Top Banner

of 44

referat-FRAKTUR

Oct 11, 2015

Download

Documents

AngeloCeleste

bb
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang. Fraktur dapat bersifat total

    ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh

    kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot

    dan persarafan. Fraktur dapat berupa retakan, patah, atau serpihan dari korteks; sering

    patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.

    Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma

    tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi

    fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah

    yang lebih jauh dari daerah fraktur.

  • 2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi Fraktur

    Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,

    baik yang bersifat total maupun parsial.

    2.2 Proses Terjadinya Fraktur

    Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, harus

    mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.

    Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir

    (shearing).

    Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama

    tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

    Trauma bisa bersifat :

    Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur

    pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan

    lunak ikut mengalami kerusakan.

    Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari

    daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur

    pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

    Tekanan pada tulang dapat berupa :

    Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

    Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

    Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi

    atau fraktur dislokasi

  • 3

    Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya

    pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak

    Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan

    menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z

    Fraktur oleh karena remuk

    Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang

    Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai

    keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa

    fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan

    lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak

    seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.

    Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat

    menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka

    dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya

    darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang

    disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada

    tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

    2.3 Etiologi Fraktur

    Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut

    kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor mempengaruhi terjadinya fraktur :

    Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan

    kekuatan trauma.

    Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,

    kekuatan, dan densitas tulang.

  • 4

    Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk

    menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress

    berulang; (3) fraktur patologis.1

    A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera1

    Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat secara

    langsung ataupun tidak langsung.

    Dengan tenaga langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak juga rusak.

    Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara transversal atau

    membengkokkan tulang melebihi titik tupunya sehingga terjadi patahan dengan

    fragmen butterfly. Kerusakan pada kulit diluarnya sering terjadi; jika crush injury

    terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan kerusakan jaringan lunak ekstensif.

    Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga dierikan;

    kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun sebagian besar

    fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga (perputaran, pembengkokkan, kompresi, atau

    tekanan), pola x-ray menunjukkan mekanisme yang dominan:

    Terpelintir mengakibatkan fraktur spiral;

    Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;

    Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular butterfly;

  • 5

    Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada beberapa situasi

    tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik insersi ligament atau tendon.

    Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil jika terkena

    gaya yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk yang abnormal.

    B. Fatigue atau stress fracture1

    Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat berulang,

    seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program berat. Beban ini

    menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal remodelingkombinasi

    dari esorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan

    terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang,

    resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan

    terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu dengan pengobatan yang

    mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan pergantian tulang; stress fracture

    meningkat pada penyakit inflamasi kronik dan pasien dengan pengobatan steroid atau

    methotrexate.

    C. Fraktur patologis1

    Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena perubahan

    strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta, atau Pagets disease)

    atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis).

    Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang batas cedera

    yang menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue fracture).3 Fraktur juga

    dapat disebabkan oleh trauma langsung bertenaga tinggi seperti pada kecelakaan sepeda

    motor. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma tidak langsung dimana gaya ditransmisikan

    melalui tulang dengan terpuntir atau tertekuk.2

    Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang terbatas dan pola

    fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi energi yang lebih besar

    sehingga menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih berat dan kominutif yang berat.

    Kombinasi kedua mekanisme ini dapat terjadi.4

    Prognosisnya ditentukan oleh derajat keparahan cedera jaringan lunak, jenis fraktur,

    yang keduanya bergantung pada jumlah tenaga yang ditangkap ekstrimitas saat cedera.1

  • 6

    2.4 Tipe Fraktur

    Fraktur untuk alasan praktis dibagi menjadi beberapa kelompok.1

    A. Fraktur komplit

    Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur pada rontgen dapat

    membantu memprediksi tindakan setelah reduksi: jika fraktur transversal patahan

    biasanya akan tetap pada tempatnya setelah reduksi; jika fraktu oblique atau spiral,

    tulang cenderung memendek dan kembali berubah posisi walaupun tulang dibidai. Jia

    terjadi fraktur impaksi, fragmen terhimpit bersama dan garis fraktur tidak jelas.

    Fraktur kominutif dimana terdapat lebih dari 2 fragmen tulang; karena jeleknya

    hubungan antara permukaan tulang, cenderung tidak stabil.

