1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nyeri yang merupakan gejala yang paling sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter hampir selalu menunjukkan adanya proses patologis. Nyeri merupakan gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis). Nyeri timbul jika ada rangsangan (mekanik, termal, kimia, atau listrik) yang menyebabkan kerusakan jaringan dan membebaskan mediator nyeri yang dapat merangsang nosiseptor. Terapi apapun harus bertujuan untuk mengatasi proses yang mendasarinya sehingga dapat mengontrol rasa nyeri tersebut. Pasien umumnya mendapat terapi nyeri dari dokter umum ataupun spesialis ketika diagnosis sudah ditegakkan dan terapi untuk penyebabnya sudah dimulai. Pengelolaan nyeri dalam pengertian umumnya diterapkan dalam bidang anestesi, namun saat ini sering digunakan untuk istilah diluar ruang operasi. Pengelolaan ini dapat dibedakan menjadi pengelolaan nyeri akut maupun kronis. Dikarenakan perkembangan prosedur bedah dan anestesi yang semakin canggih dilakukan, maka dibutuhkan pemberian analgesik yang tepat, khususnya opioid dan inhibitor siklooksigenase yang dapat mempengaruhi kenyamanan pasien-pasien-pasien post operatif. Penelitian telah menunjukkan bahwa keluaran klinis dapat membaik dengan pemberian analgesia dalam bentuk “multimodal” (terutama penekanan pada pemakaian inhibitor siklooksigenase dan teknik anestesi lokal sementara mengurangi penggunaan opioid) sebagai salah satu bagian dari perawatan post operatif. Ahli anestesi yang terlatih dalam hal pengelolaan nyeri berada dalam posisi unik diamana harus dapat mengatasi nyeri dari berbagai bidang pembedahan seperti bagian bedah, obstetri, pediatri, dan juga harus ahli dalam farmakologi klinis serta neuroanatomi aplikatif, termasuk penggunaan penghambat saraf perifer maupun sentral. Oleh karena itu, perlu diketahui lebih dalam mengenai nyeri dan pengelolaannya dalam dunia anestesi agar dapat diterapkan dalam praktik sehari-hari.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Nyeri yang merupakan gejala yang paling sering menyebabkan pasien datang berobat
ke dokter hampir selalu menunjukkan adanya proses patologis. Nyeri merupakan gabungan
dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek
emosional dan psikologis). Nyeri timbul jika ada rangsangan (mekanik, termal, kimia, atau
listrik) yang menyebabkan kerusakan jaringan dan membebaskan mediator nyeri yang dapat
merangsang nosiseptor. Terapi apapun harus bertujuan untuk mengatasi proses yang
mendasarinya sehingga dapat mengontrol rasa nyeri tersebut. Pasien umumnya mendapat
terapi nyeri dari dokter umum ataupun spesialis ketika diagnosis sudah ditegakkan dan terapi
untuk penyebabnya sudah dimulai.
Pengelolaan nyeri dalam pengertian umumnya diterapkan dalam bidang anestesi,
namun saat ini sering digunakan untuk istilah diluar ruang operasi. Pengelolaan ini dapat
dibedakan menjadi pengelolaan nyeri akut maupun kronis.
Dikarenakan perkembangan prosedur bedah dan anestesi yang semakin canggih
dilakukan, maka dibutuhkan pemberian analgesik yang tepat, khususnya opioid dan inhibitor
siklooksigenase yang dapat mempengaruhi kenyamanan pasien-pasien-pasien post operatif.
Penelitian telah menunjukkan bahwa keluaran klinis dapat membaik dengan pemberian
analgesia dalam bentuk “multimodal” (terutama penekanan pada pemakaian inhibitor
siklooksigenase dan teknik anestesi lokal sementara mengurangi penggunaan opioid) sebagai
salah satu bagian dari perawatan post operatif.
