesifik
IgE terhadap SEA dan SEB sebanyak 50% pada penderita polip
hidung.Berbagai faktor lain seperti faktor genetik, jamur, biofilm
juga berperan dalam patogenesis polip nasi. Secara histopatologi,
karakteristik polip nasi menunjukkan adanya kerusakan epitel,
penebalan membran dasar, dan edema pada jaringan stroma
kadang-kadang fibrosis, dengan berkurangnya jumlah pembuluh darah
dan kelenjar, tapi hampir tidak ada struktur saraf. Polip
menunjukkan peningkatan jumlah sel mast, eosinofil, limfosit T,
sitokin, kemokin, interleukin, TNF-a dan molekul adhesi.12a. Peran
Faktor Genetik di Patogenesis
Selama dua dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan
untuk menentukan profil ekspresi gen diferensial antara polip nasi
dan jaringan hidung normal, untuk mengidentifikasi gen rentan yang
berkaitan dengan polip nasi. Sejumlah studi hubungan genetik
menemukan korelasi yang signifikan antara alel human leukocyte
antigen (HLA) dan polip nasi. Risiko berkembangnya polip nasi 5,53
kali pada subyek dengan HLA-DQA1 * 0201-DQB1 * 0201 haplotype.
Pengembangan dan peradangan mukosa yang menetap pada polip nasi
telah dilaporkan berhubungan dengan banyak gen dan potensi
polimorfisme nukleotida tunggal. Sebuah penelitian baru menunjukkan
bahwa pada jaringan polip nasi, 192 gen yang diregulasi setidaknya
dua kali lipat, dan 156 gen yang menurunkan regulasi setidaknya 50%
pada jaringan polip nasi dibandingkan dengan mukosa sinus spenoid.
Ini juga telah menunjukkan bahwa respon kekebalan mukosa normal
mendasari patogenesis penyakit. Ada sejumlah gen yang terlibat
dalam maintenance barrier epitel dan perbaikan pada fase inflamasi
polip nasi. Sebagai contoh, karbonat anhidrase (CA) adalah enzim
logam seng yang berpartisipasi dalam proses biologis dari berbagai
epitel mengangkut cairan, termasuk ion dan transportasi air.
Tingkat ekspresi penurunan CA ditemukan untuk dihubungkan dengan
gangguan elektrolit dan transportasi air di sel epitel, yang akan
mengakibatkan edema jaringan polip nasi. Mengidentifikasi gen
penyebab dan varian di polip nasi dapat bermanfaat untuk perbaikan
pencegahan, diagnosis dan pengobatan polip nasi. 12b. Peran
Jamur
Di antara kemungkinan penyebab, jamur telah mendapatkan
perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun partikel jamur
yang ada di mukosa sinonasal pada orang yang sehat juga, tetapi
partikel jamur bertindak sebagai antigen dalam mukosa individu
peka, sehingga muncul sel inflamasi (eosinophil) dan mengeluarkan
Major Basic Protein (MBP), yang akhirnya menyebabkan kerusakan
mukosa dan superinfeksi dengan cara migrasi sel inflamasi lain ke
mukosa yang rusak. Antigen jamur ini berasal dari spora jamur
berkecambah dan hifa. Aspergillus dan Alternaria adalah spesies
jamur yang paling umum terlibat dalam patogenesis polip nasi. 12c.
Peran Biofilm
Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang ada dalam dua
bentuk utama dalam cavum sinonasal: mengambang bebas sel replikasi
planktonik dan biofilm. Biofilm didefinisikan sebagai komunitas
mikroorganisme yang bekerja sama yang melekat pada permukaan lembab
atau hidup di permukaan yang memproduksi matriks polimer terdiri
dari exopolysaccharides, asam nukleat, dan protein. Sifat
struktural biofilm dan karakteristik sel sessile menghasilkan
resistensi terhadap agen antimikroba, sehingga lingkungan yang
memberi perlindungan terhadap kondisi buruk dan pertahanan tuan
rumah. Bakteri dalam biofilm ini, sementara dilindungi dari
pertahanan host dan antibiotik, metabolisme aktif dan menghasilkan
endotoksin serta faktor virulensi lainnya. Hal ini dapat
mengabadikan respon host inflamasi, bahkan tanpa adanya bakteri
planktonik. 122.6 Manifestasi Klinis
Polip hidung dapat menyebabkan hidung tersumbat, yang
selanjutnya dapat menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung
dan rongga sinus. Kemudian dirasakan hidung yang berair (rinorea)
mulai dari yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia serta
dapat juga dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Gejala lain yang
dapat timbul tergantung dari penyertanya, pada infeksi bakteri
dapat disertai pula dengan post nasal drip serta rinorea purulen.
Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut,
suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan gannguan kualitas
hidup.1Dapat juga menyebababkan gejala pada saluran nafas bawah,
berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip hidung
dengan asma. 1Selain itu harus dicari riwayat penyakit lain seperti
alergi, asma, intoleransi aspirin.12.7 Diagnosis
Diagnosis polip nasi didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik.1. Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat
dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai
purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin,
rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala daerah frontal. Bila
disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan
rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas
melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan
penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada saluran
napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita
polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat
rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat
lainnya serta alergi makanan.12. Pemeriksaan fisik1- Inspeksi
Terlihat deformitas hidung luar sehingga hidung tampak
melebar
- Rhinoskopi anterior
Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas
septummembuat pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus
danpolip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan
konka nasiinferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi
dengan larutanefedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi
banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak
mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari daerah sinus
etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum.
- Rhinoskopi Posterior
Kadang - kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen
ada kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian
superior, yang menandakan adanya rinosinusitis.2.8 Pemeriksaan
Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang polip nasi dapat dilakukan
pemeriksaan Naso-endoskopi nasal dan sinus untuk memastikan adanya
polip nasal maupun sinus dan untuk menentukan letak polip nasal
tersebut. Dapat pula dilakukan pemeriksaan radiologis seperti
CT-scan, tes alergi, dan kultur tetapi hal ini dilakukan atas
indikasi.2.8.1 Naso-endoskopi
Jika terdapat fasilitas endoskopi akan sangat membantu dalam
mendiagnosis kasus polip yang baru. Pada polip stadium 1 dan 2
kadang-kadang tidak terlihat dengan pemeriksaan rinoskopi anterior
tetapi pada pemeriksaan nasoendoskopi akan dapat terlihat. Selain
itu, pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.12.8.2
Pemeriksaan Histologis
Secara histologis, polip hidung ditandai dengan epitel kolumnar
semu bersilia, penebalan membran epitel basal dan beberapa ujung
saraf. Stroma polip hidung edema. Vaskularisasi yang sangat sedikit
dan tidak memiliki persarafan, kecuali di dasar polip.3 Polip hidup
diklafikasian berdasarkan gambaran histologis sehingga perlu
dilakukannya pemeriksaan histologis. Berikut adalah gambaran
histologis yang diklasifikasikan menurut Hellquist HB:13
Gambar 2.5 Gambaran Histolopatologi Polip NasiHasil pemeriksaan
histopatologi polip nasi dengan pewarnaan hematoxilin-eosin dengan
pembesaran 400x. 13A. Tipe I (tipe eosinofilik) didapatkan stroma
edema dengan infiltrasi dominan sel-sel eosinofil.
B. Tipe II (tipe neutrofilik) didapatkan stroma tidak edema
dengan infiltrasi sel-sel netrofil dan limfosit.
C. Tipe III d (tipe eosinofilik) idapatkan stroma tidak edema
dengan infiltrasi dominan sel-sel eosinofil dan didapatkan potongan
kelenjar seromusin
Berdasarkan sumber lain klasifikasi histologist dari polip nasi
Menurut Hellquist yang dikutip oleh Zulka, terdapat subtipe
histologis yaitu tipe I polip alergik dengan eosinofil yang
dominan, tipe II polip fibroinflamatorik dengan neutrofil yang
dominan, tipe III polip dengan hiperplasia kelenjar seromusinosa
dan tipe IV polip dengan stroma atipik. Sementara Chmielik membagi
polip berdasarkan histologi menjadi 3 jenis yaitu polip
eosinofilik, polip inflamatori, stroma atipik.52.8.3 Pemeriksaan
Radiologis
Pemeriksaan foto polos sinus paranasal (Posisi Waters, AP,
Caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan
adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan foto
polos kurang bermanfaat pada kasus polip.1,3
Pemeriksaan dengan tomografi computer atau CT Scan sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung, dan sinu
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau
sumbatan pada kompleks ostiomeatal. Pemeriksaan CT Scan tertama
dilakukan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi
medikamentosa.1:
.
Gambaran 2.6. Gambaran CT Scan pada Polip nasi2.8.4 Uji
Alergi
Uji alergi perlu dilakukan terutama pada anak-anak yang
disesuaikan dengan proses patologi dari rhinitis sehingga perlu
dilakukan evaluasi dengan melakukan pemeriksaan patch test ataupun
prick test.32.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari polip nasi adalah :
a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil
Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan
asal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding
posterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanya
keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif.
Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang
diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan
menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia
menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial. 14Pada
pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa
tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu
sampai merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa
mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi.
Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat
gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu
pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang. 14Pada pemeriksaan
CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan
destruksi tulang sekitarnya. Pemeriksaan arteriografi arteri
karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor.
Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontra indikasi
karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring Juvenil
banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki. 14b. Tumor Jinak
pada hidung
Tumor jinak hidung yang tersering adalah papiloma skuamosa.
Secara makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat
dan tidak mengkilat. Terdapat 2 jenis papiloma, pertama eksofitik
atau fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted.