    B. Faktur inkomplit

    Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap intak. Pada fraktur

    greenstick tulang membengkok; hal ini terjadi pada anak-anak yang tulangnya lebih

    lentur dibandingkan dewasa. Anak-anak juga dapat bertahan terhadap cedera dimana

    tulang berubah bentuk tanpa terlihat retakan jelas pada foto rontgen.

    2.5 Klasifikasi Fraktur3

    Klasifikasi etiologis

    o Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba

    o Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat

    kelainan patologis di dalam tulang

    o Fraktur stres : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

    tempat tertentu

    Klasifikasi klinis

    o Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak mempunyai

    hubungan dengan dunia luar

    o Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai hubungan

    dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk

    from within (dari dalam) atau from without (dari luar).

    Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson, yang

    pertama kali diajukan pada tahun 1976 dan modifikasi pada tahun 1984.5

  • 7

    o Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) : fraktur yang disertai

    dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, atau infeksi

    tulang

    Klasifikasi radiologis

    Klasifikasi ini berdasarkan atas :

    o Lokalisasi

    Diafisial

    Metafisial

    Intra-artikuler

    Fraktur dengan dislokasi

    o Konfigurasi

    Fraktur transversal

    Fraktur oblik

    Fraktur spiral

    Fraktur Z

    Fraktur segmental

    Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen

    Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

    Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya

    fraktur epikondilus humeri, fraktur trochanter major, fraktur patella

    Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang

    tengkorak

    Fraktur impaksi

  • 8

    Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah

    misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus

    Fraktur epifisis

    o Menurut eksistensi

    Fraktur total

    Fraktur tidak total (fraktur crack)

    Fraktur buckle atau torus

    Fraktur garis rambut

    Fraktur green stick

    o Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

    Tidak bergeser (undisplaced)

    Bergeser (displaced) dapat terjadi dalam 6 cara :

    Bersampingan

    Angulasi

    Rotasi

    Distraksi

    Over-riding

    Impaksi

  • 9

    Klasifikasi Nicol

    Klasifikasi The American Society of Internal Fixation, yang dikembangkan oleh

    Muller et al telah diterima di seluruh dunia; klasifikasi ini kemudian dimodifikasi oleh Johner

    dan Wruhs dengan menambahkan mekanisme cedera, patahan, dan derajat keparahan cedera

    jaringan lunak. Klasifikasi ini digunakan untuk reduksi terbuka dengan fiksasi plate and

    screw.2

    2.6 Gambaran Klinis Fraktur3

    Anamnesis

    Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma ringan

    dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Pasien

    biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut

    bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,

    deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain.

    Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :

    1. Syok, anemia atau pendarahan

    2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau

    organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen

    3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis

    Pemeriksaan lokal

    1. Inspeksi (Look)

    - Ekspresi wajah karena nyeri

  • 10

    - Bandingkan dengan bagian yang sehat

    - Perhatikan posisi anggota gerak

    - Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan

    - Perhatikan adanya pembengkakan

    - Perhatikan adanya gerakan yang abnormal

    - Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

    tertutup atau terbuka

    - Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai beberapa

    hari

    - Perhatikan keadaan vaskular

    2. Palpasi (Feel)

    Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien biasanya mengeluh sangat

    nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

    - Temperatur setempat yang meningkat

    - Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

    kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

    - Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-

    hati

    - Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,

    arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang

    terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada

    bagian distal daerah trauma, dan temperatur kulit.

    - Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

    perbedaan panjang tungkai

    3. Pergerakan (Move)

    Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif

    sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pasien

    dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji

    pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat

    menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

    4. Pemeriksaan neurologis

    Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris

    serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau

    neurotmesis.

  • 11

    5. Pemeriksaan radiologis

    Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta

    ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak

    sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen

    untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

    Tujuan pemeriksaan radiologis :

    - Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

    - Untuk konfirmasi adanya fraktur

    - Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

    pergerakannya

    - Untuk menentukan teknik pengobatan

    - Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

    - Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

    - Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

    - Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

    Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI,

    tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos kita dapat

    mendiagnosis fraktur.

