BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia. Kebutaan dapat menurunkan peran individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak dijumpai pada anak dan membuat 250.000500.000 anak meninggal dunia dalam jangka satu tahun tertentu. Sekitar 150 juta anak lainnya mengalami kematian dalam usia anak-anak akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin A yang tidak memadai. Salah satu dampak kekurangan vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia enam bulan sampai empat tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Ahmad dan Darnton, 2008). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa defisiensi vitamin A diderita oleh sekitar 40% populasi dunia (Zeba dkk, 2006). World Health Organization (WHO) memastikan terdapat 45 juta kasus kebutaan di dunia dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dipastikan sebanyak 12 juta kasus menjadi buta setiap menitnya di dunia dan empat kasus di antaranya berasal dari Asia Tenggara sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menitnya didapatkan satu orang menjadi buta. Sebagian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia.
Kebutaan dapat menurunkan peran individu untuk melakukan aktivitas sehari-
hari. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak
dijumpai pada anak dan membuat 250.000500.000 anak meninggal dunia dalam
jangka satu tahun tertentu. Sekitar 150 juta anak lainnya mengalami kematian
dalam usia anak-anak akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin
A yang tidak memadai. Salah satu dampak kekurangan vitamin A adalah kelainan
pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia enam bulan sampai empat tahun
yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Ahmad dan
Darnton, 2008).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa defisiensi vitamin A
diderita oleh sekitar 40% populasi dunia (Zeba dkk, 2006). World Health
Organization (WHO) memastikan terdapat 45 juta kasus kebutaan di dunia
dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dipastikan sebanyak 12 juta kasus
menjadi buta setiap menitnya di dunia dan empat kasus di antaranya berasal dari
Asia Tenggara sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menitnya didapatkan
satu orang menjadi buta. Sebagian besar kasus di Indonesia berada di daerah
miskin dengan keadaan sosial ekonomi masih lemah. World Health Organization
(WHO) mengutip penelitian Sommer dimana prelevensi xeroftalmia di Indonesia
adalah 20% dari populasi penduduk (Untoro, 2003).
1
2
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar pembaca mengetahui tentang kebutaan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari kebutaan
2. Mengetahui klasifikasi penyakit yang dapat menyebabkan kebutaan
3. Mengetahui etiologi dari jenis penyakit kebutaan
4. Mengetahui gejala klinis jenis penyakit kebutaan
5. Mengetahui patofisiologi dari jenis penyakit kebutaan
6. Mengetahui morbiditas dan mortalitas dari jenis penyakit kebutaan
7. Mengetahui penatalaksanaan dari jenis penyakit kebutaan
1.3. Manfaat
1.3.1 Manfaat praktis :
Untuk penulis, menambah wawasan tentang kebutaan
1.3.2 Manfaat teoritis :
1. Membantu pembaca agar lebih mengetahui tentang kebutaan
2. Sebagai referensi bagi pembaca tentang kebutaan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kebutaan
World Health Organization (WHO) mendefenisikan kebutaan adalah tajam
penglihatan kurang dari 3/60 dengan ke tidak sanggupan menghitung jari pada
jarak tiga meter. Kebutaan menyebabkan berkurangnya penglihatan sehingga
seseorang tidak mampu mandiri dalam pekerjaan dan menyebabkan seseorang
bergantung pada orang lain dan alat bantu agar dapat hidup.
Buta menurut kategori WHO adalah sebagai berikut (WHO, 2010):
1. Kategori 1: Rabun atau penglihatan kurang dari 6/18
2. Kategori 2: Rabun, tajam penglihatan kurang dari 6/60
3. Kategori 3: Buta
Tajam penglihatan kurang dari 3/60
Lapang pandangan kurang dari 10 derajat
4. Kategori 4: Buta
Tajam penglihatan kurang dari 1/60
Lapang pandangan kurang dari lima derajat
5. Kategori 5: Buta dan tidak ada persepsi sinar.
Kebutaan adalah buta yang tidak reversibel yang tidak dapat diperbaiki
secara medis. Keadaan ini terjadi bilamana terdapat kerusakan pada selaput jala
Maih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesaran kuat. Membaca menjadi lambat.
