BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebab lazim nyeri abdomen akut dapat diabagi ke dalam tiga kelompok patologi utama : (1) lesi peradangan, (2) lesi obstruktif, dan (3) kelainan vascular. Appendisitis akut merupakan kasus lesi peradangan intra abdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet yang kurang serat pada masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 30 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun. Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, appendisitis merupakan suatu jenis penyakit yang berlanjut dengan peradangan, obstruksi, dan iskemi dalam jangka waktu yang bervariasi. Gejala pasien mencerminkan proses penyakit dalam perjalanan waktu penyakit. Sampai saat ini, diagnosis pasti untuk appendisitis masih susah ditegakkan karena gejalnya yang sangat umum sehingga diagnosis 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebab lazim nyeri abdomen akut dapat diabagi ke dalam tiga
kelompok patologi utama : (1) lesi peradangan, (2) lesi obstruktif, dan (3)
kelainan vascular. Appendisitis akut merupakan kasus lesi peradangan
intra abdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan
pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait
dengan diet yang kurang serat pada masyarakat modern (perkotaan) bila
dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi
serat. Appendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur,
umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 30 tahun, khususnya
antara 8 sampai 14 tahun, sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun.
Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, appendisitis merupakan suatu jenis
penyakit yang berlanjut dengan peradangan, obstruksi, dan iskemi dalam
jangka waktu yang bervariasi. Gejala pasien mencerminkan proses
penyakit dalam perjalanan waktu penyakit.
Sampai saat ini, diagnosis pasti untuk appendisitis masih
susah ditegakkan karena gejalnya yang sangat umum sehingga diagnosis
bandingnya menjadi sangat luas. Sejak tahun 1960, angka kematian pada
penderita appendisitis yang dilakukan appendiktomi telah menurun tajam.
Hal ini disebabkan oleh diagnosa yang tepat secara dini, persiapan pre-
operasi dan anestesi yang lebih baik.
Periappendikular infiltrat merupakan komplikasi dari
appendisitis akut, sebagai usaha pertahanan tubuh yang terjadi bila
appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh
omentum dan atau lekuk usus halus. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses. Jika tidak terbentuk abses, appendisitis akan
sembuh dan periappendikular infiltrat akan mengecil secara lambat.
Angka mortalitas sekitar 5% dalam kasus komplikasi periappendikular
infiltrat. Periappendikular Infiltrate merupakan tahap patologi
1
apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding
apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha
pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk
massa periapendikular.
1.2 SEJARAH
Terdapat bukti pada beberapa literatur sekitar tahun 1500,
dikenalisuatu penyakit yang secara klinis diasosiasikan dengan peradangan
akut di daerah sekal, yang disebut “perityphlitis”. Operasi appendiktomi
yang pertama kali berhasil dilaporkan pada tahun 1736, yang dilakukan
oleh Claudius Amyant pada saat operasi hernia inguinal. Kemudian
Reginal.H dan Fitz adalah orang pertama yang memeriksa appendiks
secara histopatologi dari hasil operasi. Sejarah modern appendisitis
dimulai dari tulisan klasik Charles McBurney (Profesor bedah Universitas
Columbia) pada tahun 1889, yang dipublikasikan dalam jurnal New York
Surgical Society pada13 November 1889. McBurney menunjukkan bahwa
pentingnya dari tindakan operasi dini pada appendisitis akut yang mana
McBurney mendeskripsikan inflamasi akut di kuadran kanan bawah
biasanya disebabkan oleh appendisitis. McBurney menemukan titik tekan
maksimal pada abdomen akut, yaitu dengan meletakkan satu jari pada
sepertiga dari jarak antara Spina Iliaca Anterior Superior dengan
Umbilikus, titik ini kemudian dikenal dengan titik McBurney.
1.3 EPIDEMIOLOGI
Angka mortalitas yang tinggi dari appendisitis akut mengalami
penurunan dalam beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus
appendisitis akut pada periode 1933 -1937 dengan 1943 -1948. Angka
mortalitas pasien appendisitis akut dengan peritonitis lokal menurun dari
5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien appendisitis akut dengan
peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1977,
mortalitas pasien dengan appendisitis akut tanpa perforasi 0,1 % - 0,6%
2
dan dengan perforasi 5%. Di Amerika terdapat penurunan jumlah kasus
dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975
– 1991.
Appendisitis merupakan penyebab laparotomi tersering pada anak
dan dewasa. Angka kejadian pada bayi dan anak sampai usia 2 tahun
adalah < 1% - 1%. Anak usia 2 – 3 tahun terdapat 15% dan frekuensi
mulai meningkat pada usia diatas 5 tahun dan mencapai puncaknya pada
kisaran usia 9 – 11 tahun.