    2.7 Tatalaksana Fraktur1,3,5

    Penatalaksanaan awal

    Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :

    1. Pertolongan pertama

    Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan

    nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi fraktur pada

    anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri

    sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan

    pertolongan dengan penekanan setempat.

    2. Penilaian klinis

    Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka

    itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/ saraf ataukah ada trauma

    alat-alat dalam yang lain.

  • 12

    3. Resusitasi

    Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,

    sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri

    berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

    Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur

    1. First, do no harm

    Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa dilakukan

    dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien ke rumah sakit

    yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan yang lebih

    parah.

    2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat

    Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut membutuhkan

    reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik apakah terbuka atau

    tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni mengenai tipe imobilisasi, apakah

    eksternal atau internal.

    3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik

    Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu :

    Untuk mengurangi rasa nyeri

    Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri pada fraktur

    berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak termasuk periosteum dan

    endosteum. Rasa nyeri ini dapat diperberat dengan pergerakan fragmen

    fraktur yang berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang

    progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan imobilisasi dan

    menghindari pembalutan yang terlalu ketat. Beberapa hari pertama setelah

    terjadinya fraktur dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri.

    Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur

    Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni diindikasikan

    hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah terjadinya artritis

    degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen fraktur biasanya membutuhkan

    beberapa derajat imobilisasi, dengan beberapa metode, termasuk

    continuous traction, plaster-of-Paris cast, fiksasi skeletal eksterna, dan

  • 13

    fiksasi skeletal interna, berdasarkan derajat dari kestabilan atau

    ketidakstabilan reduksi.

    Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)

    Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan proses

    penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada beberapa kasus,

    misalnya dengan robekan periosteum berat dan jaringan lunak atau dengan

    nekrosis avaskular pada satu atau dua fragmen, proses penyatuan tulang

    harus dengan autogenous bone grafts, pada tahap penyembuhan awal atau

    lanjut.

    Untuk mengembalikan fungsi secara optimal

    Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse atrophy pada

    otot regional harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) pada otot

    tersebut dengan mengkontrol imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik

    (isotonik) pada seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah periode imobilisasi,

    latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan.

    4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami

    Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan hukum

    alami yang ada.

    5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

    Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik dan

    praktis.

    6. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual

    Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan

    mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan perlu

    pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara individual.

    Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip pengobatan

    ada empat (4R), yaitu :

    Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur

    Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

    anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

    diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai

  • 14

    untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

    pengobatan.

    Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

    Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

    diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat

    mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

    kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.

    Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.

    Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak

    memerlukan reduksi. Angulasi

  • 15

    Jenis Fiksasi :

    a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

    Gips (plester cast)

    Traksi

    Jenis traksi :

    Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

    Skin traksi

    Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali

    ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas

    Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

    Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,

    lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat

    terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12

    kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat

    masuknya pin.

    - Indikasi OREF :

    Fraktur terbuka derajat III

    Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

    Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

    Fraktur Kominutif

    Fraktur Pelvis

    Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

  • 16

    Non Union

    Trauma multipel

    b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

    ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini

    adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

    - Indikasi ORIF :

    Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya fraktur

    talus dan fraktur collum femur.

    Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur

    dislokasi.

    Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,

    fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

    Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,

    misalnya : fraktur femur.

    2.8 Penyembuhan Fraktur

    Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu : 1,3

    1. Fase hematoma

    Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati

    kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan

    membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh

    periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan

    hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

    Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan

    kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang

    yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

  • 17

    2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

    Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.

    Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari

    periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus

    interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat

    pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang

    tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini

    terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat

    pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan

    seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah

    beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan

    osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga

    merupakan suatu daerah radiolusen.

    3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

    Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang

    berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat

    osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh

    garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut

    sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan

    merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

    4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

    Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang

    yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus

    akan diresorpsi secara bertahap.

    5. Fase remodelling

    Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai

    bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodelling ini,

    perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada

    tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah

  • 18

    menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan

    mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

    Penilaian Penyembuhan Fraktur

    Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union

    secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur

    dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk

    mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan

    oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka

    secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

  • 19

    Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan

    dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang

    sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla

    atau ruangan dalam daerah fraktur.

    Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya kalus yang

    menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen

    tulang yang fraktur). Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

    jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi

    fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum,

    endosteum dan medulla.