Ahli anestesi yang terlatih dalam hal pengelolaan nyeri berada dalam posisi unik
diamana harus dapat mengatasi nyeri dari berbagai bidang pembedahan seperti bagian bedah,
obstetri, pediatri, dan juga harus ahli dalam farmakologi klinis serta neuroanatomi aplikatif,
termasuk penggunaan penghambat saraf perifer maupun sentral. Oleh karena itu, perlu
diketahui lebih dalam mengenai nyeri dan pengelolaannya dalam dunia anestesi agar dapat
diterapkan dalam praktik sehari-hari.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Nyeri
1. Definisi Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (IASP) nyeri
digambarkan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi
terjadi. Nyeri merupakan gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik
nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis). Nyeri dapat
mengakibatkan impairment (abnormalitas, hilangnya struktur, atau hilangnya fungsi
anatomik) dan disabilitas (keterbatasan untuk melakukan aktivitas yang normal) pada
tubuh.1
2. Etiologi dan Mediator Nyeri
Nyeri timbul jika ada rangsangan (mekanik, termal, kimia, atau listrik) yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan membebaskan mediator nyeri yang dapat
merangsang nosiseptor. Rangsangan tersebut melampaui suatu nilai ambang tertentu
(ambang nyeri: stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri) sehingga
dapat menghasilkan suatu impuls nyeri.2
Nyeri merupakan salah satu tanda inflamasi akut yaitu dolor. Inflamasi itu
sendiri merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk melindungi dan memberikan
tanda tentang adanya bahaya–bahaya yang terjadi di tubuh seperti trauma mekanis,
iskemia, proses autoimun, keganasan, dan adanya agen infeksius. Inflamasi berfungsi
menghancurkan, mengurangi, atau mengurung suatu agen pencedera maupun jaringan
yang cedera.3
Pada saat terjadi inflamasi, sel-sel imun seperti makrofag, sel mast, neutrofil,
limfosit, dan Antigen Precenting Cells akan mengeluarkan mediator kimia untuk
melawan antigen atau patogen.3 Mediator kimia seperti histamin, serotonin,
bradikinin, dan prostaglandin dapat menyebabkan nyeri karena mediator kimia
tersebut akan mengaktifkan nosiseptor di tempat kerusakan dan menyebabkan
timbulnya potensial aksi.4,5
Histamin merupakan amino vasoaktif yang tersimpan di dalam granula sel
mast dan dilepaskan bila ada rangsangan. Serotonin merupakan mediator vasoaktif
3
yang tersimpan di dalam granul padat trombosit dan dilepaskan saat terjadi agregasi
trombosit. Bradikinin terbentuk akibat aktivasi sistem kinin dari prekursornya HMWK
(High Molecular Weight Kininogen) yang terdapat di sirkulasi darah. Prostaglandin
merupakan produk yang dihasilkan dari metabolisme asam arakhidonat.6
Asam arakhidonat merupakan asam lemak tak jenuh ganda yang berasal dari
asam linoleat makanan dan terdapat di dalam tubuh sebagai komponen fosfolipid
membran sel. Asam arakhidonat dilepaskan dari fosfolipid membran sel oleh enzim
fosfolipase bila terdapat cedera jaringan.6
Metabolit asam arakhidonat (eikosanoid) diproses melalui dua jalur, yaitu jalur
siklooksigenase dan jalur lipoksigenase. Jalur siklooksigenase menyintesis
prostaglandin (PGE2, PGD2, PGF2α, PGI2 atau prostasiklin) dan tromboksan. Jalur
lipoksigenase menyintesis leukotrin dan lipoksin.6
Enzim siklooksigenase (COX) terdapat dalam dua isoform, yaitu COX-1 dan
COX-2. COX-1 terdapat di banyak jaringan tubuh yang fungsinya untuk
pemeliharaan perfusi ginjal, hemostasis vaskuler, membentuk bikarbonat dan