Angka kejadian appendisitis pada orang dewasa tertinggi pada
kelompok usia 20 – 30 tahun, setelah itu menurun. Angka kejadian pada
pria dan wanita umumnya sebanding, kecuali pada usia 20 – 30 tahun,
angka kejadian pada pria lebih tinggi.
1.4 MAKSUD DAN TUJUAN
Sebagai pembelajaran bagi dokter muda agar lebih mengetahui
dengan baik tentang Periappendikular Infiltrate sehingga nantinya dapat
mendiagnosa secara dini kasus-kasus PAI (Periappendikular Infiltrate)
beserta komplikasinya berdasarkan anamnesa, gejala klinik, pemeriksaan
fisik dan penunjang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 APPENDIKS VERMIFORMIS
2.1.I EMBRIOLOGI
Appendiks disebut juga sebagai umbai cacing. Istilah usus bantu
yang di kenal masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu
3
yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini
sering menimbulkan maslah kesehatan. Peradangan akut pada appendiks
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya.
Appendiks pertama kali tampak selama minggu ke-8 kehamilan
sebagai kelanjutan ujung inferior caecum, yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Appendiks mengalami rotasi ke posisi akhirnya pada
bagian posteromedial dari caecum, sekitar 2 cm di bawah valvula bauhini
pada akhir masa kanak-kanak. Variasi yang terjadi pada rotasi ini
menyebabkan berbagai macam kemungkinan posisi akhir dari appendiks.
Pada 65% kasus appendiks terletak intraperitoneal, Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada 30% kasus ujung dari
appendiks berada di dalam pelvis, pada 65% kasus berada di belakang
caecum, dan pada 5% kasus berada ekstraperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolon asendens, Pada kasus malrotasi atau situs
inversus, appendiks yang malposisi dapat menyebabkan tanda-tanda
inflamasi pada lokasi yang tidak biasa.(4) Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks. (2)
Jenis posisi :(6)
Promontorik Ujung appendiks menunjuk ke
arah promontoriun sacri
Retrocolic
appendiks berada di belakang
kolon ascenden dan biasanya
retroperitoneal.
Antecaecal appendiks berada di depan
caecum.
Paracaecal appendiks terletak horizontal
di belakang caecum.
Pelvic descenden appendiks menggantung ke
4
arah pelvis minor
Retrocaecal intraperitoneal atau
retroperitoneal; appendiks
berputar ke atas ke belakang
caecum. (6)
Perkembangan caecum yang terganggu menyebabkan hipoplasi
atau agenesis appendiks. Duplikasi appendiks dilaporkan terjadi pada 4
dari 100.000 kasus. Duplikasi appendiks mungkin sebagian (bifid
appendiks) atau total dan kedua appendiks tersebut mungkin memiliki
orifisium yang sama atau terpisah, dengan caecum yang mungkin juga
mengalami duplikasi.(4)
2.1.II ANATOMI
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-
kira 10 cm (kisaran 3-15 cm). Letak basis appendiks berada pada
posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm
dibawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang
digunakan sebagai penanda untuk mencari basis appendiks. Basis
5
appendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding
abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut titik McBurney.
Kira-kira 5% penderita mempunyai appendiks yang melingkar ke belakang
sekum dan naik (kearah kranial) pada posisi retropritoneal dibelakang
kolon ascenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin
appendiks bisa terletak dimana saja di dalam kavum abdomen.
Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm.(1) Diameter appendiks
berkisar atara 5 – 10 mm.(4) Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal.(1)
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer
patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk
immunoglobulin.(2) Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk
seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum.
Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction
terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks
terdapat valvula appendicularis (Gerlachi).
6
Graphic illustration of appendiceal position. (Adapted from Decker GAG, Du
Plessis DJ. Lee McGregor's Synopsis of Surgical Anatomy 12th ed). Bristol:
Wright, 1986; with permission.
Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera,
taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal
appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara
umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.(3) Pada
bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu.(2)
Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks
(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada
daerah ileum Terminale. Mesenteriolum berisi a.Apendikularis (cabang
a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.
Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh
appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. (5,8)
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu
mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan
sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar
7
dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan
appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan
elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara
Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu
lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta
lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner
circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh
pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks.
Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks. (5)
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral
pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. (2)
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis, cabang
dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren. (2)
2.1.III HISTOLOGI
Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama
8
seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular
submucosa oleh mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah
dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang
terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi
satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka
appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.
Tunika mukosa : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.
Tunika submukosa : banyak folikel lymphoid.
