BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di seluruh dunia yaitu pada negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300- 500 juta dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian (Harijanto, 2006). Indonesia yang merupakan negara yang beriklim tropis yang mengakibatkan resiko terhadap penyakit malaria. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes 2001, di Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan 30.000 orang meninggal dunia. Pada umumnya malaria ditemukan pada daerah-daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah (Departemen Kesehatan RI, 2001). Angka kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali dari 0.12 per 1000 penduduk pada tahun 1977 menjadi 0.52 per 1000 penduduk pada tahun 1999 dan 0.62 per 1000 penduduk pada tahun 2001 dan 0.47 kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2002. Di luar Jawa dan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui
hampir di seluruh dunia yaitu pada negara yang beriklim tropis dan sub tropis.
Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41%
dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta
dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian (Harijanto, 2006). Indonesia yang
merupakan negara yang beriklim tropis yang mengakibatkan resiko terhadap
penyakit malaria.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes 2001, di
Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang
mengakibatkan 30.000 orang meninggal dunia. Pada umumnya malaria ditemukan
pada daerah-daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan
ekonomi lemah (Departemen Kesehatan RI, 2001). Angka kesakitan malaria sejak
4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali dari 0.12 per 1000
penduduk pada tahun 1977 menjadi 0.52 per 1000 penduduk pada tahun 1999 dan
0.62 per 1000 penduduk pada tahun 2001 dan 0.47 kasus per 1.000 penduduk
pada tahun 2002. Di luar Jawa dan Bali dari 16.0 per 1000 penduduk pada tahun
1997 menjadi 25.0 per 1000 penduduk pada tahun 1999 dan 26.2 per 1000
penduduktahun 2001 dan 19.65 kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2002.
Selama tahun 1998-2000 kejadian luar biasa (KLB) malaria terjadi di 11 provinsi
meliputi 13 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang
dengan 74 kematian (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Malaria adalah salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka
kematian bayi, anak, dan ibu melahirkan, serta dapat menurunkan produktivitas
tenaga kerja. Di daerah transmigrasi dan daerah lain yang didatangi penduduk
baru daerah non-endemik sering terjadi letusan atau wabah yang menimbulkan
banyak kematian. Lebih dari setengah penduduk Indonesia masih tinggal di
1
daerah yang merupakan tempat terjadinya penularan malaria, sehingga berisiko
tertular malaria.
Melihat keseriusan masalah ini, siapa pun berisiko untuk terkena malaria,
terutama anak balita, wanita hamil, dan penduduk non-immun yang mengunjungi
daerah endemik malaria, seperti pekerja migran, pengungsi, transmigran, dan
wisatawan.
Dalam menangani penderita malaria, sebagian penderita masih sering
terlambat dibawa ke unit pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas,
sehingga hal ini menyebabkan penderita tidak dapat tertolong lagi. Selain itu,
upaya pengobatan penyakit ini juga dipersulit oleh tingkat ketahanan parasit
malaria terhadap obat-obatan yang diberikan (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Upaya pemberantasan yang dilakukan saat ini adalah dengan menemukan
penderita sedini mungkin dan langsung member pengobatan. Beberapa upaya
dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria,
yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain
meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan
pengendalian vector dalam upaya pemberantasan nyamuk penularan malaria baik
nyamuk dewasa melalui penyemprotan maupun pemberantasan jentik nyamuk
dengan cara memberi obat-obatan pada tempat jentik nyamuk tersebut hidup,
yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria
(Kartono, 2003).
B. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk :
1. Memahami definisi epidemiologi, etiologi, siklus hidup Plasmodium,
patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis
penyakit malaria.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu tugas stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia
dan hepatosplenomegali. Penyakit malaria dapat menyerang secara berulang-
ulang dan dapat menyebabkan kematian (Soedarmo, 2010). Sedangkan
meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun
kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala
demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa (Harijanto, 2006).
B. EPIDEMIOLOGI
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 600 utara sampai dengan 320
selatan; dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia), sampai dengan
daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Dead sea) (Husada,
2006).
Gambar 1. Peta Daerah Endemi Malaria
3
Daerah yang sejak semula bebas malaria adalah daerah Pasifik Tengah dan
Selatan (Hawaii dan Selandia Baru). Di daerah-daerah tersebut, daur hidup
parasit malaria tidak dapat berlangsung karena tidak adanya vektor yang
sesuai (Husada, 2006).
Gambar 2. Peta Indonesia dengan Daerah Endemis Malaria
(Current Malaria Situation in Indonesia & ACT Malaria Activities. 2008.
Directorate of Vector Borne Disease Control Ministry of Health Indonesia)
Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan
derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Malaria di suatu daerah dapat
ditemukan secara autokton, impor, induksi, introduksi atau reintroduksi
(Husada, 2006).
Di daerah yang autokton, siklus hidup malaria dapat berlangsung karena
adanya manusia yang rentan (suspeptibel), nyamuk yang dapat menjadi
vector dan parasitnya. Keadaan malaria di daerah endemik tidak sama.
Derajat endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa
(spleen rate), angka parasit (parasit rate), yang disebut malariometri
(Husada, 2006).
