BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangFraktur nasal merupakan suatu keadaan yang
disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya tulang hidung
baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa
dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan
kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan
karena bermain dan olahraga.Fraktur nasal sering menyebabkan
deformitas septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur
septum. Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis
os maksila dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer
biasanya mengalami fraktur. Fraktur os nasal biasanya disebabkan
oleh trauma langsung. Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan,
epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari
arah lateral dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus
cepat direposisi dengan anestesi local dan imobilisasi dilakukan
dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan dipertahankan
dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis
berbentuk kupu-kupu untuk 1-2 minggu.Fraktur dapat diklasifikasikan
sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada integritas
mukosa. Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode
juga penting untuk menghindari komplikasi potensial dari patah
tulang dan septum hidung. Dengan memastikan tidak adanya hematom
penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta menghindari
komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang
berbahaya. Selain itu, penting untuk ahli bedah menilai gejala sisa
pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.1.2 Rumusan
MasalahReferat ini membahas tentang definisi, epidemiologi,
etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
prognosis, dan komplikasi dari Fraktur Nasal.1.3 Tujuan
PenulisanAdapun tujuan dari penulisan referat ini yaitu untuk
memahami definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gambaran
klinis, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi dari
Fraktur Nasal.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DefinisiFraktur adalah terjadinya diskontinuitas jaringan
tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan benturan keras.
Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan
pernafasan dan deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan yang
timbul tergantung pada kekuatan, arah dan mekanismenya.1Fraktur os
nasal merupakan kasus trauma terbanyak pada wajah dan merupakan
kasus fraktur ketiga terbanyak di seluruh tulang penyusun tubuh
manusia.2 Kejadian fraktur nasal sekitar 39%-45% dari seluruh
fraktur maksilofasial yang ditangani oleh dokter telinga hidung dan
tenggorokkan (THT) dan dokter bedah plastik.3 Di Amerika Serikat,
kejadian fraktur os nasal rata-rata 51.200 per tahun. Fraktur os
nasal banyak terjadi pada usia 15-40 tahun dan tiga kali lebih
banyak terjadi pada laki-laki.2 Penyebab fraktur nasal adalah
kekerasan (42,65%), kecelakaan lalu lintas (35,29%), pekerjaan
(13,24%) dan terjatuh saat olahraga (8,82%).4
2.2 Anatomi HidungHidung adalah organ sederhana yang sebenarnya
berfungsi sangat vital dalam kehidupan kita. Selain sebagai indera
penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai saringan (filter)
terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga
menjadi air conditioning sistem dengan cara menghangatkan atau
melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.1Hidung merupakan bagian
wajah yang paling sering mengalami trauma karena merupakan bagian
yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung
secara anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu : Hidung bagian luar
(Nasus eksterna) Rongga hidung (Nasus interna atau kavum nasi)7
Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna) Hidung luar berbentuk
piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :8 Pangkal
hidung (bridge) Batang hidung (dorsum nasi) Puncak hidung (tip) Ala
nasi Kolumela Lubang hidung (nares anterior)
Gambar 1 : Gambar 2 : Anatomi hidung bagian luar 9 Anatomi
hidung 10
Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 7Kerangka tulang
terdiri dari : Tulang hidung ( os nasalis) Prosesus frontalis os
maksila Prosesus nasalis os frontal Sedangkan kerangka tulang rawan
terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian
bawah hidung, yaitu :1 Sepasang kartilago nasalis lateralis
superior Sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai
kartilago ala mayor Tepi anterior kartilago septum
Rongga Hidung (Nasus Interna/ Kavum Nasi)Rongga hidung dibagi
dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh septum nasi yang
sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka septum
dibentuk oleh : Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior)
Kartilago kuadrangularis (anterior) Tulang vomer (posterior) Krista
maksila dan Krista palatina (bawah) yang menghubungkan septum
dengan dasar rongga hidung.3,7Dibagian anterior septum nasi
terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan anyaman
pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena
trauma dan menyebabkan epistakis. Di bagian antrokaudal, septum
nasi mudah digerakkan. 3,7Ke arah belakang rongga hidung
berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang lubang yang disebut
koana berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan ke arah depan
rongga hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nare. 3,7Atap
rongga hidung berbentuk kurang lebih menyerupai busur yang sebagian
besar dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid. Di sebelah
anterior, bagian ini dibentuk oleh tulang frontal dan sebelah
posterior oleh tulang sfenoid. 3,7Melalui lamina kribosa keluar
ujung-ujung saraf olfaktoria menuju mukosa yang melapisi bagian
teratas dari septum nasi dan permukaan kranial dari konka nasi
superior. Bagian ini disebut regio olfaktoria. 3,7 Dinding lateral
rongga hidung dibentuk oleh konka nasi dan meatus nasi. Konka nasi
merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior ke
posterior dan mempunyai rangka tulang. Meatus nasi terletak di
bawah masing-masing konka nasi dan merupakan bagian dari hidung.