Hampir butaPenglihatan kurang dari empat kaki untuk menghitung jariPenglihatan tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentuHarus menggunakan alat nonvisual
Buta totalTidak mengenal rangsangan sinar sama sekaliSeluruhnya tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata
Dikutip dari: James, 2006
5
2.2 Klasifikasi Penyakit Yang Dapat Menyebabkan Kebutaan
Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran menunjukkan
penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak, glaukoma, trakoma,
onkoserkiasis dan xeroftalmia (Fadilah, 2005).
KatarakGlaukomaTrakomaOnchocersiasisXeropthalmia
70%
35%
20%
10%
6%
Gabar 1. Diagram Pie tentang Klasifikasi Penyakit Penyebab Kebutaan.
Dikutip: Kemenkes, 2005.
2.3 Etiologi Kebutaan
2.3.1 Katarak
Katarak merupakan penyebab ±50% kasus kebutaan di seluruh dunia.
Seiring dengan usia harapan hidup, jumlah kasus yang terkena semakin
bertambah. Di berbagai bagian dunia yang sedang berkembang, fasilitas yang
tersedia untuk mengobati katarak jauh dari mecukupi, sulit untuk mengatasi
kasus-kasus baru yang muncul dan benar-benar tidak mampu menangani kasus-
kasus baru yang muncul dan benar-benar tidak mampu menangani kasus-kasus
lama yang semakin menumpuk yang dalam hitungan konservatif diperkirakan
berjumlah 10 juta diseluruh dunia.
Tidak jelas dipahami mengapa frekuensi katarak di daerah geografik yang
berbeda sangat berlainan walupun faktor pajanan sinar ultraviolet dan episode
6
dehidrasi rekuren, seperti yang terjadi pada penyakit diare berat, di duga
merupakan faktor yang penting. Tindakan medis dapat menurunkan prevalensi
kebutaan sebanyak 45%. Tidak ada cara untuk mencegah atau menekan laju
pertumbuhan katarak dan walaupun pemberian antioksidan oral dianggap
menjanjikan, studi-studi klinis saat ini menyimpulkan bahwa zat-zat tersebut
belum memberikan perbaikan klinis terhadap katarak secara bermakna (Ilyas,
2008)
2.3.2 Glaukoma
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik
(neuropati optik) yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular pada
papil saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting.
Hilangnya akson menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam
penglihatan jika lapang pandang sentral terkena. (Ilyas, 2008)
2.3.3 Trakoma
Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh
Chamydia trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun
dapat mengenai semua umur. Penularan trakoma adalah melalui kontak langsung
dengan sekret penderita atau handuk, saputangan, dan kebutuhan alat sehari-hari.
Masa inkubasi trakoma yaitu 514 hari.
Trakoma menyebabkan keratokonjungtivitis bilateral, biasanya pada masa
kanak-kanak dan menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea pada masa
dewasa yang apabila parah menyebabkan kebutaan. Sekitar 400 juta kasus
pengidap trakoma, sebagian besar berada di Afrika, Timur Tengah dan Asia.
(Ilyas, 2008)
2.3.4 Onkoserkiasis
Onkoserkiasis adalah negleted tropical disease (NTD) yang disebabkan oleh
cacing parasit Onchocerca volvulus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
berulang oleh lalat blackflies (lalat hitam) dari genus Simulium. Onkoserkiasis
disebut river blindness karena lalat hitam yang mentransmisikan hidup, infeksi,
7
dan keturunan di aliran sungai yang deras sehingga air dan habitat sungai yang
terinfeksi dapat mengakibatkan kebutaan penderita. (James, 2006)
2.3.5 Xeroftalmia
Kasus anak tunanetra ± 1,5 juta di dunia, di antaranya sekitar 1 juta hidup di
Asia dan sekitar 300 000 di Afrika.