menghambat produksi asam untuk melindungi lambung, dan sintesis tromboksan A2
untuk agregasi trombosit. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat pada jaringan
tubuh, tetapi dibentuk oleh sel-sel radang sewaktu terjadinya cedera jaringan.5
4
Gambar 1. Pembentukan Metabolit Asam Arakhidonat Sumber: Kumar, Cotran, Robbins, 2007
Selain mediator kimia yang dihasilkan sel-sel imun di atas, nosiseptor itu
sendiri mengeluarkan mediator kimia yang meningkatkan kepekaan terhadap nyeri,
yaitu substansi P. Substansi P adalah suatu neuropeptida yang menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan aliran darah, edema disertai pembebasan lebih lanjut
bradikinin, pembebasan serotonin dari trombosit, dan pengeluaran histamin dari sel
mast.2
3. Neurofisiologi Nyeri
a. Nosiseptor
Nyeri timbul jika ada rangsangan (mekanik, termal, kimia, atau listrik) yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan membebaskan mediator nyeri yang dapat
merangsang nosiseptor. Rangsangan tersebut melampaui suatu nilai ambang
tertentu sehingga dapat menghasilkan suatu impuls nyeri.2
Nosiseptor adalah serabut saraf yang berfungsi menerima rangsang nyeri
(mekanik, termal, listrik, dan kimia) dan menyalurkan rangsang nyeri.2,7 Serabut
saraf aferen primer atau saraf sensorik primer adalah bagian dari saraf tepi yang
5
merupakan pain fiber. Nosiseptor terdapat di ujung perifer serabut saraf aferen
primer.8
Badan sel dari saraf aferen primer terletak di ganglion akar dorsalis (posterior)
nervus spinalis. Setelah keluar dari badan selnya, akson saraf aferen primer
terbagi menjadi 2 prosesus, satu masuk ke kornu dorsalis medulla spinalis, dan
yang lain mempersarafi jaringan.2
Terdapat berbagai tipe serabut saraf aferen primer yaitu A-α, A-β, A-δ, C.
Serat A-α dan A-β tidak berespon terhadap stimulasi noksius sehingga tidak
diklasifikasikan sebagai nosiseptor. Serat A-δ atau disebut juga high – threshold
mechanoreceptors bermielin tipis, diameter kecil dan sedikit, sinyal nyeri
disalurkan dengan cepat sehingga disebut juga serat tipe cepat. Serat C tidak
bermielin, diameter besar, sinyal nyeri disalurkan dengan lambat sehingga disebut
juga serat tipe lambat.1,2
b. Transduksi nyeri
Transduksi adalah proses dimana ujung akhir saraf aferen mentranslasikan
(menerjemahkan rangsangan) stimulus noksius menjadi impuls nosiseptif.7
Stimulus noksius tersebut akan menyebabkan depolarisasi sehingga timbul
potensial aksi dari sel saraf.1
Depolarisasi dapat terjadi karena jaringan rusak akan melepaskan ion K+ dan
protein intraseluler. Akibatnya, terjadi peningkatan konsentrasi ion K+ di ekstrasel
dan sel menjadi depolarisasi.9 Setelah potensial aksi terbentuk, stimulus noksius
akan dibawa oleh serat saraf aferen primer menuju sistem saraf pusat. Stimulus
noksius pertama kali dibawa oleh serat tipe cepat/serat A-δ, kemudian oleh serat
tipe lambat/serat C.7
c. Transmisi nyeri
Transmisi nyeri merupakan proses dimana potensial aksi berjalan dari tempat
cedera melalui serat saraf aferen primer menuju ganglion akar dorsal medula
spinalis, lalu berjalan asenden melalui traktus spinotalamikus lateralis menuju
talamus dan otak tengah.4
Terdapatnya dua tipe serat saraf nyeri yaitu serat A-δ tipe cepat dan serat C
tipe lambat, juga terdapat dua traktus spinotalamikus lateralis sejajar yang
6
menjalarkan impuls-impuls ini, yaitu traktus neospinotalamikus dan traktus
paleospinotalamikus.2
Traktus neospinotalamikus membawa impuls dari serat A-δ tipe cepat dan
berakhir di nukleus ventralis posterolateralis talami (VPL), neuron ketiga di VPL