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Perbedaan prevalensi
menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan derajat
4
kekebalan karena variasi keterpaparan gigitan nyamuk (Nugroho, 2000;
Harijanto, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terinfeksi malaria
adalah (Nugroho, 2000; Gunawan, 2000):
1. Ras atau suku bangsa
Prevalensi Hemoglobin S (HbS) pada penduduk Afrika cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P.falciparum karena HbS
menghambat perkembangbiakan P.falciparum. 5
2. Kurangnya enzim tertentu.
Kurangnya enzim Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase (G6PD) memberikan
perlindungan terhadap infeksi P.falciparum yang berat. Defisiensi enzim
G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan
Plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya.
Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus resistensi P.
falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur Sejak itu kasus resistensi
terhadap klorokuin yang dilaporkan semakin meluas Tahun 1990, dilaporkan
telah terjadi resistensi parasit P. falciparum terhadap klorokuin dan seluruh
provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi
plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dibeberapa tempat di
Indonesia. Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
akibat penyakit malaria. Oleh sebab itu, upaya untuk menanggulangi masalah
resistensi tersebut (multiple drugs resistance), maka pemerintah telah
merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP terhadap P.
falciparum dengan terapi kombinasi artemisinin (artemisinin combination
therapy) (Departemen Kesehatan RI, 1991).
C. ETIOLOGI
Malaria disebabkan parasit malaria, suatu protozoa darah yang termasuk
dalam phyllum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas Coccidiida, ordo
Eucoccidides, subordo Haemosporidiidea, famili Plasmodiidae, genus
Plasmodium (Nugroho, 2000).
5
Plasmodium merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat
empat spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan manusia dapat dilakukan oleh
nyamuk betina dari tribus anopheles. Selain itu juga dapat ditularkan secara
langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta ibu hamil
kepada bayinya (Rampengan, 2000).
P. vivax menyebabkan malaria tertiana, P.malaria merupakan penyebab
malaria kuartana. P.ovale menyebabkan malaria ovale, sedangkan P.falciparum
menyebabkan malaria tropika. Spesies terkhir ini paling berbahaya karena
malaria yang ditimbulkan dapat menjadi berat. Hal ini disebabkan dalam waktu
singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh (Departemen Kesehatan RI,
2006; Nugroho, 2000).
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan
oleh nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia,
hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan
malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi
vektor malaria. Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar,
air payau dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang
pohon yang besar. Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropis dan sub tropis, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit
manusia (menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut
48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
6
Letak Perbedaan
P. Falciparum P. Vivax P. Ovale P. Malariae
Distribusi geografik
Daerah tropik terutama: Afrika dan Asia Tenggara; di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan
Subtropik, dingin (Rusia), tropik Afrika, tersebar di seluruh kepulauan Indonesia
Tropik Afrika bagian Barat; Pasifik Barat; di Indonesia: P.Owi Irian Jaya; P. Timor.
Tropik, subtropik
Masa inkubasi 9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari Masa tunas intrinsik
12 hari 13-17 hari 13-17 hari 28-30 hari
Daur pra-eritrosit
5,5 hari 8 hari 9 hari 10-15 hari
Jumlah merozoit hati
40.000 10.000 15.000 15.000
Ukuran skizon hati
60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron
Daur eritrosit 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam Tipe demam Tersiana Tersiana Tersiana Quartana Hipnozoit - + + - Relaps/rekurens
- + + -
Pigmen Hitam Kuning tengguli Tengguli tua Tengguli hitam
7. Manifestasin klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala
prodromal, trias malaria (menggigil-panas-berkeringat), anemia dan
splenomegali.
8. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gold standard adalah
menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi.
9. Pengobatan untuk malaria falsiparum, lini pertama: artesunat +
amodiakuin + primakuin, lini kedua: kina + dosksisiklin/tetrasiklin +
primakuin.
10. Pengobatan malaria vivax dan ovale, lini pertama: klorokuin +
primakuin, jika resistensi klorokuin: kina + primakuin, jika relaps:
naikkan dosis primakuin.
11. Pengobatan malaria malariae diberikan klorokuin. Untuk profilaksis
dapat digunakan dosksisiklin dan klorokuin.
26
B. SARAN
Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan:
1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles.
a) Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida.
b) Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik
(ikan, dan sebagainya).
c) Mengurangi tempat perindukan.
d) Mengobati penderita malaria.
e) Pemberian pengobatan pencegahan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi
diagnosis secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah
endemis malaria agar mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria.
27
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Malaria : Epidemiologi I. Direktorat Jenderal PPM & PLP.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Malaria. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/516-penyakit-malaria-dan-tbc-menyebabkan-170000-kematian-setiap-tahun-di-indonesia.html. Pada tanggal 5 Juni 2013.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta. Hal: 1-12, 15-23, 67-68.
Gunawan, S. 2000. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 1-15.
Hadisaputro, S, Ardana K, Djamil A. 1991. Pola klinik dan pengelolaan malaria berat di RSU RA Kartini, Jepara, Jawa Tengah. Kumpulan Makalah Simposium Malaria. Jakarta: FKUI.
Harijanto, PN. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1754-60.
Zulkarnaen, I. 2000. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 504-7.