    Penelitian tentang perubahan densitas kalus pernah dilakukan oleh Siregar (1998,

    Bandung) dengan membandingkan pertumbuhan kalus pada penderita paska operasi internal

    fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dengan K-nail pada pasien fraktur femur dan

    peneliti ini melakukan kriteria penilaian gambaran radiologi serta membaginya menjadi:

    Grade 0 : Kalus belum / tidak terbentuk / non union

    Grade 1+: Bintik-bintik radioopak pada daerah fraktur

  • 20

    Grade 2+ : Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi sama dengan lusensi

    medulla.

    Grade 3+: Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi antara medulla dengan

    korteks.

    Grade 4+: Densitas kalus sama dengan atau lebih radioopak dari pada korteks.

    Pada penelitian berikut ini diamati proses pertumbuhan kalus pada penderita fraktur

    tulang panjang Humerus, Radius, Ulna, Femur, Tibia, dan Fibula. Sampai saat ini belum

    ditemukan data awal tentang pertumbuhan kalus pada masing masing tulang panjang

    tersebut.6

    2.9 Komplikasi Fraktur

    Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur

    yang disebut komplikasi iatrogenik.

    a. Komplikasi umum1,2

    Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi

    pernafasan.

    Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma

    dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa

    peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena

    dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.

    b. Komplikasi Lokal1

    Komplikasi dini

    Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan

    apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

    Pada Tulang

    1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

  • 21

    2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

    fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union

    Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur

    terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi

    dan berakhir dengan degenerasi.

    Pada Jaringan lunak

    1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.

    Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik.

    2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu

    perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

    Pada Otot

    Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini

    terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan

    tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan

    menimbulkan sindroma crush atau thrombus.

    Pada pembuluh darah

    Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada

    robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti

    spontan.

    Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau

    manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada

    pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah

    tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan

    torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair

    untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.

    Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas

    maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini

    disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat

    sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

  • 22

    Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan

    kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara

    periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya

    adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan

    Paralisis

    Pada saraf

    Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson).

    Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.1

    Komplikasi lanjut1,2

    Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat

    deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

    Delayed union

    Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan

    radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur.

    Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20 minggu

    dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

    Non union

    Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

    Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara

    fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan

    melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

    Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan

    sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak

    akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

    Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,

    hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai,

    implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang

    (fraktur patologis)

  • 23

    Mal union

    Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur

    atau osteotomi koreksi.

    Osteomielitis

    Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur

    tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union).

    Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi

    tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.

    Kekakuan sendi

    Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga

    terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan

    tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif

    dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada

    penderita dengan kekakuan sendi menetap.

  • 24

    BAB III

    FRAKTUR PADA TULANG PANJANG EKSTREMITAS ATAS

    3.1 Fraktur Humerus

    Fraktur humerus dapat terjadi mulai dari proksimal (kaput) sampai bagian distal

    (kondilus) humerus, berupa :

    1. Fraktur leher

    2. Fraktur tuberkulum mayus

    3. Fraktur diafisis

    4. Fraktur suprakondiler

    5. Fraktur kondiler

    6. Fraktur epikondilus medialis

    Fraktur leher humerus

    Fraktur leher humerus umumnya terjadi pada wanita tua yang telah mengalami

    osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang.

    - Mekanisme trauma

    Biasanya pasien jatuh dan terjadi trauma pada anggota gerak atas

    - Klasifikasi

    Fraktur impaksi dan fraktur tanpa impaksi dengan atau tanpa pergeseran

  • 25

    - Pengobatan

    Pada fraktur impaksi atau tanpa impaksi yang tidak disertai pergeseran dapat

    dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang mitela dan mobilisasi segera

    pada gerakan sendi bahu. Bila fraktur disertai dengan pergeseran mungkin dapat

    dipertimbangkan tindakan operasi.

    - Komplikasi

    Kekakuan pada sendi, trauma saraf yaitu nervus aksilaris, dan dislokasi sendi

    bahu.

    Fraktur tuberkulum mayus humerus

    Fraktur dapat terjadi bersama dengan dislokasi humerus atau merupakan fraktur

    tersendiri akibat trauma langsung di daerah sendi bahu. Biasanya terjadi pada orang

    tua dan umumnya tidak mengalami pergeseran.