3,7
Konka NasiDi dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi,
yaitu konka nasi inferior, konka nasi medius, dan konka nasi
superior. Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar
diantara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan
mengandung banyak pleksus vena dan membentuk jaringan kavernosus.
Rangka tulangnya melekat pada tulang palatina, etmoid, maksila, dan
lakrimal. 3,7Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi
inferior. Terletak diantara konka inferior dan konka superior.
Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka nasi
inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid.
Kadang-kadang di dalam konka media terdapat sel sehingga konka
menjadi besar dan menutup meatus nasi media yang disebut konka
bulosa. 3,7Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling
kecil. Mukosa yang melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka
lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari tulang etmoid.
Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka
nasi yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan
sebenarnya merupakan bagian dari konka superior yang membelah
menjadi dua bagian. 3,7 Meatus NasiMeatus nasi inferior merupakan
celah yang terdapat dibawah konka inferior. Dekat ujungnya terdapat
ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini seringkali
dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner
(Plika lakrimalis Hasner). 3,7Meatus nasi media terletak diantara
konka inferior dan konka media. Ostium sinus merupakan lubang
penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai
ventilasi dari sinus paranasal sebagian terletak di meatus media.
3,7Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari
sinus maksila terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara
dari sinus etmoid anterior. Struktur-struktur yang ada di dalam
meatus nasi media disebut kompleks ostiomeatal. Kompleks ini
penting artinya secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase
sinus paranasal. Kelainan dalam kompleks ini akan mempengaruhi
potensi ostium sinus sehingga berperan besar dalam patofisiologi
sinus paranasal.7Meatus nasi superior terletak diantara konka media
dan konka superior dan merupakan meatus yang terkecil. Disinalah
bermuara sinus etmoid posterior. Resesus sfeno-etmoid terdapat pada
dinding lateral rongga hidung diantara atap rongga hidung dan konka
nasi superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 3,7
Sinus ParanasalDi sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga
yang terletak di dalam tulang yang disebut sinus paranasal.
Terdapat empat sinus paranasal, yaitu sinus maksila kanan dan kiri,
sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri serta
sinus sfenoid kanan dan kiri.3Sinus maksila disebut juga Antrum
Higmori atau lebih sering disebut antrum saja. Rongga sinus
paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui suatu lubang
yang disebut ostium. Selula etmoid dikelompokan menjadi selula
etmoid anterior dan selula etmoid posterior. Salah satu sel etmoid
paling besar dan terletak paling medial disebut ostium. Sinus
maksila dan selula etmoid sudah terbentuk sejak lahir dalam ukuran
kecil dan bertambah besar sampai ukuran maksimal pada dewasa. Sinus
frontal merupakan ekstensi dari selula etmoid anterior dan mencapai
pertumbuhan penuh antara umur 8 sampai 15 tahun. Pertumbuhan sinus
frontal kanan dan kiri besarnya sering tidak simetris dan pada
sekitar 5% populasi, sinus frontal hanya tumbuh pada satu sisi.