Tunika muscularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum
longitudinale (gabungan tiga tinea coli) sebelah luar.
Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum
viscerale.(7)
2.1.IV FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan
pada patogenesis appendisitis. (2)
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan
bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. (2)
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2
minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap
saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60
tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi
lumen apendiks komplit. (6)
9
2.2 APPENDISITIS
2.2.I DEFINISI
Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.
Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (2)
2.2.II ETIOLOGI
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis, yaitu
sekitar 20% pada anak dengan apendisitis akut dan 30-40% pada anak
dengan perforasi appendiks. Fekalit merupakan penyebab tersering dari
obstruksi apendiks. Adanya fekalit dapat ditemukan secara radiologis.
Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium
dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk
ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat
mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat
menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. (6,9)
Insidensi terjadinya apendisitis berhubungan dengan jumlah
jaringan limfoid yang hyperplasia. Hiperplasia folikel limfoid sering
menyebabkan obstruksi lumen, dan angka kejadian apendisitis pararel
10
dengan jumlah jaringan limfoid yang ada. Penyebab dari reaksi jaringan
limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,
Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic
fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan
pada kelenjar yang mensekresi mucus. Tumor karsinoid juga dapat
mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di
sepertiga proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asing seperti pin,
biji sayuran, dan batu cherry dihubungkan dalam terjadinya apendisitis.
Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya
apendisitis
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Berbagai
spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu.(7)
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli
Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros
Bilophila species
Lactobacillus species
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah
terjadinya apendisits akut.(2)
2.2.III PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
11
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.(10)
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada
bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari
mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat
meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan
salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau
terjadi perforasi.(6)
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
bakteri untuk berkembang biak.(4) Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe,
terjadi ulserasi mukosa, oedem yang lebih hebat. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.(10,11) Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang
mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi
invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan
leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan
yang iskemik, bakteri dan sel darah putih.(4) Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda
setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (10,11)
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat.(10) Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks
berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks,
12
khususnya di titik Mc Burney's. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran
kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks
retrocaecal atau pelvic, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya
rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat
muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat
ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau
vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih,
atau nyeri seperti terjadi retensi urine.(4) Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.(10)
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.(10) Perforasi appendiks akan menyebabkan
terjadinya abses lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada
kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon
dan menampung isi dari appendiks yang pecah. Tanda perforasi appendiks
mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.
Apendisitis yang mengalami perforasi dan yang belum mengalami
perforasi dapat merupakan suatu kesatuan yang berbeda. Resolusi spontan
dari appendisitis dapat terjadi. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa terjadinya
perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan
peningkatan risiko perforasi. Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus
sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka
waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare
dapat mengindikasikan adanya abses pelvis.(4)
Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak
adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih
memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya
13
massa pada pemeriksaan fisik.(5)
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa
local yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Apabila proses diatas berjalan cepat
dapat menyebabkan terjadinya perforasi.(10)
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum,
usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.
Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Apabila abses ruptur, dapat terjadi fistula antara
apendiks dan buli-buli, usus halus, kolon sigmoid atau caecum. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (2)
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah. (10)
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar
istirahat (bedrest). (5)
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
14
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.(2)
2.2.IV EPIDEMIOLOGI
Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya. Risiko seseorang menderita appendisitis selama
hidupnya adalah 9% pada laki-laki dan 7% pada perempuan. Sekitar
sepertiga pasien berusia kurang dari 18 tahun, terutama terjadi pada anak
usia 6-10 tahun.(4) Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasian
lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.
Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.(1)
Insidensi Apendisitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di
negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya
menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.(6)
Meskipun apendisitis jarang terjadi pada bayi, kelompok usia ini
memiliki komplikasi yang tinggi dikarenakan oleh diagnosis yang
tertunda.(4)
2.2.V GEJALA KLINIS
Apendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi,
khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan
pembentukkn abses setelah 2-3 hari.(5) Meskipun demikian, gambaran
klinis yang bervariasi dapat menyebabkan dilakukannya laparotomi yang
pada akhirnya tidak ditemukan adanya apendisitis. Pengalaman dan
kemajuan metode pencitraan telah meningkatkan akurasi diagnosa.
15
(4)Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain:
Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Distensi appendiks
menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan
sebagai nyeri di daerah periumbilical. Mula-mula nyeri dirasakan samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium
atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap
di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi
perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut
pada saat berjalan atau batuk.(2)
Mual muntah
Biasanya pada fase awal. Adanya distensi yang semakin bertambah
menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri.
Muntah biasanya tidak berat. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum
nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.
Nafsu makan menurun.