berproyeksi melalui traktus talamokortikalis ke korteks somatosensorik girus post
sentralis di lobus parietal.8
Traktus paleospinotalamikus membawa impuls dari serat C tipe lambat yang
membawa impuls ke formasio retikularis batang otak sebelum berakhir di nukleus
parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di talamus, hipotalamus, sistem
limbik, dan korteks otak depan.2
Korteks somatosensori diduga terlibat dalam aspek sensorik nyeri, seperti
intensitas dan kualitas nyeri.7 Hipotalamus, sistem limbik, dan korteks frontalis
berfungsi sebagai pusat emosional persepsi nyeri. Girus postcentralis
menginterpretasikan nyeri yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu.2
7
Gambar 2. Mekanisme perjalanan impuls nyeri Sumber : Color Atlas of Neurology
8
Gambar 3 Mekanisme Nyeri Sumber: Setiyohadi dkk, 2009
d. Modulasi nyeri
Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang
dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Impuls nyeri dapat
diperkuat atau di lemahkan.2
e. Persepsi nyeri.
Persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan dari
interaksi transduksi, transmisi, modulasi, dan aspek psikologis individu.7
9
4. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan Patofisiologinya
1) Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif melibatkan proses normal dari serabut saraf nyeri
ketika nosiseptor teraktivasi oleh adanya kerusakan jaringan atau inflamasi.
Terdapat empat konsep dasar penting untuk memahami fisiologi nyeri
nosiseptif yaitu transduksi, translasi, modulasi, dan persepsi.
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik melibatkan proses rangsangan abnormal dari sistem
saraf tepi atau sistem saraf pusat yang terjadi akibat adanya lesi pada serabut
saraf tersebut.
3) Nyeri psikogenik
Timbulnya nyeri berhubungan dengan adanya gangguan pada kejiwaan
akibat trauma psikologis. Nyeri akan menghilang bila keadaan jiwa pasien
kembali tenang.4,7
b. Berdasarkan Sumbernya
1) Nyeri somatik superfisial
Struktur-struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis merupakan
sumber dari nyeri ini. Nyeri yang dirasakan menyengat, tajam, mengiris, atau
terbakar. Bila pembuluh darah terlibat maka nyeri terasa seperti berdenyut.
2) Nyeri somatik dalam
Otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri merupakan sumber
dari nyeri ini. Karena reseptor di sumber tersebut sedikit, lokalisasi nyeri tidak
jelas dan dapat menyebar. Nyeri yang dirasakan seperti pegal-tumpul, kram,
atau linu.
3) Nyeri visera
Organ-organ tubuh merupakan sumber dari nyeri ini yang stimulusnya
dapat berupa peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ,
iskemia, dan peradangan. Jalur nyeri visera dipersarafi oleh dua jalur
persarafan yaitu jalur visera sejati dan jalur parietal.
4) Nyeri alih
Merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tetapi
dirasakan terletak di daerah lain. Berdasarkan teori konvergensi-proyeksi,
10
dua aferen yang masuk melalui segmen spinal berkonvergensi ke sel-sel
proyeksi sensorik yang sama. Kemudian, otak secara salah memproyeksikan
sensasi nyeri ke daerah somatik (dematom) akibat tidak memiliki cara untuk
mengenai sumber asupan sebenarnya.2
c. Berdasarkan Waktunya
1) Nyeri akut
Merupakan nyeri yang timbul segera setelah rangsangan dan setelah
dilakukan penyembuhan akan hilang.
2) Nyeri kronik
Merupakan nyeri yang setelah dilakukan penyembuhan tidak mereda,
berlangsung terus-menerus, atau intermiten selama lebih dari 3 bulan.1