3,7
Mukosa Rongga HidungRongga hidung dilapisi oleh mukosa yang
secara histiologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan
(mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaanya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai
silia (ciliated pseudostratified collumner epithelium) dan
diantaranya terdapat sel-sel goblet.1 Sel goblet yang menghasilkan
lendir, lendir ini mempunyai pH 6,5 dan mengandung lisozim yang
mempunyai efek antiseptik. Tiap sel mukosa rongga hidung mempunyai
silia yang jumlahnya dapat mencapai 25 sampai 100 buah. Silia
bergerak sekitar 250 gerakan permenit. Pergerakan ini dipengaruhi
oleh suhu, kelembaban dan paparan zat anestetik atau gas. Gerakan
silia akan mendorong selimut lendir diatasnya ke belakang dengan
kecepatan 5-10 mm permenit.3,7Mukosa penghidu terdapat pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia
(pseudostratified collumner non ciliated epithelium). Epitelnya
dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan
sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat
kekuningan.1Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukoasanya
lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel
epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna
merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir
(mucous blanket) pada permukaanya. Di bawah epitel terdapat tunika
propria yang banyak mengandung pebuluh darah, kelenjar mukosa, dan
jaringan limfoid. Rongga hidung seluruhnya dilapisi oleh mukosa,
kecuali nares dan vestibulum nasi dilapisi oleh kulit tempat tumbuh
rambut yang disebut vibrissea. 1
Gambar 3: Rongga Hidung 10
Vaskularisasi HidungBagian atas rongga hidung mendapat
pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan
cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga
hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna, di
antaranya ialah ujung palatina mayor dan a.sfenopalatina yang
keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan
memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka
media.8Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang
a.fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari
cabang-cabang a.sfenopalatina. a.etmoid anterior, a.labialis
superior dan a.palatine mayor yang disebut pleksus Kiesselbach
(Littles area).1 Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah
cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis
(pendarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai
nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di
vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena hidung tidak
memiliki katup, sehingga merupakan factor predisposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.1,8
Gambar 4: Vaskularisasi hidung 11
Persarafan HidungBagian depan atas rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan
cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1).
Rongga hidung lainnya,sebagian besar mendapat persarafan sensoris
dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion
sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung.1,8Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari
n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus
superfisialis mayor dan serabut- serabut simpatis dari n.petrousus
profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit
di atas ujung posterior konka media.8Fungsi penghidu berasal dari
n.olfaktorius. N.Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari
permukaan bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung.8
2.3 EtiologiPenyebab trauma nasal ada 4 yaitu: Mendapat serangan
misal dipukul. Injury karena olah raga Kecelakaan (personal
accident). Kecelakaan lalu lintas.Dari 4 causa diatas, yang paling
sering karena mendapat serangan misalnya dipukul dan kebanyakan
pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan injury nasal
misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola
diatas kepala; olah raga yang menggunakan raket misalnya ketika
squash, raket dapat mengayun ke belakang atau depan dan dapat
memukul hidung atau karate; petinju.Trauma nasal yang disebabkan
oleh kecepatan yang tinggi menyebabkan fraktur wajah.
2.4 KlasifikasiMurray melaporkan bahwa kebanyakan deviasi akibat
fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago septum nasal.
Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada
fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan
pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang
hidung bagian bawah, prosesus nasomaksilaris dan bagian tepi
piriformis.11 Trauma nasal yang dihasilkan dari suatu pukulan
bervariasi tergantung pada :12 Usia pasien yang sangat berpengaruh
pada fleksibilitas jaringan dalam meredam energi dari pukulan
Besarnya tenaga pukulan, arah pukulan dimana akan menentukan bagian
nasal yang rusak. Kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma nasal
dan trauma jaringan lunak yang umum terjadi meliputi: laserasi,
ekimosis, hematom di luar dan di dalam rongga hidung. Trauma pada
kerangka hidung meliputi fraktur (putusnya hubungan, lebih sering
pada usia lanjut), dislokasi (pada anak-anak), dan fraktur
dislokasi. Trauma dislokasi dapat mengenai artikulasi kerangka
hidung luar atau pada septum nasi. Waktu kejadianTrauma lain yang
sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis,
ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur
dinding orbita; fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus
frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III.11 Terdapat
beberapa jenis fraktur nasal antara lain :12 Fraktur lateralAdalah
kasus yang paling sering terjadi, dimana fraktur hanya terjadi pada
salah satu sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu
parah.
Gambar 5. Fraktur lateral12 Fraktur bilateralMerupakan salah
satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain fraktur
lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya
tulang nasal dengan tulang maksilaris.
Gambar 6. Fraktur bilateral12 Fraktur direct frontalYaitu
fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan desakan dan
pelebaran pada dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan
terganggu suaranya.
