KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kelimpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Afektif Bipolar”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepanitraan Ilmu Kedokteran Kejiwaan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Lydia Esther Nurcahaya, SpKJ sebagai dosen pembimbing utama. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Susi Wijayanti, SpKJ dan dr. Meutia Laksminingrum, SpKJ. Penulis sangat menyadari dalam penyusunan dan penulisan referat ini ada banyak sekali kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dan memperluas wawasan penulis. Sekian saja kata pengantar dari penulis, semoga referat ini dapat memberi tambahan ilmu bagi penulis khususnya dan dapat memberikan manfaat bagi yang membaca referat ini. Jakarta, 24 April 2013 Penulis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kelimpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Afektif
Bipolar”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepanitraan Ilmu
Kedokteran Kejiwaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Lydia Esther Nurcahaya, SpKJ sebagai
dosen pembimbing utama. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Susi
Wijayanti, SpKJ dan dr. Meutia Laksminingrum, SpKJ.
Penulis sangat menyadari dalam penyusunan dan penulisan referat ini ada banyak
sekali kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan dan memperluas wawasan penulis.
Sekian saja kata pengantar dari penulis, semoga referat ini dapat memberi tambahan
ilmu bagi penulis khususnya dan dapat memberikan manfaat bagi yang membaca referat ini.
Jakarta, 24 April 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gangguan mood bipolar sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Bipolaritas artinya
pergantian antara episode manic (hipomanik) dengan depresi. Istilah gangguan bipolar
sebenarnya kurang tepat karena ia tidak selalu merupakan dua emosi yang berlawanan dari
suatu kontinuum. Kadang merupakan dua emosi yang berlawanan dari suatu kontinuum.
Kadang-kadang pasien bisa memperlihatkan dua demensi emosi yang muncul bersamaan,
pada derajat berat tertentu. Keadaan ini disebut dengan episode campuran. Sekitar 40%
pasien dengan gangguan bipolar memperlihatkan dua campuran emosi. Keadaan campuran
yaitu suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau pergantian
emosi tersebut (mania dan depresif) sangat cepat sehingga disebut juga manic disforik.
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manic, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur
hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Tingginya angka mortalitas
disebabkan aleh seringnya terjadi komorbiditas antara gangguan bipolar dengan penyakit
fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker. Komorbiditas
dapat pula terjadi dengan penyakit psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergangtungan zat
dan alcohol yang juga yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain
itu, tingginya mortalitas juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita
gangguan bipolar pernah melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikit satu kali dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, penderita gangguan bipolar harus diobati dengan segera.
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa berat yang prevalensinya cukup tinggi
yaitu 1%-2%. Etiologinya adalah multifaktor. Gangguan bipolar menjadi beban pribadi,
keluarga, dan sosial. Sebagian besar penderita mengalami sindrom gangguan bipolar secara
kronik. Kronisitasnya simtom tersebut menyebabkan terjadinya komorbiditas yang akhirnya
dapat menyebabkan gangguan fungsi dan kematian premature.
Pada gangguan bipolar I, prevalensinya pada laki-laki dan perempuan adalah sama sedangkan
pada gangguan bipolar II, prevalensinya pada wanita lebih tinggi bila dibandingkan dengan
laki-laki.
Pasien yang depresi merasa hilangnya energi, perasaan bersalah, mudah tersinggung,
hilangnya nafsu makan, dan penarikan diri dari lingkungan sosial. Sedangkan pasien yang
manic menunjukkan kebahagiaan yang luar biasa, gagasan yang meloncat-loncat, peninggian
harga diri, emosi yang labil,hiperaktivitas,dll.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi tetapi peningkatan kadar serotonin
dalam celah sinaps neuron, pada sistem limbik, yang berdampak terhadap dopamine receptor
supersensitivity dapat mencetuskan manik.
2. Epidemiologi
Penyakit ini mengenai sekitar 1% hingga 1,5% dari total populasi dan mungkin
sekitar 2% jika gejala-gejala bipolar II diikutsertakan. Prevalensi penyakit ini cenderung
untuk meningkat dari tahun ke tahun. Wanita dan laki-laki memiliki peluang yang sama
untuk terkena penyakit yang sering kali menimbulkan disabilitas ini, tetapi faktor hormonal
dapat berpengaruh pada perbedaan jenis kelamin dalam perjalanan klinis penyakit (seperti
angka yang lebih tinggi untuk cycling secara sangat cepat pada wanita).
Kelainannya seringkali muncul pada saat masa remaja atau dewasa awal (dengan rata-
rata usia 25 hingga 35 tahun) dan berpengaruh terhadap penderita sepanjang sisa hidupnya.
Walaupun sebelumnya dianggap sebagai gangguan pada orang dewasa, sekarang didapati
bahwa anak kecil juga ternyata dapat menderita dari gangguan bipolar ini. Semakin awal
onsetnya, semakin besar pula kemungkinan dari timbulnya gejala psikotik dan semakin jelas
terlihat pula hubungan genetiknya.
Morbiditas dan mortalitas yang signifikan yang berhubungan dengan gangguan
bipolar inilah yang menjadikan penyakit ini sebagai problema mayor kesehatan publik.
Insidens yang tercatat kemungkinan kurang dari insidens yang terjadi sebenarnya karena
pelaporan yang kurang dan kurangnya pengenalan akan episode manik dan hipomanik.
Prevalensi bipolar II dan siklotimia adalah rendah karena kebanyakan penelitian hanya
mengikut sertakan gangguan bipolar I saja. Meskipun ketika pola bipolar II diikut sertakan,
kesulitan untuk menetapkan riwayat dari episode hipomanik mengacu pada diagnosis yang
kurang. Menetapkan diagnosis siklotimia malah lebih sulit lagi.