    - Pengobatan

    Fraktur dengan dislokasi humerus yang telah direposisi, biasanya fraktur juga

    tereposisi dengan sendirinya. Pengobatan fraktur tanpa pergeseran fragmen

    dengan cara konservatif. Pada fraktur yang disertai pergeseran fragmen sebaiknya

    dilakukan operasi dengan memasang screw.

    - Komplikasi

    Painful arc syndrome

    Fraktur diafisis humerus

    Fraktur diafisis humerus biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana trauma

    dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila trauma bersifat

    langsung dapat menyebabkan fraktur transversal, oblik pendek, atau komunitif.

    Fraktur patologis biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus.

    - Gambaran klinis

    Pada fraktur humerus ditemukan pembengkakan, nyeri tekan serta deformitas

    pada daerah humerus. Pada setiap fraktur humerus harus diperiksa adanya lesi

    nervus radialis terutama pada daerah 1/3 tengah humerus.

    - Pemeriksaan radiologis

    Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi dan konfigurasi

    fraktur.

  • 26

    - Pengobatan

    Prinsip pengobatan adalah konservatif karena angulasi dapat tertutup oleh otot

    dan secara fungsional tidak terjadi gangguan, disamping itu 1/3 kontak cukup

    memadai untuk terjadinya union.

    Pengobatan konservatif dibagi atas :

    Pemasangan U slab

    Pemasangan gips tergantung (hanging cast)

    Pengobatan operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pin dari Rush atau

    pada fraktur terbuka dengan fiksasi eksterna.

    Indikasi operasi yaitu :

    Fraktur terbuka

    Terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi (jepitan nervus radialis)

    Nonunion

    Pasien yang segera ingin kembali bekerja secara aktif

    Fraktur suprakondiler humerus

    Fraktur ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Pengobatannya

    seperti pada fraktur diafisis humerus.

    Fraktur kondilus humerus

    Fraktur ini jarang terjadi pada orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak.

    - Mekanisme trauma

    Biasanya terjadi pada saat tangan dalam posisi out stretched dan sendi siku dalam

    posisi fleksi dengan trauma pada bagian lateral atau medial. Fraktur kondilus

    lateralis lebih sering terjadi daripada kondilus medialis humerus.

    - Klasifikasi dan pemeriksaan radiologis

  • 27

    1. Fraktur pada satu kondilus

    2. Fraktur interkondiler (fraktur Y atau T)

    3. Fraktur komunitif

    Fraktur kondiler sering bersama-sama dengan fraktur suprakondiler.

    - Gambaran klinis

    Nyeri dan pembengkakan serta pendarahan subkutan pada daerah sendi siku.

    Ditemukan nyeri tekan, gangguan pergerakan serta krepitasi pada daerah tersebut.

    - Pengobatan

    Fraktur tanpa pergeseran fragmen tidak memerlukan reposisi, cukup dengan

    pemasangan gips sirkuler selama 6 minggu dan dilanjutkan dengan fisioterapi

    secara hati-hati.

    Fraktur kondiler adalah fraktur yang mengenai permukaan sendi sehingga

    memerlukan reduksi dengan operasi segera, akurat dan rigid sehingga mobilisasi

    dapat dilakukan secepatnya.

    3.2 Fraktur lengan bawah

    Fraktur kepala dan leher radius

    Fraktur ini terjadi pada saat seseorang jatuh dengan posisi tangan dalam out stretched.

    Klasifikasi dibagi dalam :

  • 28

    o Tipe 1, terbelah vertikal

    o Tipe 2, fraktur disertai dengan kemiringan

    o Tipe 3, fraktur shearing (terbelah)

    o Tipe 4, remuk/ hancur

    Untuk tatalaksananya, pada fraktur tipe 1 dan 2 dengan sudut kemiringan yang tidak

    terlalu besar diatasi dengan mengistirahatkan sendi siku menggunakan mitela. Fraktur

    yang pecah sebaiknya dilakukan eksisi. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu kekauan

    sendi dan osteoartritis.

    Fraktur Monteggia

    Fraktur Monteggia sering ditemukan pada orang dewasa dan merupakan fraktur 1/3

    proksimal ulna disertai dislokasi radius proksimal.