Gambar 7. Fraktur direct frontal12 Fraktur comminutedAdalah
fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini
akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.
Gambar 8. Fraktur comminuted, 1: tulang hidung, 2: frontal dan 3
septum nasi12Terdapat berbagai klasifikasi mengenai fraktur nasal
yang telah dibuat, yaitu Menurut Stranc dan Roberston, arah asal
trauma akan mempengaruhi beratnya kerusakan pada tulang hidung dan
septum. Klasifikasi ini hanya berdasarkan pemeriksaan fisik tanpa
pemeriksaan radiologis.11 Tipe I : Fraktur ini menyebabkan
terjadinya avulsi kartilago lateral atas, dislokasi posterior
septum dan ala nasal. Tipe II : Fraktur ini menyebabkan deviasi
dorsum nasi dan juga menyebabkan tulang hidung menjadi datar. Tipe
III : Fraktur pada tulang hidung dan juga menyebabkan kerusakan
pada mata dan struktur intrakranial. Menurut Harrison, fraktur nasi
dibagi menjadi 3 berdasarkan beratnya dan juga
penatalaksanaannya:13 Kelas I : Pada keadaan ini terdjadi fraktur
depres hidung tanpa melibatkan septum nasi. Kelas II : Fraktur yang
terjadi menyebabkan fraktur komunitiva,sehingga deviasi semakin
jelas. Khasnya pada fraktur ini akan tampak gambaran seperti huruf
C. Kelas III : Fraktur ini disebut juga fraktur naso orbito
etmoidalis (NOE) Menurut Hwang, fraktiur nasal dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:4 Tipe I : Fraktur sederhana tanpa
deviasi Tipe II : Fraktur sederhana dengan deviasi IIA : Unilateral
IIAs : Unilateral dengan fraktur septum nasi IIB : Bilateral IIBs :
Bilateral dengan fraktur septum nasi Tipe III : Fraktur communited
Menurut Michael, fraktur nasal dapat diklasifikasikan berdasarkan
beratnya dan kerusakan pada septum nasi14 Tipe I : Fraktur
sederhana tanpa deviasi, jika terjadi fraktur unilateral atau
bilateral tanpa menyebabkan pergeseran pada garis tengah Tipe II :
Fraktur sederhana dengan deviasi, jika terjadi fraktur unilateral
atau bilateral dan menyebabkan pergeseran pada garis tengah Tipe
III : Fraktur communited, jika terjadi fraktur bilateral yang
menyebabkan septum tidak lurus tetapi tidak menyebabkan pergeseran
garis tengah Tipe IV : Deviasi tulang hidung dan fraktur septum
nasi , jika terjadi fraktur bilateral yang menyebabkan septum tidak
lurus dan menyebabkan pergeseran garis tengah dan juga terjadi
fraktur septum nasi ataupun dislokasi septum nasi. Tipe V : Fraktur
kompleks nasal dan septum nasi, jika terjadi fraktur dan juga
menyebabkan laserasi pada jaringan serta saddle nose. Menurut
Samuel, yang memodifikasi klasifikasi fraktur nasal yang telah
dibuat oleh Murray, fraktur nasal dapat diklasifikasikan menjadi:15
Tipe I : Cedera jaringan lunak sekitar hidung Tipe IIa : Fraktur
sederhana unilateral tanpa deviasi Tipe IIb : Fraktur sederhana
bilateral dengan deviasi Tipe III : Fraktur sederhana disertai
deviasi Tipe IV : Fraktur communited tertutup Tipe V : Fraktur
communited terbuka atau termasuk fratur tipe II-IV tetapi disertai
dengan kebocoran cairan serebrospinal, hematom septum nasi,
obstruksi jalan nafas, deviasi berat dan termasuk fraktur
Naso-orbito-etmoidalis.
