BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan
otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan
kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis
media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun
pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa
sekolah.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada
telinga tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar
dari telinga terus menerus atau hilang timbul,. sekret dapat encer
atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif
kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe
maligna.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi
otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi
tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang
rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. Gejala otitis media
supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau
mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh
di telinga dan vertigo.
BAB II
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi
peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran
timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea),
purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa
membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat
ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal.
Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan
mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibe.
I. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe
rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau
pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan
keparahan penyakit.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba
eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang
telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
1.2. Penyakit tidak aktif
` Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai
berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti
vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe
tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya
dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin
sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2
tipe yaitu :a. Kongenital
b. Didapat.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik
dengan perforasi marginal. teori itu adalah:
Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum
timpani dan disini ia membentuk kolesteatom (migration teori
menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat
keatas.
Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi
kolesteatom.
Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena
infeksi (metaplasia teori menurut Wendt).
Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic
retraction cholesteatom).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior
dan postero-superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari
anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan
sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior
berhubungan dengan kolesteatom.3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi,
kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene
dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada
anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak
mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada
data yang tersedia.
III. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya
berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi
tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang
dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya
tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai
sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran
timpani menetap pada OMSK:
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan
melalui mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.
Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah
supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau
berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik
menetap lainya pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga
mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis
persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum
atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.IV. PATOGENESIS
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal
ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan
perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang
terus menerus1. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis
tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering.
Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif
dari otitis media kronis.
V. PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.
Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium
dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang
ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung
pada beratnya infeksi sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid
paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini
sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada
usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut,
mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus
mastoid berkurang.
VI. GEJALA KLINIS
1. Telinga Berair (Otorrhea)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium
peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah
berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret
yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat.3. Otalgia (Nyeri
Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan
tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal
abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom.
Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
VII. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal
dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma
kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
VIII. PEMERIKSAAN KLINIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagai berikut :
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitasDerajat ketulian nilai ambang
pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu
:
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak
lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan
tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang
membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea
parah.
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral
dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan
posisi sinus lateral dan tegmen. 2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum
dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran
akibat.4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi
dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom.
Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada
OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis.
Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang (
kurang dari 1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya
disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke
telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi
pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak
dipateurisasi.
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas
aeruginosa, stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang
sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidime dan
ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan
makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik
kecuali makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap sulfonamid
dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan
gentamisin.IX. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya
infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. OperasiOMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran
nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.Pemberian antibiotika :
topikal antibiotik ( antimikroba)
sistemik.
OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna
atau maligna, antara lain:
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach
tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
BAB III
KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai
potensi untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi
otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik
yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten
dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi.
biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,
tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum
timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah
dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan
ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi
akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh,
dan tulang serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah
berdarah
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal
penyakit
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara
fokus supurasi dengan struktur sekitarnya
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila
:
1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga
dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau
riwayat otitis media yang sudah sembuh
3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang
bukan karena erosi
Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi
gejala, seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan
otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan
pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya
komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya
antara lain; naiknya suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise,
drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga timbulnya nyeri
kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual, muntah
proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi,
merupakan tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda
penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti, karena
menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT Scan, dimana
dapat terlihat erosi tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi
dan memerlukan tindakan operasi segera. CT Scan juga berguna untuk
menentukan letak anatomi lesi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial
harus melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.
Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan
kolesteatoma sudah menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada
awal abad ke 20. Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi,
dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan diterapi
secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak sama
dengan penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya
memerlukan tindakan intervensi bedah.
Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi
persisten dari telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan
perforasi dari membran timpani, dengan adanya cairan yang keluar
dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus.
Dengan terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba
eustachius yang persisten, membran timpani melemah, yang
meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan
kolesteatoma.
Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan
intracranial meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari
struktur kompartemen yang berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis
media akut (OMA) dan komplikasinya leboh sering terjadi pada anak
kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis
dengan atau tanpa klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang
lebih tua dan dewasa.
Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem
klasifikasi yang dibagi menjadi komplikasi intracranial dan
extracranial. Komplikasi extracranial dibagi lagi menjadi
komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan
penggunaan antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang
merugikan. Namun, komplikasi dapat terus terjadi, dan kewaspadaan
klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan. Selanjutnya,
dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant,
komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena
antibiotik yang ada saat ini menjadi kurang efektif.
Komplikasi Extracranial
Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang
paling sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika
proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid meluas ke ruang
subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat
dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau
coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan
vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses
subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA,
tetapi juga ditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa
cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum,
mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan
ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini
meningkatkan kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks
mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses
Bezold.
Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar
klinis. Umumnya, pasien akan datang dengan gejala sistemik,
termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda lokal,
termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior,
dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di
belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis,
CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal
pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari
tulang temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk
membantu dalam perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan
kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses,
limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi
adalah kemungkinan lain yang harus disingkirkan.
Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan
abses subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis
coalescent, jika korteks mastoid terkena pada ujungnya, sebagai
lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher, dalam
sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa
yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari
sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah
diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah
hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah
dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis vena
mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan
mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini
juga dikenal sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat
diagnosis dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang
dalam dan lembut di leher harus dibedakan dari inflamasi
limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan
abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan
peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di
ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.
Komplikasi Intratemporal
Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling
umum dari otitis kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan
terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa keadaan ini lebih
mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah labirin
terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko
kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat
manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi
topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis
horizontal adalah bagian yang paling sering terlibat dari labirin,
dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal
horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal
posterior dan superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea
dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang
jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses
yang berbeda. Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan
dari matriks, atau tekanan dari cholesteatoma itu sendiri, dapat
menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin
dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi
bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan
granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah
kurangnya sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa
sistem telah diusulkan. Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan
Milewski, sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin yang
mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh
diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini
terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini
diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena
oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai
stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin membran dan
endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik
ini datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif
pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam
identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau
disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari
pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif
dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula
selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran
sensorineural ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan
indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun adanya gangguan
pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada
pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan
untuk fistula, tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin
tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang
bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap
kasus cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak
terduga.
Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki
cholesteatoma belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa
penggunaan pencitraan CT pra operasi meningkat. Karena
ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif
atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya
untuk meningkatkan deteksi suatu labirin, nervus facialis , atau
dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan operasi.
Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT
pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan
saat ini CT scan tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan
pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis
definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan
kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus cholesteatoma dengan
hati-hati.
Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan
dengan tepat untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis,
didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi mastoid, adalah
umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin
pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular
eritema, nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior
dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk
menentukan pengobatan yang paling tepat.
Diagnosis
Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk
mengevaluasi abses subperiosteal atau mastoiditis coalescent.
Mastoiditis Coalescent adalah proses akut, infeksi tulang mastoid,
dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah
komplikasi yang jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada
anak-anak muda dengan OMA. Klasik, mastoiditis coalescent
digambarkan sebagai terjadi di mastoid yang terpneumatisasi pada
OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan
cholesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun,
sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan
terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan
cholesteatoma.
Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA,
OMK tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya
terjadi dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang
memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah
itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat
mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah,
atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA
sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang
tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di
sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering
menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki
prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis.
Paresis atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma
bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan
sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT dipertanyakan. Meskipun CT
scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi dan
konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba,
juga dapat mengikis struktur seperti labirin atau tegmen.
Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat
keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.
Komplikasi Intracranial
Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari
OMK, dan OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari
meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi OMK, meningitis terjadi
pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupaka
komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis
otitic telah menurun secara signifikan, dari 35% di era
preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat
muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen
dari meninges dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah
atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl),
atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga
kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari
penyebaran hematogen.
Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari
tanda-tanda peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus
meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial termasuk demam
persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi,
atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu
diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang
onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika
ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan
pemeriksaan lebih lanjut sangat penting. Antibiotik spektrum luas,
seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan selama tes
diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan
menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan
komplikasi intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga
50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang signifikan
pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.
Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum
dari otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling
mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan
oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari OMK. Lobus
temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses
ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder
menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen
dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Hasil
kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya
mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering
dikultur daripada patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat
pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan
sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu
gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit
kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di
mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan
bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala
akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status
mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau
meluas.