Papiloma inverted cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi
ganas. Lebih sering terjadi pada laki-laki usia tua. Terapi pada
tumor ini adalah bedah radikal.12.10 Penatalaksanaan
Pengobatan polip hidung berhubungan dengan derajat dan gambaran
histologinya. Polip hidung yang didominasi oleh sel eosinofil
memberikan respon yang baik terhadap terapi kortikosteroid sistemik
dan topikal, sedangkan pada polip hidung tipe neutrofilik kurang
memberikan respon terhadap pengobatan kortikosteroid sehingga
sering memerlukan pembedahan. Menurut panduan penatalaksanaan polip
hidung PERHATI-KL, apabila dari pemeriksaan histopatologi
didapatkan tipe eosinofilik, maka langsung diterapi dengan
kortikosteroid. Jika tipe neutrofilik, maka dilakukan
pembedahan.13Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Thailand
didapatkan kelompok yang diterapi kortikosteroid memberikan hasil
signifikan yang ditandai dengan berkurangnya gejala pada hidung,
dan ukuran dari polip dibandingkan dengan kelompok yang hanya
diberikan plasebo.15 Penggunaan dari kortikosteroid sistemik atau
oral umumnya berupa kombinasi dengan terapi kortikosteroid
intranasal. Penggunaan fluocortolone dengan total dosis 560 mg
selama 12 hari atau 715 mg selama 20 hari dengan pengurangan dosis
perhari disertai pemberian budesonide spray 0,2 mg dapat mengurangi
gejala yang timbul serta memperbaiki keluhan sinus dan mengurangi
ukuran polip.16Akan tetapi dari penelitian lain, penggunaan
kortikosteroid sistemik tunggal yaitu methylprednisolone 32 mg
selama 5 hari, 16 mg selama 5 hari, dan 8 mg selama 10 hari
ternyata dapat memberikan efek yang signifikan dalam mengurangi
ukuran polip hidung serta gejala nasal selain itu juga meningkatkan
kemampuan penghidu.17Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain
dapat dilakukan pada pasien yang tidak memberikan respon adekuat
dengan terapi medikal, pasien dengan infeksi berulang, serta pasien
dengan komplikasi sinusitis, selain itu pasien polip hidung
disertai riwayat asma juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan
pembedahan guna patensi jalan nafas. Tindakan yang dilakukan yaitu
berupa ekstraksi polip (polipektomi), etmoidektomi untuk polip
etmoid, operasi Caldwell-luc untuk sinus maxila. Untuk pengembangan
terbaru yaitu menggunakan operasi endoskopik dengan navigasi
komputer dan instrumentasi power. 11,16Berdasarkan European
Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012
terdapat skema penatalaksanaan rhinosinusitis kronik dengan polip
hidung pada dewasa sebagai berikut18:
2.9 Prognosis
Prognosis polip nasi mengingat etiopatogenesisnya yang kompleks
dan belum diketahui secara jelas menyebabkan prognosis dari polip
nasi belum terjamin, walaupun sudah dilakukan tindakan dengan
teknik paling modern, dan bahkan operasi ablasi sinus, tidak dapat
mencegah rekurensi dari polip nasi. Akibatnya, seringkali tidak ada
alternatif untuk profilaksis medis jangka panjang dengan steroid
topical spray.4Pada penelitian lain ditemukan angka kekambuhan pada
polip nasi setelah dilakukan ESS sekitar 60%. Selain itu ditemukan
pemberian Kortikosteroid oral dan topical setelah operasi memiliki
potensi anti inflamasi dan merupakan terapi untuk rinosinusitis
dengan polip nasi. Kortikosteroid topikal diberikan untuk
mengurangi ukuran polip dan mengurangi kekambuhan pada pasien
setelah polipektomi.5BAB 3
KESIMPULAN
Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, agak transparan,
permukaan licin mengkilat, bertangkai, yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Polip nasi merupakan penyebab tersering dari
obstruksi hidung dan dapat menyebabkan anosmia.
Faktor yang menjadi penyebab polip nasi yaitu adanya peradangan
kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus, adanya gangguan
keseimbangan vasomotor, dan adanya peningkatan tekanan cairan
interstitial dan edema mukosa hidung. Beberapa hipotesis terjadinya
polip nasi yaitu alergi, ketidakseimbangan vasomotor, fenomena
Bernouli, teori ruptur epitel, intoleransi aspirin, cystic
fibrosis, nitric oxide, infeksi, hipotesis superantigen. Selain itu
adanya peran faktor genetik, peran jamur, dan peran biofilm.
Diagnosis polip nasi ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Anamnesis didapatkan adanya hidung tersumbat yang
selanjutnya dapat menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung
dan rongga sinus. Kemudian dirasakan hidung yang berair (rinorea)
mulai dari yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia serta
dapat juga dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Pada pemeriksaan
fisik rinoskopi anterior didapatkan massa translusen pada rongga
hidung, sekret mukus dan polip multipel atau soliter.
Tatalaksana polip nasi dapat dengan cara konservatif yaitu
pemberian kortikosteroid dan operatif yaitu pembedahan
polipektomi.
Gambar2.3 Septum nasi