2.5 Gejala KlinisTanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang
hidung dapat berupa :5 Depresi atau pergeseran tulang tulang
hidung. Terasa lembut saat menyentuh hidung. Adanya pembengkakan
pada hidung atau muka. Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata
(black eye). Deformitas hidung. Keluarnya darah dari lubang hidung
(epistaksis). Saat menyentuh hidung terasa krepitasi. Rasa nyeri
dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.Tanda-tanda berikut
merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter
meliputi: Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam Hidung
terlihat miring atau melengkung Sulit bernapas melalui hidung
meskipun reaksi peradangan telah mereda Terjadi demam Perdarahan
hidung berulang 5,15Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta
pertolongan ke unit gawat darurat : Perdarahan yang berlangsung
lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang hidung Keluar
cairan berwarna bening dari lubang hidung Cedera lain pada tubuh
dan muka Kehilangan kesadaran Sakit kepala yang hebat Muntah yang
berulang Penurunan indra penglihatan Nyeri pada leher Rasa kebas,
baal,atau lemah pada lengan.5
2.6 DiagnosisDiagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan
dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam
dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai dengan
pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada
robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi
pada septum.1Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto
sinusparanasal posisi Water dan bila perlu dapat dilakukan
pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat fraktur
hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1Pasien
harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat
fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat
berlanjut menjadi abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum
dan deformitas hidung pelana ( saddle nose ) yang berat.3
AnamnesisRentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan
dokter sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien. Sangatlah
penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan
besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah
frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal.
Pada kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga,
trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan
deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama
dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan.
Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung
sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai
adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan
anosmia.3
Pemeriksaan fisikKebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap
trauma seperti trauma akibat dihantam atau terdorong. Sepanjang
penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas pasien aman
dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal sering
dihubungkan dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa
mempengaruhi patennya trakea. Fraktur nasal ditandai dengan
laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa.
Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi
dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung
nampak di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata
atas dan bawah.3,7Deformitas hidung seperti deviasi septum atau
depresi dorsum nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi
sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada trauma baru.
Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk
menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan
indikasi absolut untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting
untuk memastikan diagnosa pasien dengan fraktur, terutama yang
meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya terjadi
pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang
piramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam labirin
ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus,
sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus lakrimalis
dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea
cerebrospinalis. 3,7Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan
krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung
dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi
tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak
berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan
dalam mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas
bentuk pelana, yang membutuhkan penanganan bedah segera.
Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan
semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala
akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan
nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.3,7
Gambar 9: Deformitas septum nasal
Pemeriksaan radiologisJika tidak dicurigai adanya fraktur nasal
komplikasi, radiografi jarang diindikasikan. Karena pada
kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga hanya
diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi
tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli
klinis sering salah dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi
fraktur yang disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun,
ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea cerebrospinalis,
gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi. CT-scan dapat
diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular.3
Gambar 10 : Foto x-ray fraktur hidung
Gambar 11 : CT-scan potongan coronal dan axial pada fraktur
nasal
2.7 PenatalaksanaanTujuan Penangananan Fraktur Hidung :
Mengembalikan penampilan secara memuaskan Mengembalikan patensi
jalan nafas hidung Menempatkan kembali septum pada garis tengah
Menjaga keutuhan rongga hidung Mencegah sumbatan setelah operasi,
perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan bentuk punggung
hidung Mencegah gangguan pertumbuhan hidung 6
KonservatifPenatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala
klinis, perubahan fungsional dan bentuk hidung, oleh karena itu
pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan
berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan
perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian
vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis,
kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi
pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan
prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor
topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai
perdarahan berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada
hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi
pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi,
komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk
mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.
1,10Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai.
Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur
hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk
dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan
resiko kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang
pendapat mengenai kapan seharusnya penatalaksanaan dilakukan.
Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera setelah fraktur
terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya,
jarang pasien dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan
lunak dapat mengaburkan apakah patah yang terjadi ringan atau berat
dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan.
Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya.