Diagnosis
Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin
mengindikasikan keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan
cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI kontras harus
dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak,
MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik
mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi berharga
tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan
penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan
itu sendiri adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan
evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan
komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan
intrakranial meningkat.
Trombosis Sinus Lateral
Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan
komplikasi yang terkenal dari otitis media dimana tercatat 17%
sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan dari
telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan
mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap
infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan
sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder
untuk OMK dan cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari
proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari
tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan
trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah
komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk
mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat
menyebar ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular
herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus yang
mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk melibatkan vena
jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan
risiko emboli paru septik.
Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral
adalah adanya demam tinggi yang tajam dalam pola "picket fence",
sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum. Seperti
banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan
karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik
bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian
untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan
dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih
cerah dengan kontras dan menghasilkan tanda delta karakteristik
yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya trombosis
sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin,
karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi
gumpalan atau resolusi.
Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam
perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran
tulang dari cholesteatoma atau dari mastoiditis coalescent.
Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang
ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat
mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi
sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK. Karena komplikasi
ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering
ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT
scan untuk keperluan lain.
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala
yang sensitif atau spesifik sugestif dari proses penyakit ini.
Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk mendiagnosis abses
epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit
kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi
intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis
abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering
dibuat pada saat operasi.
Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala
menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal
pada pungsi lumbal, yang dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA,
OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic" sampai sekarang
belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini
adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa
otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel yang melebar
menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah
otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari
infeksi sinus (transversal) lateral, dengan perluasan
thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital
superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior
mencegah penyerapan LCS melalui vili arachnoid, sehingga tekanan
intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi tromboflebitis
menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus
juga terdapat pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis.
Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral biasanya ditemukan
pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis
sinus dural.
Diagnosis
Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan
yang tinggi untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang
ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari tekanan intrakranial
yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah,
perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan
pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic
harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema sebagai bukti
tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk
mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi
intrakranial yang lain, seperti trombosis sinus yang signifikan
dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan gejala
klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau
meningitis sudah cukup untuk membuat diagnosis ini. MRV akan
mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis sinus dural, tetapi
tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau
infeksi kronis yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam
kavum timpani, ditandai dengan perforasi membran timpani, sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis
menderita OMSK. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya
cairan dari telinga kanan yang kumat-kumatan, dimana sekret awalnya
berwarna putih, encer dan tidak berbau, kemudian menjadi agak
kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga mengeluhkan nyeri
kepala dan nyeri pada telinga kanan. Pasien juga mengeluhkan
pendengaran pada telinga kanan menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat
kerusakan tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai
tuli konduktif, namun dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila
telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat
bunyi sampai dengan efektif ke fenestra ovalis.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran
suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan
didapatkan perforasi sentral pada membran timpani.
Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel
skuamosa ke dalam telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan
tengah ini ke daerah atik mengakibatkan pembentukan kantong dan
kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini akan menekan tulang-tulang
di sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya destruksi tulang,
yang ditandai dengan sekret yang kental dan berbau.
Prinsip pengobatan pasien OMSK benigna tenang adalah tidak
memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas
atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.Beberapa penulis mengemukakan
klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan, tetapi pada
dasarnya tetap sama. Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi
sebagai berikut:
A. Komplikasi di telinga tengah:
1. Perforasi membran timpani persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam:
1. Fistula labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural:
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat:
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitisDAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-622. Adams
FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI; 19973. Helmi. Komplikasi otitis media
supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah
dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar
penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics.
July 2006. Available from URL: http://www.pediatrics.org/6. Thapa
N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif
otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J
Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from URL:
http://www.jneuro.org/7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R,
Culbong M. Effectiveness of ototopical antibiotics for chronic
suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-based,
multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical
Journal of Australia. 2003. Available from URL:
http://www.mja.com.au/8. Dugdale AE. Management of chronic
suppurative otitis media. Medical Journal of Australia. 2004.
Available from URL: http://www.mja.com.au/9. Miura MS, Krumennauer
RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic suppuratif
otitis media in children. Brazillian Journal of
Otorhinolaringology. 2005. Available from URL:
http://www.rborl.org.br/10. Vesterager V. Fortnightly review:
tinnitusinvestigation and management. BMJ. 1997. available from
URL: http://www.bmj.org/25