Obstipasi dan diare pada anak-anak.
Demam
Terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala
awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering
diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.(2)
Kelainan patologi Keluhan dan tanda
Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,
mungkin kolik
Apenditis mukosa nyeri tekan kanan bawah
16
(rangsanganan automik)
Radang di seluruh ketebalan dinding nyeri sentral pindah ke kanan bawah,
mual dan muntah
Apendisitis komplet radang
Peritoneum parietale appendiks
Rangsangan peritoneum lokal
(somatik) nyeri pada gerak aktif dan
pasif, defans muskuler lokal
Radang alat/jaringan yang
Menempel pada appendiks
demam sedang, takikardia,
mulai toksik, leukositosis
Perforasi demam sedang, takikardia,
mulai toksik, leukositosis
Pendindingan (Infiltrat)
Tidak berhasil
Berhasil
Abses
demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik
massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
Demam remiten, keadaan umum
toksik, keluhan dan tanda setempat
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja,
tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah perforasi. (2)
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan
trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan
lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan
tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (2)
Pada awalnya pasien mengeluhkan gejala saluran pencernaan yang
ringan sebelum terjadinya nyeri perut seperti berkurangnya nafsu makan,
ketidaksanggupan mencerna, atau perubahan pada frekuensi buang air
besar, Anoreksia adalah gejala yang penting, terutama pada anak-anak,
17
karena anak yang lapar jarang memiliki appendisitis. Adanya gejala
saluran pencernaan yang berat yang mendahului nyeri perut
mengindikasikan diagnosis yang lain. (4)
Semakin muda usia anak, semakin tinggi terjadi apendisitis yang
berkomplikasi karena ketidakmampuan memberikan anamnesa yang
akurat. Gejala paling sering pada anak-anak prasekolah adalah muntah
yang diikuti dengan demam dan nyeri perut, perforasi hampir selalu
ditemukan pada laparotomi dan pasien mungkin menunjukkan gejala
obstruksi usus kecil akibat sekunder dari inflamasi ileum terminal dan
caecum yang ekstensif.(4)
Tanda fisik yang biasa didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien
periappendikular infiltrate adalah nyeri tekan lokal (local tenderness),
nyeri tekan lepas (rebound tenderness), defans muscular, hiperestesia
kutaneus, nyeri tekan daerah pelvis pada pemeriksaan colok dubur, tanda
psoas, tanda obturator, serta terabanya massa pada kuadran kanan bawah
(regio iliaca dextra). Periappendicular infiltrate dapat menyebabkan suhu
tubuh penderita meningkat hingga mencapai 39 C. Defans muskular
menunjukkan adanya rangsangan pada peritoneum parietal.
2.2.VI PEMERIKSAAN FISIK
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1°C.
Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk
dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi
perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat
pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat
dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.(2)
Palpasi
Setelah memperoleh riwayat klinis, tanya anak tersebut untuk
18
menunjuk dengan satu jari lokasi dari nyeri perut. Hiperestesia
kutan yang berasal dari akar saraf T10 dan L1 sering merupakan
tanda awal appendisitis, meskipun tidak konsisten. Menyentuh
pasien secara ringan menyebabkan rasa tidak nyaman. (4)
Apabila perforasi terjadi, peritonitis terjadi. Pola dari nyeri
tergantung dari lokasi appendiks. Titik McBurney adalah lokasi nyeri
paling sering. Perforasi dapat juga menyebabkan meredanya rasa nyeri dan
distensi viskus untuk beberapa waktu. (4)
Tanda-tanda dari apendisitis yaitu : (30,31)
Nyeri tekan di Mc. Burney.
Nyeri lepas (rebound tenderness)
Peritonitis dicerminkan oleh Defans muskuler lokal. Defans
muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal.
Obturator sign
Rovsing's sign. Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri. Dengan
lutut dibengkokkan untuk relakssasi otot abdomen, lakukan
palpasi secara gentle pada area LLQ abdomen menghasilkan
sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi
peritoneum (Rovsing's sign). Sering positif tapi tidak spesifik.
Blumberg's sign. Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba.
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas
dalam, berjalan, batuk (Dunphy's sign), mengedan.
Ten Horn Sign. Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatik kanan.
Kocher (kosher)'s sign. Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)'s sign. Nyeri yang semakin bertambah
pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada
19
sisi kiri.
Bartomier-Michelson's sign. Nyeri yang semakin bertambah
pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi
kiri dibandingkan dengan posisi telentang.
Aure-Rozanova's sign. Bertambahnya nyeri dengan jari pada
petit triangle kanan. (Akan positif Shchetkin-Bloomberg's sign)