Tindakan reduksi tertutup dilakukan 7-10 hari setelahnya dapat
dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10
hari maka akan terjadi kalsifikasi. 3,7Setelah memastikan bahwa
saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan keadaan
pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan
terhadap fraktur. Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada
jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan kemungkinan
kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan. Tindakan
pembersihan (debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan
debridement harus diperhatikan dengan bijak agar tidak terlalu
banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan untuk
melapisi kartilago yang terbuka.7Terdapat berbagai algoritma dalam
penatalksanaan fraktur nasal tergantung dari klasifikasi yang
digunakan. Algoritma yang dibuat oleh Michael et al:Deformitas (+),
deviasi septum (+)Gagal/terdapat pilihanModifikasi reduksi terbuka
dengan osteotomiReduksi terbuka tulang dan septum
septorinoplastiDeviasi septum beratDeviasi septu
ringan-sedanggagalFraktur inkomplitReduksi tertutupDapat
digerakkanFraktur Tipe VFraktur Tipe IVFraktur tipe I,II,III
Gambar 12 : Algoritma penatalaksanaan fraktur nasal14
Algoritma yang dibuat oleh Samuel et al:Kompres
dinginElevasiNilai ulang edemaTipe IVTipe IIa-III> 4
jamWaktu< 4 jamTidak terdapat fraktur,kompres dingin 24 jam,
follow up seperti biasaReduksi tertutupManipulasi
septumSplintingKompres dingin 24 jamKompres hangat 7 hari
Reduksi terbukaManipulasi septumExternal splintingDoyle
splintingGraft luas
SeptorinoplastiOsteotomiExternal splintingDoyle splintingGraft
luasCT scan axial/koronal 3mmReduksi terbuka secepatnyaFiksasi
internaKonsul bedah saraf jika diperlukanTipe VTipe IVTipe IIITipe
IITipe I
Gambar 13 : Algoritma penatalaksanaan fraktur hidung
215OperatifUntuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan
perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan
karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal
sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat
untuk memperbaiki posisi hidung. 4,12 Teknik reduksi tertutup
Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur
hidung akut yang sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan
satu teknik pengobatan yang digunakan untuk mengurangi fraktur
nasal yang baru terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan
reduksi terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan
analgesia lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna
pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi
tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi
yang tidak normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah
trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin
sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih
dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu
tersebut tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah
terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung sehingga perlu
dilakukan tindakan rinoplasti estetomi.Alat-alat yang dipakai pada
tindakan reduksi adalah : Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal
Fracture Elevator) Cunam Asch Cunam Walsham Spekulum hidung pendek
dan panjang (Killian) Pinset bayonet.
Gambar 14 :Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center)
Walsham forceps, and (right) Boies elevator.
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi
dengan tindakan yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam
Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukkan
ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia
atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi
dilakukan dengan kontrol palpasi jari. 1Jika terdapat deviasi
piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung,
cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi
(blade) ke dalam kedua rongga hidung sambil menekan septum dengan
kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan pada posisi semula
dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang
dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1Perdarahan yang timbul
selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon pada kedua
rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan
beberapa lapis gips yang dibentuk dari huruf T dan dipertahankan
hingga 10-14 hari.1Langkahlangkah pada tindakan reduksi tertutup
:1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. Forceps Walshams
digunakan untuk memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila
dan menggunakan tenaga yang terkontrol untuk menghindari gerakan
menghentak yang tiba-tiba.2. Perpindahan posisi tulang hidung.
Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang diletakkan di
belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan
forceps walshams, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang
dapat memegang septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah
dari pegangan utama bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan
lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi dan kerusakan
kolumela yang hebat dan lebih luas.3. Manipulasi septum nasal.
Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan septum
nasal.4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya
mampu untuk mendorong hidung sampai mencapai posisi yang tidak
seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan mengindikasikan kesalahan
posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus diulang. Prosesus
nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat
terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.5.Kemungkinan pemindahan
akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menilai
bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal.
Jika memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum
melalui septoplasti atau reseksi mukosa yang sangat terbatas.6.
Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe
patah tulang riuk, maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang
terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka. Sangatlah penting untuk
membuang semua benda asing yang berada pada luka seperti pecahan
kaca, kotoran atau batu kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah
yang cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen
sangat dibutuhkan. Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka
sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm. Kadang
luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive
(steristrips).3
Gambar 15 :Reposisi Fraktur Hidung
Gambar 16 : Teknik reduksi tertutup Teknik reduksi
terbukaFraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan
keuntungan. Pada daerah dimana fraktur berada sangat beresiko
mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah pada hidung
menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah
bahkan pada masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi
setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang terjadi.