    Pada orang dewasa sebaiknya dilakukan operasi dengan fiksasi interna yang rigid dan

    mobilisasi segera sendi siku.

    Klasifikasi Fraktur dislokasi Monteggia menurut Bado:

  • 29

    - Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi

    anterior kaput radius

    - Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai

    dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii

    - Fraktur ulna distal processus coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio

    - Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii

    dan fraktur 1/3 proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis

    Fraktur diafisis radius dan ulna

    Fraktur radius sendiri biasanya terjadi karena trauma langsung. Untuk tatalaksananya,

    fraktur yang tidak bergeser diatasi dengan gips di atas siku dan fleksi pada siku,

    sedangkan yang bergeser sebaiknya dengan memasang fiksasi interna.

    Fraktur ulna sering terjadi pada seseorang yang menangkis benda keras. Untuk

    tatalaksananya, sama seperti fraktur radius.

    Fraktur diafisis radius dan ulna terjadi karena trauma memuntir yang mengakibatkan

    fraktur oblik atau spiral pada daerah ulna dan radius dengan ketinggian yang berbeda,

    sedangkan trauma langsung menyebabkan fraktur dengan garis transversal. Karena

    adanya hubungan yang erat pada posisi supinasi dan pronasi, maka fraktur kedua

    tulang harus direposisi secara akurat baik rotasi maupun kesejajarannya.

  • 30

    Gambaran klinisnya yakni terdapat pembengkakan dan nyeri tekan serta deformitas

    pada lengan bawah.

    - Pengobatan

    Pengobatan fraktur yang tidak bergeser berupa pemasangan gips di atas siku

    dengan meletakkan lengan bawah dalam posisi pronasi pada fraktur 1/3 distal,

    posisi netral pada fraktur 1/3 tengah dan pada fraktur 1/3 proksimal dengan

    pemasangan gips di atas siku dalam posisi supinasi. Apabila ada kelainan

    perlekatan otot pronator dan supinator tulang radius dan ulna, reduksi serta

    imobilisasi yang baik sulit dilakukan. Reduksi yang akurat sangat diperlukan

    karena tangan mempunyai fungsi untuk pronasi dan supinasi. Pengobatan yang

    paling baik adalah dengan pemasangan fiksasi rigid dengan operasi yang

    mempergunakan plate dan screw pada kedua tulang.

    - Komplikasi

    Malunion termasuk cross union akan memberikan gangguan dalam

    pronasi dan supinasi

    Delayed union

    Nonunion

    Fraktur Galeazzi

  • 31

    Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi yaitu fraktur pada 1/3

    distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal.

    - Pengobatan

    Pada fraktur ini harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi segera

    karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat

    maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi dengan sendirinya. Apabila

    reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire.

    Operasi terbuka dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.

    Fraktur distal radius

    Fraktur distal radius dapat dibagi dalam fraktur Colles, fraktur Smith, dan fraktur

    Barton.

    o Fraktur Colles

    Pertama kali diutarakan oleh Abraham Colles. Merupakan jenis fraktur yang

    paling sering ditemukan pada orang dewasa di atas usia 50 tahun dan lebih

    sering pada wanita daripada pria.

    - Mekanisme trauma

    Fraktur terjadi bila terjatuh dalam posisi tangan out stretched pada orang

    tua dengan tulang yang sudah osteoporosis.

    Fraktur Colles terdiri atas fraktur radius 1 inci di atas pergelangan tangan,

    angulasi dorsal fragmen distal, pergeseran ke dorsal dari fragmen distal, dan

    fraktur prosesus stiloid ulna.

  • 32

    - Gambaran klinis

    Terdapat riwayat trauma dengan pembengkakan pergelangan tangan pada

    orang yang berumur lebih dari 50 tahun, nyeri dan deformitas berbentuk

    garpu. Gambaran ini terjadi karena adanya angulasi dan pergeseran ke

    dorsal, deviasi radial, supinasi, dan impaksi ke arah proksimal.