Gangguan bipolar secara signifikan mempengaruhi ekonomi. Ia dapat menghasilkan
gangguan dan disabilitas fungsional dan membebani perusahaan-perusahaan di USA
sebanyak 14,1 juta dolar pertahunnya, menurut NIH. Menurut NAMI penyakit ini menempati
urutan ke-6 dari penyebab utama penyakit yang menimbulkan disabilitas diseluruh dunia dan
merupakan diagnosis kesehatan jiwa yang paling mahal, baik untuk pasien dan penyedia
asuransi.
BAB II
ISI
1. Definisi
Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari
gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau
manik, hipomanik, dan/atau kondisi campuran. Jika dibiarkan tanpa terapi, akan
menghasilakan kondisi psikiatrik dengan disabilitas berat. Perbedaan antara gangguan bipolar
dan unipolar (juga dikenal dengan “major depression”) adalah bahwa gangguan bipolar
melibatkan kondisi mood yang “energetik” atau “teraktivasi” sebagai tambahan dari kondisi
mood yang depresi.
Durasi dan intensitas dari kondisi mood bervariasi secara luas diantara orang-orang
dengan penyakit tersebut. Fluktuasi dari satu kondisi mood ke kondisi lainnya disebut dengan
“cycling” atau mood swings. Mood swing menyebabkan kelainan tidak hanya pada mood
seseorang, tetapi juga pada level energi, pola tidur, level aktivitas, ritme social dan
kemampuan berpikir seseorang. Banyak orang yang mengalami disabilitas untuk beberapa
waktu lamanya dan ketika hal tersebut terjadi mereka mengalami gangguan fungsi yang
berat.
Gejala dari gangguan bipolar biasanya tetap sama dari satu episode ke episode lainnya
pada seorang pasien, tetapi gejalanya dapat bertambah buruk atau malah membaik. Gejala
dari manik mencakup euphoria, peningkatan kepercayaan diri, bicara cepat, pikiran yang
berlomba-lomba, iratabilitas yang berlebihan, peningkatan energi dan berkurangnya
kebutuhan untuk tidur. Gejala dari depresi mencakup kesedihan, hilangnya minat pada
aktifitas sehari-hari, cepat lelah dan adanya pikiran-pikiran tentang kematian. Gejala psikotik
seperti halusinasi dan waham juga dapat muncul.
Untuk hipomanik, gejalanya biasanya lebih tidak destruktif seperti mania dan orang-
orang dengan hipomanik biasanya mengalami lebih sedikit gejala daripada mereka yang
mengalami manik secara komplit. Durasinya juga lebih pendek dari pada mania. Hal ini
seringkali menjadi keadaan yang “artistik” dari kelainan ini, karena terdapat flight of ideas,
pemikiran yang brilliant dan peningkatan energi. Sementara siklotimik menyerupai gejala
bipolar campuran, hanya saja destruktifitasnya tidaklah seperti manik atau depresif dan
perjalanan penyakitnya kronis.
Gangguan bipolar seringkali disalah-diagnosa karena orang yang sedang manik
cenderung untuk tidak mencari pengobatan. Ketika terapi dicari saat episode depresif, kondisi
ini dapat disalah tafsirkan sebagai gangguan depresi mayor. Diagnosis dari gangguan bipolar
melibatkan sebuah evaluasi tentang kesehatan jiwa. Evaluasi ini mencakup riwayat lengkap
dari gejala, termasuk onset, durasi dan keparahannya. Penegakan diagnosis juga mencakup
pengekslusian penyebab lain yang dapat menyerupai gejala gangguan bipolar seperti
penggunaan zat terlarang atau kelainan tiroid.
2. Etiologi
Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor
genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola
asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan
berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.4
Faktor Genetik
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita suatu gangguan
mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar. Sebagai contoh, sanak saudara
derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama.
Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien
Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling
sering Gangguan depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat
kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika kedua
orangtua menderita Gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya
menderita Gangguan mood.3
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini,
ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) beresiko rendah menderita Gangguan bipolar.4
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan Gangguan bipolar.
Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode
monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-ometiltransferase (COMT),
dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan
dengan penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF).
BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur
BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian yang mencari tahu hubungan
antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya positif.4
Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan
volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan
hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan
afek).4
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.4
Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress
yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan
biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal
intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam
kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada
resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stressor eksternal.2,3
2. Perjalanan Penyakit
3. Gambaran Klinik
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan
episode mania.
Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang elasi,
ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat
atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang
matang)
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik,
hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi sosial
dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania
justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak
memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan
tidak memerlukan hospitalisasi.
Episode Depresi Mayor
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau tanda yaitu :
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana) atau
tindakan bunuh diri.
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi personal, sosial,
pekerjaan.
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi
secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah,
serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat,
grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang
gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain,
dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, social dan pekerjaan.
Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood, ekspansif
atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila mood irritable)
yaitu:
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh) tidak
membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan.
Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga.
Sindrom Psikotik3
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering
yaitu:
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham
nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan
mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik
biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar.
Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat
penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan
terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti
psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi
antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.
4. Kriteria Diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi dari
keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat dalam
DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID).
The Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom
sesuai dengan ICD-10.
Pembagian menurut DSM-IV:
Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi mayor
sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic
umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,
depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang
tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan
waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau
campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
A. Criteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,
campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau
campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode
hipomanik.
Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala
hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi
criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling
sedikit satu tahun.
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala pada
kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama dua
tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan manic
atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan siklotimia dapat dibuat) atau
episode depresi mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan siklotimia dapat
ditegakkan)
D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic
umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.
Pembagian menurut PPDGJ III:
F31 Gangguan Afek bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi
dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan
sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung
lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk
penegakan diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)