4,10Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk : Ketika operasi
telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma. Fraktur
nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya
fragmentasi tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial
dan apparatus lakrimalis. Reposisi dan perbaikan hanya mungkin
dengan reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini harus segera
dilakukan. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana
teknik manipulasi reduksi tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada
teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada interkartilago.
Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan
lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari
permukaan luar dari kartilago lateral atas, dengan melalui
kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3
2.8 Komplikasi Hematom septi Merupakan komplikasi yang sering
dan serius dari trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan adanya
akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan
menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum
irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari
jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah
drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian
antibiotik setelah drainase. 3,7,5
Gambar 17: Bilateral septal hematomas associated with a nasal
fracture
Penanganan hematom septum berupa : 3,13 Insisi dan drainase
hematoma Pemasangan drain sementara Pemasangan balutan intranasal
untuk menekan mukosa septum Memperkecil kemungkinan terjadinya
hematom ulang Dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya bahaya infeksi. Fraktur dinding
orbitaFraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan
dapat terjadi. Gejala klinis yang muncul adalah disfungsi otot
ekstraokuler.3 Fraktur septum nasalSekitar 70% fraktur nasal
dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian
bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan
tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi
reduksi tertutup dengan menggunakan forceps Asch.3 Fraktur lamina
kribriformisMerupakan predisposisi pengeluaran cairan
cerebrospinalis, yang akan menyebabkan komplikasi berupa
meningitis, encephalitis dan abses otak.5,9
2.9 PrognosisKebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan
perpindahan posisi akan sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan
fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan
mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 %
pasien.6,12
BAB IIIPENUTUP
KesimpulanFraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling
sering terjadi pada trauma yang mengakibatkan fraktur pada tulang
wajah. Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur
karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari
wajah,sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar.Ketepatan
waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan
dalam mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik.
Maka pengenalan atas gejala klinis harus dimiliki oleh dokter untuk
melakukan penatalaksanaan selanjutnya. Gejala klinis dari fraktur
hidung yang sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung,
obstruksi hidung dan anosmia. Adapun pemeriksaan fisik yang
ditemukan dapat berupa deviasi septum, depresi septum nasi, dan
epistakis. Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang dengan
pencitraan seperti foto X-ray hidung dan CT scan hidung.Penanganan
dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan pendarahan
hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal.
Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi dan komplikasi
yang dapat menimbulkan kematian. Analgetik untuk mengurangi rasa
nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Adapun pada fraktur
hidung sederhana maupun kominutiva yang disertai dengan deviasi
septum dan deformitas harus dilakukan tindakan operatif yang
terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi terbuka.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma
septum, fraktur dinding orbita, fraktur septum nasal dan fraktur
lamina kribiformis.
BAB IVDAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118-122,199-202.2. Higler PA.
Boies Buku Ajar Penyakit THT. Adams GL, Boies LR, Higler PA;
editor, efendi H, alih bahasa, Wijaya C; Edisi 6. Jakarta: Penerbit
buku edokteran EGC. 1997.3. Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari:
http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal.4.
R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang
Hidung. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.338.5. Elizabeth A B. Broken Nose. Diunduh dari :
http://www.emedicinehealth.com/broken nose/article em.htm.6. P Van
den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan
Telinga. Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.h.121.7. Lalwani AK. Current Diagnosis dan
Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-2. USA;
McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.8. Anatomi dan Fisiologi
hidung. Diunduh dari: http://www.infokedokteran.com.9. Samual J.H.
Nasal Fracture. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/84829-overview. 10. Corry
J.K. Management of Acute Nasal Fractures. Diunduh dari:
www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html.11. Arden RL, Mathog RH.
Nasal fracture. famona.tripod.com/ent/cummings/cumm042.pdf. 12.
Rubinstein B, Strong B. Management of nasal fracture. Arch Fam
Med.2000;9:738-42.13. Thiagarajan B, Ulaganathan V. Fracture nasal
bones. Otolaryngology online journal. 2013; 3.14. Ondik MP,
Lipinski L, Dezfoli S, Fedok FG. The treatment of nasal fracture: a
changing paradigm. Arch Facial Plast Surg. 2009;11(5):296-30215.
Kelley BP, Downey CR, Stal S. Evaluation and reduction of nasal
trauma.. Seminars in plastic surgery. 2010; 24(4). 339-46.
27 | Page