    - Pengobatan

    Fraktur tanpa pergeseran diobati dengan pemasangan gips sirkuler di bawah

    siku, lengan bawah dalam keadaan pronasi, deviasi ulna, serta fleksi. Pada

    fraktur dengan pergeseran fragmen dilakukan reposisi dengan pembiusan

    umum atau lokal. Imobilisasi dengan gips dilakukan selama enam minggu

    dan dilanjutkan dengan fisioterapi yang intensif.

  • 33

    o Fraktur Smith

    Biasa disebut juga sebagai fraktur Colles terbalik. Fraktur jenis ini lebih sering

    ditemukan pada pria daripada wanita. Fraktur Smith pertama kali

    dikemukakan oleh R.W. Smith. Ditemukan deformitas dengan fragmen distal

    mengalami pergeseran ke volar dimana garis fraktur tidak melalui persendian.

    - Pengobatan

    Fraktur Smith biasanya bersifat tidak stabil sehingga sebaiknya difiksasi

    dengan plate buttress.

    o Fraktur Barton

    Merupakan fraktur pada radius distal dengan fragmen distal melalui sendi dan

    terjadi pergeseran fraktur serta seluruh komponen sendi ke arah volar. Untuk

    tatalaksananya, seperti pada fraktur Smith.

  • 34

    BAB IV

    FRAKTUR PADA TULANG PANJANG EKSTREMITAS BAWAH

    4.1 Fraktur Femur

    Fraktur Proksimal Femur7

    Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur

    Capital : uncommon

    Subcapital : common

    Transcervical : uncommon

    Basicervical : uncommon

    Entracapsular fraktur termasuk trochanters

    Intertrochanteric

    Subtrochanteric

    Fraktur Leher Femur8

    Tingkat kejadian yang tinngi karena faktor usia yang merupakan akibat dari

    berkurangnya kepadatan tulang

    Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan

    extra- (suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya.

    Intracapsular dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular

    tergantung dari fraktur pertrochanteric

    Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai macam obat seperti

    corticosteroids, thyroxine, phenytoin and furosemid

    Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil

  • 35

    Fraktur Intracapsular diklasifikasikan

    o Grade I : Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak

    o Grade II : Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum tidak

    angulasi

    o Grade III : Slightly displaced, pola trabekular angulasi

    o Grade IV : Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada

    kontinuitas tulang

    Fraktur Pada Batang Femur

    Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar

    sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja

    karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah

    terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat

    pendarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara

    tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.9

    Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu

    lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan

    perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu

    klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan

    daerah yang patah.

  • 36

    Fraktur ini dibagi menjadi : 1

    1. Tertutup

    2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah

    dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

    Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya

    diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

    Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari

    luar.

    Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak

    yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

    - Gambaran Klinis

    Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan

    deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan

    mungkin datang dalam keadaan syok.

    - Penatalaksanaan

    A. Terapi konservatif

    - Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif

    untuk mengurangi spasme otot

    - Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi

    terutama yang bersifat kominutif dan segmental.

    - Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis

    B. Terapi operatif

    - Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur

  • 37

    - Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup

    ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.

    - Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected

    pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. 1

    Gambar Gambar

    Comminuted mid-femoral shaft fracture Femoral shaft fracture postinternal

    fixation.

    Fraktur Distal Femur1

    Supracondylar

    Nondisplaced

    Displaced

    Impacted

    Continuited

    Condylar

    Intercondylar

  • 38

    4.2 Fraktur Tibia dan Fibula1,3

    Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau

    persendian pergelangan kaki.

    Fraktur Kondilus Tibia

    Fraktur kondilus tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis serta fraktur

    pada kedua kondilus

    - Mekanisme trauma

    Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya abduksi tibia terhadap femur dimana

    kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil

    - Klasifikasi Sederhana (Adam)

    1. Fraktur kompresi komunitif

    2. Tipe depresi plateau

    3. Fraktur oblik

    - Klasifikasi kompleks (Rockwod)

    1. Fraktur yang tidak bergeser

    2. Kompresi lokal

    3. Kompresi split

    4. Depresi total kondiler

    5. Fraktur aplit

    6. Fraktur komunitif

    Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4mm, sedangkan yang bergeser

    apabila depresi melebihi 4mm

  • 39

    - Gambaran Klinis

    Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri

    serta hemartosi. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.