Xeroftalmia disebabkan oleh hipovitaminosis A. Secara klinis, terjadi
xerosis konjungtiva dengan bercak bitot yang khas dan perlunakan kornea
(keratomalasia) yang dapat menyebabkan perforasi kornea. (Untoro, 2003)
2.4 Gejala Klinis Kebutaan
2.4.1 Katarak
Kekeruhan lensa menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Katarak matur
hanya dapat mengenal adanya sinar yang datang. Bilamana tidak diobati maka
mata akan buta sama sekali.
Pupil akan terlihat gambaran kekeruhan lensa yang biasanya berwarna
putih. Warna pupil dapat berwarna kuning atau coklat. Benda yang dilihat dapat
berwarna sedikit kekuning-kuningan. Penglihatan malam atau pada penerangan
kurang sangat menurun. Penerangan yang kuat dapat kesan silau. Penglihatan
pada kasus katarak matur dapat menyerupai adanya “halo” atau “pelangi”.
Gejala klinis pada lensa mata (katarak):
1. Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri
2. Menyebabkan rasa silau
3. Dapat mengubah kelainan refraksi
Katarak pada bayi dapat menyebabkan amblipobia (kegagalan penglihatan
mata normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Bayi dengan
katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital dapat dianggap sebagai
masalah kesahatan yang penting (James, 2003).
8
Gambar 1. Katarak
Dikutip dari: Ilyas, 2001
2.4.2 Glaukoma
Gejala dan tanda pada glaukoma sudut terbuka kronis biasanya tidak
bergejala dan terjadi peningkatan tekanan intraokular pada penderita. Defek
lapang pandang dan lempeng optik mengalami cupping juga akan terjadi bila
katarak tidak mendapatkan penanganan yang baik dengan segera (James, 2003).
9
Gambar 2. Glaukoma
Dikutip dari: Ilyas, 2001
2.4.3 Trakoma
Pada kasus trakoma gejala pada individunya yaitu perasaan gatal pada
mata, mata berair, dan fotopobia. Terdapat tanda lain seperti adanya papil,
folikel, sikatriks pada tarsus atas, dan adanya pannus.
Gambar 3.
Trakoma
Dikutip dari: Ilyas, 2001
2.4.4 Onkoserkiasis
Kasus onkoserkiasis biasanya tidak mengalami gejala, karena larva dapat
bermigrasi melalui tubuh manusia tanpa memprovokasi respon dari sistem
kekebalan tubuh. Kasus dengan gejala onkoserkiasis berupa ruam kulit gatal,
nodul bawah kulit, dan perubahan penglihatan. Gejala klinisnya dapat timbul
pembengkakan kelenjar getah bening yang tidak terasa sakit, tetapi ini tidak
umum terjadi. Gejala pada kebanyakan onkoserkiasis disebabkan oleh respons
tubuh terhadap larva yang mati atau sekarat. Peradangan yang disebabkan di
10
kulit, selain menyebabkan gatal-gatal, dapat mengakibatkan kerusakan jangka
panjang pada kulit. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang
menghasilkan penampilan kulit totol seperti "kulit leopard" dan dapat
menyebabkan penipisan pada kulit dengan hilangnya jaringan elastis kulit.
Peradangan yang disebabkan oleh larva yang mati di mata penderita hasil
awalnya akan menyebabkan lesi reversibel pada kornea. Tidak mendapatkan
penanganan yang baik, lesi reversibel kornea akan menimbulkan pengaburan
permanen pada kornea sehingga mengakibatkan kebutaan. Lesi tersebut juga
dapat menimbulkan peradangan pada saraf optik yang mengakibatkan
kehilangan penglihatan terutama penglihatan perifer dan akhirnya kebutaan.
Gambar 4.
Onchocersiasis.
Keterangan: Tanda panah menunjukan Onchocerca Volvulus pada Mata.
Dikutip dari: Mand S, Batsa L, Specht S, Desrah AY, Buthren M, Hoerauf A, et al, 2009.
2.4.5 Xerophtalmia
Gejala klinis diferensiasi vitamin A (DVA) pada mata akan timbul bila
tubuh mengalami DVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih
cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, infeksi saluran nafas
akut (ISPA) dan penyakit infeksi lainnya.
Tanda-tanda dan gejala klinis DVA pada mata sebagai berikut :