    - Pemeriksaan radiologis

    Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tetapi

    kadang-kadang diperlukan pula foto oblik dan pemeriksaan laminagram.

    - Pengobatan

    1. Konservatif

    Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4mm dapat

    dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain:

    - Verban elastis

    - Traksi

    - Gips sirkuler

    Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan

    beban dan segera mobilisasi pada sendi lutus agar tidak terjadi kekauan sendi

    2. Operatif

    Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi mengangkat bagian depresi

    dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan

    pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian

    fragmen terhadap tibia.

    - Komplikasi

    1. Genu valgium ; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik

    2. Kekakuan lutut ; terjadi karena tidak dilakukan latihan lebih awal

    3. Osteoartritis ; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi

    sehingga bersifat ireguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut

  • 40

    Fraktur Kondilus Medialis

    Sama seperti fraktur kondilus lateralis tetapi lebih jarang ditemukan

    Fraktur Diafisis Tibia dan atau Fibula

    Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat

    juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja.

    - Mekanisme trauma

    Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan

    menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi

    akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas

    antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas

    1/3 bagian tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi

    pada ketinggian yang sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi

    otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama

    terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.

    - Gambaran klinis

    Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan

    penonjolan tulang keluar kulut

    - Pemeriksaan radiologis

    Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokasi fraktur, jenis fraktur,

    apakah fraktur pada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja atau fibula saja.

    Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental.

    - Pengobatan

    1. Konservatif

    Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan

    manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk

    imobilisasi, dipasang sampai di atas lutut.

  • 41

    Prinsip reposisi:

    o Fraktur tertutup

    o Ada kontak 70% atau lebih

    o Tidak ada angulasi

    o Tidak ada rotasi

    Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara

    fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi dengan gips biasanya sulit

    dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.

    Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo

    patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan

    mereda atau telah terjadi union secara fibrosa.

    2. Operatif

    Terapi operatif dilakukan pada:

    o Fraktur terbuka

    o Kegagalan dalam terapi konservatif

    o Fraktur tidak stabil

    o Adanya malunion

    Metode pengobatan operatif:

    o Pemasangan plate and screw

    o Nail intermeduker

    o Pemasangan screw semata-mata

    o Pemasangan fiksasi eksterna

    - Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:

    o Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terbuka kerusakan

    jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang

    o Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

    Komplikasi

    1. Infeksi

    2. Delayed union atau nonunion

  • 42

    3. Malunion

    4. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior)

    5. Trauma saraf terutama pada nervous peroneal komunis

    6. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini biasanya

    disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

    Fraktur Tibia Semata-mata atau Fibula Semata-mata

    Fraktur tibia dan fibula semata-mata perlu diwaspadai sebab sering mengganggu

    terjadinya union hingga diperlukan osteotomi pada salah satu tulang.

  • 43

    BAB V

    KESIMPULAN

    Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,

    baik yang bersifat total maupun parsial.

    Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk

    menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress

    berulang; (3) fraktur patologis.

    Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri

    tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,

    deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik,

    perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain,

    misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan

    abdomen, dan faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal

    dilakukan inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan neurologis , dan

    dilakukan pemeriksaan radiologis.

    Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana dasar

    berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang

    spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen

    fraktur, untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union), untuk mengembalikan

    fungsi secara optimal, mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik

    dan praktis dalam memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien

    secara individual. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,

    prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu : Recognition, Reduction, Retention, dan

    Rehabilitation.

  • 44

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Solomon L, et al (eds). Apleys system of orthopaedics and fractures. 9th ed. London:

    Hodder Arnold; 2010.

    2. Chapman MW. Chapmans orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott

    Williams&wilkins; 2001. p 756-804.

    3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p. 325-6;

    355-420.

    4. Konowalchuk BK, editor. Tibia shaft fractures [online]. 2012. [cited 2012 Feb 28].

    Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984

    5. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA:

    Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.

    6. Universitas sumatera utara. Fraktur. Available at:

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf. Accessed

    on January 4th, 2014.

    7. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal Imaging in

    Primer of Diagnostic Imaging. 4th

    Edition. United States: Mosby Elsevier; 2007.

    8. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004.

    9. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta : Penerbit

    Buku Kedokteran; 2003.